Share

KALI KEDUA
KALI KEDUA
Author: Nahla Farisya

BAB 1

Author: Nahla Farisya
last update Last Updated: 2024-10-29 19:42:56

Suara burung berkicau saling bersahutan. Sinar mentari menembus celah-celah jendela. Biasanya setelah shalat subuh segera ke dapur. Namun kali ini tidak. Pikiranku yang membuatku tidak bersemangat untuk melakukan aktivitas sebagai seorang istri. Ya,aku mulai jenuh dengan pernikahan ini. Kuhembuskan napas berpikir bahwa segala beban akan ikut keluar. Nyatanya tak jua hilang dari hati dan pikiranku. Sungguh aku lelah. Ini lebih berat dari yang kukira.

 

 Kulipat mukenah dan sajadah. Dan ku taruh diatas dipan. Melangkah menuju ke kamar mandi untuk menyegarkan wajah yang sangat kusut seperti pakaian yang lama belum di setrika. Mengeringkan wajah kemudian keluar dari kamar mandi. Diluar kamar terdengar suara pisau dan telenan yang beradu. Kuhela napas dan kuhembuskan sangat kencang. Dia sudah sibuk di dapur sepagi ini. Mungkin dia mengira aku belum bangun. Sebenarnya dia bukan suami yang buruk. Dia baik bahkan sangat baik. Pria beristri mana yang sudah sibuk di dapur sepagi ini? Padahal istrinya segar bugar. Hanya suasana hatinya saja yang sedikit bermasalah. 

 

Kubuka pintu kamar menuju dapur. Terlihat punggungnya yang tengah membelakangiku. Dia memang seorang pria yang sempurna. Pria tampan,mapan dan memiliki jabatan yang sangat tinggi di kantornya. Usia muda tak menghalanginya untuk mengepakan sayap di dunia bisnis. Tak ada yang kurang darinya. Hanya saja selama 2 tahun sebagai suami dia tak ubahnya orang asing untukku. Kami hanya berlaku sebagai suami istri di depan kolega dan keluarganya saja. Selebihnya kami menjalani hidup masing-masing.

 

Dulu kami adalah senior dan junior di kampus ternama di ibu kota. Dia mengambil management bisnis. Sedangkan aku mengambil filologi karena rasa sukaku pada aksara. Bagi semua orang dia adalah sosok yang sangat sempurna. Bukan hanya fisik namun sikapnya yang humble pada setiap orang dan juga pintar mengambil hati orang lain. Walaupun begitu dia tampak selalu dingin dan ketus pada setiap wanita. Begitu pula padaku. Dia membangun dinding kokoh yang sangat tinggi pada semua orang. Batasan yang dia bangun seolah tak pernah tertembus oleh siapa pun.

 

Aku dan dia menjalani pernikahan kontrak. Pernikahan yang bahkan tak terlintas di pikiranku. Sikapnya yang terkesan menjaga jarak. Bahkan menutup diri membuatku tersiksa. Kami bagaikan dua orang asing yang tinggal dalam satu atap. Bayangkan ketika keberadaan kita ada namun seolah tiada. Menyakiti secara tidak langsung.

 

"Duduklah. Aku sudah membuat nasi goreng." Dia berkata sambil memakai jas. Dia melihatku sekilas lalu berbalik. 

 

"Ba-baik." Ucapku tergagap. 

 

"Makanlah yang banyak. Kamu terlihat kurusan. Pipimu tirus." 

 

"Iya kah?" Tanyaku sambil memegangi pipiku. Dia hanya tersenyum samar. 

 

"Jangan lupa nanti sore ada undangan makan malam bersama kolega." Ujarnya tanpa menatapku. Tangannya begitu sibuk memakai dasi. 

 

"Iya. Jam berapa acaranya?"

 

"Jam 7 malam. Nanti aku kirim mobil untuk menjemputmu."

 

"Ya baiklah."

 

"Aku berangkat." Ucapnya sambil berlalu.

 

Tak ada uluran tangan ataupun kecupan hangat di kening seperti suami istri pada umumnya. Hubungan kami sangatlah kaku. Bahkan amat sangat kaku. Dia sibuk dengan bisnis dan dunianya. Aku pun begitu. Sibuk memikirkan diri sendiri. Hubungan aneh ini sudah bertahan 2 tahun lamanya. 

 

"Andai kau bisa memandangku sedikit saja..." Pikiranku melayang pada kejadian dua tahun yang lalu.

 

Flash back

 

"Menikahlah denganku." Ucapnya 2 tahun yang lalu. Di sebuah kafe di tengah kota dia menjagakku bertemu.

 

"A-apa?"

 

"Jadilah istriku." Ucapnya sekali lagi.

 

"Jangan bercanda. Ini gak lucu." Aku terkekeh pelan.

 

"Aku tidak bercanda." 

 

"Leluconmu tidak lucu sama sekali senior." Tuturku sambil menelisik wajah serius dihadapanku. Namun tak ada kebohongan ataupun gurauan di wajahnya.

 

"Ini bukan lelucon." Jawabnya berbalik menatapku dengan serius sambil memcondongkan tubuhnya. Sedangkan aku memundurkan tubuhku.

 

"Aku tau kamu butuh uang. Dan aku butuh seorang istri." Ucapnya sarkas dan membuat wajahku mengeras seketika. Aku sungguh emosi. Hingga tanpa kusadari aku memajukan badanku. 

 

"Kalau anda mengajak ketemuan hanya untuk omong kosong mending aku pulang saja. Buang-buang waktu." Kutenggak minuman di hadapanku hingga tandas. Rasanya ubun-ubun kepalaku panas. Kuberanjak pergi namun tangan kokoh itu menahanku.

 

"Simbiosis mutualisme."

 

"Lupakanlah. Aku tak tertarik." Kuhempaskan tanganku agar terlepas dari genggamannya.

 

"Keluargaku meminta syarat aneh. Mereka ingin melihatku menikah sebelum menjabat sebagai direktur utama."

 

"Ya tinggal menikah. Apa masalahnya?"

 

"Masalahnya aku tak memiliki pacar atau teman dekat. Kakakku yang memintaku menemuimu. Kamu butuh uang. Dan aku hanya butuh status."

 

"Aku memang butuh uang. Tapi aku tak mau menikah tanpa cinta. Apalagi kita tak begitu saling kenal." Ucapku sambil berdiri. 

 

" Aku akan menjamin hidupmu. Tak perlu mengemis uang pada orang-orang sombong itu. Kau hanya berperan sebagai istriku saat acara penting. Lalu kita jalani hidup masing-masing. Aku takkan mencampuri urusanmu begitu pula sebaliknya."

 

"Aku tak tertarik." Ucapku berbalik.

 

"Aku akan memberimu uang untuk melunasi hutang ayahmu. 1 Milyar pun akan aku bayarkan." Ucapnya santai. Sedangkan mataku terbelalak mendengar kata 1 Milyar.

 

"Mau kau beri 100 Milyar pun aku tak sudi." Sanggahku

 

"Pikirkanlah tawaranku." Usulnya. Mata kami beradu pandang. Sorot matanya begitu tajam. Lalu meredup.

 

"Jika kepalamu sudah tak sekeras batu. Datanglah ke kantorku. Ini kartu namanya. Aku tunggu." Tuturnya sebelum beranjak pergi. 

 

"Pe-De sekali dia." Gerutuku.

 

 Aku hanya diam mematung melihat kartu nama di hadapanku. Rasendria Group.

 

ERLAND RASENDRIA.

 

DIREKTUR UTAMA.

 

Tanganku gemetar mengeja aksara pada kartu kecil di hadapanku. Bukankah ini perusahaan terkenal? Lalu sekejap kemudian mataku beralih ke tubuh tegap yang keluar dari kafe dan melesatkan mobil Lexus hitamnya. Jadi yang ada di depanku adalah orang itu? Yang dibicarakan di infotainment dan masuk nominasi di majalah Forbes tahun ini sebagai pria terseksi dan terkaya. 

 

Aku tertegun memikirkan perkataannya. Pria yang aneh. Bagaimana bisa dia mengajakku menikah. Padahal baru kemarin dia menolongku yang terjatuh di pinggir jalan karena kejaran para renternir gila itu. Lalu kemudian mengajakku bertemu di kafe hari ini. Aku melangkahkan kaki ke depan kasir untuk membayar bill. Tetapi kasir itu bilang sudah dibayar. Hah syukurlah dia membayar minumanku. Jadi aku tidak harus jalan kaki pulang dari sini. Mana tadi dia ga ngajakin pulang bareng. Pria menyebalkan.

 

Aku berjalan sambil memikirkan tawaran anehnya tadi. Apa katanya? Menjadi istrinya saat acara penting? Cih apakah dia tak berpikir bahwa aku perempuan yang memiliki perasaan bukan boneka hidup yang bisa diatur semaunya. Seenaknya saja.

 

Kulangkahkan kaki membelah jalanan yang tak terlalu padat karena gerimis. Enah kenapa hatiku begitu bimbang. Satu sisi kata-katanya benar. Sisi yang lain aku tak mau menerimanya begitu saja. Ah sudahlah aku sudah terlalu pusing memikirkan hidupku. Ditambah pria absurd tadi.

 

 

Comments (1)
goodnovel comment avatar
Felicia Aileen
awal yang bagus.. boleh kasih tau akun sosmed ga ya soalnya pengen aku share ke sosmed trs tag akun author :)
VIEW ALL COMMENTS

Related chapters

  • KALI KEDUA   BAB 2

    Setelah pertemuan hari itu. Kami tak pernah bertemu lagi. Namun hidupku selalu di teror. Para renternir itu selalu merongrong keluarga kami. Ayah yang seorang petani harus meminjam uang pada renternir sebanyak 100 juta untuk berobat Nenek yang terkena kanker getah bening. Seangkan saudara Ayah tak ada yang bisa membantu karena nasib kami sama saja. Sedangkan jasa cuci gosok ibu tak seramai dulu karena para tetangga lebih suka ke laundry.Untungnya kuliahku gratis karena beasiswa. Selain kuliah aku pun mengajar les privat dirumah sebagai tambahan kebutuhan dapur. Namun uang itu selalu tak cukup karena aku pun harus menganggung cicilan yang semakin hari bunganya semakin mencekik saja. Padahal sudah dibayarkan tapi tak pernah lunas. Entah bagaimana cara mereka menghitung.Hingga suatu hari ayah pulang dengan wajah babak belur. Menurut warga yang mengantarkannya beliau dipukuli oleh anak buah juragan Beni. Renternir yang member

  • KALI KEDUA   BAB 3

    TINGTONGBel rumah berbunyi. Mungkin itu adalah Pak Bayu supir keluarga suamiku. Aku segera merapikan riasan wajahku. Mematut diri di cermin. Rambutku pun sudah rapih. Tak perlu menyanggulnya karena Erland suamiku tak menyukainya. Lebih suka jika rambutku tergerai. Lipstik warna peach dan dress yang minggu kemarin dibelikan olehnya. Dia yang akan rempong menyiapkan ini dan itu agar istrinya tak terlihat kampungan."Setidaknya jangan membuatku malu." Itu yang selalu dia katakan padaku.Kulangkahkan kaki keluar rumah. Pak Bayu menyambutku dengan senyum khasnya. Setelah itu beliau membukakan pintu belakang untukku. Ku ucapkan terimakasih. Lalu mobil pun melesat ke hotel Emerald di tengah kota. Tadi Erland menelpon jika dia sudah menunggu di lobby hotel."Nona Maudy permen kesukaan anda ada di kotak samping mobil." Ucap Pak Bayu

  • KALI KEDUA   BAB 4

    Aku menikmati salad buah dengan tidak selera. Bagaimana aku harus berselera? Makan malam hanya dengan potongan buah dan sayuran. Padahal disana potongan daging rendang begitu nikmat. Lalu ada ayam lado mudo. Ayam pop dan juga kerupuk udang. Orang Indonesia macam aku berasa tak makan hanya dengan potongan buah macam ini. Tetapi tadi gerombolan Keluarga Rasendria yang terhormat itu menyuruhku makan salad buah. Itupun harus di iringi cibiran pedas. Yang katanya orang kampung mana tahan lihat makanan enak. Hingga terpaksalah aku hanya mengambil salad ini dengan hati dongkol.Aku hanya menghentak hentakkan sendok. Tanpa berniat menyuapkannya kedalam mulutku. Sungguh ku tak berselera sama sekali. Hingga tangan besar nan halus itu meyentuh tanganku. Dia mengambil sendok di tanganku. Dan meletakkannya di samping piring."Jangan memaksa apa yang tak kamu suka." Sarannya seraya mengelus punggung tanganku.Ku dongakkan kepala menatapnya. Dia berdiri lalu menarik tangan

  • KALI KEDUA   BAB 5

    Semangkuk lontong sayur sudah tersaji diatas meja. Kulihat kamarnya tertutup rapat. Mungkin dia sudah pergi ke kantor. Kunikmati makananku dalam diam. Lontong sayur ini mungkin lebih nikmat jika dimakan beramai-ramai. Seperti saat di kampung dulu. Singkong rebus pun terasa nikmat jika dimakan bersama keluarga. Beginilah rasanya hidup dengan orang kaya yang sangat sibuk. Waktu adalah uang. Kebersamaan seolah tak ada arti.Terkadang rasa rindu pada ayah,ibu dan Afnan adikku menyeruak. Ingin kubawa mereka kesini. Menemaniku yang setiap hari hanya berteman sepi. Pernah ku meminta mereka datang ke rumah ini. Namun mereka sering menolak. Takut mengganggu privasi suamiku. Jadi aku hanya menelpon mereka jika sempat.Awalnya aku mengusulkan agar kami mimiliki asisten rumah tangga. Tapi dia menolak. Katanya takut jika rahasia kami terbongkar. Dan dia merasa terganggu jika ada orang lain. Padahal aku butuh teman. Jika saja ada pekerjaan mengolah naskah kuno. A

  • KALI KEDUA   BAB 6

    Apa yang sebenarnya aku lakukan? Kenapa aku harus marah melihat Erland dengan wanita itu. Bisa saja kan dia rekan bisnisnya. Bodoh. Aku merutuki diri sendiri. Mondar-mandir di kamar tidak jelas. Menunggu kepulangan suamiku. Kenapa aku begitu peduli padanya?"Ini gila. Aku benar-benar gila." Gumamku merutuki diri sendiri.Untuk mengenyahkan pikiranku pada dua orang itu aku melakukan apapun. Membersihkan kamar mandi,dapur,halaman rumah. Bahkan aku yang sangat malas ngepel akhirnya mengepel seluruh lantai. Menyetrika seluruh pakaian. Namun bayangan mereka tetap saja tertinggal di pikiranku."Sebenarnya apa yang terjadi? Ini pertama kalinya aku begitu memikirkannya." Gumamku pada diri sendiriSudah hampir tengah malam. Tapi tidak ada tanda-tanda kepulangannya. Aku menunggunya di teras lalu masuk ke kamar. Ke teras lagi lalu ke kamar lagi. Begitu seterusnya. R

  • KALI KEDUA   BAB 7

    Akhirnya kuputuskan untuk tidak membahas perihal perceraian. Ingin rasanya mencoba untuk menjadi istri sesungguhnya. Mungkinkah akan ada perubahan besar dalam hubungan kami ke depannya? Apalagi kemarin aku lihat ulet keket yang bergelayut manja di lengan suamiku. Tapi darimana aku harus memulainya? Ayolah berpikir Maudy.Aha aku ada ide!"Hallo mama,apa kabar?"[Baik. Kamu apa kabar cantik?]"Baik juga ma. Oya boleh Maudy bertanya sesuatu?"[Tentu sayang. Tanyalah apapun gratis kok]"Terimakasih ma. Sebenernya apa makanan atau minuman kesukaan Kak Erland?"[Tunggu! Kamu masih manggil suamimu Kakak?]Astaga naga mati aku."Maaf ma. Maksud Maudy..."[Hahaha mama hanya bercanda sayang. Panggil dia sesukamu. Makanan kesukaan suamimu ya? Sebenarnya mama ga terlalu tahu makanan kesukaan dia saat ini. Karena hampir 5 tahun Erland di Aussie. Tapi seingat mama waktu kecil Erland suka garang asem. Nanti mama kir

  • KALI KEDUA   BAB 8

    Aku meringkuk diatas ranjang. Perutku terasa ditusuk-tusuk ribuan jarum. Sakit dan perih. Kuraih obat pereda nyeri lambung dan mengunyahnya. Kutarik selimut semakin rapat. Mataku terpejam namun tak bisa tidur.TOKTOKTOKSuara ketukan pintu membuat mataku terbuka. Aku bangkit dari ranjang dengan terhuyung kugapai gagang pintu dan membukanya. Wajah tampan itu tersenyum tangannya menenteng segelas teh manis dan semangkuk bubur. Dia segera masuk dan menuntunku. Mendudukanku diatas ranjang. Sikapnya yang lembut membuatku nyaman."Kubuatkan bubur putih. Tadi kuhaluskan dengan foodprocesor dulu. Kemarin dokter bilang magh-mu kambuh. Harus makan yang halus." Kuperhatikan gerak bibirnya dan mengangguk."Taruh saja diatas meja nanti kumakan." Ujarku merebahkan diri."Kau harus banyak makan. Kusuapi ya." Bujuknya menyendokkan bubur."Aku bisa makan sendiri." Ucapku merebut sendok dan mangkuk. Menyuapkan sedikit bubur kedalam mulut

  • KALI KEDUA   BAB 9

    Aku terpukau dan takjub dengan susunan foto tersebut. Mungkin jika di ikut sertakan dalam pameran akan menjadi menarik pikirku. Hingga akhirnya kututup pintu rahasia disebalik rak buku tersebut."Lancang!" Serunya ketus. Kutersentak kaget hingga buku merah itu jatuh dari tanganku.Aku tak berani membalikkan tubuhku. Suara tegas nan dingin di belakangku membuatku gemetar. Aku sudah tertangkap basah. Kupejamkan mata. Kudengar langkah kakinya mendekat. Bisa kurasakan emosi yang tertahan darinya. Aura di kamar ini mendadak engap dan sesak. Lalu tanpa di duga dia memegang erat lenganku kemudian menarikku keluar dari kamarnya."Pergi!" Sergahnya seraya menutupnya sangat keras bahkan hentakannya membuat seluruh ruangan bergetar.Kutekan dadaku. Tubuhku meluruh ke lantai. Sungguh aku sangat menyesal. Namun disatu sisi aku merasa takjub. Ada satu hal yang membuatku semakin tersadar. Dia bukan laki-laki sembarangan. Foto-foto tadi membuktikan segalanya. Aku t

Latest chapter

  • KALI KEDUA   BAB 22

    Tubuhku gemetar... Erland mendekatkan tubuhnya sedangkan aku memundurkan tubuhku. Dia tersenyum namun lima detik kemudian dia mendekatkan wajahnya. Dan CUP. Satu kecupan berhasil dicurinya dariku. Kucoba untuk bangkit. Namun tangannya berhasil menahanku. Sekali lagi dia mendekatkan wajahnya. Seketika aroma mint berembus menerpa wajahku. Getaran di dadaku semakin bertalu. Tanpa sadar kupejamkan mataku. Hingga hembusan napasnya terasa sangat dekat. "Kau sangat cantik istriku." Bisiknya. Aku membuka mata dan terlihat senyuman manis itu di depan mataku. Kupalingkan wajah ke kanan. Namun hembusan napasnya terasa di leher. "Aku menginginkanmu sayang." Lirihnya. Bulu kudukku terasa meremang bahkan aliran darahku terasa cepat. "Apa yang kau inginkan?" Tanyaku polos. "Hakku. Yaitu tubuhmu." "Ja-jangan!" "Kenapa? Bukankah kita sudah terlalu lama menunggu moment malam pertama ini setelah tertunda berbulan

  • KALI KEDUA   BAB 21

    Sebulan setelah kejadian itu ayah dan ibu kembali ke rumah. Keadaan ibu mulai berangsur membaik walaupun tatapannya masih sedikit kosong. Ayah tak pernah meninggalkan ibu sejenak pun. Hingga malam itu ibu memintaku datang ke kamarnya. Ibu menangis memelukku begitu pula aku. Bagaimanapun beliau adalah seseorang yang sangat berarti dalam hidupku."Ada rahasia yang harus kamu ketahui nak. Tapi ibu mohon jangan potong cerita ibu hingga selesai.""Baik bu. Aku akan mendengarkan baik-baik.""Malam senin 27 tahun yang lalu. Ibu menemukan seorang bayi perempuan cantik di depan gubuk kami. Saat itu ayah kamu pulang setelah mengairi sawah terkejut melihat ibu sudah menggendong bayi merah. Ayah meminta ibu untuk menyerahkan bayi itu pada perangkat desa. Namun ibu bergeming. Hati ibu tertaut pada bayi mungil itu." Ibu berhenti lantas menarik napas sejenak."Lima tahun kemudian,tuan Rasendria datang ke rumah ini untuk membawamu pergi. Namun ibu lagi dan lagi mem

  • KALI KEDUA   BAB 20

    Pikiranku begitu buntu mendengar bahwa orang tuaku di jemput oleh orang yang tak dikenal. Aku masuk ke dalam rumah dan mencoba mencari petunjuk. Namun tak kutemukan sedikitpun. Aku hanya bisa manangis dan menghibur diriku sendiri agar tenang. Namun tak bisa. Hingga suara handphone menyadarkanku agar lekas menghubungi pihak berwajib. Tapi saat aku memencet tombol dial. Nomor tak dikenal terpampang dilayar 5.5 inch ditanganku."Hallo..." Ucapku tak sabar. Aku yakin jika dilah yang membawa ayah dan ibu."Bagaimana kejutan dariku?" Ucap seseoramg di seberang sana. Aku sangat mengenal suaranya."Dimana ayah dan ibuku jalang." Tanyaku sarkas."Tentu saja di tempat yang...ra-ha-sia." Sahutnya tertawa."Ini tidak lucu. Cepat katakan dimana ayah dan ibuku?""Tentu saja aku tidak mau.""Lalu apa maumu?""Oh malangnya. Apa kau mau mengabulkannya jika tau apa mauku?""Ya. Apa maumu dan jangan sakiti ayah dan ibuku!""Tentu sa

  • KALI KEDUA   BAB 19

    Berada dalam pelukannya hanya membuatku merasa sesak. Tak sepicing pun mataku terpejam. Semua rasa terasa menguap begitu saja. Aku ingin menyelami dasar hatinya. Namun aku pun tersedak rasa dari ombak perasaanku sendiri. Hembusan napasnya jelas terasa di tengkuk ku. Begitu teratur dan nyaman mungkin dia sudah terlelap dalam mimpi indahnya.Kuelus lengannya dengan lembut. Dan menggumamkan kata maaf. Dan aku tersentak saat tangan itu bergerak membalikkan tubuhku mengahadapnya. Ternyata dia belum tidur. Dia tersenyum."Kau belum tidur?" Dia bertanya seraya menyinkirkan anak rambutku yang berkeliaran di wajahku."Belum. Aku tidak bisa tidur." Sahutku menatap manik matanya yang cobalt."Jangan terlalu dipikirkan. Apapaun pilihanmu aku akan mengabulkannya." Yakinnya."Lalu kenapa kau masih mengenakan cincin?" Tanyaku menunjuk jari manisnya."Ah ya. Selama dua tahun aku tak pernah melepasnya. Jadi boleh aku menggunakannya sampai selesai persi

  • KALI KEDUA   BAB 18

    Seminggu telah berlalu. Radit dan Michael sangat membantuku di laboratorium. Mengarahkan ini dan itu. Aku merasa sangat terbantu berkat mereka. Bahkan Radit sempat ngotot ingin mengantarku dan menjemputku namun Mike selalu mengingatkannya agar tak menggangguku apalagi mencampuri urusanku. "Menurutlah padaku Dit sebelum kau jadi daging cincang. Kau ingat betapa mengerikannya pria itu jika marah?" Mike berkata datar pada Radit yang disambut kekehan. "Ya,ya. Apa salahnya mengantarnya pulang atau menjemputnya? Toh dia juga sepupu kita." Bantah Radit kemudian "Tapi tindakanmu sangat lancang." Mike menoyor kepala Radit gemas. "Ah tidak apa-apa aku pulang sendiri saja." Segera kusudahi perdebatan mereka. "Apa Kak Erland tinggal bersamamu?" "Tidak. Aku tinggal sendirian. Tapi sewaktu-waktu Erland mampir." "Wah jadi benar rumor itu? Kalau begitu kapan-kapan kami boleh main kan? Aku ingin bertemu Kak Erland." Rumor apa? Tan

  • KALI KEDUA   BAB 17

    Setelah kepergian Antony,hanya dua wanita itu yang terlihat sibuk menata barang-barangku. Aku berkeliling melihat satu persatu ruangan. Rumah ini lebih kecil dari rumah sebelumnya. Hanya ada dua kamar,ruang tamu,ruang keluarga dan dapur. Di belakang rumah ada taman kecil dan kolan ikan. Sepertinya aku memang tidak butuh pelayan. Erland berlebihan sekali. "Ada yang bisa kami kerjakan lagi nona?" Tawar salah satu yang terlihat lebih tua. "Tidak. Duduklah. Kita belum sempat berkenalan." Kupersilahkan mereka duduk. "Baik nona." Mereka malah duduk di lantai. Aku terkejut. "Di kursi saja. Lantainya sangat dingin." "Maaf nona. Tidak apa-apa kami sudah biasa." "Jangan dibiasakan jika dirumahku. Aku ingin kalian nyaman disini." "Baik nona. Terima kasih." Lalu keduanya dusuk diatas kursi. "Siapa nama kalian?" Tanyku seraya memandang keduanya bergantian. "Nama saya Fitri dan dia adik saya Nia nona Maudy." Fitri

  • KALI KEDUA   BAB 16

    "Dy...Maudy." Panggilan itu samar namun semakin jelas. Lalu kemudian samar lagi."Sadarlah!" Kurasakan dia menepuk pelan pipiku. Lalu menggendongnya ke kamar. Ingin kubuka mataku namun seperti di olesi lem. Sangat lengket.Sepertinya aku tidak sadarkan diri tadi. Tubuhku lemas dan tak bertenaga. Aku hanya bisa mendengar suara grasak grusuk tanpa bisa melihatnya. Hingga sebuah benda dingin menekan dadaku. Dan aroma minyak kayu putih semakin kuat menusuk indra penciumanku.Saat tersadar aku melihat ruangan serba putih. Hingga mataku menangkap sosok pria yang tengah tertidur dipinggir ranjang. Wajahnya yang tenang terlihat sangat lelah. Sedangkan di samping tanganku selang infus menjuntai hingga menancap di pergelangan tangan kiriku.Kuelus rambutnya yang hitam kecoklatan. Setelah beberapa bulan tak menyentuhnya. Kini aku bisa mengelus rambutnya bahkan pipinya."Maafkan aku sudah merepotkanmu. Harusnya aku pindah hari ini." Lirihku cairan

  • KALI KEDUA   BAB 15

    TOK TOK TOK Suara pintu di ketuk. Aku membereskan peralatan makan. Dan segera menuju pintu. Saat pintu terkuak. Seraut wajah laki-laki sebaya nan berwibawa itu muncul. Wajahnya sangat mirip dengan Vanya. Paman Andreas. Aku menundukkan kepala. "Paman?" Sapaku seraya menunduk menjabat tangannya. Namun dia mengibaskan tangan seperti jijik. Aku melihat ke belakangnya. "Aku hanya mampir sebentar. Jadi hanya sendiri." Beliau menjawab seolah tau apa yang ada di kepalaku. Aku pun mengangguk. Pertanda mengerti. "Silahkan duduk Paman." Kupersilan beliau duduk. Aku pun menyusul beliau duduk sedikit jauh. "Maaf,ada yang bisa Maudy bantu Paman?" Tanyaku hati-hati. Karena beliau hanya diam tanpa bicara. "Sebenarnya aku hanya ingin mengucapkan terima kasih. Karena tanpa kuminta kau mau melepaskan diri dari Erland." DEG. Jantungku berdetak lebih cepat. Apa maksud beliau. Apakah Erland sudah memberitahunya? Sedangkan

  • KALI KEDUA   BAB 14

    Aku mencuci pakaian dan bedcover yang telah terpakai. Agar dirumah baru nanti pekerjaanku tidak terlalu banyak. Ditempat menjemur pakaian kulihat Erland sibuk di dapur. Seperti biasa dia membuat sarapan sebelum ke kantor. Aku memandang wajahnya. Tangannya berkali-kali mengusap keringat. Tak kupungkiri wajah tampannya."Ketampanannya bertambah jika sedang memegang spatula begitu." Pujiku. "Namun sayang sebentar lagi akan menjadi mantan. Mantan terindah." Imbuhku lalu kugelengkan kepala. Bahaya jika diteruskan bisa diabetes.Masuk kedalam kamar. Aku mengepack pakaian,make up dan sepatu ke dalam koper sedangkan buku-buku sudah terlebih dulu di kirimkan kesana oleh Erland. Kutinggalkan gaun-gaun pesta. Aku sudah tidak begitu membutuhkannya nanti. Biarlah menjadi urusan Erland. Mau dibuang atau disumbangkan."Tinggalkan beberapa pakaianmu." Pintanya. Aku berbalik menatapnya heran."Kenapa?""Aku hanya memberitahu mama dan p

DMCA.com Protection Status