Tidak ada hal yang lebih buruk yang pernah Bian dengar kecuali ucapan ayah sambungnya itu. Ia mendidih karena marah. Bian tak menyangka bahwa selama ini, ayahnya itu mengharapkan istrinya untuk jadi miliknya. Artinya, ia mencintai menantunya sendiri. Bian tak mengerti mengapa ada manusia semenjijikkan itu?
Bian merasa bahwa ia telah salah menghormati Daddy-nya itu. Dia tidak lebih baik dari pada seorang manusia berhati iblis. Sejak kapan ia mencintai Byanca? Mengapa perasaan itu tumbuh? Apakah Byanca mengetahuinya? Jika Byanca tahu, apakah mereka pernah pergi bersama? Bian menggelengkan kepalanya. Byanca tidak mungkin menyelingkuhinya. Bian mengenal Byanca, ia sangat menjunjung kejujuran. Adapun pria tidak tahu malu itu, Bian tidak tahu entah pernah ia menggombal Byanca.
Urat tangan Bian tercetak jelas, ia mengambil gelas dan meremasnya. Matanya tertuju pada Rams. Ketika gelas itu pecah, Dewo membalikkan badannya dan ia meminta penjaganya tadi untuk mengambil obat. &ld
Rams tak takut sedikitpun pada Bian. Yang ia tahu Bian hanyalah seorang pecundang kecil yang selalu berlindung pada ibunya. Sementara Bian terus saja memukuli Rams. “Aku tidak tahu betapa brengseknya dirimu. Aku menyesal telah menghormatimu.”Meski wajahnya keram karena pukulan tetapi ia tak mau menampilkan wajah kesakitan justru ia mentertawai Bian. “Biar aku beri tahu bahwa manusia paling bodoh adalah dirimu. Kamu mencampakkan berlian demi apalah alasan-alasan konyolmu itu. Bian, tahukah kamu bahwa di luar sana banyak menginginkan Byanca termasuk aku.”Tangan Bian sedang berada di atas tetapi tak berani ia daratkan pada pipi Rams. Ia menyadari bahwa apa yang dikatakan Rams ada benarnya juga. Ia lah manusia bodoh yang telah menyiakan wanita sebaik Byanca. Bian mundur beberapa langkah, ia merasa hancur.Dewo meminta Archi untuk membawa Bian duduk. Archi melakukannya dan Dewo membiarkan ia beristirahat.“Inikan yang kau ingink
Rams mengutuk Dewo yang telah memperlakukannya demikian tetapi ia tak punya kekuatan untuk melawan bahkan kini dua pengawal telah Dewo sematkan di belakang Rams. Rams memang tahu bahwa Dewo tak pernah main-main dengan hukuman yang dibuatnya. Namun, hal itu tak membuat Rams takut. Lebih tepatnya, ia tak ingin menunjukkan pada Dewo sisi lemahnya.Dewo maju tepat di hadapan Rams, ia mengangkat dagu Rams dengan ujung jari telunjuknya. “Kau yang berterus terang atau aku?” tanyanya dengan melemparkan seringai.Rams menggelengkan kepalanya dan alhasil tangan Dewo terlepas dari dagunya. “Dewo, jika aku yang mengatakannya maka kau akan terlihat bodoh,” ejeknya. Betapa tidak, semua orang akan tahu bahwa Dewo gampang sekali terjebak. Di balik kekuatannya, ia hanya manusia lemah yang berlindung di balik kekuasaan. Rams menganggap Dewo sebenarnya bukanlah lawan yang seimbang untuknya. Dewo, seorang pengusaha sukses jadi sangat mudah baginya membeli perlindun
Suara itu terdengar tidak asing bagi Dewo. Merasa seperti dipergoki, ia sontak melepaskan Mellisa dan menoleh ke belakang. Hal yang tak pernah ia duga dalam hidupnya ialah kehadiran Rina dan Byanca di saat seperti ini. Seperti orang yang ketahuan berselingkuh, dengan bodohnya Dewo segera menghampiri mereka dan berusaha untuk menjelaskan. “Hmm, Rina sebenarnya aku tidak melakukan apa-apa.”Rina melipat tangannya di dada dan dengan santai ia menatap Dewo, “Melakukan apa maksudmu?” tanyanya.Ruangan itu terasa dingin seketika. Keduanya tak banyak berbicara. Namun, emosi yang terpancar sangat terasa. Berbeda dengan Rina, Byanca justru sibuk bertukar pandang dengan Bian. Ia tak menyangka kehadiran pria itu bersama papinya di ruangan ini. Byanca juga melirik sekitar ruangan. Tempat ini tidak tertutup tetapi sepertinya telah dilakukan keamanan yang ketat hingga tidak mencurigakan aparat keamanan. Beruntung ia memaksa untuk ikut dengan Rina. Jika tidak,
Rina menganggap bahwa ini hanya lelucon Dewo. Tidak mungkin pesan tersebut terkirim dengan sendirinya. Jika pun iya betapa hebatnya ponsel itu. Rina tertawa mengejek, mungkin Dewo tak menyangka bahwa ia akan nekat datang ke sini. Mungkin Dewo hanya mengumpannya saja.“Makanya jangan memancing di air keruh,” telak Rina.Dewo berupaya menjelaskan bahwa ia memang tidak mengirim pesan itu. Rina tetap percaya. Ayolah siapapun yang menjadi Rina pasti akan berlaku demikian. Mereka berdua berada dalam perdebatan sengat hingga suara tawa mengehentikann pertikaian tersebut. Rina, orang yang pertama dengan cepat mencari sumber suara. Ia berjalan mengikuti suara hingga ia menemui Rams terikat.Ia menutup mulutnya; kaget. “Rams, mengapa kamu di sini?”Rams berhenti tertawa kemudian ia menyunggingkan sebelah senyumnya. “Long time no see, Mantan besan.” Ia menyapa yang sangat kentara dengan sindiran.Rina tak menjawab justru ia
Tak cukup hanya menghela napas bahkan kerutan yang sengaja Rina rawat agar tak hinggap di wajahnya kini dengan jelasnya terlihat. Kerutan itu melambangkan isi kepala Rina yang berkecamuk. Ada rasa tak menyangka dan rasa kecewa yang bercampur dengan rasa bahagia. Rina tak munafik bahwa ia senang mendapatkan berita ini bahwa Archi bukan anak kandung Dewo. Namun, jika memang Archi bukan anak kandung Dewo, lantas mengapa semua bukti mengarah pada Dewo?Rina sekali lagi menghela napas berat. Ia menatap Byanca dengan kasihan lalu melirik Dewo dengan tajam, “Bisa jelaskan dengan sejujurnya?”Dewo mengangguk. Ia memang akan menuntaskan permasalahan mereka di masa lalu. Memang kehadiran Rina dan Byanca adalah hal di luar kendalinya. Namun, keberadaan mereka justru menjadi penerang untuk meluruskan benang yang kusut. Dewo tidak akan repot memikirkan cara untuk berterus terang kepada mereka lagi.“Baiklah.” Dewo mengambil tangan Byanca kemudia
Rams menunjang kursinya hingga suara kegaduhan tersebut menjadi pusat perhatian semua orang. Dari sekian banyak orang, hanya ada seorang saja yang menjadi pusat perhatian Rams, yaitu Byanca. Sayangnya wanita itu tidak meliriknya sedetik pun. Ia hanya fokus dengan pemikirannya dan sesekali ia tampak menundukkan kepala.“Dewo, sungguh itu semua rencana Rentina,” ucap pembelaan Rams. Ia meyakinkan semua orang lewat tatapan sendunya. Namun, tak ada yang bereaksi apapun. “Ia meminta ku membawa Mellisa padamu karena pada saat itu Mellisa sedang hamil. Dengan begitu, aku tidak perlu menanggung jawabi bayi yang ada dalam kandungannya,” tambahnya lagi.Tidak ada seorang pun yang berani berbicara terbuka seperti halnya Rams. Itu sangat menyakitkan bagi Mellisa. Ia tidak bisa menahan dirinya untuk tidak mengomentari Rams. “Betapa terkutuknya kalian!” ucapnya dengan suara pilu. Ia menangis dan memberanikan diri untuk menampar Rams. Tangannya ber
Hening. Semuanya diam setelah Bian berteriak. Pemikiran saling berkecamuk bahkan saling mengamuk. Byanca yang duduk di sebelah Bian, tersentak untuk menegurnya. “Tetap tenang, Bi,” ucapnya terdengar seperti permohonan.Rams yang menyaksikan aksi lembut Byanca dalam menegurnya semakin membuatnya menggeram. Ia kembali berbicara, sengaja membuat Bian marah kembali. “Jika bukan karena pernah bekerja sama dengannya, mungkin aku juga tidak percaya bahwa Rentina adalah orang yang kejam.” Mata Rams tak pernah terputus dari Bian bahkan setiap katanya adalah belati yang menusuk hati Bian.Napas Bian memburu tampak terlihat dari dadanya naik dan turun. Ia memejamkan matanya seiring dengan tangan yang mengepal. Rasa ingin melawannya tinggi tetapi ia masih menghargai Byanca dan juga Dewo. Sudah cukup ia lepas kendali tadi. Bian menetralkan emosinya meski matanya sudah berhasil berubah merah. Sementara Rams menikmati amarah terpendam Bian tersebut. Ia semakin
Wajah Rams kaku karena terlalu banyak pukulan yang diterima. Begitu pula dengan anggota tubuh lainnya. Ia merasakan remuk di sekujur tubuh. Namun, hal itu tak menyurutkan kemampuannya untuk mengelabui Dewo. Jika ia mudah terlihat lemah, maka Dewo akan senang. Maka Dewo akan merasa menang. Rams tak menginginkan semua itu terlihat mudah dan harapannya adalah ia yang menjadi pemenang. Meski terdengar konyol tetapi Rams tahu bahwa ia masih memiliki kesempatan.Rina mendorong kursi roda Byanca ke belakang. Begitu pula yang lain, masing-masing mencari tempat untuk berlindung. Dewo telah dikuasai kemarahan dan menghajar Rams mati-matian. “Rams, jika kau tak menggangguku lebih dulu, maka aku tak akan melakukan semua ini!”Kini, Rams berada di bawah kaki Dewo. Dewo menginjak perutnya dengan pantofelnya yang mengkilau. Rams merasakan seakan ususnya akan keluar tetapi sebisa mungkin ia mencoba bertahan. Sesekali ia terbatuk dan mengeluarkan darah. Rams mungkin tak men