Share

Lamaran terhadap Kamila

Penulis: Putri Hariyono
last update Terakhir Diperbarui: 2021-09-08 15:44:11

"Assalamualaikum." Pak Wiguna mengucap salam dan mengetuk pintu rumah nek Sumi. Mereka sudah memutuskan, akan segera menikahkan Kamila dan Setya. Karna Setya, sudah merasa yakin dengan itu. Bu Indri dan pak Wiguna juga tidak bisa menghalangi niat baik putra mereka. 

"Waalaikumsalam." Kamila menjawab dari dalam rumah, sembari membukakan pintu. Gadis berhijab itu tertegun melihat pak Wiguna, bu Indri, dan Setya berada di ambang pintu. Kamila lantas menjunjung tangan bu Indri dan pak Wiguna ke dahinya. 

Bu Indri tampak mengenakan gamis set sederhana, namun tampak mewah berada di tubuhnya. Bu Indri juga tampat membawa bingkisan berupa buah-buahan yang terbungkus rapi, di tangannya. 

Sementara pak Wiguna dan Setya, mengenakan celana bahan, dan kemeja lengan panjang bercorak batik. Setya terlihat semakin tampan memakai pakaian formal seperti itu. Setya juga memakai tas selempang kecil di pundaknya, yang entah apa isinya. Mereka datang hanya berjalan kaki. Karna jarak rumah mereka yang tidak terlalu jauh.

"Silahkan masuk, Pak, Bu," ucap Kamila, yang disambut senyum hangat oleh bu Indri dan pak Wiguna.

"Apakah Bunda dan Ayah saja yang diperbolehkan masuk? Calon suami, tidak boleh masuk? Ya sudah, aku duduk disini saja," celetuk Setya, karna namanya tidak disebut dan tidak dipersilahkan masuk oleh Kamila. Bu Indri refleks mencubit lengan putranya yang jahil itu.

"Setya apa-apaan sih. Pakek bilang calon suami segala didepan Ibu dan Ayah nya. Bikin aku malu saja," batin Kamila, yang sebenarnya bahagia dengan ucapan Setya.

"Maafin Setya, ya, Nak Mila. Kamu tahu sendirilah, dia ini memang nakal," ucap bu Indri pada Kamila yang pipinya menjadi seperti tomat karna digoda oleh Setya. 

"Kamu ini, Setya, lihat, Kamila jadi malu, tuh." Pak Wiguna tertawa kecil melihat tingkah putranya itu.

"Iya, tidak apa-apa Bu, Pak," ujar Kamila sungkan.

Kamila yang tidak mengetahui, bahwa Setya akan membawa ibu dan ayahnya pagi ini, agak sedikit gugup. Untung saja, Kamila setiap habis sholat subuh, langsung membersihkan rumah, dan memasak sarapan pagi. Jadi, Kamila tidak terlalu kerepotan melihat kedatangan tamu secara tiba-tiba. 

  

"Silahkan duduk, Pak, Bu." Kamila mempersilahkan Bu Indri dan Pak Wiguna duduk dikursi kayu tua milik Neneknya. Empat buah kursi, dan satu buah meja kayu itulah, yang menjadi tempat duduk tamu jika berkunjung kerumah mereka. Disitu juga, tempat Kakek Parmin biasanya minum kopi.

"Silahkan duduk, Setya," ujar Kamila pada Setya yang tampak ingin kembali menggoda Kamila. Namun gagal, karna Kamila sudah mempersilahkannya untuk duduk.

"Terima kasih tuan rumah." Setya tersenyum jahil pada Kamila, membuat gadis itu kembali tersipu malu.

"Kamila permisi sebentar ya, Pak, Bu," ucap Kamila santun, disertai anggukan ayah dan ibu Setya. 

Kamila kembali dari dapur, membawakan teh hangat, dan sepiring biskuit di atas nampan, lalu meletakkannya di atas meja. 

"Silahkan, Pak, Bu. Kamila panggilkan Nenek dan Kakek dulu, ya." Kamila menyuguhkan teh dan biskuit, dan kembali pamit untuk membawa nek Sumi, serta membangunkan kek Parmin yang masih tidur, ke ruang tamu bersama bu Indri dan pak Wiguna.

Setelah memakaikan nek Sumi pakaian rapi, dan mengenakan kerudung, Kamila membopong nek Sumi keatas kursi roda yang dibeli Kamila di toko bahan bekas, sewaktu masih menerima kiriman uang dari bu Ratih--ibu kandungnya, dan membawa sang nenek duduk bersama keluarga Setya. 

Sembari mereka berbincang, Kamila membangunkan kakek Parmin, yang malam tadi, pulang larut. Dengan hati-hati, Kamila membangunkan kakeknya yang tidur di kamar belakang, di sebelah kamar tempat nek Sumi, dan Kamila tidur. Karna kakek Parmin, tak mau tidur dengan nek Sumi, yang selalu terjaga tengah malam, untuk minum. Dan kakek Parmin, tak mau direpotkan olehnya. Sebab itu, dia memutuskan untuk tidur di kamar lain, terpisah dengan nek Sumi.

"Kek, bangun Kek. Kamila sudah siapin kopi. Nanti dingin. Diluar juga ada tamu, Kek," ujar Kamila lembut, agar tak membuat Kakeknya marah. 

"Tamu siapa? Temanku? Kalau bukan, suruh pulang saja." Kakek Parmin menggeliat malas.

"Bukan, Kek. Itu ada Setya, dan keluarganya," jelas Kamila.

"Setya, teman kamu, yang orang kaya itu?" Kakek Parmin mulai membuka matanya, namun masih dalam posisi berbaring.

"Mau apa dia kesini sama keluarganya? Kamu bikin masalah, ya?" Selidik Kakek Parmin.

"Mereka mau melamar Mila." Bola Mata kakek Parmin seperti mau keluar mendengar penuturan Kamila. 

"Apa kamu bilang?" Kek Parmin langsung melonjak bangkit dari tidurnya. Dia sepertinya sangat girang mendengar Kamila akan dilamar orang kaya.

Kakek Parmin bergegas membersihkan diri, lalu mengganti pakaiannya. Dia sangat antusias mendengar Kamila akan dinikahi oleh Setya. Bukan karna dia menyukai Setya, namun mengingat bahwa Setya, adalah anak orang kaya di desa ini.

"Ini kesempatan emas, aku bisa memanfaatkan orang kaya itu, agar mau memberiku uang. Aku akan puas minum dan berjudi. Aku akan bersenang senang," gumam kakek Parmin yang di otaknya hanya ada uang, uang, dan uang.

"Ternyata, anak itu ada gunanya juga. Tak sia sia aku pelihara sejak kecil." Dia berbicara sendiri sambil mematut dirinya dicermin, sambil membayangkan akan mendapat uang banyak dari keluarga Setya.

Sungguh busuk hati Kakek Parmin. Bukannya bahagia karna cucunya akan menikah, dia malah bahagia karna akan mengambil keuntungan dari pernikahan Kamila.

Entah apa yang membuat hatinya menjadi batu, hingga tak terdapat kepedulian untuk cucunya itu. Padahal Kamila, meskipun kerap kali disiksa kakek Parmin, gadis itu tetap menyayanginya. Jika Kakek nya pulang dengan keadaan mabuk parah, Kamila tetap mengurus kakeknya itu dengan penuh kelembutan.

Pernah, suatu hari, Kakek Parmin terbaring sakit selama dua minggu. Tangan dan kakinya tak bisa bergerak. Kamila adalah orang yang merawatnya. Bukan karna tak ada orang lain selain dirinya yang akan merawat kakek, namun hati lembut gadis itu yang tak menyimpan rasa benci sedikitpun.

Jika mengingat perbuatan kakek Parmin padanya, Kamila sangat wajar jika menolak merawatnya. Tapi yang gadis itu lakukan, dengan telaten dia menjaga kakek, dan neneknya yang juga terbaring sakit. Menyuapi makan keduanya, bahkan, saat buang air ditempat tidur, gadis itu dengan ikhlas membersihkannya.

Tidak ada yang didapatkannya dengan melakukan semua itu. Setelah sehat, Kakek Parmin kembali berbuat semena-mena padanya. Kembali menyiksa gadis itu tanpa ampun. Bahkan, kaki Kamila disiramnya dengan air panas sampai melepuh dan membekas sampai sekarang, karna lama menyiapkan kopi untuknya. 

Sungguh pahit kisah hidup Kamila. Dia berusaha sendiri untuk kehidupannya. Kamila juga harus menguatkan hatinya hari demi hari.

Bab terkait

  • KAMILA : Kesabaran Menembus Batas   Kelicikan Kakek Parmin

    Menunggu kedatangan kakek Parmin, bu Indri dan nek Sumi tampak berbincang hangat. Pak Wiguna juga terlihat ikut mengobrol bersama mereka. Sementara, Setya, melirik-lirik ke arah Kamila. Yang jika Kamila menoleh ke arahnya, dia mengedipkan sebelah matanya pada Kamila. "Bu Sumi, kakinya sudah mulai bisa digerakkan, ya?" Bu Indri menanyakan perihal kesehatan nek Sumi. "Iya, Nak Indri. Sudah tidak terlalu kaku. Nak Wiguna merawat saya dengan baik," ucap Nek Sumi tersenyum sembari menyebut nama Pak Wiguna, yang mengurus penyembuhan kakinya itu. Pak Wiguna rutin datang kerumah nek Sumi setiap dua hari sekali, untuk melakukan cek pada kaki nek Sumi yang terkena kanker tulang itu. Pak Wiguna juga memberikan pengobatan dengan sukarela pada nek Sumi, dengan arti, nek Sumi tidak perlu membayar pengobatannya pada pak Wiguna. Meskipun, obat nek Sumi relatif mahal, dan jarang sekali ada stok obat dari Puskesmas desa, pak Wiguna selalu menggunakan uang pribadiny

    Terakhir Diperbarui : 2021-09-08
  • KAMILA : Kesabaran Menembus Batas   Aral melintang

    Kakek Parmin sudah diatasi. Sekarang, satu masalah lagi datang. Jika ingin menikah, Kamila harus mencari tahu siapa ayah kandungnya untuk menjadi wali pernikahan. Karna seperti yang diketahui, kakek Parmin adalah kakek dari pihak ibu. Tentu saja, kakek Parmin tidak punya andil untuk menjadi wali di pernikahan Kamila. "Semua yang dikatakan Kakek itu, benar adanya, Setya. Bagaimana mungkin kita bisa menikah, jika Ayah kandungku, tak pernah ada yang mengetahui sosoknya, kecuali Ibu." Kamila membuka suara, dengan sisa tangisan yang baru saja mereda. Dengan suaranya yang lembut, Kamila mengiyakan perkataan kakek Parmin barusan. "Sementara Ibu, sudah puluhan tahun tidak pulang. Bahkan, dua tahun belakangan ini, Ibu tak pernah memberi kabar," imbuhnya dengan nada sedih mengingat sang Ibu yang tak kunjung terdengar kabar beritanya. "Tenang lah, Kamila. Aku akan berusaha mencari jalan keluar untuk masalah ini. Aku berjanji padamu." Setya menenangkan Kamila. Tekad lela

    Terakhir Diperbarui : 2021-09-08
  • KAMILA : Kesabaran Menembus Batas   Setya kembali ke kota

    Hari ini, Setya kembali ke kota untuk kuliah. Karna masa akhir pekan sudah berlalu. Sebenarnya, hati Setya sangat berat meninggalkan Kamila di desa. Tapi, dia juga tak bisa libur dari kuliahnya, karna sedang berlangsung ujian. Setelah pamit dengan Kamila kemarin sore, dan meninggalkan sebuah ponsel pada Kamila, hati Setya tak lagi begitu gelisah. Dia sudah sedikit tenang, karna bisa bertanya kabar Kamila, melalui telepon. Setya memberikan ponsel yang dulu dibelikan oleh ayahnya, pada Kamila. Ponsel itu sudah jarang ia gunakan. Karna, Setya sudah memiliki ponsel baru, yang dibelinya memakai uang dari gajinya bekerja. Dan atas usul dari pak Wiguna dan bu Indri juga, Setya memberikan ponsel itu pada Kamila. Agar Setya tidak berat hati meninggalkan Kamila. Ya, meskipun ibu dan ayah Setya berada di desa yang sama dengan Kamila, dan jarak rumah mereka tidak begitu jauh, Setya tetap saja tak tenang. Jika sewaktu-waktu Kamila memerlukan bantuan, dan dia

    Terakhir Diperbarui : 2021-09-08
  • KAMILA : Kesabaran Menembus Batas   Pencarian Ratih dimulai

    Setya dan Rizki sudah sampai di pos, tempat pengiriman surat terakhir yang dikirim oleh Bu Ratih, ke desa. Setelah memasuki pagar, Setya dan Rizki lalu memakirkan motor Setya. Di sana terlihat seorang lelaki paruh baya, yang sepertinya, telah bekerja cukup lama di kantor itu. Bisa dilihat dari pakaian dinasnya yang sudah tampak sedikit usang. Melihatnya, Rizki lantas menghampiri lelaki itu. "Selamat sore, Pak," ucap Rizki, sembari menyambangi lelaki yang terlihat seusia ibunya itu, dengan duduk persis di samping lelaki yang tengah santai di kursi panjang, di halaman kantor tersebut. "Iya, Nak. Ada yang bisa saya bantu?" balas lelaki itu ramah pada Rizki dan Setya. "Mari, duduk," ujar lelaki itu pada Setya yang tampak masih berdiri di samping Rizki. "Iya, Pak. Perkenalkan, saya Setya." Setya kemudian duduk di sebelah Rizki, lalu mengulurkan tangannya pada lelaki berseragam kantor pos itu, yang lantas disambut hangat olehnya. "Saya, Jupr

    Terakhir Diperbarui : 2021-09-08
  • KAMILA : Kesabaran Menembus Batas   Kamila dianiaya

    Rintik hujan menghiasi pemandangan di luar jendela kamar Setya. Usai mengerjakan pekerjaan yang ditugaskan oleh om Ilham, Setya tak kunjung merasa lelah dan mengantuk. Sementara, jam dinding sudah menunjukkan pukul satu dinihari. Seharian, Setya tak menerima kabar dari Kamila. Dan dia pun, tak berusaha untuk menghubungi Kamila. Bukan karna dia enggan, namun, kesibukannya dari pagi hingga sore, membuatnya tak punya luang untuk menghubungi Kamila. Setya menatap layar ponsel pintarnya, lalu memandangi poto Kamila, yang dijepret secara diam-diam olehnya, dengan kamera ponsel miliknya. Potret Kamila yang tengah membaca buku itu, terpajang manis menghiasi layar depan ponsel pemuda itu. Rasa rindu, lantas menyeruak dalam hatinya. Jika tak mengingat jam yang sudah sangat larut, Setya ingin sekali menghubungi Kamila. "Kamila. Bersabarlah, sayang. Aku pasti akan mencari keberadaan ibu," lirihnya sembari menatap gambar diri Kamila. Malam itu, Setya benar-benar tak

    Terakhir Diperbarui : 2021-10-23
  • KAMILA : Kesabaran Menembus Batas   Setya merasa geram

    Setya duduk termenung diteras kontrakan tempatnya tinggal. Dia tengah menunggu kedatangan sahabatnya, untuk menelurusi lebih lanjut, tentang pak Jupri, yang mereka temui kemarin sore. Setya masih belum bisa memecahkan teka-teki, siapa sebenarnya pak Jupri, dan apa hubungannya dengan bu Ratih, serta bangunan bekas kebakaran itu. Kriiing. Bunyi ponsel, membuyarkan lamunan Setya. Bunda Indri yang menelpon. "Assalamualaikum, Nak." Suara Bu Indri langsung terdengar dari sebrang sana. "Waalaikumsalam, Bunda." Setya menjawab salam sang Ibu. "Setya, ada sesuatu yang ingin Bunda bicarakan, Nak. Ini mengenai Kamila." Bu Indri sepertinya ingin segera menceritakan apa yang terjadi pada Kamila, pada Setya. "Ya, ada apa dengan Kamila, Bunda?" Mendengar suara sang Bunda, yang jelas terdengar sedang khawatir itu, membuat Setya menjadi tak tenang. "Tapi, Bunda mohon, kamu jangan tersulut emosi, Nak. Dan Bunda mohon, setelah

    Terakhir Diperbarui : 2021-10-23
  • KAMILA : Kesabaran Menembus Batas   Laporan terhadap Utari

    "Tahan sebentar, ya, Kamila. Bunda oleskan cairan antiseptik dulu pada lukamu," ujar Bu Indri yang membantu Kamila mengoleskan cairan antiseptik yang diberikan oleh pak Wiguna. "Pelan pelan saja, Bun. Itu pasti perih sekali. Memang keterlaluan anak itu. Tega-teganya menyerang Kamila sampai terluka." Pak Wiguna yang segera bergegas datang dari puskesmas, setelah ditelpon oleh bu Indri, tampak merasa geram pada Utari, yang telah melukai calon menantunya itu. "Iya, Nak Wiguna. Ibu juga merasa sangat terkejut dengan kedatangan Utari. Ibu menyangka, bahwa Kakeknya lah yang datang, dan menggedor pintu dengan keras. Tapi ternyata bukan. Ibu tak bisa berbuat apa-apa. Ibu sangat cemas mendengar keributan yang terjadi di luar rumah. Untung saja, Nak Indri menyelamatkan Kamila. Kalau Nak Indri tak kebetulan akan mampir kemari, entah apa lagi yang anak itu lakukan pada Kamila, cucuku." Nek Sumi menyambut perkataan pak Wiguna. Hatinya sangat terluka melihat cucu yang sangat

    Terakhir Diperbarui : 2022-01-03
  • KAMILA : Kesabaran Menembus Batas   Pertemuan kedua dengan Lelaki itu

    Setya masih merasa marah, atas apa yang telah terjadi kepada Kamila. Dia tak berhenti mengkhawatirkan Kamila. Hingga, suara dari sepeda motor Rizki membuyarkan perhatiannya. "Wah, itu muka kusut banget. Ada masalah apa?" Rizki yang baru saja sampai, dan belum turun dari motor, lantas mencecar Setya dengan pertanyaan. "Turun dulu, dan duduk disini. Melepas helm aja belum, udah langsung nyari topik." Setya belum menjawab pertanyaan Rizki yang masih nangkring diatas motor, diiringi tawa kecil Rizki yang menyadari kebenaran dari perkataan Setya tadi. "Ya, iya. Nih, udah turun. Tapi itu muka, gak usah ditekuk juga, kali," ujar Rizki dengan muka tengilnya, menggoda Setya yang sedang kelihatan sedang tak ingin bercanda itu. "Kamila, Ki. Dia terluka. Wajahnya dicakar Utari." Setya mulai membuka pembicaraan pada Rizki, yang kini sudah duduk disampingnya. "Ha, Utari? Siapa lagi itu?" tanya Rizki yang memang tidak mengenal gadis berambut pirang itu

    Terakhir Diperbarui : 2022-01-04

Bab terbaru

  • KAMILA : Kesabaran Menembus Batas   Kamila Hermawan

    "T--appi ... kenapa, Paman?" tanya Kamila. Mengapa ia harus begitu waspada, pikirnya. "Nak, ayah Kamila ... bukanlah orang biasa. Beliau dulunya ialah pengusaha besar." Jupri mulai menjelaskan. Kamila mendengarkan dengan seksama. Ia tak ingin terlalu banyak bertanya. Dirinya membiarkan paman Jupri menjelaskan. "Kamila harus mengetahui lebih dulu, jika ayah Kamila, diyakini orang-orang telah meninggal dunia. Namun, yang paman tau ialah, kematian beliau sengaja dipalsukan," lanjut Jupri."Dipalsukan? Jadi maksudnya, suami Ratih itu masih hidup, namun sengaja dibuat seakan-akan sudah meninggal dunia? Begitukah nak Jupri?" Kakek Parmin berusaha meresapi ucapan Jupri. "Betul sekali, Pak. Itu ialah dampak, karna oknum-oknum tersebut tak ingin harta dari ayah Kamila, jatuh ke tangan Ratih masa itu." Jupri menceritakan sebenar-benarnya. Meskipun ia sudah bercerita akan hal ini pada Setua dan Rizki saat itu, namun rasanya akan lebih lega lagi, jika ia juga menceritakan perihal ini pada Ka

  • KAMILA : Kesabaran Menembus Batas   Keresahan mulai sirna

    "Hussshhhh ... hentikan mengatakan hal itu. Kamila tak bersalah akan masa lalu dari orang tua Kamila. Kamila anak yang baik. Buktinya, meskipun telah mengetahui semuanya, Setya serta keluarganya tetap mau menerima Kamila. Benar, kan?" Nenek Sumi semakin meyakinkan Kamila agar tak gegabah membatalkan pernikahannya dan juga Setya begitu saja.Kamila menatap lekat wajah sang nenek. Bagaimana mungkin, ia mengecewakan wanita pengganti sosok ibu baginya itu dengan membatalkan pernikahan. Sedangkan sang neneklah yang paling bahagia saat Kamila mengabarkan jika Setya akan melamarnya."Kamila mengerti, Nek. Kamila akan memikirkannya lagi. Nenek istrirahatlah, ya. Kamila ingin berbicara dengan paman Jupri dan juga kakek," ucap Kamila, lalu ke luar dari kamar. Di ruang tamu, Kamila melihat paman Jupri dan jiga kakeknya sedang mengobrol. Kamila yakin, yang mereka bicarakan tak lain dan tak bukan ialah perihal orang tuanya. "Mil ... sini duduk, Nak." Kakek Parmin meminta Kamila yang berdiri di a

  • KAMILA : Kesabaran Menembus Batas   Berperang dengan batin

    "Tidak usah terlalu dipaksakan, Pak. Kami tau, Kamila pasti sangat terkejut. Biarkan dirinya bertenang dulu." Pak Wiguna meminta kakek Parmin agar tak terlalu mendesak Kamila perihal pernikahan ini."Sekali lagi, Kamila mohon maaf, Ayah, Bunda ... emmm ... Setya." Kamila kembali meminta maaf pada tiga orang yang sangat menyayanginya itu. Mata indahnya menatap ke arah Setya. Tak dipungkiri, hati kecilnya sangat tak ingin mengecewakan Setya dan juga keluarganya.Setya tersenyum tulus ke arah Kamila. Membalas tatap mata kekasih yang sangat dipujanya, "Tidak apa, Kamila. Jangan jadikan beban. Kita jalani saja semua prosesnya. Aku akan bersabar, menunggu apapun keputusanmu," ucapnya kemudian.Meskipun di hati kecilnya sangat mengharapkan persetujuan dari Kamila untuk menikah, namun Setya tak ingin memaksa Kamila. Dia sangat tau, gadisnya itu butuh waktu untuk menerima kenyataan tersebut."Paman, tinggallah di sini. Kamila masih ingin mengobrol dengan paman. Apa paman berkenan?" Dengan nada

  • KAMILA : Kesabaran Menembus Batas   Keraguan

    Pak Jupri meyakinkan diri Kamila, hingga tangis gadis itu perlahan mereda. Entah mengapa, hatinya sangat teriris melihat Kamila menangis. Membuatnya terbayang lagi akan sosok sahabatnya--Ratih. Sahabat yang sangat ia rindukan, kini seperti sedang berada di hadapannya, dengan penampilan yang berbeda. Tak dapat lagi dipungkiri, raut wajah Kamila, sama persis dengan sang ibu. Hidung bangir, kulit putih merona, alis dan bulu mata yang tebal, juga sangat mirip dengan yang dimiliki oleh Ratih. Yang berbeda hanyalah, cara berpakaiannya saja. Jika dulu, Ratih kerap berpenampilan dengan dress selutut, menunjukkan kaki jenjangnya, kini putrinya, menutup seluruh bagian tubuhnya dengan gamis, serta tudung labuh. "Kamila, sayang, jangan terlalu difikirkan, Nak. Semua sudah jelas sekarang. Ayah, Bunda, juga Setya tak pernah mempermasalahkan segalanya. Tenanglah, Nak," ucap bu Indri lagi-lagi. Dirinya tak ingin, Kamila merasa rendah diri. Sebab baginya, Kamila ialah gadis sempurna yang dipilih unt

  • KAMILA : Kesabaran Menembus Batas   Batalkan Saja?

    Bertujuan, agar suasana tak begitu canggung. Juga agar, dirinya bisa mengatakan kenyataan bahwa Kamila ialah putri yang dikandung ibunya, sebelum sah menikah dengan sang ayah biologis. Berat rasanya mengatakan hal tersebut pada gadis yang berhati baik seperti Kamila."Berarti, teman ibu yang sangat baik itu, adalah Paman? Maafkan Kamila, yang tak mengenali paman." Kamila perlahan mengingat sosok Jupri, yang kini duduk di hadapannya. Sosok yang sangat menyayanginya semasa kecil. Sosok yang pernah dianggapnya sebagai sang ayah. Namun sayang, mereka harus terpisah karna rasa tak enak hati dari ibu Kamila sendiri."Iya, Nak. Tak apa. Wajar saja. Sudah belasan tahun berlalu. Wajar, jika Kamila tak lagi mengenali paman." Pak Jupri tersenyum pada Kamila. Memaklumi gadis itu. "Tentang pernikahan, paman datang kemari, untuk meminta persetujuan dari Kamila dan juga dari kakek serta nenek Kamila." Pak Jupri lalu kembali membahas perihal pernikahan Kamila dan juga Setya."Persetujuan apa itu, Na

  • KAMILA : Kesabaran Menembus Batas   Kenyataan Pahit

    "Uang ini Setya berikan kembali pada nek Sumi. Setya ikhlas. Untuk membantu kebutuhan nenek dan juga kakek." Setya lantas memberikan uang itu pada nek Sumi."Nak Setya ..." ucap nek Sumi."Tidak, Nek. Jangan menolaknya lagi. Setya mohon." Bagai tau apa yang akan dikatakan nek Sumi, Setya mencegah lebih dulu untuk nek Sumi menolak pemberiannya."Benar, Bu Sumi. Sudah, simpanlah. Setya memberi dengan sepenuh hatinya. Lagipula, uang itu adalah hasil kerja Setya sendiri," ucap bu Indri kemudian.Mendengarnya, nek Sumi yang masih tak enak hati, menerima pemberian Setya, dan tak memberikan penolakan lagi."Sudah, ya. Semua sudah selesai. Semua sudah saling memaafkan. Kalau begitu, kita kembali ke tujuan awal berkumpul di sini. Benar begitu, Pak Parmin?" Pak Wiguna lalu membuka topik utama yang akan dibicarakan mereka malam ini."Benar sekali, Nak Wiguna." Kakek Parmin mengiyakan.Semua orang mendengarkan dengan seksama. Termasuk Pak Jupri, juga Rizki yang sedari tadi hanya menyimak pembicar

  • KAMILA : Kesabaran Menembus Batas   Saling Maaf

    "Hahahahaha. Tidak, tidak. Aku tidak marah, Kamila. Aku hanya bercanda." Setya kemudian tertawa melihat wajah kebingungan Kamila. Dia sengaja, menggoda Kamila seperti itu.Tingkah Setya, membuat semua orang tertawa. Namun tidak dengan Kamila. Gadis cantik itu merasa malu, hingga membuat semburat merah muda timbul di pipinya. Sebelumnya, dia sangat takut, karna Setya berbicara dengan wajah yang begitu serius, seakan sedang mengintrogasinya."Setya. Hush. Kamu ini, senang sekali menjahili Kamila." Bu Indri mencubit pelan lengan Setya, yang duduk di sebelahnya."Hehe, maaf, Bun. Maaf ya, Kamila," ujar Setya pada Kamila dan juga bundanya. Masih dengan senyum yang menghiasi wajah tampannya."Jangan takut, ya, Mil. Setya hanya bercanda. Ayah sama Bunda sudah menjelaskan kok, mengapa Utari bisa bebas. Setya sudah memakluminya." Pak Wiguna mengimbuhi.Kamila hanya mengangguk-angguk mengiyakan perkataan Setya dan pak Wiguna. Hatinya sedikit lega, karna Setya tak lagi mempersoalkan pasal Utari.

  • KAMILA : Kesabaran Menembus Batas   Menggoda Kamila

    "Tapi, Ki. Ini tak adil untuk Kamila." Setya yang merasa masih ada yang mengganjal di hatinya, melihat gadis itu bebas berkeliaran, dengan apa yang sudah diperbuat pada Kamila, mencoba membantah perkataan Rizki."Sshhtt ... sudah, Nak. Sudah, ayo kita bergegas. Kamila pasti sudah menunggu." Bu Indri lagi-lagi berusaha menenangkan hati Setya."Hhfffft ... baiklah, Bunda." Tak lagi membantah, Setya menurut apa yang dikatakan oleh bundanya. Karna dia sadar, bahwa tujuan awalnya kembali ke desa ini adalah, untuk rencana pernikahannya dengan Kamila.Setya berusaha menata suasana hatinya, agar kembali tenang, sembari melanjutkan perjalanan ke rumah Kamila, yang sudah tak lagi jauh. "Itu muka, diberesin dulu, kaliiii. Kusut banget, kek belum disetrika. Nanti, bukannya Kamila jatuh cinta, malah jadi takut melihatmu seperti itu." Rizki mencandai Setya, agar suasana hati sahabatnya itu, kembali baik."Ck. Kamu ini, ada-ada saja. Mana mungkin, Kami

  • KAMILA : Kesabaran Menembus Batas   Tertangkap Oleh Setya

    "Wanita kejam ini, yang telah mencelakai Kamila!" ujar Setya dengan amarah di wajahnya.Bu Indri, pak Wiguna, serta pak Jupri yang berjalan lebih dulu di depan Setya dan Rizki, menghentikan langkah kaki mereka, karna mendengar sentakan Setya yang cukup keras.Melihat suasana yang sudah tak kondusif, dan amarah Setya yang mulai tak terkendali, para orang tua itu 'pun menghampirinya. Pak Wiguna dan pak Jupri, sampai berlari² kecil ke arah Setya, untuk menghentikannya."Setya, hentikan, Nak! Ayah akan menjelaskan semuanya. Tenanglah dulu," pujuk pak Wiguna pada Setya."Tenang bagaimana, Ayah? Wanita ini, yang sudah memberikan cacat pada wajah Kamila, tiba-tiba bisa bebas seperti ini." Setya yang sejak tadi mencekal pergelangan tangan wanita yang ternyata adalah Utari itu, makin merasa geram.Utari meringis kesakitan, karna cengkraman Setya yang cukup kuat di pergelangan tangannya."Aw. Setya, lepaskan aku. Kenapa kau menyakitiku seperti ini." Utari memohon agar Setya melepaskan cengkrama

Pindai kode untuk membaca di Aplikasi
DMCA.com Protection Status