Beranda / Romansa / KAMASEAN / Battrice Amora Letta

Share

Battrice Amora Letta

Penulis: Merah Jambu
last update Terakhir Diperbarui: 2021-05-13 21:06:51

Battrice masih melirik Frans yang tampak membuang tatapan ke balik jendela. Raut wajah lelaki itu masih kusut. Battrice dapat menerka, Frans pasti tengah memikirkan Sean. Battrice pun tersenyum, setelah bertahun-tahun mencoba merebut hati Frans dan selalu terhalang oleh perempuan bernama Kamasean itu, kini Battrice justru muncul sebagai pemenang mutlak.

Battrice menghampiri Nyonya Richardson yang duduk di salah satu sofa yang memang disediakan untuk para tamu yang hendak berkunjung ke galeri itu. “Tante, sepertinya Frans masih sangat mencintai perempuan itu,” ucap Battrice dengan nada mengiba sembari duduk di sebelah Nyonya Richardson.

Nyonya Richardson tampak tersenyum saat menatap wajah Battrice, semata-mata untuk melegakan hati gadis itu. “Kau tidak perlu merasa insecure seperti itu, Cantik. Frans pasti akan melupakan perempuan jalang itu dengan mudah, lantas mencintaimu seutuhnya,” ujar Nyonya Richardson.

“Tapi, perempuan itu kan sedang mengandung anak Frans. Ia pasti akan menjadikan bayi itu sebagai magenet yang akan menarik Frans kembali padanya,” balas Battrice lagi.

“Tidakkah kau dengar tadi? Bahkan Frans sendiri tidak mengakui janin itu sebagai darah dagingnya,” terang Nyonya Richardson. “Kau tidak perlu khawatir, Battrice. Aku tahu bagaimana kelakuan perempuan jalang itu. Bahkan kalau benar janin yang ada dalam kandungannya adalah darah daging Frans, maka aku juga tidak akan mengakui janin itu sebagai cucuku. Hanya kaulah yang aku restui sebagai menantuku. Dan hanya dari kau jualah aku mengharapkan cucu-cucu yang lucu,” tutur Nyonya Richardson.

Battrice langsung tersenyum mendengar hal itu. Hidungnya mengembang. “Tante, tolong bujuk Frans untuk menikahiku sesegera mungkin. Aku takut jika Frans berpaling lagi pada wanita murahan itu!” pinta Battrice.

“Secepatnya akan kuatur pernikahanmu dengan Frans.” Nyonya Richardson langsung memastikan.

Battrice tersenyum licik untuk kesekian kalinya. Sepertinya rencananya akan berjalan mulus. Di kepala Battrice sudah terkembang layar imajinasi yang berisi pernikahan super megah bersama Frans, lantas setelah itu ia akan menjadi nyonya tunggal dari seorang Frans Geoff Richardson yang merupakan pewaris tunggal Richardson Group, sebuah perusahaan property terbesar.

Nyonya Richardson tampak mengedarkan pandangannya ke seisi galeri itu. “Aku tidak pernah mengerti dengan lukisan-lukisan Frans ini. Entah apalah yang bisa ia banggakan dari sini. Lihatlah, selama bertahun-tahun berkarya, dia belum menghasilkan apa-apa, palingan hanya membangun galeri yang itu pun sebagian besarnya masih menggunakan uangku,” cetus Nyonya Richardson sembari melipat tangannya di dada.

Battrice tampak mengangguk-angguk. Pandangannya turut menyapu seisi galeri. “Tante benar, aku juga tidak setuju Frans menghabiskan waktu dengan lukisan-lukisan dan galeri ini. Bukankah jauh lebih baik jika Frans melanjutkan perusahaan Om Richardson?” balas Battrice.

“Frans adalah pewaris tunggal Richardson Group. Tapi, ayahnya belum berani memberikan perusahaan itu padanya karena melihat kinerja Frans selama ini, apalagi Frans tampak tidak tertarik dengan perusahaan dan lebih tertarik dengan karya-karya seni yang absurd ini,” terang Nyonya Richardson dengan raut wajah gelisah. Ia sebenarnya sudah lama mendesak Frans untuk bekerja di Richardson Group, tapi Frans selalu menolak. Semenjak melihat Tuan Richardson berselingkuh dengan Kinara, Nyonya Richardson pun berpendapat bahwa Tuan Richardson punya selingkuhan lain di luar sana. Nyonya Richardson takut jika perusahaan dan harta kekayaan Tuan Richardson akan pindah ke orang lain.

Battrice yang sepertinya dapat membaca kegelisahan Nyonya Richardson pun langsung mengusap pundak wanita paruh baya itu. “Tante tenang saja, begitu aku sudah resmi menjadi istrinya Frans, aku pasti bisa membujuk Frans untuk bekerja di Richardson Group hingga mewarisi perusahaan itu.”

Nyonya Richardson balas tersenyum tipis. Keduanya sama-sama menyusun rencana di kepala masing-masing. Keduanya seperti terikat atas asas mutualisme, dan Frans hanyalah objek untuk melancarkan rencana mereka.

***

Daniel membantu mendorong wanita itu hingga pintu ruang UGD. Ia terus memerhatikan paras perempuan yang sedang tidak sadarkan diri itu. Sekelebat ingatan masa lalu tentang kematian Leona kembali berputar di kepalanya. Ia tidak bisa membayangkan jika hal yang sama juga menimpa wanita itu. Jika hal itu terjadi, Daniel tentu tidak akan bisa memaafkan dirinya sendiri.

Pintu ruang UGD ditutup oleh dokter. Daniel yang tidak diizinkan masuk, akhirnya pun memilih untuk menunggu di ruang tunggu. Laki-laki itu tampak mengusap dahi, lantas menggenggam kedua belah tangannya, mulutnya komat-kamit membacakan doa.

Sekitar setengah jam kemudian, pintu ruang UGD itu pun terbuka. Dokter dan beberapa orang perawat keluar dari sana.

“Bagaimana keadannya, Dok?” desak Daniel yang langsung bangkit berdiri begitu melihat kedatangan sang dokter.

“Pasien sudah sadarkan diri. Untungnya tidak ada benturan yang keras sehingga pasien pun tidak mengalami luka yang berarti. Beliau hanya pinsan karena kaget. Kamu juga sudah memeriksa kandungannya, dan hasilnya juga positif, baik-baik saja. Sekarang pasien hanya butuh istirahat untuk kembali pulih,” terang laki-laki berjas putih di hadapan Daniel.

“Terima kasih, Dok,” ucap Daniel sembari menundukkan kepala. Lantas sekawanan manusia berjas putih itu pun meninggalkan Daniel.

Daniel masih mematung di tempatnya berdiri. Ia cukup lega mendengar penjelasan dokter tersebut. Namun ada satu kata yang mengganjal di kepalanya. Janin? Apa perempuan itu sedang hamil?

Tanpa membuang waktu dengan memperbanyak asumsi, Daniel pun memilih memasuki ruangan itu, menghampiri wanita yang ia tabrak tadi, yang kini tengah berbaring dengan mengenakan infus. Melihat kedatangan Daniel wanita itu langsung memalingkan muka.

“Ehm, saya minta maaf. Saya benar-benar tidak sengaja. Saya akan bertanggung jawab dan akan membayar seluruh biaya rumah sakit. Kalaupun ada keluhan setelah itu, kamu bisa mengabari saya kembali,” ucap Daniel.

“Kenapa kamu tidak menabrakku saja?” balas perempuan itu tanpa menatap Daniel.

Jelas Daniel tersentak mendengar hal itu. Apa perempuan itu sengaja menyebrang secara tiba-tiba agar ditabrak oleh Daniel? Daniel memilih untuk mengabaikan hal itu dan mengalihkan topik pada hal lain.

“Boleh saya tahu kontak suamimu? Saya akan memberitahu keadaanmu sekarang sekaligus menyampaikan permintaan maaf padanya,” ucap Daniel.

Perempuan itu tampak menelan ludah. “Aku tidak punya suami,” jawab perempuan itu dengan nada ketus.

Napas Daniel seperti tertahan mendengar jawaban itu. Tidak punya suami? Apa maksudnya? Lantas bagaimana mungkin ia bisa hamil?

Daniel tampak menghela napas. “Kalau begitu, bolehkah saya mendapatkan kontak keluargamu yang lain?”

Perempuan itu tidak menjawab. Beberapa menit kemudian, ia bangun dari pembaringannya dan menatap Daniel sekilas. “Kau sudah mengurus administrasi rumah sakit?” tanyanya.

“Akan saya urus sebentar lagi,” jawab Daniel.

“Selesaikanlah segera, aku ingin secepatnya keluar dari tempat ini,” ucap perempuan itu.

“Kau mau kemana?” tanya Daniel yang berhasil membuat perempuan itu mendelik tajam padanya. “Maksud saya, karena kondisimu masih tidak baik, sebaiknya beristirahatlah di sini dulu. Biar saya yang menghubungi keluargamu,” terang Daniel. Sebenarnya Daniel khawatir perempuan itu akan melakukan hal gila lainnya setelah keluar dari itu. Daniel takut jika wanita itu kembali melanjutkan misi bunuh dirinya.

“Tidak perlu mencampuri urusanku. Cukup lakukan saja apa yang menjadi tanggung jawabmu,” ujar perempuan itu, lagi-lagi dengan nada ketus.

Daniel terpaksa menelan salivanya sendiri.

Bab terkait

  • KAMASEAN   Menangis di Pelukan Ibu

    “Saya perlu identitasmu untuk keperluan administrasi rumah sakit,” ujar Daniel kemudian.Perempuan itu pun mengeluarkan kartu identitas dari dalam dompetnya lantas menyerahkannya pada Daniel. Daniel tampak menyipitkan mata melihat sebaris nama yang tertera di sana: Kamasean Shirly, kemudian mata Daniel menyoroti status identitas perempuan itu yang menyatakan ia belum kawin. Daniel tampak menghela napas, kini ia tahu kondisi perempuan itu, ia pasti tengah hamil di luar nikah. Barangkali laki-laki yang telah menabur benih itu enggan bertanggung jawab, mungkin karena itu juga ia hendak mengakhiri hidupnya.“Hei, kenapa masih diam di sini?” hentak Sean yang langsung mengagetkan Daniel.“Ya, saya pergi sekarang.” Daniel pun bergegas keluar dari ruangan itu.Begitu Daniel pergi, mata Sean langsung berkaca-kaca. Wanita itu tampak meraba perutnya, merasakan janin yang masih berdenyut di sana. “Maafkan mama yang sudah bern

    Terakhir Diperbarui : 2021-05-13
  • KAMASEAN   Kamasean Shirly

    Wanita berusia dua puluh tahun itu menginjakkan kaki di pelataran sebuah galeri lukisan bernama Gheoff Art. Sudah hampir seminggu ia tidak datang ke sana karena merasa kurang enak badan. Sudah hampir seminggu juga ia tidak dapat menghubungi Frans Geoff Richardson, kekasihnya sekaligus pemilik galeri itu. Sebelum membuka pintu, wanita bernama Kamasean Shirly itu tampak menambah polesan lipstik di bibirnya. Ia tidak ingin tampil pucat di hadapan Frans.Sean menghela napas dan menghembuskannya perlahan. Ia melakukan itu berulang kali untuk meredakan rasa gugupnya. Selain ingin bertemu Frans, kedatangan Sean ke tempat itu juga untuk menyampaikan sebuah kabar, kabar yang tak sepenuhnya baik, pun tak sepenuhnya buruk.Ketika Sean hendak membuka pintu, seorang cleaning service yang bekerja di sana lebih dahulu ke luar. Wanita paruh baya itu tampak kaget melihat kedatangan Sean. “Mm..Mbak Sean ada perlu apa datang ke sini?” lirihnya yang tampak gugup.Sean m

    Terakhir Diperbarui : 2021-05-11
  • KAMASEAN   Frans Geoff Richardson

    Duarr!Giliran Frans yang merasakan dadanya bergemuruh. Ia seperti mendengar petir di siang bolong. “Kenapa kau bisa hamil?” tanya Frans. Wajahnya yang sedari tadi datar mulai memperlihatkan kerutan-kerutan, pertanda ia mulai panik.Sean semakin melongo mendengar pertanyaan Frans. Kenapa laki-laki itu justru bertanya? Apakah Frans lupa berapa kali ia menghabiskan malam-malam panjang bersama Sean? Apa Frans lupa berapa banyak kali ia melempar benih di rahim wanita itu dengan segala bujuk rayu dan janji-janji manis yang berhasil membuat Sean menuruti kehendaknya?“Kau tidak boleh hamil, Sean,” cetus Frans.Sean masih melongo. Ia benar-benar tidak habis pikir. Ia seperti kehilangan Frans yang ia kenal selama ini. “Tapi kenyataannya aku sudah hamil, Frans. Aku hamil anakmu,” tegas Sean.“Anak itu tidak boleh lahir. Aku tidak bisa menikahimu. Aku akan segera menikah dengan Batrice,” tandas Frans tanpa rasa

    Terakhir Diperbarui : 2021-05-11
  • KAMASEAN   Daniel Caldwell

    Laki-laki yang memiliki alis tebal itu tampak berjongkok di sebuah nisan bertuliskan nama: Leona Valleryn, seorang perempuan yang jasadnya dimakamkan di sana semenjak tiga tahun yang lalu. Laki-laki itu meletakkan bunga di pinggir nisan tersebut, ia tampak mengusap tulisan yang mulai memudar itu, hal yang selalu dilakukannya setiap kali datang ke sana.Tiga tahun berlalu, Daniel Caldwell, demikian nama lengkapnya, masih merasa kejadian itu hanyalah mimpi buruk belaka. Ia ingin kala terbangun pagi hari, Leona sudah berada di hadapannya, mengenakan gaun putih di hari pernikahan mereka. Namun, nyatanya, setiap kali laki-laki itu terbangun, ia hanya akan melihat gaun putih pengantin tanpa Leona yang mengenakannya.Kejadiannya memang tiga tahun yang lalu, tatkala Daniel dan Leona hendak mencari baju pengantin yang akan mereka kenakan di hari bahagianya.“Daniel, kau dimana? Aku sudah di butik ini semenjak dua jam yang lalu,” rengek Leona kala itu via pons

    Terakhir Diperbarui : 2021-05-12

Bab terbaru

  • KAMASEAN   Menangis di Pelukan Ibu

    “Saya perlu identitasmu untuk keperluan administrasi rumah sakit,” ujar Daniel kemudian.Perempuan itu pun mengeluarkan kartu identitas dari dalam dompetnya lantas menyerahkannya pada Daniel. Daniel tampak menyipitkan mata melihat sebaris nama yang tertera di sana: Kamasean Shirly, kemudian mata Daniel menyoroti status identitas perempuan itu yang menyatakan ia belum kawin. Daniel tampak menghela napas, kini ia tahu kondisi perempuan itu, ia pasti tengah hamil di luar nikah. Barangkali laki-laki yang telah menabur benih itu enggan bertanggung jawab, mungkin karena itu juga ia hendak mengakhiri hidupnya.“Hei, kenapa masih diam di sini?” hentak Sean yang langsung mengagetkan Daniel.“Ya, saya pergi sekarang.” Daniel pun bergegas keluar dari ruangan itu.Begitu Daniel pergi, mata Sean langsung berkaca-kaca. Wanita itu tampak meraba perutnya, merasakan janin yang masih berdenyut di sana. “Maafkan mama yang sudah bern

  • KAMASEAN   Battrice Amora Letta

    Battrice masih melirik Frans yang tampak membuang tatapan ke balik jendela. Raut wajah lelaki itu masih kusut. Battrice dapat menerka, Frans pasti tengah memikirkan Sean. Battrice pun tersenyum, setelah bertahun-tahun mencoba merebut hati Frans dan selalu terhalang oleh perempuan bernama Kamasean itu, kini Battrice justru muncul sebagai pemenang mutlak.Battrice menghampiri Nyonya Richardson yang duduk di salah satu sofa yang memang disediakan untuk para tamu yang hendak berkunjung ke galeri itu. “Tante, sepertinya Frans masih sangat mencintai perempuan itu,” ucap Battrice dengan nada mengiba sembari duduk di sebelah Nyonya Richardson.Nyonya Richardson tampak tersenyum saat menatap wajah Battrice, semata-mata untuk melegakan hati gadis itu. “Kau tidak perlu merasa insecure seperti itu, Cantik. Frans pasti akan melupakan perempuan jalang itu dengan mudah, lantas mencintaimu seutuhnya,” ujar Nyonya Richardson.“Tapi, perempuan itu ka

  • KAMASEAN   Daniel Caldwell

    Laki-laki yang memiliki alis tebal itu tampak berjongkok di sebuah nisan bertuliskan nama: Leona Valleryn, seorang perempuan yang jasadnya dimakamkan di sana semenjak tiga tahun yang lalu. Laki-laki itu meletakkan bunga di pinggir nisan tersebut, ia tampak mengusap tulisan yang mulai memudar itu, hal yang selalu dilakukannya setiap kali datang ke sana.Tiga tahun berlalu, Daniel Caldwell, demikian nama lengkapnya, masih merasa kejadian itu hanyalah mimpi buruk belaka. Ia ingin kala terbangun pagi hari, Leona sudah berada di hadapannya, mengenakan gaun putih di hari pernikahan mereka. Namun, nyatanya, setiap kali laki-laki itu terbangun, ia hanya akan melihat gaun putih pengantin tanpa Leona yang mengenakannya.Kejadiannya memang tiga tahun yang lalu, tatkala Daniel dan Leona hendak mencari baju pengantin yang akan mereka kenakan di hari bahagianya.“Daniel, kau dimana? Aku sudah di butik ini semenjak dua jam yang lalu,” rengek Leona kala itu via pons

  • KAMASEAN   Frans Geoff Richardson

    Duarr!Giliran Frans yang merasakan dadanya bergemuruh. Ia seperti mendengar petir di siang bolong. “Kenapa kau bisa hamil?” tanya Frans. Wajahnya yang sedari tadi datar mulai memperlihatkan kerutan-kerutan, pertanda ia mulai panik.Sean semakin melongo mendengar pertanyaan Frans. Kenapa laki-laki itu justru bertanya? Apakah Frans lupa berapa kali ia menghabiskan malam-malam panjang bersama Sean? Apa Frans lupa berapa banyak kali ia melempar benih di rahim wanita itu dengan segala bujuk rayu dan janji-janji manis yang berhasil membuat Sean menuruti kehendaknya?“Kau tidak boleh hamil, Sean,” cetus Frans.Sean masih melongo. Ia benar-benar tidak habis pikir. Ia seperti kehilangan Frans yang ia kenal selama ini. “Tapi kenyataannya aku sudah hamil, Frans. Aku hamil anakmu,” tegas Sean.“Anak itu tidak boleh lahir. Aku tidak bisa menikahimu. Aku akan segera menikah dengan Batrice,” tandas Frans tanpa rasa

  • KAMASEAN   Kamasean Shirly

    Wanita berusia dua puluh tahun itu menginjakkan kaki di pelataran sebuah galeri lukisan bernama Gheoff Art. Sudah hampir seminggu ia tidak datang ke sana karena merasa kurang enak badan. Sudah hampir seminggu juga ia tidak dapat menghubungi Frans Geoff Richardson, kekasihnya sekaligus pemilik galeri itu. Sebelum membuka pintu, wanita bernama Kamasean Shirly itu tampak menambah polesan lipstik di bibirnya. Ia tidak ingin tampil pucat di hadapan Frans.Sean menghela napas dan menghembuskannya perlahan. Ia melakukan itu berulang kali untuk meredakan rasa gugupnya. Selain ingin bertemu Frans, kedatangan Sean ke tempat itu juga untuk menyampaikan sebuah kabar, kabar yang tak sepenuhnya baik, pun tak sepenuhnya buruk.Ketika Sean hendak membuka pintu, seorang cleaning service yang bekerja di sana lebih dahulu ke luar. Wanita paruh baya itu tampak kaget melihat kedatangan Sean. “Mm..Mbak Sean ada perlu apa datang ke sini?” lirihnya yang tampak gugup.Sean m

DMCA.com Protection Status