Share

BAB 9

Author: Nahla Farisya
last update Last Updated: 2021-07-29 12:30:52

Aku terpukau dan takjub dengan susunan foto tersebut. Mungkin jika di ikut sertakan dalam pameran akan menjadi menarik pikirku. Hingga akhirnya kututup pintu rahasia disebalik rak buku tersebut. 

"Lancang!" Serunya ketus. Kutersentak kaget hingga buku merah itu jatuh dari tanganku.

Aku tak berani membalikkan tubuhku. Suara tegas nan dingin di belakangku membuatku gemetar. Aku sudah tertangkap basah. Kupejamkan mata. Kudengar langkah kakinya mendekat. Bisa kurasakan emosi yang tertahan darinya. Aura di kamar ini mendadak engap dan sesak. Lalu tanpa di duga dia memegang erat lenganku kemudian menarikku keluar dari kamarnya.

"Pergi!" Sergahnya seraya menutupnya sangat keras bahkan hentakannya membuat seluruh ruangan bergetar.

Kutekan dadaku. Tubuhku meluruh ke lantai. Sungguh aku sangat menyesal. Namun disatu sisi aku merasa takjub. Ada satu hal yang membuatku semakin tersadar. Dia bukan laki-laki sembarangan. Foto-foto tadi membuktikan segalanya. Aku tak tahu siluet siapakah  itu. Namun sepertinya itu sangat berarti untuknya. Apakah dia seorang fotografer handal? Namun kenapa dia menyembunyikannya begitu rapat? Dan ada banyak sekali foto yang dibalik. Sepertinya baru saja di cetak. 

Kuberjalan memasuki kamar. Merutuki diri sendiri. Betapa bodoh dan cerobohnya aku? Kenapa tidak langsung keluar setelah melihat ruang rahasia itu. Malah terpaku dan takjub melihat pemandanan yang disuguhkan dari ruangan itu.

Hingga malam dia tak keluar kamar.  Bahkan tak makan malam. Aku semakin menyesali diri sendiri. Apakah dia sangat marah? Pasti dia marah. Ekspresi tadi tak pernah kulihat sama sekali. Kilatan matanya yang semerah saga. Biasanya dia begitu pandai menyimpan emosi. Datar dan dingin. Namun tadi aku berhasil membuatnya marah. Aku harus minta maaf. Dimaafkan ataupun tidak itu tidak masalah.

Dan pagi ini aku kembali menunggunya di dapur namun dia langsung pergi begitu saja tanpa menatapku. Makanan yang semalam dan kumasak pagi ini masih utuh tak tersentuh. Dia tak mau memakannya sama sekali. Itu membuatku semakin merasa bersalah.

Tak mau membuang makanan. Aku hangatkan lagi untuk kakek tua yang biasa lewat di depan rumah untuk mengambil sampah daur ulang. Kusiapkan makanan dalam kotak dan mengambil beberapa kue di dalam kulkas. Biasanya dia membawa kerajinan gerabah juga. Aku akan membelinya. Walaupun sudah ada 50 gerabah kecil berbagai bentuk yang kusimpan di gudang. Kutunggu di teras depan sambil menyirami bunga.

"Selamat pagi nona ada dirumah?" Kakek tua menyapa dengan tubuh membungkuk. 

"Selamat pagi kek. Gerabahnya masih ada?" Kuhampiri ia sambil melihat gerobak yang berisi berbagai macam gerabah.

"Masih banyak nona. Bahkan aku membuat kendi untukmu. Ini kuberi warna biru dan perak." Ucap kakek sambil memberikan kendi cantik berwarna biru dan perak. Cantik sekali.

Kubuka gerbang rumahku dengan lebar. Aku membantunya mendorong gerobak masuk kedakan rumah.

"Duduk dulu kek. Silakan diminum tehnya." Kutuang teh kedalam cangkir lalu mengangsurkannya.

"Terima kasih nona." 

Aku mengangguk.

"Oya iya tunggu sebentar ya aku akan mengambil sesuatu." Saranku. Kakek mengangguk sambil tersenyum.

Setelah masuk kedalam. Aku kembali keluar sambil membawa kotak makanan. 

"Ini ada sedikit makanan untuk kakek." 

"Maaf merepotkan nona."

"Tidak sama sekali. Dan ini uang kendi nya kek."

"Ini terlalu banyak nona."

"Tidak apa-apa. Mohon diterima ya kek."

"Terima kasih. Istriku pasti sangat senang."

"Kakek mempunyai keluarga?"

"Kakek hidup berdua dengan nenek. Sudah 5 tahun nenek hanya berbaring. Matanya sudah tidak mampu melihat. Dan hari ini nona memberi makanan enak. Dia pasti menyukainya. Seperti kue buatan nona waktu itu."

"Benarkah? Wah kalau begitu nanti aku buatkan makanan dan kue setiap hari untuk kakek."

"Terima kasih nona. Kakek harus segera kembali kerumah. Nenek belum sarapan saat kakek tinggal." 

"Iya kek. Hati-hati ya kek. Salam buat nenek." 

"Iya nona nanti kakek sampaikan. Tapi sebelumnya berhati-hatilah nona. Kunci rumah dan gerbang." Pesannya serius.

Apa maksud kakek itu tadi ya? Beliau bilang berhati-hatilah. Ah mungkin kakek hanya mengkhawatirkan aku yang selalu terlihat sendirian dirumah ini. Kututup gerbang dan menggulung selang air. Sudah seminggu ini aku tidak ke sekolah. Mengerjakan pekerjaan sebagai operator di rumah. Kulihat pintu yang selalu tertutup rapat. Kuhela napas teringat akan kejadian kemarin. 

Kubuka laptop dan kembali tenggelam dengan tugas sekolah. Sebentar lagi kenaikan kelas jadi lumayan padat dan sibuk. Data siswa harus segera disiapkan agar tidak tercecer saat harus dikirim ke pusat.

PRAK

Terdengar suara benda jatuh membuatku keluar dari kamar. Aku berlari keluar kamar dan lihatlah ada dua orang laki-laki juga perempuan ular keket yang bergelayut manja di lengan suami orang.

"Wah ada tamu tak di undang masuk tanpa permisi." Ucapku tenang namun tetap waspada.

"Cih penumpang belagu dan tak tau diri. Kenapa kamu masih betah dirumah Erland? Benalu." 

"Apa maksudmu benalu? Aku istri sah dari Erland Rasendria."

"Istri sah katamu? Dia menikahimu terpaksa. Kau paham. TER-PAK-SA" 

"Sebenarnya apa tujuanmu kemari ular keket?"

"Aku ingin memperingatkanmu. Tinggalkan Erland. Keluarga Rasendria tidak menginginkan wanita kampungan sepertimu."

"Aku tidak peduli apa katamu. Selama Erland tidak mengusirku dari sini. Aku tidak akan pergi. Lagian siapa kamu dan apa hakmu mencampuri pernikahan kami?"

"Brengsek. Benar ya kata Vanya selain tidak tahu diri kamu juga tidak tahu malu."

"Sudahlah jangan buang-buang waktu dan tenagaku. Aku sibuk. Silahkan keluar." Usirku. Kubuka pintu lebar-lebar.

"Kau tak bisa mengusirku!" Sergahnya sambil mengibaskan tangan

"Eksekusi sekarang!" Titahnya pada dua preman itu. Lalu dia melangkah pergi meninggalkan kami bertiga.

Dua orang itu mendekat aku siap siaga. Berkuda-kuda. Walaupun hanya berapa bulan aku mengikuti kelas beladiri yang diadakan sekolah tempatku mengajar. Kalau hanya merobohkan mereka mungkin bisa. Mereka maju menyerangku,kutangkis dengan cepat. Mengelak lalu memukul perut mereka. Kulayangkan tendangan pada rahang. Namun mereka bisa mengelak. 

Bagaimanapun tenagaku kalah dengan dua orang berbadan kekar itu. Salah satu dari mereka memegangi kedua tanganku dan yang satu lagi hendak melecehkanku. Aku waspada jika dia menyentuh tubuhku. Namun seseorang datang dan memukul tengkuk laki-laki itu. Ternyata kakek dan beberapa warga. Akhirnya dua orang preman itu dibekuk warga sedangkan ular keket itu mengambil langkah seribu sedari tadi. Sialan!

"Kakek? Terima kasih kek." Ucapku tulus mencium tangannya.

"Sama-sama nona. Beberapa hari ini aku selalu melihat mobil yang mengawasi rumah nona. Dan benar saja hari ini mereka hampir mencelakai nona."

"Hampir saja. Untung ada kakek dan para warga. Terima kasih." Ucapku tulus. Mereka menenangkanku lalu pamit satu persatu.

"Sekali lagi hati-hati ya nona. Lebih baik di kunci saja." 

"Iya kek."

Aku mengurung diri di kamar. Nyawaku terancam. Pastilah ular keket itu tidak akan menyerah untuk menyingkirkanku. Ah apakah aku harus menceritakannya pada Erland. Sedangkan dia saja tengah marah dan mendiamkanku. Mungkin aku harus menghadapinya sendiri. Jika aku sudah tak mampu,maka aku memilih untuk menyerah.

Related chapters

  • KALI KEDUA   BAB 10

    Sebulan sudah dia menghilang bagai ditelan bumi. Tak sekalipun menghubungiku. Bahkan tak bisa di hubungi sama sekali. Mungkin ini kali ketiga dalam 2 tahun terakhir dia menghilang. Pernah kutanyakan pada mama ataupun Pak Bayu namun mereka hanya bungkam. Hingga akhirnya aku memilih pura-pura abai. Walaupun tak kupungkiri rasa khawatir selalu menyeruak mengusik ketenangan hari-hariku. "Sebenarnya dia menghilang kemana? Apa mungkin dia pergi ke Aussie?" Tanyaku dalam hati. Setiap kepulangannya dari bertapa. Ya aku menyebutnya bertapa karena dia seolah tak ingin seorang pun mengetahui apapun yang dia lakukan. Dia akan membawa oleh-oleh yang berbeda-beda. Entah itu memar di telapak tangan,memar di wajah sampai patah tulang. Kadang aku berpikir,apakah dia di begal dijalan ataukah dia digebukin perampok. Namun itu tidaklah mungkin. Karena yang kutahu. Erland bukan manusia bodoh yang mati-matian mempertahankan harta sedangkan nyawanya terancam. Dan setiap kutanya dia

    Last Updated : 2021-07-31
  • KALI KEDUA   BAB 11

    Sudah 3 hari dia tak terlihat keluar kamar. Hanya Antony yang selalu terlihat keluar masuk kamarnya. Aku sendiri hanya bisa melihat betapa sibuknya Antony tanpa bisa membantu apapun. Beberapa kali bertanya bagaimana keaadan suamiku tanpa mendekatinya. Katanya tuan muda sudah lumayan pulih. Aku bersyukur dan sedikit lega. Setidaknya dia baik-baik saja. "Nona,apa anda sedang sibuk?" Tanya Antony pagi ini saat aku tengah menyiapkan bekal di dapur. "Bisa iya dan bisa juga tidak. Ada apa?" Jawabku balik bertanya. "Bisakah anda membujuk tuan muda agar memeriksakan diri di rumah sakit." "Antony, bukankah kamu tahu kalau tuan mudamu begitu membenciku?" "Aku mohon nona. Tuan muda sangat keras kepala. Sedangkan luka sabetannya cukup serius." "Luka sabetan? Maksud kamu luka sabetan pedang?" "Ah tidak. Aku kelepasan." Lirihnya menangkupkan tangan di wajah letihnya. "Antony,aku tidak akan membujuk tuanmu jika kamu tidak

    Last Updated : 2021-08-06
  • KALI KEDUA   BAB 12

    Seminggu semenjak kejadian itu. Aku memutuskan untuk keluar dari sekolah tempatku mengajar. Dan memilih untuk bekerja meneliti naskah di museum tengah kota. Para siswa menangis saat aku berpamitan. Bahkan ada yang mogok tak mau pulang. Hingga aku harus membujuknya supaya kembali ceria. Bahkan Ferra bilang dia yang merasa terzholimi karena aku tak pernah mengatakan apapun selama ini dan tiba-tiba memutuskan untuk resign."Maafkan aku." Ucapku tulus pada Ferra yang tak hentinya mengeluarkan airmata. Kami duduk di samping kelas. Hanya tinggal kami berdua yang berada di sekolah."Kamu tega banget deh. Ninggalin aku tiba-tiba." Ucapnya sambil mengguncang bahuku."Sebenarnya ini sudah kupikirkan sejak awal tahun. Hanya saja baru sekarang terlaksana. Karena aku ingin memperdalam passionku." Jelasku padanya agar dia tak berpikir yang aneh-aneh."Kamu yakin itu alasannya? Bukan karena hal lain?" Tanyaya curiga. Kuhembuskan napasku dengan berat."Ya te

    Last Updated : 2021-08-09
  • KALI KEDUA   BAB 13

    Setalah mama,papa dan kak Hilma pamit. Aku segera membereskan rumah. Menyapu dan mengepel lantai. Sedangkan pria sedingin es membantu membersihkan dapur dan peralatan makan. Dia begitu cekatan membilas piring dan menaruhnya di rak. Aku menolehkan kepala ke kanan dan ke kiri berusaha mengusir penat. Tanganku terasa kebas dan linu. PRAK Tanganku tak sengaja menyenggol Vas bunga. Serpihan kaca bening itu berserakan di lantai. Aku memungutnya namun tangan dan kakiku tanpa sengaja menginjak serpihan kecil yang tak terlihat. "Auh." Aku mengaduh. Rasa perih menjalar di jari serta telapak kaki. Hingga bercak darah menempel di lantai. "Astaga. Apa kau baik-baik saja?" Tanyanya pabik seraya memegang tanganku. "Iya biar kubereskan dulu." "Biar aku saja." Cegahnya. Ditangannya sudah ada sekop dan sapu. Aku berjinjit menuju sofa. Namun rasa perih semakin menjalar. Sakit sekali. Lalu kedua tangan kekar itu dengan sigap menggendongku. K

    Last Updated : 2021-08-12
  • KALI KEDUA   BAB 14

    Aku mencuci pakaian dan bedcover yang telah terpakai. Agar dirumah baru nanti pekerjaanku tidak terlalu banyak. Ditempat menjemur pakaian kulihat Erland sibuk di dapur. Seperti biasa dia membuat sarapan sebelum ke kantor. Aku memandang wajahnya. Tangannya berkali-kali mengusap keringat. Tak kupungkiri wajah tampannya."Ketampanannya bertambah jika sedang memegang spatula begitu." Pujiku. "Namun sayang sebentar lagi akan menjadi mantan. Mantan terindah." Imbuhku lalu kugelengkan kepala. Bahaya jika diteruskan bisa diabetes.Masuk kedalam kamar. Aku mengepack pakaian,make up dan sepatu ke dalam koper sedangkan buku-buku sudah terlebih dulu di kirimkan kesana oleh Erland. Kutinggalkan gaun-gaun pesta. Aku sudah tidak begitu membutuhkannya nanti. Biarlah menjadi urusan Erland. Mau dibuang atau disumbangkan."Tinggalkan beberapa pakaianmu." Pintanya. Aku berbalik menatapnya heran."Kenapa?""Aku hanya memberitahu mama dan p

    Last Updated : 2021-08-12
  • KALI KEDUA   BAB 15

    TOK TOK TOK Suara pintu di ketuk. Aku membereskan peralatan makan. Dan segera menuju pintu. Saat pintu terkuak. Seraut wajah laki-laki sebaya nan berwibawa itu muncul. Wajahnya sangat mirip dengan Vanya. Paman Andreas. Aku menundukkan kepala. "Paman?" Sapaku seraya menunduk menjabat tangannya. Namun dia mengibaskan tangan seperti jijik. Aku melihat ke belakangnya. "Aku hanya mampir sebentar. Jadi hanya sendiri." Beliau menjawab seolah tau apa yang ada di kepalaku. Aku pun mengangguk. Pertanda mengerti. "Silahkan duduk Paman." Kupersilan beliau duduk. Aku pun menyusul beliau duduk sedikit jauh. "Maaf,ada yang bisa Maudy bantu Paman?" Tanyaku hati-hati. Karena beliau hanya diam tanpa bicara. "Sebenarnya aku hanya ingin mengucapkan terima kasih. Karena tanpa kuminta kau mau melepaskan diri dari Erland." DEG. Jantungku berdetak lebih cepat. Apa maksud beliau. Apakah Erland sudah memberitahunya? Sedangkan

    Last Updated : 2021-08-13
  • KALI KEDUA   BAB 16

    "Dy...Maudy." Panggilan itu samar namun semakin jelas. Lalu kemudian samar lagi."Sadarlah!" Kurasakan dia menepuk pelan pipiku. Lalu menggendongnya ke kamar. Ingin kubuka mataku namun seperti di olesi lem. Sangat lengket.Sepertinya aku tidak sadarkan diri tadi. Tubuhku lemas dan tak bertenaga. Aku hanya bisa mendengar suara grasak grusuk tanpa bisa melihatnya. Hingga sebuah benda dingin menekan dadaku. Dan aroma minyak kayu putih semakin kuat menusuk indra penciumanku.Saat tersadar aku melihat ruangan serba putih. Hingga mataku menangkap sosok pria yang tengah tertidur dipinggir ranjang. Wajahnya yang tenang terlihat sangat lelah. Sedangkan di samping tanganku selang infus menjuntai hingga menancap di pergelangan tangan kiriku.Kuelus rambutnya yang hitam kecoklatan. Setelah beberapa bulan tak menyentuhnya. Kini aku bisa mengelus rambutnya bahkan pipinya."Maafkan aku sudah merepotkanmu. Harusnya aku pindah hari ini." Lirihku cairan

    Last Updated : 2021-08-14
  • KALI KEDUA   BAB 17

    Setelah kepergian Antony,hanya dua wanita itu yang terlihat sibuk menata barang-barangku. Aku berkeliling melihat satu persatu ruangan. Rumah ini lebih kecil dari rumah sebelumnya. Hanya ada dua kamar,ruang tamu,ruang keluarga dan dapur. Di belakang rumah ada taman kecil dan kolan ikan. Sepertinya aku memang tidak butuh pelayan. Erland berlebihan sekali. "Ada yang bisa kami kerjakan lagi nona?" Tawar salah satu yang terlihat lebih tua. "Tidak. Duduklah. Kita belum sempat berkenalan." Kupersilahkan mereka duduk. "Baik nona." Mereka malah duduk di lantai. Aku terkejut. "Di kursi saja. Lantainya sangat dingin." "Maaf nona. Tidak apa-apa kami sudah biasa." "Jangan dibiasakan jika dirumahku. Aku ingin kalian nyaman disini." "Baik nona. Terima kasih." Lalu keduanya dusuk diatas kursi. "Siapa nama kalian?" Tanyku seraya memandang keduanya bergantian. "Nama saya Fitri dan dia adik saya Nia nona Maudy." Fitri

    Last Updated : 2021-08-19

Latest chapter

  • KALI KEDUA   BAB 22

    Tubuhku gemetar... Erland mendekatkan tubuhnya sedangkan aku memundurkan tubuhku. Dia tersenyum namun lima detik kemudian dia mendekatkan wajahnya. Dan CUP. Satu kecupan berhasil dicurinya dariku. Kucoba untuk bangkit. Namun tangannya berhasil menahanku. Sekali lagi dia mendekatkan wajahnya. Seketika aroma mint berembus menerpa wajahku. Getaran di dadaku semakin bertalu. Tanpa sadar kupejamkan mataku. Hingga hembusan napasnya terasa sangat dekat. "Kau sangat cantik istriku." Bisiknya. Aku membuka mata dan terlihat senyuman manis itu di depan mataku. Kupalingkan wajah ke kanan. Namun hembusan napasnya terasa di leher. "Aku menginginkanmu sayang." Lirihnya. Bulu kudukku terasa meremang bahkan aliran darahku terasa cepat. "Apa yang kau inginkan?" Tanyaku polos. "Hakku. Yaitu tubuhmu." "Ja-jangan!" "Kenapa? Bukankah kita sudah terlalu lama menunggu moment malam pertama ini setelah tertunda berbulan

  • KALI KEDUA   BAB 21

    Sebulan setelah kejadian itu ayah dan ibu kembali ke rumah. Keadaan ibu mulai berangsur membaik walaupun tatapannya masih sedikit kosong. Ayah tak pernah meninggalkan ibu sejenak pun. Hingga malam itu ibu memintaku datang ke kamarnya. Ibu menangis memelukku begitu pula aku. Bagaimanapun beliau adalah seseorang yang sangat berarti dalam hidupku."Ada rahasia yang harus kamu ketahui nak. Tapi ibu mohon jangan potong cerita ibu hingga selesai.""Baik bu. Aku akan mendengarkan baik-baik.""Malam senin 27 tahun yang lalu. Ibu menemukan seorang bayi perempuan cantik di depan gubuk kami. Saat itu ayah kamu pulang setelah mengairi sawah terkejut melihat ibu sudah menggendong bayi merah. Ayah meminta ibu untuk menyerahkan bayi itu pada perangkat desa. Namun ibu bergeming. Hati ibu tertaut pada bayi mungil itu." Ibu berhenti lantas menarik napas sejenak."Lima tahun kemudian,tuan Rasendria datang ke rumah ini untuk membawamu pergi. Namun ibu lagi dan lagi mem

  • KALI KEDUA   BAB 20

    Pikiranku begitu buntu mendengar bahwa orang tuaku di jemput oleh orang yang tak dikenal. Aku masuk ke dalam rumah dan mencoba mencari petunjuk. Namun tak kutemukan sedikitpun. Aku hanya bisa manangis dan menghibur diriku sendiri agar tenang. Namun tak bisa. Hingga suara handphone menyadarkanku agar lekas menghubungi pihak berwajib. Tapi saat aku memencet tombol dial. Nomor tak dikenal terpampang dilayar 5.5 inch ditanganku."Hallo..." Ucapku tak sabar. Aku yakin jika dilah yang membawa ayah dan ibu."Bagaimana kejutan dariku?" Ucap seseoramg di seberang sana. Aku sangat mengenal suaranya."Dimana ayah dan ibuku jalang." Tanyaku sarkas."Tentu saja di tempat yang...ra-ha-sia." Sahutnya tertawa."Ini tidak lucu. Cepat katakan dimana ayah dan ibuku?""Tentu saja aku tidak mau.""Lalu apa maumu?""Oh malangnya. Apa kau mau mengabulkannya jika tau apa mauku?""Ya. Apa maumu dan jangan sakiti ayah dan ibuku!""Tentu sa

  • KALI KEDUA   BAB 19

    Berada dalam pelukannya hanya membuatku merasa sesak. Tak sepicing pun mataku terpejam. Semua rasa terasa menguap begitu saja. Aku ingin menyelami dasar hatinya. Namun aku pun tersedak rasa dari ombak perasaanku sendiri. Hembusan napasnya jelas terasa di tengkuk ku. Begitu teratur dan nyaman mungkin dia sudah terlelap dalam mimpi indahnya.Kuelus lengannya dengan lembut. Dan menggumamkan kata maaf. Dan aku tersentak saat tangan itu bergerak membalikkan tubuhku mengahadapnya. Ternyata dia belum tidur. Dia tersenyum."Kau belum tidur?" Dia bertanya seraya menyinkirkan anak rambutku yang berkeliaran di wajahku."Belum. Aku tidak bisa tidur." Sahutku menatap manik matanya yang cobalt."Jangan terlalu dipikirkan. Apapaun pilihanmu aku akan mengabulkannya." Yakinnya."Lalu kenapa kau masih mengenakan cincin?" Tanyaku menunjuk jari manisnya."Ah ya. Selama dua tahun aku tak pernah melepasnya. Jadi boleh aku menggunakannya sampai selesai persi

  • KALI KEDUA   BAB 18

    Seminggu telah berlalu. Radit dan Michael sangat membantuku di laboratorium. Mengarahkan ini dan itu. Aku merasa sangat terbantu berkat mereka. Bahkan Radit sempat ngotot ingin mengantarku dan menjemputku namun Mike selalu mengingatkannya agar tak menggangguku apalagi mencampuri urusanku. "Menurutlah padaku Dit sebelum kau jadi daging cincang. Kau ingat betapa mengerikannya pria itu jika marah?" Mike berkata datar pada Radit yang disambut kekehan. "Ya,ya. Apa salahnya mengantarnya pulang atau menjemputnya? Toh dia juga sepupu kita." Bantah Radit kemudian "Tapi tindakanmu sangat lancang." Mike menoyor kepala Radit gemas. "Ah tidak apa-apa aku pulang sendiri saja." Segera kusudahi perdebatan mereka. "Apa Kak Erland tinggal bersamamu?" "Tidak. Aku tinggal sendirian. Tapi sewaktu-waktu Erland mampir." "Wah jadi benar rumor itu? Kalau begitu kapan-kapan kami boleh main kan? Aku ingin bertemu Kak Erland." Rumor apa? Tan

  • KALI KEDUA   BAB 17

    Setelah kepergian Antony,hanya dua wanita itu yang terlihat sibuk menata barang-barangku. Aku berkeliling melihat satu persatu ruangan. Rumah ini lebih kecil dari rumah sebelumnya. Hanya ada dua kamar,ruang tamu,ruang keluarga dan dapur. Di belakang rumah ada taman kecil dan kolan ikan. Sepertinya aku memang tidak butuh pelayan. Erland berlebihan sekali. "Ada yang bisa kami kerjakan lagi nona?" Tawar salah satu yang terlihat lebih tua. "Tidak. Duduklah. Kita belum sempat berkenalan." Kupersilahkan mereka duduk. "Baik nona." Mereka malah duduk di lantai. Aku terkejut. "Di kursi saja. Lantainya sangat dingin." "Maaf nona. Tidak apa-apa kami sudah biasa." "Jangan dibiasakan jika dirumahku. Aku ingin kalian nyaman disini." "Baik nona. Terima kasih." Lalu keduanya dusuk diatas kursi. "Siapa nama kalian?" Tanyku seraya memandang keduanya bergantian. "Nama saya Fitri dan dia adik saya Nia nona Maudy." Fitri

  • KALI KEDUA   BAB 16

    "Dy...Maudy." Panggilan itu samar namun semakin jelas. Lalu kemudian samar lagi."Sadarlah!" Kurasakan dia menepuk pelan pipiku. Lalu menggendongnya ke kamar. Ingin kubuka mataku namun seperti di olesi lem. Sangat lengket.Sepertinya aku tidak sadarkan diri tadi. Tubuhku lemas dan tak bertenaga. Aku hanya bisa mendengar suara grasak grusuk tanpa bisa melihatnya. Hingga sebuah benda dingin menekan dadaku. Dan aroma minyak kayu putih semakin kuat menusuk indra penciumanku.Saat tersadar aku melihat ruangan serba putih. Hingga mataku menangkap sosok pria yang tengah tertidur dipinggir ranjang. Wajahnya yang tenang terlihat sangat lelah. Sedangkan di samping tanganku selang infus menjuntai hingga menancap di pergelangan tangan kiriku.Kuelus rambutnya yang hitam kecoklatan. Setelah beberapa bulan tak menyentuhnya. Kini aku bisa mengelus rambutnya bahkan pipinya."Maafkan aku sudah merepotkanmu. Harusnya aku pindah hari ini." Lirihku cairan

  • KALI KEDUA   BAB 15

    TOK TOK TOK Suara pintu di ketuk. Aku membereskan peralatan makan. Dan segera menuju pintu. Saat pintu terkuak. Seraut wajah laki-laki sebaya nan berwibawa itu muncul. Wajahnya sangat mirip dengan Vanya. Paman Andreas. Aku menundukkan kepala. "Paman?" Sapaku seraya menunduk menjabat tangannya. Namun dia mengibaskan tangan seperti jijik. Aku melihat ke belakangnya. "Aku hanya mampir sebentar. Jadi hanya sendiri." Beliau menjawab seolah tau apa yang ada di kepalaku. Aku pun mengangguk. Pertanda mengerti. "Silahkan duduk Paman." Kupersilan beliau duduk. Aku pun menyusul beliau duduk sedikit jauh. "Maaf,ada yang bisa Maudy bantu Paman?" Tanyaku hati-hati. Karena beliau hanya diam tanpa bicara. "Sebenarnya aku hanya ingin mengucapkan terima kasih. Karena tanpa kuminta kau mau melepaskan diri dari Erland." DEG. Jantungku berdetak lebih cepat. Apa maksud beliau. Apakah Erland sudah memberitahunya? Sedangkan

  • KALI KEDUA   BAB 14

    Aku mencuci pakaian dan bedcover yang telah terpakai. Agar dirumah baru nanti pekerjaanku tidak terlalu banyak. Ditempat menjemur pakaian kulihat Erland sibuk di dapur. Seperti biasa dia membuat sarapan sebelum ke kantor. Aku memandang wajahnya. Tangannya berkali-kali mengusap keringat. Tak kupungkiri wajah tampannya."Ketampanannya bertambah jika sedang memegang spatula begitu." Pujiku. "Namun sayang sebentar lagi akan menjadi mantan. Mantan terindah." Imbuhku lalu kugelengkan kepala. Bahaya jika diteruskan bisa diabetes.Masuk kedalam kamar. Aku mengepack pakaian,make up dan sepatu ke dalam koper sedangkan buku-buku sudah terlebih dulu di kirimkan kesana oleh Erland. Kutinggalkan gaun-gaun pesta. Aku sudah tidak begitu membutuhkannya nanti. Biarlah menjadi urusan Erland. Mau dibuang atau disumbangkan."Tinggalkan beberapa pakaianmu." Pintanya. Aku berbalik menatapnya heran."Kenapa?""Aku hanya memberitahu mama dan p

Scan code to read on App
DMCA.com Protection Status