Share

Aral melintang

last update Last Updated: 2021-09-08 17:45:19

Kakek Parmin sudah diatasi. Sekarang, satu masalah lagi datang. Jika ingin menikah, Kamila harus mencari tahu siapa ayah kandungnya untuk menjadi wali pernikahan. Karna seperti yang diketahui, kakek Parmin adalah kakek dari pihak ibu. Tentu saja, kakek Parmin tidak punya andil untuk menjadi wali di pernikahan Kamila.

"Semua yang dikatakan Kakek itu, benar adanya, Setya. Bagaimana mungkin kita bisa menikah, jika Ayah kandungku, tak pernah ada yang mengetahui sosoknya, kecuali Ibu." Kamila membuka suara, dengan sisa tangisan yang baru saja mereda. Dengan suaranya yang lembut, Kamila mengiyakan perkataan kakek Parmin barusan.

"Sementara Ibu, sudah puluhan tahun tidak pulang. Bahkan, dua tahun belakangan ini, Ibu tak pernah memberi kabar," imbuhnya dengan nada sedih mengingat sang Ibu yang tak kunjung terdengar kabar beritanya.

"Tenang lah, Kamila. Aku akan berusaha mencari jalan keluar untuk masalah ini. Aku berjanji padamu." Setya menenangkan Kamila. Tekad lelaki itu sangat kuat. Dia pasti akan berusaha untuk mencari Ibu Kamila.

"Iya, Nak. Kamila jangan sedih, ya. Bapak dan Setya, pasti akan mencari Ibu Kamila." Pak Wiguna membuat Kamila semakin yakin, bahwa mereka benar-benar akan menemukan Ibunya. Diikuti oleh anggukan Bu Indri, yang masih merangkul Kamila dengan penuh kasih sayang.

Suasana hati Kamila terlihat sedikit lega. Begitupun juga dengan nek Sumi. Beliau sangat menginginkan cucunya itu, hidup bahagia bersama lelaki baik, seperti Setya. Nek Sumi tak ingin ada hal yang akan menghalangi pernikahan mereka. 

"Kamila." Setya memanggil nama wanita pujaannya itu, sembari berjalan ke arah Kamila.

Setya memegang tangan Kamila. Yang kembali membuat jantung gadis itu bergemuruh.

Perasaan yang ada dalam hatinya, pada Setya.Perasaan yang selama ini dianggapnya hanya sebatas perasaan terhadap seorang sahabat, kini berubah menjadi berbeda. Rasa cinta yang tak pernah Kamila rasakan sebelumnya, terasa sangat aneh berada di hatinya. Rasa yang sebelumnya selalu ditepis oleh Kamila, kini tak bisa lagi gadis itu pungkiri. 

Setya, lantas memasangkan sebuah cincin ke jari manis Kamila. Cincin pemberian ibunya, yang memang disiapkan sejak lama oleh bu Indri, untuk diberikan kepada calon istri Setya, siapapun pilihannya. Dan, Kamila lah wanita beruntung yang akan jadi pemilik cincin tersebut.

"Ini, sebagai tanda bahwa aku tak akan menyia-nyiakanmu, Kamila. Percayakan hatimu, padaku. Semua akan baik baik saja," ujar Setya setelah usai memasang cincin di jari Kamila. 

"Terima kasih, karna kamu telah menjadi pelindungku selama ini, Setya. Hatimu sangat tulus." Kamila tersenyum pada Setya. Air mata kebahagiaan kini tumpah, diiringi dengan senyuman manis gadis itu.

"Sebentar lagi, kamu akan menjadi menantu ibu, Kamila. Kamu menantu yang selama ini Ibu harapkan, untuk menjadi pendamping Setya." Bu Indri memeluk Kamila, dan tersenyum bahagia. 

Suasana rumah yang tadinya tegang, karna perdebatan antara kakek Parmin, dan Setya, kini berubah menjadi penuh kehangatan. Raut wajah semua orang, terlihat sangat bahagia.

"Kalau begitu, kami pamit pulang dulu, Nek Sumi, Kamila." Pak Wiguna berpamitan pada Nek Sumi dan Kamila.

Begitupun dengan Bu Indri, sembari mencium takzim tangan Nek Sumi, lalu memeluk wanita tua yang sangat disayangi oleh calon menantunya itu. Sementara Kamila, tak ketinggalan menjunjung tangan kedua calon mertuanya itu, meletakkannya ke dahi, dengan badannya yang sedikit dibungkukkan.

Sungguh, gadis itu sangat berbudi luhur. Didikan dari sang nenek sejak dini, menjadikan Kamila seorang gadis yang sangat sopan santun.

"Nek, Setya juga izin pamit, ya." Setya juga turut berpamitan, dan mencium tangan nek Sumi.

"Terima kasih, Nak Setya. Karna kamu, sudah membuat Kamila bahagia." Nek Sumi mengusap rambut Setya, yang tengah mencium tangannya yang sudah keriput.

Setelah berpamitan, bu Indri dan pak Wiguna berjalan meninggalkan rumah tua nek Sumi, dengan diantar oleh Kamila ke depan pintu. 

Sementara Setya yang masih berdiri diambang pintu, kembali menggoda Kamila.

"Kamila. Calon suami izin pamit, ya. Jangan nakal dirumah," ujarnya mencuil pipi Kamila, dan tersenyum jahil.

"Setyaa, kamu ini jahil banget sih. Jangan pegang pegang pipi aku, bukan mahrom." Kamila mengusap pipinya, dan mencebik kesal pada Setya. 

"Tunggu saja, kalau sudah mahrom. Hehehe." Setya malah terkekeh geli melihat raut wajah Kamila yang sangat menggemaskan, dan kembali menggoda gadis beralis tebal itu lagi.

"Setya, tunggu apalagi. Ayo pulang. Masih banyak tugas yang harus kamu lakukan. Jangan kamu mengganggu Kamila terus. Biarkan dia istirahat." Pak Wiguna yang sudah keluar dari pekarangan rumah Kamila, memanggil Setya yang tampak masih berdiri di depan pintu rumah nek Sumi.

"Tuh, sudah dipanggil Bapak. Pulang sana," ujar Kamila pada Setya.

"Baiklah, sayang. Jaga diri kamu baik-baik, ya." Setya menarik hidung bangir Kamila, lalu berjalan cepat mengikuti ayah dan ibunya.

Dan Kamila, hanya bisa mendengkus kesal mendapati kelakuan lelaki yang sebentar lagi, akan menjadi suaminya itu. Meskipun, Kamila tidak begitu yakin, apakah Setya akan menemukan ibu dan ayah kandungnya. 

----

 

Sembari berjalan menuju rumah, Setya dan orang tuanya disambangi oleh beberapa ibu-ibu yang tampaknya akan pergi berbelanja ke warung Bu Itah.

"Eh, Bu Indri, rapi banget, Bu. Habis darimana?" Bu Rima, salah satu dari Ibu-ibu itu, bertanya dengan penuh rasa penasaran pada bu Indri.

"Iya, nih. Tuh Pak Wiguna dan Setya juga rapi banget. Seperti ada acara penting. Tapi, saya lihat, Bu Indri sekeluarga, keluar dari pekarangan rumah Bu Sumi." Bu Sari turut penasaran, dan mencecar bu Indri dengan berbagai pertanyaan, sembari melirik pada kedua temannya yang berjalan beriringan dengan bu Indri.

"Benar, Ibu-Ibu. Saya sekeluarga, baru saja dari rumah Bu Sumi." Bu Indri mulai menjawab satu persatu pertanyaan para tetangganya itu, dengan dihiasi senyuman manis di wajah anggunnya.

"Memangnya, ada perlu apa, toh, Bu?" tanya Bu Desi, yang kini turut menyelidik.

"Kami melamar cucu Buk Sumi--Kamila. Untuk menjadi menantu kami, Ibu-Ibu." Bu Indri menjelaskan pada para warga desa itu, hal apa yang membuatnya datang ke rumah nenek Kamila. 

Dan tentu saja, dibalas dengan kekagetan para ibu-ibu itu, mulut mereka tampak membulat, serta bola mata mereka seperti mau keluar mendengar penuturan bu Indri.

"Wah, beruntung sekali, Kamila itu. Dia kan tak perpendidikan tinggi. Dia juga terlahir dari keluarga miskin. Ayah dan Ibu nya saja, tidak jelas entah dimana. Nasib nya baik sekali bisa mendapatkan suami seperti anak Bu Indri. Apa Ibu tidak malu, punya menantu yang tak jelas asal-usulnya begitu? Lebih baik anak saya, Bu Indri. Cantik, dan jelas asal-usulnya." Bu Rima tampak sedikit kesal, dan memiringkan sedikit mulutnya, mendengar berita yang disampaikan oleh Bu Indri. Karna, bu Rima sendiri berniat mendekatkan anak gadisnya pada Setya.

Beruntung, karna Setya sudah berjalan agak jauh dari para ibu-ibu itu. Jika tidak, maka dia tak akan segan-segan menutup mulut bu Rima, yang sengaja menjelekkan Kamila.

"Yah, tidak apa-apa, toh, Bu Rima. Tidak boleh bicara seperti itu. Yang salah, kan, orang tuanya, bukan Kamila. Kamila itu anak yang baik dan juga sholeha. Dia juga anak yang rajin, serta sangat sopan santun. Wajar saja, jika Bu Indri memilihnya untuk menjadi pendamping Setya. Saya saja, ingin sekali menjadikan Kamila menantu saya. Tapi, sudah keduluan sama Bu Indri. Benarkan, Bu?" Bu Desi tertawa kecil pada Bu Indri, sembari menepis perkataan yang dilontarkan oleh mulut Bu Rima, yang dikenal, memang sedikit tajam itu.

Bu Desi yang memiliki seorang anak laki-laki yang sebaya dengan Setya, juga merasa, bahwa Kamila layak untuk dijadikan seorang menantu.

"Benar sekali, Bu Desi. Saya tak perduli dengan asal-usulnya. Yang terpenting, Kamila adalah gadis yang sangat baik, serta berbudi luhur. Saya juga sudah mengenalnya sejak kecil. Tak ada alasan saya untuk menolak niat baik Setya, untuk menikahinya." Bu Indri membenarkan kata-kata Bu Desi, seraya tetap tersenyum pada Bu Rima.

"Kalau begitu, saya duluan, ya, ibu-ibu. Saya mau mulai mempersiapkan keperluan untuk pernikahan anak saya," ucap bu Indri, seraya membelok mengarah ke rumahnya. Berpamitan pada para ibu-ibu yang tadi berjalan beriringan dengannya.

"Oh, ya, silahkan, Bu Indri. Kami lanjut jalan ya, mau ke warung Bu Itah. Mari, Bu," ujar bu Desi ramah pada bu Indri, sembari melanjutkan langkahnya menuju ujung desa, tempat dimana Bu Itah berjualan.

Sementara bu Rima, tampak hanya tersenyum palsu pada bu Indri. Sepertinya dia masih kesal, karna Bu Indri secepat ini menikahkan Setya dengan Kamila. Padahal, dia sudah berhayal, ingin menjodohkan Setya dengan anak gadisnya.

Comments (1)
goodnovel comment avatar
Sabrina Chaniago
ceritanya bagus dan sangat menarikkk
VIEW ALL COMMENTS

Related chapters

  • KAMILA : Kesabaran Menembus Batas   Setya kembali ke kota

    Hari ini, Setya kembali ke kota untuk kuliah. Karna masa akhir pekan sudah berlalu. Sebenarnya, hati Setya sangat berat meninggalkan Kamila di desa. Tapi, dia juga tak bisa libur dari kuliahnya, karna sedang berlangsung ujian. Setelah pamit dengan Kamila kemarin sore, dan meninggalkan sebuah ponsel pada Kamila, hati Setya tak lagi begitu gelisah. Dia sudah sedikit tenang, karna bisa bertanya kabar Kamila, melalui telepon. Setya memberikan ponsel yang dulu dibelikan oleh ayahnya, pada Kamila. Ponsel itu sudah jarang ia gunakan. Karna, Setya sudah memiliki ponsel baru, yang dibelinya memakai uang dari gajinya bekerja. Dan atas usul dari pak Wiguna dan bu Indri juga, Setya memberikan ponsel itu pada Kamila. Agar Setya tidak berat hati meninggalkan Kamila. Ya, meskipun ibu dan ayah Setya berada di desa yang sama dengan Kamila, dan jarak rumah mereka tidak begitu jauh, Setya tetap saja tak tenang. Jika sewaktu-waktu Kamila memerlukan bantuan, dan dia

    Last Updated : 2021-09-08
  • KAMILA : Kesabaran Menembus Batas   Pencarian Ratih dimulai

    Setya dan Rizki sudah sampai di pos, tempat pengiriman surat terakhir yang dikirim oleh Bu Ratih, ke desa. Setelah memasuki pagar, Setya dan Rizki lalu memakirkan motor Setya. Di sana terlihat seorang lelaki paruh baya, yang sepertinya, telah bekerja cukup lama di kantor itu. Bisa dilihat dari pakaian dinasnya yang sudah tampak sedikit usang. Melihatnya, Rizki lantas menghampiri lelaki itu. "Selamat sore, Pak," ucap Rizki, sembari menyambangi lelaki yang terlihat seusia ibunya itu, dengan duduk persis di samping lelaki yang tengah santai di kursi panjang, di halaman kantor tersebut. "Iya, Nak. Ada yang bisa saya bantu?" balas lelaki itu ramah pada Rizki dan Setya. "Mari, duduk," ujar lelaki itu pada Setya yang tampak masih berdiri di samping Rizki. "Iya, Pak. Perkenalkan, saya Setya." Setya kemudian duduk di sebelah Rizki, lalu mengulurkan tangannya pada lelaki berseragam kantor pos itu, yang lantas disambut hangat olehnya. "Saya, Jupr

    Last Updated : 2021-09-08
  • KAMILA : Kesabaran Menembus Batas   Kamila dianiaya

    Rintik hujan menghiasi pemandangan di luar jendela kamar Setya. Usai mengerjakan pekerjaan yang ditugaskan oleh om Ilham, Setya tak kunjung merasa lelah dan mengantuk. Sementara, jam dinding sudah menunjukkan pukul satu dinihari. Seharian, Setya tak menerima kabar dari Kamila. Dan dia pun, tak berusaha untuk menghubungi Kamila. Bukan karna dia enggan, namun, kesibukannya dari pagi hingga sore, membuatnya tak punya luang untuk menghubungi Kamila. Setya menatap layar ponsel pintarnya, lalu memandangi poto Kamila, yang dijepret secara diam-diam olehnya, dengan kamera ponsel miliknya. Potret Kamila yang tengah membaca buku itu, terpajang manis menghiasi layar depan ponsel pemuda itu. Rasa rindu, lantas menyeruak dalam hatinya. Jika tak mengingat jam yang sudah sangat larut, Setya ingin sekali menghubungi Kamila. "Kamila. Bersabarlah, sayang. Aku pasti akan mencari keberadaan ibu," lirihnya sembari menatap gambar diri Kamila. Malam itu, Setya benar-benar tak

    Last Updated : 2021-10-23
  • KAMILA : Kesabaran Menembus Batas   Setya merasa geram

    Setya duduk termenung diteras kontrakan tempatnya tinggal. Dia tengah menunggu kedatangan sahabatnya, untuk menelurusi lebih lanjut, tentang pak Jupri, yang mereka temui kemarin sore. Setya masih belum bisa memecahkan teka-teki, siapa sebenarnya pak Jupri, dan apa hubungannya dengan bu Ratih, serta bangunan bekas kebakaran itu. Kriiing. Bunyi ponsel, membuyarkan lamunan Setya. Bunda Indri yang menelpon. "Assalamualaikum, Nak." Suara Bu Indri langsung terdengar dari sebrang sana. "Waalaikumsalam, Bunda." Setya menjawab salam sang Ibu. "Setya, ada sesuatu yang ingin Bunda bicarakan, Nak. Ini mengenai Kamila." Bu Indri sepertinya ingin segera menceritakan apa yang terjadi pada Kamila, pada Setya. "Ya, ada apa dengan Kamila, Bunda?" Mendengar suara sang Bunda, yang jelas terdengar sedang khawatir itu, membuat Setya menjadi tak tenang. "Tapi, Bunda mohon, kamu jangan tersulut emosi, Nak. Dan Bunda mohon, setelah

    Last Updated : 2021-10-23
  • KAMILA : Kesabaran Menembus Batas   Laporan terhadap Utari

    "Tahan sebentar, ya, Kamila. Bunda oleskan cairan antiseptik dulu pada lukamu," ujar Bu Indri yang membantu Kamila mengoleskan cairan antiseptik yang diberikan oleh pak Wiguna. "Pelan pelan saja, Bun. Itu pasti perih sekali. Memang keterlaluan anak itu. Tega-teganya menyerang Kamila sampai terluka." Pak Wiguna yang segera bergegas datang dari puskesmas, setelah ditelpon oleh bu Indri, tampak merasa geram pada Utari, yang telah melukai calon menantunya itu. "Iya, Nak Wiguna. Ibu juga merasa sangat terkejut dengan kedatangan Utari. Ibu menyangka, bahwa Kakeknya lah yang datang, dan menggedor pintu dengan keras. Tapi ternyata bukan. Ibu tak bisa berbuat apa-apa. Ibu sangat cemas mendengar keributan yang terjadi di luar rumah. Untung saja, Nak Indri menyelamatkan Kamila. Kalau Nak Indri tak kebetulan akan mampir kemari, entah apa lagi yang anak itu lakukan pada Kamila, cucuku." Nek Sumi menyambut perkataan pak Wiguna. Hatinya sangat terluka melihat cucu yang sangat

    Last Updated : 2022-01-03
  • KAMILA : Kesabaran Menembus Batas   Pertemuan kedua dengan Lelaki itu

    Setya masih merasa marah, atas apa yang telah terjadi kepada Kamila. Dia tak berhenti mengkhawatirkan Kamila. Hingga, suara dari sepeda motor Rizki membuyarkan perhatiannya. "Wah, itu muka kusut banget. Ada masalah apa?" Rizki yang baru saja sampai, dan belum turun dari motor, lantas mencecar Setya dengan pertanyaan. "Turun dulu, dan duduk disini. Melepas helm aja belum, udah langsung nyari topik." Setya belum menjawab pertanyaan Rizki yang masih nangkring diatas motor, diiringi tawa kecil Rizki yang menyadari kebenaran dari perkataan Setya tadi. "Ya, iya. Nih, udah turun. Tapi itu muka, gak usah ditekuk juga, kali," ujar Rizki dengan muka tengilnya, menggoda Setya yang sedang kelihatan sedang tak ingin bercanda itu. "Kamila, Ki. Dia terluka. Wajahnya dicakar Utari." Setya mulai membuka pembicaraan pada Rizki, yang kini sudah duduk disampingnya. "Ha, Utari? Siapa lagi itu?" tanya Rizki yang memang tidak mengenal gadis berambut pirang itu

    Last Updated : 2022-01-04
  • KAMILA : Kesabaran Menembus Batas   Kilas Balik masa lalu Ratih

    "Ayo, masuk. Kita ngobrol di dalam," ajak pak Jupri pada Setya dan Rizki, yang masih berdiri di ambang pintu. Merekapun masuk ke dalam rumah pak Jupri, dan duduk di kursi bambu yang terletak di ruang tamu rumahnya. "Nak Setya, dan Nak Rizki, mau minum apa? Biar Bapak bikinin." Pak Jupri menawarkan. "Tidak usah, Pak. Kami baru saja minum tadi. Iya kan, Setya," tolak Rizki halus, seraya melihat ke arah Setya, agar juga menolak tawaran minum dari pak Jupri. Karna sejujurnya, Rizki masih menaruh curiga pada pak Jupri. Dia takut, pak Jupri akan mencelakai dirinya dan juga Setya. "Eh, iya, Pak. Tidak usah minum. Bapak duduk di sini saja. Banyak yang ingin kami tanyakan pada bapak." Setya yang langsung mengerti dengan kode yang diberikan oleh Rizki, lantas mencegah pak Jupri untuk menyuguhkan minuman pada mereka. "Oh, ya sudah. Bapak mengerti." Pak Jupri mengangguk-anggukkan kepalanya, seakan tau tentang Rizki yang menaruh curiga padanya. "Ba

    Last Updated : 2022-01-04
  • KAMILA : Kesabaran Menembus Batas   Kehamilan Ratih

    Triing.. Bunyi pesan yang masuk ke ponsel Jupri. [Jupri, temui aku di taman kota. Aku ingin bicara, penting!] isi pesan dari Ratih itu, lantas membuat Jupri tidak tenang. Dan sesuai yang diminta oleh sahabatnya, Jupri langsung bergegas menuju taman kota dengan motornya. Tak lama, Jupri pun sampai di sana. Karna jarak taman kota dengan rumah Jupri tidak terlalu jauh. Dia menyisir sekeliling taman, mencari keberadaan Ratih. Dan akhirnya, dia menemukan Ratih sedang duduk di bangku taman yang agak jauh dari keramaian. Melihatnya, Jupri pun langsung menghampiri sahabatnya itu. "Hei, Ratih. Ada apa?" Jupri menepuk pundak Ratih, dan membuat gadis itu menoleh ke arahnya. Namun, tanpa berbicara sepatah katapun, Ratih langsung memeluk Jupri. Jupri yang sejak mendapat pesan dari Ratih tadi bertanya-tanya, semakin heran dengan sikap Ratih saat ini. Ratih yang terlihat gusar, membuat Jupri membiarkannya menangis di pelukan Jupri. Jupri menenangkan Ratih se

    Last Updated : 2022-01-04

Latest chapter

  • KAMILA : Kesabaran Menembus Batas   Kamila Hermawan

    "T--appi ... kenapa, Paman?" tanya Kamila. Mengapa ia harus begitu waspada, pikirnya. "Nak, ayah Kamila ... bukanlah orang biasa. Beliau dulunya ialah pengusaha besar." Jupri mulai menjelaskan. Kamila mendengarkan dengan seksama. Ia tak ingin terlalu banyak bertanya. Dirinya membiarkan paman Jupri menjelaskan. "Kamila harus mengetahui lebih dulu, jika ayah Kamila, diyakini orang-orang telah meninggal dunia. Namun, yang paman tau ialah, kematian beliau sengaja dipalsukan," lanjut Jupri."Dipalsukan? Jadi maksudnya, suami Ratih itu masih hidup, namun sengaja dibuat seakan-akan sudah meninggal dunia? Begitukah nak Jupri?" Kakek Parmin berusaha meresapi ucapan Jupri. "Betul sekali, Pak. Itu ialah dampak, karna oknum-oknum tersebut tak ingin harta dari ayah Kamila, jatuh ke tangan Ratih masa itu." Jupri menceritakan sebenar-benarnya. Meskipun ia sudah bercerita akan hal ini pada Setua dan Rizki saat itu, namun rasanya akan lebih lega lagi, jika ia juga menceritakan perihal ini pada Ka

  • KAMILA : Kesabaran Menembus Batas   Keresahan mulai sirna

    "Hussshhhh ... hentikan mengatakan hal itu. Kamila tak bersalah akan masa lalu dari orang tua Kamila. Kamila anak yang baik. Buktinya, meskipun telah mengetahui semuanya, Setya serta keluarganya tetap mau menerima Kamila. Benar, kan?" Nenek Sumi semakin meyakinkan Kamila agar tak gegabah membatalkan pernikahannya dan juga Setya begitu saja.Kamila menatap lekat wajah sang nenek. Bagaimana mungkin, ia mengecewakan wanita pengganti sosok ibu baginya itu dengan membatalkan pernikahan. Sedangkan sang neneklah yang paling bahagia saat Kamila mengabarkan jika Setya akan melamarnya."Kamila mengerti, Nek. Kamila akan memikirkannya lagi. Nenek istrirahatlah, ya. Kamila ingin berbicara dengan paman Jupri dan juga kakek," ucap Kamila, lalu ke luar dari kamar. Di ruang tamu, Kamila melihat paman Jupri dan jiga kakeknya sedang mengobrol. Kamila yakin, yang mereka bicarakan tak lain dan tak bukan ialah perihal orang tuanya. "Mil ... sini duduk, Nak." Kakek Parmin meminta Kamila yang berdiri di a

  • KAMILA : Kesabaran Menembus Batas   Berperang dengan batin

    "Tidak usah terlalu dipaksakan, Pak. Kami tau, Kamila pasti sangat terkejut. Biarkan dirinya bertenang dulu." Pak Wiguna meminta kakek Parmin agar tak terlalu mendesak Kamila perihal pernikahan ini."Sekali lagi, Kamila mohon maaf, Ayah, Bunda ... emmm ... Setya." Kamila kembali meminta maaf pada tiga orang yang sangat menyayanginya itu. Mata indahnya menatap ke arah Setya. Tak dipungkiri, hati kecilnya sangat tak ingin mengecewakan Setya dan juga keluarganya.Setya tersenyum tulus ke arah Kamila. Membalas tatap mata kekasih yang sangat dipujanya, "Tidak apa, Kamila. Jangan jadikan beban. Kita jalani saja semua prosesnya. Aku akan bersabar, menunggu apapun keputusanmu," ucapnya kemudian.Meskipun di hati kecilnya sangat mengharapkan persetujuan dari Kamila untuk menikah, namun Setya tak ingin memaksa Kamila. Dia sangat tau, gadisnya itu butuh waktu untuk menerima kenyataan tersebut."Paman, tinggallah di sini. Kamila masih ingin mengobrol dengan paman. Apa paman berkenan?" Dengan nada

  • KAMILA : Kesabaran Menembus Batas   Keraguan

    Pak Jupri meyakinkan diri Kamila, hingga tangis gadis itu perlahan mereda. Entah mengapa, hatinya sangat teriris melihat Kamila menangis. Membuatnya terbayang lagi akan sosok sahabatnya--Ratih. Sahabat yang sangat ia rindukan, kini seperti sedang berada di hadapannya, dengan penampilan yang berbeda. Tak dapat lagi dipungkiri, raut wajah Kamila, sama persis dengan sang ibu. Hidung bangir, kulit putih merona, alis dan bulu mata yang tebal, juga sangat mirip dengan yang dimiliki oleh Ratih. Yang berbeda hanyalah, cara berpakaiannya saja. Jika dulu, Ratih kerap berpenampilan dengan dress selutut, menunjukkan kaki jenjangnya, kini putrinya, menutup seluruh bagian tubuhnya dengan gamis, serta tudung labuh. "Kamila, sayang, jangan terlalu difikirkan, Nak. Semua sudah jelas sekarang. Ayah, Bunda, juga Setya tak pernah mempermasalahkan segalanya. Tenanglah, Nak," ucap bu Indri lagi-lagi. Dirinya tak ingin, Kamila merasa rendah diri. Sebab baginya, Kamila ialah gadis sempurna yang dipilih unt

  • KAMILA : Kesabaran Menembus Batas   Batalkan Saja?

    Bertujuan, agar suasana tak begitu canggung. Juga agar, dirinya bisa mengatakan kenyataan bahwa Kamila ialah putri yang dikandung ibunya, sebelum sah menikah dengan sang ayah biologis. Berat rasanya mengatakan hal tersebut pada gadis yang berhati baik seperti Kamila."Berarti, teman ibu yang sangat baik itu, adalah Paman? Maafkan Kamila, yang tak mengenali paman." Kamila perlahan mengingat sosok Jupri, yang kini duduk di hadapannya. Sosok yang sangat menyayanginya semasa kecil. Sosok yang pernah dianggapnya sebagai sang ayah. Namun sayang, mereka harus terpisah karna rasa tak enak hati dari ibu Kamila sendiri."Iya, Nak. Tak apa. Wajar saja. Sudah belasan tahun berlalu. Wajar, jika Kamila tak lagi mengenali paman." Pak Jupri tersenyum pada Kamila. Memaklumi gadis itu. "Tentang pernikahan, paman datang kemari, untuk meminta persetujuan dari Kamila dan juga dari kakek serta nenek Kamila." Pak Jupri lalu kembali membahas perihal pernikahan Kamila dan juga Setya."Persetujuan apa itu, Na

  • KAMILA : Kesabaran Menembus Batas   Kenyataan Pahit

    "Uang ini Setya berikan kembali pada nek Sumi. Setya ikhlas. Untuk membantu kebutuhan nenek dan juga kakek." Setya lantas memberikan uang itu pada nek Sumi."Nak Setya ..." ucap nek Sumi."Tidak, Nek. Jangan menolaknya lagi. Setya mohon." Bagai tau apa yang akan dikatakan nek Sumi, Setya mencegah lebih dulu untuk nek Sumi menolak pemberiannya."Benar, Bu Sumi. Sudah, simpanlah. Setya memberi dengan sepenuh hatinya. Lagipula, uang itu adalah hasil kerja Setya sendiri," ucap bu Indri kemudian.Mendengarnya, nek Sumi yang masih tak enak hati, menerima pemberian Setya, dan tak memberikan penolakan lagi."Sudah, ya. Semua sudah selesai. Semua sudah saling memaafkan. Kalau begitu, kita kembali ke tujuan awal berkumpul di sini. Benar begitu, Pak Parmin?" Pak Wiguna lalu membuka topik utama yang akan dibicarakan mereka malam ini."Benar sekali, Nak Wiguna." Kakek Parmin mengiyakan.Semua orang mendengarkan dengan seksama. Termasuk Pak Jupri, juga Rizki yang sedari tadi hanya menyimak pembicar

  • KAMILA : Kesabaran Menembus Batas   Saling Maaf

    "Hahahahaha. Tidak, tidak. Aku tidak marah, Kamila. Aku hanya bercanda." Setya kemudian tertawa melihat wajah kebingungan Kamila. Dia sengaja, menggoda Kamila seperti itu.Tingkah Setya, membuat semua orang tertawa. Namun tidak dengan Kamila. Gadis cantik itu merasa malu, hingga membuat semburat merah muda timbul di pipinya. Sebelumnya, dia sangat takut, karna Setya berbicara dengan wajah yang begitu serius, seakan sedang mengintrogasinya."Setya. Hush. Kamu ini, senang sekali menjahili Kamila." Bu Indri mencubit pelan lengan Setya, yang duduk di sebelahnya."Hehe, maaf, Bun. Maaf ya, Kamila," ujar Setya pada Kamila dan juga bundanya. Masih dengan senyum yang menghiasi wajah tampannya."Jangan takut, ya, Mil. Setya hanya bercanda. Ayah sama Bunda sudah menjelaskan kok, mengapa Utari bisa bebas. Setya sudah memakluminya." Pak Wiguna mengimbuhi.Kamila hanya mengangguk-angguk mengiyakan perkataan Setya dan pak Wiguna. Hatinya sedikit lega, karna Setya tak lagi mempersoalkan pasal Utari.

  • KAMILA : Kesabaran Menembus Batas   Menggoda Kamila

    "Tapi, Ki. Ini tak adil untuk Kamila." Setya yang merasa masih ada yang mengganjal di hatinya, melihat gadis itu bebas berkeliaran, dengan apa yang sudah diperbuat pada Kamila, mencoba membantah perkataan Rizki."Sshhtt ... sudah, Nak. Sudah, ayo kita bergegas. Kamila pasti sudah menunggu." Bu Indri lagi-lagi berusaha menenangkan hati Setya."Hhfffft ... baiklah, Bunda." Tak lagi membantah, Setya menurut apa yang dikatakan oleh bundanya. Karna dia sadar, bahwa tujuan awalnya kembali ke desa ini adalah, untuk rencana pernikahannya dengan Kamila.Setya berusaha menata suasana hatinya, agar kembali tenang, sembari melanjutkan perjalanan ke rumah Kamila, yang sudah tak lagi jauh. "Itu muka, diberesin dulu, kaliiii. Kusut banget, kek belum disetrika. Nanti, bukannya Kamila jatuh cinta, malah jadi takut melihatmu seperti itu." Rizki mencandai Setya, agar suasana hati sahabatnya itu, kembali baik."Ck. Kamu ini, ada-ada saja. Mana mungkin, Kami

  • KAMILA : Kesabaran Menembus Batas   Tertangkap Oleh Setya

    "Wanita kejam ini, yang telah mencelakai Kamila!" ujar Setya dengan amarah di wajahnya.Bu Indri, pak Wiguna, serta pak Jupri yang berjalan lebih dulu di depan Setya dan Rizki, menghentikan langkah kaki mereka, karna mendengar sentakan Setya yang cukup keras.Melihat suasana yang sudah tak kondusif, dan amarah Setya yang mulai tak terkendali, para orang tua itu 'pun menghampirinya. Pak Wiguna dan pak Jupri, sampai berlari² kecil ke arah Setya, untuk menghentikannya."Setya, hentikan, Nak! Ayah akan menjelaskan semuanya. Tenanglah dulu," pujuk pak Wiguna pada Setya."Tenang bagaimana, Ayah? Wanita ini, yang sudah memberikan cacat pada wajah Kamila, tiba-tiba bisa bebas seperti ini." Setya yang sejak tadi mencekal pergelangan tangan wanita yang ternyata adalah Utari itu, makin merasa geram.Utari meringis kesakitan, karna cengkraman Setya yang cukup kuat di pergelangan tangannya."Aw. Setya, lepaskan aku. Kenapa kau menyakitiku seperti ini." Utari memohon agar Setya melepaskan cengkrama

DMCA.com Protection Status