KAKEK TUA itu SUAMIKUBab 46"Ayo keluar, Nisa tadi lagi masak sama Ibumu." Aku tertegun, tak percaya dengan ucapan suamiku. Suamiku lantas meraih tanganku dan berjalan ke luar kamar. Benar saja, Mbak Nisa sekarang terlihat sedang menyiapkan makanan di atas tikar di depan ruang tv. Bapak, Pak Agus dan Seno juga sudah siap duduk di atas tikar."Ayo semua, sekarang kita makan bersama ya, Nak Nisa juga duduk di atas tikar. Maaf ya mejanya nggak muat jadi kita makannya di atas tikar." Ibu terlihat membawa teko berisi air teh panas dan juga gelas di tangannya. Terlihat makanan di atas tikar sudah tersaji. Ada sayur sop, bakso yang tadi aku beli, ayam goreng, ikan goreng, oseng kangkung, sambal, tahu dan tempe goreng juga lalapan sudah siap semua.Sekarang kita semua sudah duduk melingkar di atas tikar. Mbak Nisa duduk disamping Ibuku, dia terlihat akrab dengan Ibu bahkan sesekali tertawa bersama Ibu. "Ini hasil masakan Nak Nisa loh," ucap Ibu. Mbak Nisa yang dipuji Ini langsung tersenyum
KAKEK TUA itu SUAMIKUBab 47"Duh, kok gerah banget sih!" Nisa ke luar kamar sambil memegang kertas yang digunakannya untuk kipasan."Kan nggak ada AC Mbak, jadinya gerah." Mbak Nisa kemudian duduk di kursi ruang tamu. Kursi dari kayu yang tidak ada empuknya sama sekali."Laper nih, ada makanan nggak?" tanya Mbak Nisa. Sampai lupa aku, kalau dari tadi sejak sampai disini kita belum makan sama sekali. Aku ingat, tadi sepertinya ada warung saat aku masuk ke perumahan."Sebentar Mbak, Seva ke warung dulu." Bergegas aku ke kamar mengambil uang yang tersisa dan menuju ke warung. Perumahan ini sepertinya masih baru, hanya ada sedikit rumah yang baru dihuni, terlihat dari adanya jemuran di depan rumah.Akhirnya, setelah berjalan cukup melelahkan aku sampai di warung yang bercat warna biru. "Permisi … Assalamualaikum," ucapku saat di depan pintu warung."Waalaikumsalam, silahkan Neng," jawab seorang wanita seumuran Ibu. "Mbak, yang warga baru ya? Saudaranya Agus?" Aku mengernyitkan kedua al
KAKEK TUA itu SUAMIKUBab 48Pagi ini aku terbangun dengan kepala yang berat dan perut yang mual seperti diaduk. Aku tetap melakukan aktivitasku seperti biasa dan bersikap seperti biasa. "Dinda, kayaknya muka Dinda pucat," ucap suamiku. Suamiku kemudian menempelkan tangannya di dahiku. "Tapi nggak demam, apa Dinda pusing?""Nggak kok, mungkin cuma capek kemarin perjalanan jauh. Katanya, hari ini Kanda ada urusan, udah pesan taxi online belum?" "Udah, tapi Kanda khawatir sama Dinda. Kanda batalin aja ya, nggak jadi pergi." "Eh, orang aku nggak apa-apa. Kanda pergi aja ya, beneran aku nggak apa-apa." "Ya udah, Kanda pergi dulu. Assalamualaikum.""Waalaikumsalam," jawabku.Aku melanjutkan pekerjaan rumah dengan menyapu lantai, tapi baru sebagian yang aku sapu kepalaku rasanya pusing sekali. Aku berpegangan pada tembok, hampir saja terjatuh kalau tidak dipegang oleh Mbak Nisa."Kalau pusing tidur aja di kamar, biar aku yang terusin nyapunya!" Mbak Nisa mengambil alih sapu di tangan da
KAKEK TUA itu SUAMIKUBab 49PoV Nisa, Rasa BersalahAku sama sekali tidak mengerti dengan jalan pikiran ayah, bagaimana mungkin ayah mau menikah dengan gadis di bawah umur.Alasannya adalah anak. Ya, ayahku terobsesi dengan anak laki-laki. Sebenarnya kalau saja aku wanita yang sempurna mungkin ayah tidak akan melakukan pernikahan gil* itu.Aku hanya dikabari lewat sambungan telepon oleh ayah. Aku yang saat itu sedang berada di Australia tak bisa berbuat apa-apa. Pernikahan pun terjadi tidak ada yang hadir diantara anak-anaknya ayah. Anak kandung ayah hanya satu yaitu aku, sedangkan kedua kakaku, Mbak Tania dan Mbak Lidiya adalah anak angkat.Seandainya saja ayah menikah dengan orang yang usianya patut menjadi ibuku mungkin aku akan terima. Lah ini sama cucunya saja seumuran. Cucu ayah ada dua semuanya laki-laki. Namanya Andi dan Tristan. Beberapa hari berselang setelah pernikahan ayah aku memutuskan untuk pulang dan langsung menuju ke rumah istri baru ayah. Bukan hal yang sulit buat
KAKEK TUA itu SUAMIKUBab 50POV NisaAyah mengingatkan siapa saja yang belum meminta maaf pada istrinya itu. Tentu saja yang belum meminta maaf adalah kedua kakak iparku dan juga aku. Mbak Lidiya dan Mbak Tania menyuruhku untuk meminta maaf pada Seva, rasanya enggan sekali untuk meminta maaf. Buat apa? "Baiklah Nisa akan minta maaf!" Akhirnya kata-kata itu keluar dari mulutku. Lihat saja ayah apa yang akan Nisa lakukan untuk memenuhi keinginan ayah yang haus akan permintaan maaf untuk istri baru ayah! Aku mendekati perempuan itu, terlihat ada rasa takut pada wajahnya."Maafkan Nisa Mamih Seva, istri kesayangan Ayah yang sudah merebut segalanya dari Nisa!" Aku berlutut dihadapan Seva agar ayah puas! Lihat Yah, Nisa sakit!"Jangan seperti ini, tolong berdirilah." Seva memegang kedua bahuku yang bagiku haram jika dia menyentuhnya."Jangan sentuh aku! Meminta maaf bukan berarti kamu sudah menang! Dan untuk Ayah, selamat berbahagia. Silahkan pilih istri baru Ayah biar Nisa yang pergi!" t
KAKEK TUA itu SUAMIKUPOV NisaTiga hari berselang rencana keduaku dimulai. Ayah dan aku bersandiwara kalau bisnisnya bermasalah dan harus meninggalkan rumah beserta asetnya. Ayah memberikan pilihan pada Seva untuk tinggal bersama orang tuanya tapi dia menolak bahkan menyerahkan seluruh perhiasan dan tabungan yang dia punya untuk membantu ayah, hal itu aku dengar ketika mendengar pembicaraan mereka saat melewati kamar dengan pintu terbuka.Pukul tiga pagi kami mulai berangkat diantar Pak Agus menggunakan mobil pribadi Pak Agus. Ya, Pak Agus menjadi salah satu bagian dari sandiwara ini."Agus yakin, Nona Bos mampu melewati ujian Non Nisa." Begitu yang diucapkan Agus ketika memintanya untuk ikut bersandiwara.Rumah yang kami tuju adalah salah satu perumahan yang dibangun perusahaan ayah, dan salah satu tujuan ke kota ini juga sebenarnya ayah ada kepentingan bisnis. Seva itu terlalu polos, mengira bisnis ayah benar-benar bermasalah. "Gus, saudara kamu sementara pindah kemana?" tanya Aya
KAKEK TUA itu SUAMIKUBab 52Bugh!Sebuah pukulan benda keras terasa di belakang bahuku. Aku limbung tak mampu lagi menjaga kesadaranku."Dinda … Kanda mohon, bangunlah." Itu suara suamiku! Benar, itu suamiku. Ingin sekali aku bersuara tapi aku tak bisa. Ayo Seva, kamu bisa! Berusahalah! Sekuat tenaga aku mencoba membuka mataku. Perlahan, samar … Yes! Aku berhasil membuka kedua mataku. "Dinda … Dinda sudah sadar?" Aku menoleh ke samping kananku. Suamiku sedang menggenggam tanganku. "Alhamdulillah … " Suamiku memelukku erat, bahkan aku bisa merasakan air matanya yang menempel di pipiku. Aku sadar, berarti aku selamat. Nisa, dimana Mbak Nisa? "Mbak Ni—sa ma—na?" tanyaku terbata."Dasar bodo*! Kenapa malah menanyakanku? Aku disini!" Aku menoleh ke samping kiriku Mbak Nisa selamat, lega rasanya. Mbak Nisa berdiri dengan air mata mengalir di pipinya. Mbak Nisa menghambur memelukku. "Apa kamu tidak punya ota*? Masih saja memikirkanku." Mbak Nisa masih saja memarahiku sambil menangis.
KAKEK TUA itu SUAMIKUBab 53"Tidak, ini pasti enak. Baunya saja enak." Suamiku masih saja membujukku tapi aku justru bertambah mual dengan aroma yang keluar dari makanan itu. Aku menutup mulutku dengan kedua tanganku. "Makanlah, setidaknya untuk anak kita." Benar, aku tidak boleh egois ada nyawa lain di tubuhku sekarang. Aku mencoba untuk membuka mulutku dan berusaha keras menelan satu sendok makanan. Baru saja makanan itu sampai di perut kembali makanan itu aku muntahkan. Hueek!Justru aku memuntahkan semua isi yang ada di perutku. Rasanya sampai tenggorokanku pahit. Suamiku kemudian memberikan air putih untukku tapi lagi-lagi perutku menolaknya."Sudah Kanda, aku tidak bisa melanjutkannya lagi." Aku kemudian dibantunya untuk tidur kembali. Aku pejamkan mata ini dan tanganku memijit pelipis yang terasa pening. Entah sudah berapa lama aku tertidur, di ruangan ini kini hanya ada suamiku yang sedang berdiri menatap jendela dan seorang laki-laki yang sedang membersihkan ruangan. "Ka