Wajah Rams kaku karena terlalu banyak pukulan yang diterima. Begitu pula dengan anggota tubuh lainnya. Ia merasakan remuk di sekujur tubuh. Namun, hal itu tak menyurutkan kemampuannya untuk mengelabui Dewo. Jika ia mudah terlihat lemah, maka Dewo akan senang. Maka Dewo akan merasa menang. Rams tak menginginkan semua itu terlihat mudah dan harapannya adalah ia yang menjadi pemenang. Meski terdengar konyol tetapi Rams tahu bahwa ia masih memiliki kesempatan.
Rina mendorong kursi roda Byanca ke belakang. Begitu pula yang lain, masing-masing mencari tempat untuk berlindung. Dewo telah dikuasai kemarahan dan menghajar Rams mati-matian. “Rams, jika kau tak menggangguku lebih dulu, maka aku tak akan melakukan semua ini!”
Kini, Rams berada di bawah kaki Dewo. Dewo menginjak perutnya dengan pantofelnya yang mengkilau. Rams merasakan seakan ususnya akan keluar tetapi sebisa mungkin ia mencoba bertahan. Sesekali ia terbatuk dan mengeluarkan darah. Rams mungkin tak men
Rams pura-pura tersedak lalu ia berkata, “Bagaimana bisa kau begitu lihai membolak-balikkan fakta?” Ia kemudian menyunggingkan senyuman dan tertawa setelahnya.Dewo juga ikut-ikutan tertawa. Ia tetap masih mempertahankan tatapan pada Rams begitu tajam. “Aku atau kamu yang lihai membolak-balikkan fakta?” tantang Dewo. Nyatanya Dewo tak pernah berujar sembarangan. Ia selalu mengumpulkan bukti terlebih dahulu. Dewo bukan orang yang bisa membuat asumsi berdasarkan dengan apa yang ia pikir saja, tetapi ia menganalisa mengandalkan fakta.Dewo menggerakkan tangannya ke belakang. Hal itu membuat pengawalnya paham dan menyerahkan ponsel pada Dewo. Dewo mempertotonkan ponsel tersebut pada Rams, ia menyunggingkan senyuman mengejek. Semnetara Rams kaku di tempatnya. Meski ia belum mengetahui apa yang tersimpan dalam ponsel itu tetapi ia tahu bahwa Dewo telah mengeluarkan sinyal tidak baik.Dewo perlahan mengotak-atik ponsel tersebut kemudian be
Rams tak pernah memiliki niat untuk menghukum Archi, tetapi amarahnya yang tak terlampiaskan pada Dewo membuatnya selalu menatap Archi dengan kebencian. Archi selalu saja merenung di tepi jendela dengan sesekali mendekap foto Dewo. Awalnya, Rams masih bisa memakluminya karena berharap Archi lama kelamaan akan terbiasa. Namun, Rams tak sabaran, semakin ia melihat Archi merenung maka semakin kuat rasa muaknya.Tidak ada orang tua yang tidak menyayangi anaknya walau seujung kuku. Rams tahu bahwa ia bangga memiliki Archi sebagai satu-satunya putra semata wayangnya, pewarisnya. Rams menggeleng, ia merasa gagal. Tidak ada yang bisa ia wariskan pada Rams kecuali rasa kebencian. Ia sudah tidak memilki harta bahkan di Singapore pun ia rela membuang gengsinya dan tinggal di rumah peninggalan Dewo.Kebencian pada dirinya sendiri karena tidak bisa melindungi hartanya semakin membuat Rams tak mampu ditandingkan dengan Dewo. Ia tahu bahwa hingga hari ini jika ada pilihan antaranya d
Bayangan akan pisau yang menggores punggungnya terasa kembali nyata. Byanca merapatkan tubuhnya. Sebuah dekapan hangat ia rasakan. Ia mendongak dan mendapatkan Bian memeluknya sembari mengucapkan kalimat penenang. Kalimat itu bagai mantra membuat Byanca merasa jauh lebih tenang. Beruntung tadi sebelum bergerak, Dewo memerintahkan Bian untuk menenangkan Byanca.Beberapa menit yang lalu, ketika Dewo melihat pergerakan Rams. Ia langsung mengambil pistol yang tersembunyi di bawah sofa yang didudukinya. Ia dengan cepat beranjak dan tak lupa menitipkan Byanca pada Bian. Ia tahu bahwa Byanca masih rapuh. Dewo cukup kesal pada dirinya sendiri yang tidak menggeledah tubuh Rams sehingga kecolongan. Ternyata, ada pisau yang bersembunyi di pakaiannya.“Tembak aku, maka pisau ini juga akan mendarat di leher Mellisa!”Ancaman Rams terus berulang. Dewo melirik Archi yang juga terpukul bahkan ia terlihat menatap kosong tanpa air mata. Archi adalah korban jika Mellis
Rams merasakan tubuhnya ditimpa oleh benda berat. Punggungnya tak mampu menopang sehingga ia luruh di lantai. Tangannya terlepas begitu saja dari leher Mellisa seiring pisau yang terlempar tepat ke bawah kaki Rina. Rina menatap pisau tersebut berkilau di ujungnya. Ia meringis sendiri ketika membayangkan bagaimana benda tajam itu menusuk tubuhnya.Uhukk..Dewo menarik tubuh Mellisa sementara Mellisa masih sibuk menetralisir pernapasannya dengan batuk yang belum berhenti. Tenggorokannya terasa kering seperti padang pasir. Pahit. Ia melihat Rams tak sadarkan diri, tergeletak di lantai dengan luka di bagian kepala. Rupanya pengawal Dewo yang melakukan aksi padanya. Mereka memukul punggung Rams dengan tongkat base ball. Mellisa dapat bernapas lega untuk saat ini.“Minum!” Meski Dewo ketus dalam memerintahkan Mellisa tetapi entah mengapa Rina dapat merasakan ada bentuk kepedulian di sana. Jika dipikir-pikir mereka hidup hampir belasan tahun, mungkin
Rams melihat kerapuhan dari mata Byanca. Ia menyadari bahwa penuturannya tadi cukup menyita pemikiran Byanca. Rams mengatakan itu sejujurnya untuk menegur atau memberi tahu Bian bahwa ibunya sangat licik, tetapi dia tak menyangka ini akan menjadi beban pikiran Byanca. Bila waktu bisa diputar, maka ia tak akan mengatakan hal bodoh tersebut. Semuanya sudah terjadi. Rams melihat Bian yang berdiri di belakang kursi roda Byanca. Meski mereka tak menunjukkan kemesraan tetapi Rams cukup tahu bahwa keduanya saling membutuhkan. Kebencian Rams semakin menjalar, ia ingin mengurungkan niat berkata yang sejujurnya tetapi ia juga membenci Bian. Mungkin memang sudah waktunya kedua insan itu mengetahui faktanya.Rams dengan sengaja mengangguk tanda membenarkan pertanyaan Byanca tadi. “Mungkin kalian tidak akan mudah percaya tetapi kalian boleh menyelidiki ini setelahnya. Kehadiran Indira bukan lah sebuah kebetulan. Itu rencana Rentina. Ia mengetahui pada saat itu Byanca tidak ikut bers
Hari ini pisau yang semula dibawa Rams menjadi primadona. Entah bagaimana bisa ia digulir dari satu tangan ke tangan lainnya. Ujung pisau itu berkilau seperti belian yang mahal. Ia menunjukkan diri bahwa siap digunakan.Rina menatap Mellisa yang menyodorkan pisau tersebut ke arahnya. “Bunuh saja aku!” Kata yang terus berulang dalam benak Rina. Mellisa menyerahkan dirinya pada Rina atas semua kesalahannya di masa lalu.Rina memang membenci Mellisa bahkan sangat. Wanita mana yang tidak membenci seorang perebut suaminya, terlepas apapun penyebabnya. Di mata Rina, Mellisa tetap turut andil dalam kesalahan. Tidak ada kompromi atau bahkan diskusi di antara mereka sebelumnya. Rina hanya mendengar tentang Mellisa dari orang lain dan banyak sekali cibiran tentang Mellisa terutama dari Rentina. Rina memejamkan mata, mengapa ia dahulu sangat percaya kata-kata Rina. Setelah apa yang dikatakan Rams, Rina pun yakin bahwa itu kebenaran.Lalu kembali lagi pada Melli
Berdamai dengan keadaan adalah jalan yang dipilih Rina meski hati masih berbentur dengan luka masa lalu, tetapi ia begitu sadar bahwa semua karena jebakan. Rina memang mencoba untuk memaafkan Mellisa. Melihat Archi yang sedikit trauma membuat Rina merasa iba. Ia pernah melihat jiwa Byanca terguncang. Oleh sebab itu, ia tak ingin Archi juga nekat melakukan apa yang Byanca lakukan dahulu.Mellisa merasa terharu atas sikap Rina. Ia berulang mengucapkan terima kasih bahkan ia secara refelks memeluk Rina. Semua ini di luar ekspektasinya. Mellisa iri dengan Rina yang memiliki hati begitu lembut. Ia berjanji akan menjadikan dirinya lebih baik lagi untuk membalas kebaikan Rina. Untuk Dewo, ia tak akan mengejarnya lagi. Terserah pada Dewo untuk hidup seperti apa, lagi pula mereka telah berpisah sejak beberapa bulan yang lalu.Usai melepaskan pelukan Mellisa, Rina menatap Dewo dengan ekspresi tak terbaca. Dewo menaikkan sebelah alisnya tanda tak mengerti arti tatapan itu. Rina t
Langit cerah menutupi raut kemarahan dari dua anak manusia yang saling berhadapan dengan kondisi tubuh terikat tali. Mereka adalah Rentina dan Rams. Rentina menggerakkan tubuhnya; menggapai-gapai tangan Rams. Ia tak bisa dengan lantang menyuarakan isi kepalanya sebab mulutnya ditutupi lakban hitam yang menyebalkan.Rentina berusaha berbicara lewat mata. Sayangnya Rams nampak tak tertarik, ia memutar lehernya dan lebih memilih menatap dinding yang dipenuhi sarang laba-laba tersebut. Lebih baik melihat itu dari pada menatap Rentina dengan segala gejolak emosinya.“Apa kau tak ingin mengalahkan Dewo di dunia bisnis?” Rams mengingat dengan jelas kata-kata yang diucapkan Rentina dahulu. Kata yang menjadi mantra untuknya melakukan segala cara agar mengalahkan Dewo. Meski Dewo bukan tandingannya di dunia bisnis tetapi Rams mengal
Tidak ada yang bisa menerima sebuah perpisahan. Baik pisah hidup maupun mati. Semua yang pernah bersama ingin selalu bersama hingga akhir hayat bahkan di kehidupan selanjutnya. Dunia fana ini selalu diimingi dengan kebahagiaan semata. Nyatanya kebahagiaan itu semu.Renata melakukan aksinya untuk memisahkan Dewo dan Rina karena kebenciannya pada ayah Dewo, Pramasta yang telah merenggut nyawa kedua orang tuanya. Tidak hanya itu, menurut Rentina sejak sahabatnya itu—Dewo—mengenal Rina waktunya sangat sedikit untuk Rentina. Hal itu semakin memupuk rasa kebenciaannya.Strategi demi strategi untuk balas dendam telah direncanakan. Salah satu yang direalisasikannya adalah masuknya orang ketiga dalam rumah tangga Dewo. Sebenarnya itu tidak murni rencananya. Rams berselingkuh dengan seorang wanita bernama Mellisa. Suatu hari, Rams mengatakan bahwa Mellisa tengah mengandung anak mereka. Rentina tidak dapat menerima itu, dia pun kesal pada Rams dan mengancam Rams atas
Rentina tersadar dari hanyutan masa lalunya. Matanya memerah menatap Dewo. Aura kebencian terpancar dari lensa hitam tersebut. Aliran darahnya seakan membuncah untuk membalaskan dendam kepada Dewo. Sialnya, rantai yang kuat ini menjeratnya.“Pramasta apa kabar?”Ini adalah kali pertama ia menyebut nama ayah Dewo tanpa menggunakan embel-embel panggilan ‘om’ untuk kesopanan. Sejak ia menyelidiki lebih lanjut ucapan mantan supirnya, Rentina tidak menelan informasi itu mentah-mentah melainkan ia menyelidiki lebih lanjut. Masih ada harapan Rentina bahwa ayah temannya itu tidak bersalah. Satu demi satu bukti dan saksi Rentina kumpulkan selama bertahun-tahun hingga akhirnya bahwa kecurigaan itu adalah benar.Lalu apa yang dilakukan Rentina?Apakah ia langsung membalaskan dendamnya pada Pramasta?Tidak!!Ya, jawabannya tidak. Rentina tidak melakukan apapun kepada Pramasta karena ketika ia telah berhasil mengumpulkan semua buk
Perusahaan warisan ayah Rentina telah dikelola oleh adik kandung ayahnya sendiri yang mana nantinya akan diserahkan kepadanya. Rentina tidak terlalu mengambil berat hal itu karena ia menganggap dirinya masih belum mampu untuk mengelola perusahaan tersebut. Rentina hanya menerima hasil setiap bulan dan dimanfaatkan untuk biaya sekolahnya. Rentina sering berkunjung hanya untuk mendapatkan teka-teki atas kematian orang tuanya. Dia mulai melibatkan diri dalam pekerjaan di perusahaan. Mulanya hanya untuk memecahkan teka-teki, lama kelamaan menjadi ketertarikan untuk bekerja di sana. Rentina meminta kepada omnya untuk diajak bekerja, ia pun ingin mengambil peran dari mulai yang terendah dahulu. Rentina mempelajari setiap liku pekerjaan tersebut. Perusahaan ayah mengalami gejolak hingga hampir gulung tikar. Om Irwan, omnya mengaku sudah melakukan banyak cara untuk menstabilkan permasalahan tersebut. Permasalahan ini dipicu karena mereka salah memilih distributor. Uang yang
Flashback on“Rentina, ikhlaskan kepergian mereka!” ucap tantenya sambil memeluk tubuh remaja Rentina.Rentina mengatupkan mulutnya. Membungkam kesedihan yang membendung. Hari itu adalah hari yang sangat buruk bagi Rentina. Tak pernah ia bayangkan bahwa hari itu datang, hari dimana ia kehilangan dua orang yang disayanginya yaitu papa dan mamanya.“Tante, kata ikhlas memang mudah diucapkan tetapi, sangat sulit untuk diimplementasikan. Bagaimana aku akan menjalani hariku tanpa mereka? Aku hanya anak tunggal. Aku tak memiliki apapun dan siapapun lagi.”Rentina tahu bahwa ini kehendak Tuhan akan tetapi ia belum siap. Hati dan kepalanya terus berbicara akan sendiri yang akan dihadapinya. Rentina menekuk lututnya kemudian memeluk lutut itu, menggambarkan bahwa ia hanya bisa bertahan dengan dirinya sendiri. Hartanya adalah dirinya sendiri. Ia menangkup dan menangis sekencang-kencangnya. Para pelayat yang mengirimkan doa kepada orangtuanya
“Apa sebenarnya penyebab kalian merusak rumah tangga ku?”Rina tak mampu menahan seluruh gejolak pertanyaan yang telah dari Singapore ia pendam. Rina tak mementingkan waktu jika saat ini antara Rentina dan Dewo sedang bersitegang. Ia hanya ingin tahu agar dadanya tak sesak menahan.Mata Rentina beralih pada Rina. Alih-alih menjawab, ia justru menyunggingkan senyuman seakan mengejek Rina. Senyuman yang dulunya hangat kini menjadi tajam yang mampu menyabik hati Rina.“Karena kamu terlalu sombong, Rina.”Rina terpancing untuk menghampiri Rentina. Entah hanya sekedar mendekatkan telinganya agar memastikan bahwa ia tak salah dengar. Namun, Dewo segera mencegahnya. Dewo menarik tangan Rina dan membisikkan kata-kata penenang.Rina memejamkan mata kemudian mengatur emosinya. Ia tak boleh terpancing demi permasalahan ini cepat diselesaikan. Melihat wajah Rentina terlalu lama akan mempengaruhi kesehatan jantungnya.“Kamu
Rina menyunggingkan senyuman kepada Bian setelah mendengar teriakan Indira. Wanita itu sangat kacau dan berantakan. Rina mengira bahwa mentalnya telah terguncang. Ia mendekati Dewo dan bertanya apa yang sebenarnya terjadi kepada Indira. Dewo hanya menjawab dengan mengangkat bahunya membuat Rina menghela napas malas. Sudah dalam keadaan seperti ini pun Dewo masih sempat untuk bermain rahasia. Di hadapan Rams dan Rentina terbentang sebuah sofa panjang dengan sebuah meja di hadapannya yang berisi banyak makanan dan juga minuman. Dewo mengajak mereka semua untuk duduk. “Rentina, Rams dan Indira kehadiranku membawa mereka semua ke sini bukan untuk menghukum kalian. Aku tahu semua orang pasti pernah melakukan kesalahan tidak terkecuali diriku sendiri. Aku ingin kita menyelesaikan dengan damai dan secara kekeluargaan. Tolong akui semua kesalahan kalian!” Tak munafik bahwa kekesalan Dewo kepada tiga manusia di hadapannya sudah mengubun-ubun tetapi ia masih memiliki h
Pesawat yang ditumpangi mendarat indah di Bandar udara Soekarno Hatta. Dewo beserta rombongan segera menaiki mobil yang telah disediakan. Perjalanan selanjtunya adalah menuju tempat penyekapan Rams dan Rentina. Sepanjang perjalanan, semua tampak tak banyak bicara. Hanya diam dan menerka-nerka akan bagaimana kelanjutan cerita ini.Begitu sampai tempat penyekapan, Salim telah menunggu mereka. Ia segera mendekat dan menyapa satu-persatu. Dewo tersenyum ramah dan juga berjalan di samping Salim.“Lalu, apa yang akan kau lakukan?” Siapapun pasti akan sangat penasaran. Begitu pula dengan Salim. Sudah lama ia menanti hari ini. Ia juga sudah lelah menebak konspirasi di antara semuanya.“Dimana Bema dan Brian?” Dewo berhenti dan memperhatikan sekitar. Hal tersebut juga membuat semuanya berhenti dan mengikuti arah pandang Dewo.“Aku sudah meminta mereka datang tetapi tidak tahu kemana dua anak itu.” Tak ingin membuat suasana hati
Langit cerah menutupi raut kemarahan dari dua anak manusia yang saling berhadapan dengan kondisi tubuh terikat tali. Mereka adalah Rentina dan Rams. Rentina menggerakkan tubuhnya; menggapai-gapai tangan Rams. Ia tak bisa dengan lantang menyuarakan isi kepalanya sebab mulutnya ditutupi lakban hitam yang menyebalkan.Rentina berusaha berbicara lewat mata. Sayangnya Rams nampak tak tertarik, ia memutar lehernya dan lebih memilih menatap dinding yang dipenuhi sarang laba-laba tersebut. Lebih baik melihat itu dari pada menatap Rentina dengan segala gejolak emosinya.“Apa kau tak ingin mengalahkan Dewo di dunia bisnis?” Rams mengingat dengan jelas kata-kata yang diucapkan Rentina dahulu. Kata yang menjadi mantra untuknya melakukan segala cara agar mengalahkan Dewo. Meski Dewo bukan tandingannya di dunia bisnis tetapi Rams mengal
Berdamai dengan keadaan adalah jalan yang dipilih Rina meski hati masih berbentur dengan luka masa lalu, tetapi ia begitu sadar bahwa semua karena jebakan. Rina memang mencoba untuk memaafkan Mellisa. Melihat Archi yang sedikit trauma membuat Rina merasa iba. Ia pernah melihat jiwa Byanca terguncang. Oleh sebab itu, ia tak ingin Archi juga nekat melakukan apa yang Byanca lakukan dahulu.Mellisa merasa terharu atas sikap Rina. Ia berulang mengucapkan terima kasih bahkan ia secara refelks memeluk Rina. Semua ini di luar ekspektasinya. Mellisa iri dengan Rina yang memiliki hati begitu lembut. Ia berjanji akan menjadikan dirinya lebih baik lagi untuk membalas kebaikan Rina. Untuk Dewo, ia tak akan mengejarnya lagi. Terserah pada Dewo untuk hidup seperti apa, lagi pula mereka telah berpisah sejak beberapa bulan yang lalu.Usai melepaskan pelukan Mellisa, Rina menatap Dewo dengan ekspresi tak terbaca. Dewo menaikkan sebelah alisnya tanda tak mengerti arti tatapan itu. Rina t