KAKEK TUA itu SUAMIKUBab 49PoV Nisa, Rasa BersalahAku sama sekali tidak mengerti dengan jalan pikiran ayah, bagaimana mungkin ayah mau menikah dengan gadis di bawah umur.Alasannya adalah anak. Ya, ayahku terobsesi dengan anak laki-laki. Sebenarnya kalau saja aku wanita yang sempurna mungkin ayah tidak akan melakukan pernikahan gil* itu.Aku hanya dikabari lewat sambungan telepon oleh ayah. Aku yang saat itu sedang berada di Australia tak bisa berbuat apa-apa. Pernikahan pun terjadi tidak ada yang hadir diantara anak-anaknya ayah. Anak kandung ayah hanya satu yaitu aku, sedangkan kedua kakaku, Mbak Tania dan Mbak Lidiya adalah anak angkat.Seandainya saja ayah menikah dengan orang yang usianya patut menjadi ibuku mungkin aku akan terima. Lah ini sama cucunya saja seumuran. Cucu ayah ada dua semuanya laki-laki. Namanya Andi dan Tristan. Beberapa hari berselang setelah pernikahan ayah aku memutuskan untuk pulang dan langsung menuju ke rumah istri baru ayah. Bukan hal yang sulit buat
KAKEK TUA itu SUAMIKUBab 50POV NisaAyah mengingatkan siapa saja yang belum meminta maaf pada istrinya itu. Tentu saja yang belum meminta maaf adalah kedua kakak iparku dan juga aku. Mbak Lidiya dan Mbak Tania menyuruhku untuk meminta maaf pada Seva, rasanya enggan sekali untuk meminta maaf. Buat apa? "Baiklah Nisa akan minta maaf!" Akhirnya kata-kata itu keluar dari mulutku. Lihat saja ayah apa yang akan Nisa lakukan untuk memenuhi keinginan ayah yang haus akan permintaan maaf untuk istri baru ayah! Aku mendekati perempuan itu, terlihat ada rasa takut pada wajahnya."Maafkan Nisa Mamih Seva, istri kesayangan Ayah yang sudah merebut segalanya dari Nisa!" Aku berlutut dihadapan Seva agar ayah puas! Lihat Yah, Nisa sakit!"Jangan seperti ini, tolong berdirilah." Seva memegang kedua bahuku yang bagiku haram jika dia menyentuhnya."Jangan sentuh aku! Meminta maaf bukan berarti kamu sudah menang! Dan untuk Ayah, selamat berbahagia. Silahkan pilih istri baru Ayah biar Nisa yang pergi!" t
KAKEK TUA itu SUAMIKUPOV NisaTiga hari berselang rencana keduaku dimulai. Ayah dan aku bersandiwara kalau bisnisnya bermasalah dan harus meninggalkan rumah beserta asetnya. Ayah memberikan pilihan pada Seva untuk tinggal bersama orang tuanya tapi dia menolak bahkan menyerahkan seluruh perhiasan dan tabungan yang dia punya untuk membantu ayah, hal itu aku dengar ketika mendengar pembicaraan mereka saat melewati kamar dengan pintu terbuka.Pukul tiga pagi kami mulai berangkat diantar Pak Agus menggunakan mobil pribadi Pak Agus. Ya, Pak Agus menjadi salah satu bagian dari sandiwara ini."Agus yakin, Nona Bos mampu melewati ujian Non Nisa." Begitu yang diucapkan Agus ketika memintanya untuk ikut bersandiwara.Rumah yang kami tuju adalah salah satu perumahan yang dibangun perusahaan ayah, dan salah satu tujuan ke kota ini juga sebenarnya ayah ada kepentingan bisnis. Seva itu terlalu polos, mengira bisnis ayah benar-benar bermasalah. "Gus, saudara kamu sementara pindah kemana?" tanya Aya
KAKEK TUA itu SUAMIKUBab 52Bugh!Sebuah pukulan benda keras terasa di belakang bahuku. Aku limbung tak mampu lagi menjaga kesadaranku."Dinda … Kanda mohon, bangunlah." Itu suara suamiku! Benar, itu suamiku. Ingin sekali aku bersuara tapi aku tak bisa. Ayo Seva, kamu bisa! Berusahalah! Sekuat tenaga aku mencoba membuka mataku. Perlahan, samar … Yes! Aku berhasil membuka kedua mataku. "Dinda … Dinda sudah sadar?" Aku menoleh ke samping kananku. Suamiku sedang menggenggam tanganku. "Alhamdulillah … " Suamiku memelukku erat, bahkan aku bisa merasakan air matanya yang menempel di pipiku. Aku sadar, berarti aku selamat. Nisa, dimana Mbak Nisa? "Mbak Ni—sa ma—na?" tanyaku terbata."Dasar bodo*! Kenapa malah menanyakanku? Aku disini!" Aku menoleh ke samping kiriku Mbak Nisa selamat, lega rasanya. Mbak Nisa berdiri dengan air mata mengalir di pipinya. Mbak Nisa menghambur memelukku. "Apa kamu tidak punya ota*? Masih saja memikirkanku." Mbak Nisa masih saja memarahiku sambil menangis.
KAKEK TUA itu SUAMIKUBab 53"Tidak, ini pasti enak. Baunya saja enak." Suamiku masih saja membujukku tapi aku justru bertambah mual dengan aroma yang keluar dari makanan itu. Aku menutup mulutku dengan kedua tanganku. "Makanlah, setidaknya untuk anak kita." Benar, aku tidak boleh egois ada nyawa lain di tubuhku sekarang. Aku mencoba untuk membuka mulutku dan berusaha keras menelan satu sendok makanan. Baru saja makanan itu sampai di perut kembali makanan itu aku muntahkan. Hueek!Justru aku memuntahkan semua isi yang ada di perutku. Rasanya sampai tenggorokanku pahit. Suamiku kemudian memberikan air putih untukku tapi lagi-lagi perutku menolaknya."Sudah Kanda, aku tidak bisa melanjutkannya lagi." Aku kemudian dibantunya untuk tidur kembali. Aku pejamkan mata ini dan tanganku memijit pelipis yang terasa pening. Entah sudah berapa lama aku tertidur, di ruangan ini kini hanya ada suamiku yang sedang berdiri menatap jendela dan seorang laki-laki yang sedang membersihkan ruangan. "Ka
KAKEK TUA itu SUAMIKUBab 54"Jangan banyak bergerak dulu," ucap suamiku sambil mengusap bahuku sementara tanganku melingkar pada perutnya. "Aku bosan tiduran terus, aku mau duduk di sofa sambil makan mangga."Akhirnya dengan dituntun suamiku aku berhasil untuk duduk di sofa dan menikmati mangga. Sebenarnya aku kuat berjalan sendiri, suamiku saja yang terlalu khawatir."Makan mangganya pelan-pelan, Sayang" "Kanda mau?" Aku menyodorkan sepotong mangga yang masih berwarna putih pada suamiku. "Buat Dinda saja, tapi jangan banyak-banyak makan mangganya nggak bagus buat pencernaan Dinda."Aku tak menghiraukan ucapan suamiku terus saja aku menikmati mangga muda yang bagiku lebih enak dari makanan apapun. ***Seminggu berselang, hari ini aku diperbolehkan untuk pulang. Senang sekali rasanya hatiku tak sabar ingin kembali ke rumah bertemu dengan keluargaku, tapi kali ini aku pulang dengan naik pesawat tentunya dengan persetujuan dokter.Dua jam penerbangan akhirnya aku sampai di bandara d
KAKEK TUA itu SUAMIKUBab 55"Mamih …."Kalian?Mbak Tania dan Mbak Lidiya langsung masuk menemuiku."Apa kabar, Mamih?" tanya Mbak Lidiya dengan gaya bicara yang dibuat-buat."Baik Mbak," jawabku. "Mbak Lidiya dan Mbak Tania apa kabar?""Baik donk, kita kan baru pulang dari Australia." Siapa yang tanya coba? Mau pulang dari Australia atau dari neraka juga nggak peduli. "Mih, rumahnya gede ya, Mamih pasti suka banget ya, dulu kan rumah Mamih kecil, terus jelek banget lagi!" Aku hanya tersenyum kecut mendengarnya."Mbak Tania sama Mbak Lidiya mau ketemu sama Ayah ya?""Iya, ada di rumah nggak?" sahut Mbak Tania sambil celingukan."Ada, Mbak Nisa juga ada kalau mau ketemu.""Nisa?" "Mbak Tania, Mbak Lidiya … Kapan kalian datang?" Mbak Nisa yang baru datang bersama suamiku langsung menghampiri kami."Barusan kok Nis. Kamu kapan balik ke Indonesia, kok kami nggak tau?" Pantas saja tadi waktu aku bilang ada Mbak Nisa mereka seperti bingung, ternyata mereka nggak tau kalau Mbak Nisa sudah
KAKEK TUA itu SUAMIKUBab 56Mbak Nisa yang baru kembali dari mengantar kakak mereka malah membahas lagi persoalan tadi. "Kerjaan suami mereka itu nggak ada yang bener Yah, bisa hancur kalau diserahkan sama mereka.""Ayah tau, sudahlah, Ayah itu sudah mengatur semuanya. Satu minggu lagi kamu kembali ke Australia ya, ada tugas buat kamu." Mbak Nisa hanya tersenyum dan meng iyakan perintah ayahnya.***Hari ini rumah terasa lebih rame, Bapak, Ibu, Seno, bahkan Riska berkumpul di rumah. Itu semua memang permintaan dari Mbak Nisa yang ingin berkumpul dulu sebelum dia berangkat ke Australia."Mbak Nisa, memang kapan berangkat ke Australia?" tanya Seno."Besok, kenapa? Mau ikut?" "Memangnya boleh?" "Boleh, tapi kalau liburan, kalau nilai sekolah kamu bagus.""Beneran? Seno seneng deh punya kakak kayak Mbak Nisa.""Sejak kapan Seno jadi adiknya Mbak Nisa?" tanyaku heran melihat kedekatan Seno dan Mbak Nisa."Sejak Mbak Nisa nginep di rumah, Mbak Nisa yang masak, Mbak Nisa juga yang antar