Share

BAB 2

Penulis: Nahla Farisya
last update Terakhir Diperbarui: 2021-07-26 09:09:07

Setelah pertemuan hari itu. Kami tak pernah bertemu lagi. Namun hidupku selalu di teror. Para renternir itu selalu merongrong keluarga kami. Ayah yang seorang petani harus meminjam uang pada renternir sebanyak 100 juta untuk berobat Nenek yang terkena kanker getah bening. Seangkan saudara Ayah tak ada yang bisa membantu karena nasib kami sama saja. Sedangkan jasa cuci gosok ibu tak seramai dulu karena para tetangga lebih suka ke laundry.

 

Untungnya kuliahku gratis karena beasiswa. Selain kuliah aku pun mengajar les privat dirumah sebagai tambahan kebutuhan dapur. Namun uang itu selalu tak cukup karena aku pun harus menganggung cicilan yang semakin hari bunganya semakin mencekik saja. Padahal sudah dibayarkan tapi tak pernah lunas. Entah bagaimana cara mereka menghitung.

 

Hingga suatu hari ayah pulang dengan wajah babak belur. Menurut warga yang mengantarkannya beliau dipukuli oleh anak buah juragan Beni. Renternir yang memberikan pinjaman. Kugenggam tangan ayah sambil mengobati lukanya. Ayah hanya meringis. 

 

Hatiku nelangsa. Tak pelak juga kejadian ini membuatku marah. Ayah yang begitu aku sayangi terlihat begitu menyedihkan. Pipi keriputnya penuh luka. Bahkan tangannya terdapat luka yang cukup serius. Entah berapa jahitan. 

 

"Harusnya ayah berteriak. Jangan diam saja. Aku janji akan bekerja lebih keras lagi. Doakan aku Yah. Agar Maudy cepat lulus dan bekerja." 

 

"Iya nak. Pasti. Namun..."

 

"Ada apa Yah?"

 

"Pergilah nak,jangan pulang ke kampung ini dulu. Karena juragan Beni mengancam jika ayah tak bisa membayarkan hutangnya. Maka kamu yang akan dijadikan jaminan. Ayah tidak rela." Ucap ayah parau. Kami berempat menangis. Ayah,ibu dan adikku merangkulku. 

 

"Tidak. Itu tidak akan terjadi."

 

"Tapi Ayah khawatir."

 

"Aku ga akan ninggalin kalian. Aku janji. Kita hadapi juragan Beni sama-sama." Tegasku sambil memandang wajah Ayah dan ibu bergantian. Kami menangis berangkulan. 

 

Dan setiap hari anak buah juragan itu selalu membuat keributan dirumah. Membawa apa yang bisa dibawa. Bahkan dia mengancam akan membakar rumah kami. Adik laki-lakiku pun selalu menjadi bulan-bulanan mereka. Seperti budak bekerja di sawah milik juragan tanpa bayaran. Sedangkan aku disamping mengajar les,aku juga menjadi tukang cuci mobil di sebuah bengkel. Hingga sepulangnya dari bengkel aku melihat Ayah an ibu tengah bersimpuh di kaki juragan Beni. Sedangkan para tetangga hana menonton saja. Aku sungguh tak tahan. 

 

"Sudah cukup." Sergahku. 

 

"Hai manis. Kamu mau kan jadi istri ke empatku?" Ucap juragan Beni.

 

"Dari hatiku yang terdalam. Sungguh aku tak sudi menjadi istrimu Pak Tua."

 

"Dasar jalang! Lancang sekali mulutmu. Jika kau tidak melunasi hutang ayahmu tinggal kau lihat Ayah dan Ibumu akan kujadikan makanan buaya-buaya peliharaanku."

 

"Aku pasti akan melunasinya."

 

"Hahaha sombong sekali jalang ini. Baiklah,aku akan beri kalian waktu 1 minggu. Lekas lunasi hutangmu 200 juta padaku."

 

Setelah juragan Beni dan anak buahnya pergi. Ayah dan Ibu memelukku.

 

"Darimana kamu mendapatkan uang sebanyak itu nak?"

 

"Ayah dan ibu tenang saja. Aku akan bekerja lebih giat lagi."

 

"Tapi 200 juta itu tidaklah sedikit. Harus punya sawah 1 hektar barulah kita bisa melunasinya."

 

Ayah dan ibu tenang saja. Aku akan mendapatkan uang itu sesegera mungkin." Ujarku meyakinkan keduanya. Kulihat adikku yang menunduk menekuk kaki di pojok ruangan. Sungguh aku tak tega.

 

Akhirnya aku berada di kantor ini. Menemui seseorang yang menawarkan uang agar aku menjadi istrinya. Semua orang di kantor ini menatapku aneh. Namun aku tak peduli. Aku bergeming ditatap sedemikian rupa. Kulangkahkan kaki mengikuti satpam di depanku. Tatapan sinis dan menjengkelkan itu seolah enggan enyah dariku.

 

Setelah sampai diruangan direktur utama. Aku mengetuk pintu. Dan suara yang ku kenal menyuruhku masuk. Suara bariton yang katanya merdu itu menyuruhku duduk. Kami duduk saling berhadapan. 

 

"Jadi apa kamu menerima tawaranku?" Sambutnya tanpa basa-basi.

 

"Ya aku mau menerima tawaran itu." Jawabku mantap.

 

"Oke bulan depan kita menikah. Aku sudah mengirimkan anak buahku untuk kerumah juragan Beni."

 

Aku tak menyangka dia bertindak secepat itu.

 

"Terima kasih. Boleh aku bertanya suatu hal?"

 

"Ya silakan." 

 

"Kenapa anda memilih saya sebagai istri? Padahal tak ada yang spesial dari diri saya."

 

"Itu menurutmu. Bagiku tak begitu. Aku hanya tak rela melihat orang lain tertindas. Itu saja. Apalagi kamu kesayangan Professor Hilma kakakku." 

 

Aku terkejut. Satu fakta lagi yang baru saja aku ketahui. Ternyata pria muda di hadapanku adalah adik dari guru teladanku di kampus. Akhirnya aku mantap akan pilihanku. Walaupun aku tak tau motif lain dibalik semuanya.

 

"Sampai bertemu bulan depan calon istriku." Tegasnya lalu tersenyum simpul.

 

Kami berjabatan tangan dan berpisah. Diluar sana suara kasak-kusuk terdengar jelas.

 

"Gadis gembel itu ternyata calon istri Mr. Erland. Sungguh aku tak percaya."

 

"Iya. Kayak ga ada gadis lain saja."

 

"Tampang kampungan apa bagusnya."

 

Dadaku terasa kembang kempis. Ingin rasanya kumemaki. Tapi percuma. Toh semua yang mereka katakan itu benar. Aku hanya gadis bertampang kampungan yang beruntung mempunyai calon suami bak pangeran. 

 

Kami pun menikah di sebuah masjid di kota. Resepsi pernikahan yang sangat mewah dilaksanakan di sebuah hotel. Banyak yang mengira aku menjual diri pada orang kaya. Karena pernikahan yang sangat mendadak dan tiba-tiba. Namun ayah dan ibuku selalu memberikan nasihat. Bahwa ini mungkin adalah takdir yang Allah persiapkan karena kesabaranku selama ini. 

 

Setelah menikah ayah dan ibuku dibuatkan rumah yang sangat layak di kampung. Toko sembako dan adikku masuk ke pesantren modern di luar kota. Kehidupan kami semakin membaik. Walaupun aku harus menerima berbagai cibiran dari orang lain. Bagi mereka aku menikah karena harta. Biarlah toh mereka benar. Aku menikah karena harta. 

 

Bahkan pandangan merendahkan dari keluarga RASENDRIA sampai hari ini selalu kuterima. Menurut mereka suamiku Erland Rasendria kurang pandai mencari istri. Gadis kampungan sepertiku tak pantas berada disampingnya. Beruntungnya selama ini suamiku dan kakaknya selalu membelaku. 

 

Sedangkan kedua mertuaku selalu cuek saja. Sebab bagi kedua mertuaku. Anak-anaknya berhak menentukan hidupnya setelah menikah. Tak pernah kulihat mereka ikut campur urusan anak-anaknya. Aku harus banyak bersyukur.

 

"Mama dan Papa percaya kamu gadis yang kuat. Hinaan mereka jangan dianggap serius. Orang-orang itu hanya iri saja. Cucu kesayangan Rasendria Atmaja menikahi gadis secantik kamu." Ucap mama mertuaku saat kami makan malam dirumah Kakek. 

 

"Terimakasih mama." Kucium tangan mama mertuaku takzim. Mama mengelus rambutku sayang.

 

Berbeda dengan mertua laki-lakiku. Dia terluhat begitu cuek dan tak peduli apa yang terjadi disekitarnya. Dia hanya sibuk dengan gadget ditangannya. Bahkan sampai acara berakhir tubuhnya hanya diam tak beranjak dari kursi. Walaupun begitu aku tau hatinya sangat baik. Karena tanpa persetujuannya tak mungkin aku menjadi bagian dari keluarga Rasendria.

Bab terkait

  • KALI KEDUA   BAB 3

    TINGTONGBel rumah berbunyi. Mungkin itu adalah Pak Bayu supir keluarga suamiku. Aku segera merapikan riasan wajahku. Mematut diri di cermin. Rambutku pun sudah rapih. Tak perlu menyanggulnya karena Erland suamiku tak menyukainya. Lebih suka jika rambutku tergerai. Lipstik warna peach dan dress yang minggu kemarin dibelikan olehnya. Dia yang akan rempong menyiapkan ini dan itu agar istrinya tak terlihat kampungan."Setidaknya jangan membuatku malu." Itu yang selalu dia katakan padaku.Kulangkahkan kaki keluar rumah. Pak Bayu menyambutku dengan senyum khasnya. Setelah itu beliau membukakan pintu belakang untukku. Ku ucapkan terimakasih. Lalu mobil pun melesat ke hotel Emerald di tengah kota. Tadi Erland menelpon jika dia sudah menunggu di lobby hotel."Nona Maudy permen kesukaan anda ada di kotak samping mobil." Ucap Pak Bayu

    Terakhir Diperbarui : 2021-07-26
  • KALI KEDUA   BAB 4

    Aku menikmati salad buah dengan tidak selera. Bagaimana aku harus berselera? Makan malam hanya dengan potongan buah dan sayuran. Padahal disana potongan daging rendang begitu nikmat. Lalu ada ayam lado mudo. Ayam pop dan juga kerupuk udang. Orang Indonesia macam aku berasa tak makan hanya dengan potongan buah macam ini. Tetapi tadi gerombolan Keluarga Rasendria yang terhormat itu menyuruhku makan salad buah. Itupun harus di iringi cibiran pedas. Yang katanya orang kampung mana tahan lihat makanan enak. Hingga terpaksalah aku hanya mengambil salad ini dengan hati dongkol.Aku hanya menghentak hentakkan sendok. Tanpa berniat menyuapkannya kedalam mulutku. Sungguh ku tak berselera sama sekali. Hingga tangan besar nan halus itu meyentuh tanganku. Dia mengambil sendok di tanganku. Dan meletakkannya di samping piring."Jangan memaksa apa yang tak kamu suka." Sarannya seraya mengelus punggung tanganku.Ku dongakkan kepala menatapnya. Dia berdiri lalu menarik tangan

    Terakhir Diperbarui : 2021-07-26
  • KALI KEDUA   BAB 5

    Semangkuk lontong sayur sudah tersaji diatas meja. Kulihat kamarnya tertutup rapat. Mungkin dia sudah pergi ke kantor. Kunikmati makananku dalam diam. Lontong sayur ini mungkin lebih nikmat jika dimakan beramai-ramai. Seperti saat di kampung dulu. Singkong rebus pun terasa nikmat jika dimakan bersama keluarga. Beginilah rasanya hidup dengan orang kaya yang sangat sibuk. Waktu adalah uang. Kebersamaan seolah tak ada arti.Terkadang rasa rindu pada ayah,ibu dan Afnan adikku menyeruak. Ingin kubawa mereka kesini. Menemaniku yang setiap hari hanya berteman sepi. Pernah ku meminta mereka datang ke rumah ini. Namun mereka sering menolak. Takut mengganggu privasi suamiku. Jadi aku hanya menelpon mereka jika sempat.Awalnya aku mengusulkan agar kami mimiliki asisten rumah tangga. Tapi dia menolak. Katanya takut jika rahasia kami terbongkar. Dan dia merasa terganggu jika ada orang lain. Padahal aku butuh teman. Jika saja ada pekerjaan mengolah naskah kuno. A

    Terakhir Diperbarui : 2021-07-26
  • KALI KEDUA   BAB 6

    Apa yang sebenarnya aku lakukan? Kenapa aku harus marah melihat Erland dengan wanita itu. Bisa saja kan dia rekan bisnisnya. Bodoh. Aku merutuki diri sendiri. Mondar-mandir di kamar tidak jelas. Menunggu kepulangan suamiku. Kenapa aku begitu peduli padanya?"Ini gila. Aku benar-benar gila." Gumamku merutuki diri sendiri.Untuk mengenyahkan pikiranku pada dua orang itu aku melakukan apapun. Membersihkan kamar mandi,dapur,halaman rumah. Bahkan aku yang sangat malas ngepel akhirnya mengepel seluruh lantai. Menyetrika seluruh pakaian. Namun bayangan mereka tetap saja tertinggal di pikiranku."Sebenarnya apa yang terjadi? Ini pertama kalinya aku begitu memikirkannya." Gumamku pada diri sendiriSudah hampir tengah malam. Tapi tidak ada tanda-tanda kepulangannya. Aku menunggunya di teras lalu masuk ke kamar. Ke teras lagi lalu ke kamar lagi. Begitu seterusnya. R

    Terakhir Diperbarui : 2021-07-26
  • KALI KEDUA   BAB 7

    Akhirnya kuputuskan untuk tidak membahas perihal perceraian. Ingin rasanya mencoba untuk menjadi istri sesungguhnya. Mungkinkah akan ada perubahan besar dalam hubungan kami ke depannya? Apalagi kemarin aku lihat ulet keket yang bergelayut manja di lengan suamiku. Tapi darimana aku harus memulainya? Ayolah berpikir Maudy.Aha aku ada ide!"Hallo mama,apa kabar?"[Baik. Kamu apa kabar cantik?]"Baik juga ma. Oya boleh Maudy bertanya sesuatu?"[Tentu sayang. Tanyalah apapun gratis kok]"Terimakasih ma. Sebenernya apa makanan atau minuman kesukaan Kak Erland?"[Tunggu! Kamu masih manggil suamimu Kakak?]Astaga naga mati aku."Maaf ma. Maksud Maudy..."[Hahaha mama hanya bercanda sayang. Panggil dia sesukamu. Makanan kesukaan suamimu ya? Sebenarnya mama ga terlalu tahu makanan kesukaan dia saat ini. Karena hampir 5 tahun Erland di Aussie. Tapi seingat mama waktu kecil Erland suka garang asem. Nanti mama kir

    Terakhir Diperbarui : 2021-07-26
  • KALI KEDUA   BAB 8

    Aku meringkuk diatas ranjang. Perutku terasa ditusuk-tusuk ribuan jarum. Sakit dan perih. Kuraih obat pereda nyeri lambung dan mengunyahnya. Kutarik selimut semakin rapat. Mataku terpejam namun tak bisa tidur.TOKTOKTOKSuara ketukan pintu membuat mataku terbuka. Aku bangkit dari ranjang dengan terhuyung kugapai gagang pintu dan membukanya. Wajah tampan itu tersenyum tangannya menenteng segelas teh manis dan semangkuk bubur. Dia segera masuk dan menuntunku. Mendudukanku diatas ranjang. Sikapnya yang lembut membuatku nyaman."Kubuatkan bubur putih. Tadi kuhaluskan dengan foodprocesor dulu. Kemarin dokter bilang magh-mu kambuh. Harus makan yang halus." Kuperhatikan gerak bibirnya dan mengangguk."Taruh saja diatas meja nanti kumakan." Ujarku merebahkan diri."Kau harus banyak makan. Kusuapi ya." Bujuknya menyendokkan bubur."Aku bisa makan sendiri." Ucapku merebut sendok dan mangkuk. Menyuapkan sedikit bubur kedalam mulut

    Terakhir Diperbarui : 2021-07-28
  • KALI KEDUA   BAB 9

    Aku terpukau dan takjub dengan susunan foto tersebut. Mungkin jika di ikut sertakan dalam pameran akan menjadi menarik pikirku. Hingga akhirnya kututup pintu rahasia disebalik rak buku tersebut."Lancang!" Serunya ketus. Kutersentak kaget hingga buku merah itu jatuh dari tanganku.Aku tak berani membalikkan tubuhku. Suara tegas nan dingin di belakangku membuatku gemetar. Aku sudah tertangkap basah. Kupejamkan mata. Kudengar langkah kakinya mendekat. Bisa kurasakan emosi yang tertahan darinya. Aura di kamar ini mendadak engap dan sesak. Lalu tanpa di duga dia memegang erat lenganku kemudian menarikku keluar dari kamarnya."Pergi!" Sergahnya seraya menutupnya sangat keras bahkan hentakannya membuat seluruh ruangan bergetar.Kutekan dadaku. Tubuhku meluruh ke lantai. Sungguh aku sangat menyesal. Namun disatu sisi aku merasa takjub. Ada satu hal yang membuatku semakin tersadar. Dia bukan laki-laki sembarangan. Foto-foto tadi membuktikan segalanya. Aku t

    Terakhir Diperbarui : 2021-07-29
  • KALI KEDUA   BAB 10

    Sebulan sudah dia menghilang bagai ditelan bumi. Tak sekalipun menghubungiku. Bahkan tak bisa di hubungi sama sekali. Mungkin ini kali ketiga dalam 2 tahun terakhir dia menghilang. Pernah kutanyakan pada mama ataupun Pak Bayu namun mereka hanya bungkam. Hingga akhirnya aku memilih pura-pura abai. Walaupun tak kupungkiri rasa khawatir selalu menyeruak mengusik ketenangan hari-hariku. "Sebenarnya dia menghilang kemana? Apa mungkin dia pergi ke Aussie?" Tanyaku dalam hati. Setiap kepulangannya dari bertapa. Ya aku menyebutnya bertapa karena dia seolah tak ingin seorang pun mengetahui apapun yang dia lakukan. Dia akan membawa oleh-oleh yang berbeda-beda. Entah itu memar di telapak tangan,memar di wajah sampai patah tulang. Kadang aku berpikir,apakah dia di begal dijalan ataukah dia digebukin perampok. Namun itu tidaklah mungkin. Karena yang kutahu. Erland bukan manusia bodoh yang mati-matian mempertahankan harta sedangkan nyawanya terancam. Dan setiap kutanya dia

    Terakhir Diperbarui : 2021-07-31

Bab terbaru

  • KALI KEDUA   BAB 22

    Tubuhku gemetar... Erland mendekatkan tubuhnya sedangkan aku memundurkan tubuhku. Dia tersenyum namun lima detik kemudian dia mendekatkan wajahnya. Dan CUP. Satu kecupan berhasil dicurinya dariku. Kucoba untuk bangkit. Namun tangannya berhasil menahanku. Sekali lagi dia mendekatkan wajahnya. Seketika aroma mint berembus menerpa wajahku. Getaran di dadaku semakin bertalu. Tanpa sadar kupejamkan mataku. Hingga hembusan napasnya terasa sangat dekat. "Kau sangat cantik istriku." Bisiknya. Aku membuka mata dan terlihat senyuman manis itu di depan mataku. Kupalingkan wajah ke kanan. Namun hembusan napasnya terasa di leher. "Aku menginginkanmu sayang." Lirihnya. Bulu kudukku terasa meremang bahkan aliran darahku terasa cepat. "Apa yang kau inginkan?" Tanyaku polos. "Hakku. Yaitu tubuhmu." "Ja-jangan!" "Kenapa? Bukankah kita sudah terlalu lama menunggu moment malam pertama ini setelah tertunda berbulan

  • KALI KEDUA   BAB 21

    Sebulan setelah kejadian itu ayah dan ibu kembali ke rumah. Keadaan ibu mulai berangsur membaik walaupun tatapannya masih sedikit kosong. Ayah tak pernah meninggalkan ibu sejenak pun. Hingga malam itu ibu memintaku datang ke kamarnya. Ibu menangis memelukku begitu pula aku. Bagaimanapun beliau adalah seseorang yang sangat berarti dalam hidupku."Ada rahasia yang harus kamu ketahui nak. Tapi ibu mohon jangan potong cerita ibu hingga selesai.""Baik bu. Aku akan mendengarkan baik-baik.""Malam senin 27 tahun yang lalu. Ibu menemukan seorang bayi perempuan cantik di depan gubuk kami. Saat itu ayah kamu pulang setelah mengairi sawah terkejut melihat ibu sudah menggendong bayi merah. Ayah meminta ibu untuk menyerahkan bayi itu pada perangkat desa. Namun ibu bergeming. Hati ibu tertaut pada bayi mungil itu." Ibu berhenti lantas menarik napas sejenak."Lima tahun kemudian,tuan Rasendria datang ke rumah ini untuk membawamu pergi. Namun ibu lagi dan lagi mem

  • KALI KEDUA   BAB 20

    Pikiranku begitu buntu mendengar bahwa orang tuaku di jemput oleh orang yang tak dikenal. Aku masuk ke dalam rumah dan mencoba mencari petunjuk. Namun tak kutemukan sedikitpun. Aku hanya bisa manangis dan menghibur diriku sendiri agar tenang. Namun tak bisa. Hingga suara handphone menyadarkanku agar lekas menghubungi pihak berwajib. Tapi saat aku memencet tombol dial. Nomor tak dikenal terpampang dilayar 5.5 inch ditanganku."Hallo..." Ucapku tak sabar. Aku yakin jika dilah yang membawa ayah dan ibu."Bagaimana kejutan dariku?" Ucap seseoramg di seberang sana. Aku sangat mengenal suaranya."Dimana ayah dan ibuku jalang." Tanyaku sarkas."Tentu saja di tempat yang...ra-ha-sia." Sahutnya tertawa."Ini tidak lucu. Cepat katakan dimana ayah dan ibuku?""Tentu saja aku tidak mau.""Lalu apa maumu?""Oh malangnya. Apa kau mau mengabulkannya jika tau apa mauku?""Ya. Apa maumu dan jangan sakiti ayah dan ibuku!""Tentu sa

  • KALI KEDUA   BAB 19

    Berada dalam pelukannya hanya membuatku merasa sesak. Tak sepicing pun mataku terpejam. Semua rasa terasa menguap begitu saja. Aku ingin menyelami dasar hatinya. Namun aku pun tersedak rasa dari ombak perasaanku sendiri. Hembusan napasnya jelas terasa di tengkuk ku. Begitu teratur dan nyaman mungkin dia sudah terlelap dalam mimpi indahnya.Kuelus lengannya dengan lembut. Dan menggumamkan kata maaf. Dan aku tersentak saat tangan itu bergerak membalikkan tubuhku mengahadapnya. Ternyata dia belum tidur. Dia tersenyum."Kau belum tidur?" Dia bertanya seraya menyinkirkan anak rambutku yang berkeliaran di wajahku."Belum. Aku tidak bisa tidur." Sahutku menatap manik matanya yang cobalt."Jangan terlalu dipikirkan. Apapaun pilihanmu aku akan mengabulkannya." Yakinnya."Lalu kenapa kau masih mengenakan cincin?" Tanyaku menunjuk jari manisnya."Ah ya. Selama dua tahun aku tak pernah melepasnya. Jadi boleh aku menggunakannya sampai selesai persi

  • KALI KEDUA   BAB 18

    Seminggu telah berlalu. Radit dan Michael sangat membantuku di laboratorium. Mengarahkan ini dan itu. Aku merasa sangat terbantu berkat mereka. Bahkan Radit sempat ngotot ingin mengantarku dan menjemputku namun Mike selalu mengingatkannya agar tak menggangguku apalagi mencampuri urusanku. "Menurutlah padaku Dit sebelum kau jadi daging cincang. Kau ingat betapa mengerikannya pria itu jika marah?" Mike berkata datar pada Radit yang disambut kekehan. "Ya,ya. Apa salahnya mengantarnya pulang atau menjemputnya? Toh dia juga sepupu kita." Bantah Radit kemudian "Tapi tindakanmu sangat lancang." Mike menoyor kepala Radit gemas. "Ah tidak apa-apa aku pulang sendiri saja." Segera kusudahi perdebatan mereka. "Apa Kak Erland tinggal bersamamu?" "Tidak. Aku tinggal sendirian. Tapi sewaktu-waktu Erland mampir." "Wah jadi benar rumor itu? Kalau begitu kapan-kapan kami boleh main kan? Aku ingin bertemu Kak Erland." Rumor apa? Tan

  • KALI KEDUA   BAB 17

    Setelah kepergian Antony,hanya dua wanita itu yang terlihat sibuk menata barang-barangku. Aku berkeliling melihat satu persatu ruangan. Rumah ini lebih kecil dari rumah sebelumnya. Hanya ada dua kamar,ruang tamu,ruang keluarga dan dapur. Di belakang rumah ada taman kecil dan kolan ikan. Sepertinya aku memang tidak butuh pelayan. Erland berlebihan sekali. "Ada yang bisa kami kerjakan lagi nona?" Tawar salah satu yang terlihat lebih tua. "Tidak. Duduklah. Kita belum sempat berkenalan." Kupersilahkan mereka duduk. "Baik nona." Mereka malah duduk di lantai. Aku terkejut. "Di kursi saja. Lantainya sangat dingin." "Maaf nona. Tidak apa-apa kami sudah biasa." "Jangan dibiasakan jika dirumahku. Aku ingin kalian nyaman disini." "Baik nona. Terima kasih." Lalu keduanya dusuk diatas kursi. "Siapa nama kalian?" Tanyku seraya memandang keduanya bergantian. "Nama saya Fitri dan dia adik saya Nia nona Maudy." Fitri

  • KALI KEDUA   BAB 16

    "Dy...Maudy." Panggilan itu samar namun semakin jelas. Lalu kemudian samar lagi."Sadarlah!" Kurasakan dia menepuk pelan pipiku. Lalu menggendongnya ke kamar. Ingin kubuka mataku namun seperti di olesi lem. Sangat lengket.Sepertinya aku tidak sadarkan diri tadi. Tubuhku lemas dan tak bertenaga. Aku hanya bisa mendengar suara grasak grusuk tanpa bisa melihatnya. Hingga sebuah benda dingin menekan dadaku. Dan aroma minyak kayu putih semakin kuat menusuk indra penciumanku.Saat tersadar aku melihat ruangan serba putih. Hingga mataku menangkap sosok pria yang tengah tertidur dipinggir ranjang. Wajahnya yang tenang terlihat sangat lelah. Sedangkan di samping tanganku selang infus menjuntai hingga menancap di pergelangan tangan kiriku.Kuelus rambutnya yang hitam kecoklatan. Setelah beberapa bulan tak menyentuhnya. Kini aku bisa mengelus rambutnya bahkan pipinya."Maafkan aku sudah merepotkanmu. Harusnya aku pindah hari ini." Lirihku cairan

  • KALI KEDUA   BAB 15

    TOK TOK TOK Suara pintu di ketuk. Aku membereskan peralatan makan. Dan segera menuju pintu. Saat pintu terkuak. Seraut wajah laki-laki sebaya nan berwibawa itu muncul. Wajahnya sangat mirip dengan Vanya. Paman Andreas. Aku menundukkan kepala. "Paman?" Sapaku seraya menunduk menjabat tangannya. Namun dia mengibaskan tangan seperti jijik. Aku melihat ke belakangnya. "Aku hanya mampir sebentar. Jadi hanya sendiri." Beliau menjawab seolah tau apa yang ada di kepalaku. Aku pun mengangguk. Pertanda mengerti. "Silahkan duduk Paman." Kupersilan beliau duduk. Aku pun menyusul beliau duduk sedikit jauh. "Maaf,ada yang bisa Maudy bantu Paman?" Tanyaku hati-hati. Karena beliau hanya diam tanpa bicara. "Sebenarnya aku hanya ingin mengucapkan terima kasih. Karena tanpa kuminta kau mau melepaskan diri dari Erland." DEG. Jantungku berdetak lebih cepat. Apa maksud beliau. Apakah Erland sudah memberitahunya? Sedangkan

  • KALI KEDUA   BAB 14

    Aku mencuci pakaian dan bedcover yang telah terpakai. Agar dirumah baru nanti pekerjaanku tidak terlalu banyak. Ditempat menjemur pakaian kulihat Erland sibuk di dapur. Seperti biasa dia membuat sarapan sebelum ke kantor. Aku memandang wajahnya. Tangannya berkali-kali mengusap keringat. Tak kupungkiri wajah tampannya."Ketampanannya bertambah jika sedang memegang spatula begitu." Pujiku. "Namun sayang sebentar lagi akan menjadi mantan. Mantan terindah." Imbuhku lalu kugelengkan kepala. Bahaya jika diteruskan bisa diabetes.Masuk kedalam kamar. Aku mengepack pakaian,make up dan sepatu ke dalam koper sedangkan buku-buku sudah terlebih dulu di kirimkan kesana oleh Erland. Kutinggalkan gaun-gaun pesta. Aku sudah tidak begitu membutuhkannya nanti. Biarlah menjadi urusan Erland. Mau dibuang atau disumbangkan."Tinggalkan beberapa pakaianmu." Pintanya. Aku berbalik menatapnya heran."Kenapa?""Aku hanya memberitahu mama dan p

Pindai kode untuk membaca di Aplikasi
DMCA.com Protection Status