KAKEK TUA itu SUAMIKUBab 57"Bi Ratih, bisa keluar dulu?" "Baik Nyonya" "Pengen itu?" tanya suamiku."Iya …" jawabku malu-malu.Suamiku kemudian membuka kancing jas yang sudah rapih dipakainya dan merentangkan tangan kanan tangannya."Dinda ini aneh, tiap hari kok penginnya nyiumin ketiak? Memangnya nggak ada yang lebih berkelas?" Aku saja bingung dengan keinginanku, semenjak hamil tiap pagi dan malam pengennya di bawah ketiak suami. Bagiku aroma khas tubuhnya jadi candu tersendiri buatku."Nggak usah protes, yang minta bukan aku loh," sanggahku. Maaf ya Nak, kamu dijadikan alasan.***"Va, ada paket buat kamu," ucap Bude Ratmi. Bude Ratmi membawa sebuah kotak besar untukku.Paket itu kemudian ditaruh di atas meja."Paket dari siapa Bude?""Nggak tau Va, tadi Bude cuma dikasih sama satpam. Bude ambil gunting ya buat buka." Aku kemudian membaca dari alamat yang tertera di paket, ternyata dari Mbak Nisa, tapi kok nggak bilang ya kalau mau kirim sesuatu. "Ini Va, guntingnya." Perlah
KAKEK TUA itu SUAMIKUBab 58Aku mendekat menuju sumber suara."Aduh! Kenapa ini lantainya licin sih?" "Makannya jangan kualat kamu jadinya jatuh. Mbak duluan yang masuk toilet!" Mbak Tania melangkahi Mbak Lidiya yang terbaring akibat jatuh. Namun, belum lagi langkahnya sampai, kaki yang satu justru terpleset sehingga tubuhnya menimpa tubuh Mbak Lidiya."Aduh Mbak, kenapa malah jatuh di atasku? Sakit tau!?" "Aku lebih sakit ini!" Mbak Tania tentu saja sakit kakinya sampai terbuka lebar bahkan dres pendek yang dikenakannya sampai sobek.Mereka justru saling menyalahkan satu sama lain. Aku yang iba melihatnya berniat untuk membantu mereka untuk berdiri, namun dicegah oleh Bude Ratmi."Hati-hati lantainya licin, ada minyak tumpah," lirih Bude Ratmi mengatakannya sambil tersenyum. "Biar Bude yang atasi, kamu hati-hati duduk saja" "Maaf Nyonya, tadi saya bawa minyak, tapi sepertinya bocor makannya lantainya licin, ini mau di bersihkan tapi malah Nyonya sudah kayak gini." Bude kemudian m
KAKEK TUA itu SUAMIKUBab 59"Oke, ini sudah terlihat ya janinnya. Bagus, ukurannya juga sesuai dan jenis kelaminnya adalah ….""Tunggu!" Suamiku tiba-tiba menghentikan hasil pemeriksaan USG yang sedang aku jalani."Ya, Pak Bambang, ada apa?" Dokter Nia kemudian menatap suamiku yang tengah berdiri menemaniku."Tidak usah diberi tahu tentang jenis kelaminnya. Biarlah nanti jadi kejutan." Suamiku terus menggenggam erat tanganku. "Tapi, ada hal yang harus Anda ketahui Pak Bambang.""Apa jenis kelamin wajib diberitahu?"Dokter Nia tersenyum dan kembali melakukan pemeriksaan padaku. "Bukan itu, Pak." Aku terus menatap layar yang ada di monitor di depanku. Layar yang menampilkan janin dalam perutku.Dokter Nia kemudian mengatur kursinya sehingga kini menghadapku dan suamiku."Janin dalam perut Bu Seva tidak hanya satu, tapi dua," ucap Dokter Nia. Aku dan suamiku saling bertatapan mencerna ucapan Dokter Nia."Apa itu artinya—?" Aku ingin memastikan apa yang dokter Nia katakan itu sesuai de
KAKEK TUA itu SUAMIKUBab 60"Kalian harus menjaga istri saya dengan baik, melayaninya, dan pastikan kalau istri saya tidak kelelahan ataupun kekurangan. Penuhi apapun yang istri saya inginkan. Pastikan istri saya jangan sampai terluka, kalau sampai saya temukan luka lecet pada istriku, saya tidak akan segan-segan memecat kalian! Apa kalian paham?!" "Paham Tuan!" jawab mereka serentak."Kalau kerja kalian bagus dan sampai nanti kedua anak saya lahir, gaji kalian akan naik jadi tiga kali lipat," lanjut suamiku."Ti—ga kali lipat Bos? Itu artinya?" Pak Agus mulai menghitung jarinya bersama yang lain. Mereka mulai berbisik dan tertawa."Tunggu … Pak Bambang tadi bilang dua anak lahir? Maksudnya apa ya Pak Bambang?" tanya Bude Ratmi. Mereka yang tadinya asyik menghitung kini terdiam dan mulai berpikir sama seperti Bude Ratmi."Apa Nyonya hamil anak kembar?" tanya Bi Ratih.Suamiku kemudian mengelus perutku. "Ya, istriku sedang hamil anak kembar." "Wuaaaaaaa!"Mereka menjerit dan melompa
KAKEK TUA itu SUAMIKUBab 61Aku yang melihatnya tak sanggup menahan air mataku. 'Pulanglah Mbak, Seva juga kangen sama Mbak Nisa.' Akhirnya video call itu justru berakhir dengan drama haru. Mbak Nisa akan berusaha untuk pulang dalam waktu dekat ini katanya.***Siang ini kami kembali lagi ke rumah, suamiku tidak ikut pulang tapi lanjut ke kantor, ada urusan katanya jadi aku diantar oleh Riska sementara Bapak dan Ibu sudah pulang terlebih dahulu."Sebentar Nyonya, saya turun dulu biar saya yang buka pintu mobil buat Nyonya," ucap Bi Ratih."Benar-benar kamu udah kaya permaisuri Va," ucap Riska sambil geleng-geleng. "Kamu tau? Ingin sekali aku menolaknya tapi nanti Bi Ratih ngadu sama suamiku dan akhirnya nanti panjang urusannya." Ya, bukan sekali aku protes, risih rasanya. Pintu mobil akhirnya dibuka oleh Bi Ratih dan aku dibantunya untuk turun dari mobil. "Va, aku langsung balik ya, mau langsung ke kampus ada kuliah." "Oke, kamu hati-hati ya, makasih udah nganter aku." Mobil Risk
KAKEK TUA itu SUAMIKUBab 62"Nona Bos! Awas … !" Pekik Pak Agus. Aku yang sedang ngobrol dengan Bi Ratih reflek melihat ke belakang. Mobil sedan hitam sedang melaju kencang ke arahku. Ya Tuhan, lindungi aku … Bi Ratih langsung mendorongku, adegan yang begitu spontan membuatku kaget tak bisa menyeimbangkan bobot tubuhku. Bahu ini terasa ada yang mencengkram, dan bagian belakang tubuhku terasa ada yang menopangnya sehingga tubuhku kembali seimbang. Mobil sedan yang tadinya melaju kencang kini berhenti di bahu jalan namun tak lama kemudian melaju kembali."Terimakasih Pak Agus, untung Pak Agus menyelamatkanku." "Sama-sama Nona Bos, apa Nona Bos terluka?"Tidak Pak, hanya kaget saja." "Nyonya nggak apa-apa?" tanya Bi Ratih."Nggak apa-apa, untung kalian menyelamatkanku.""Sepertinya Agus kenal dengan mobil itu.""Saya juga kenal Pak Agus, tapi biarlah ini rahasia diantara kita, jangan beritahu ke suamiku ya …." Aku hanya takut hubungan ayah dan anak itu semakin renggang, ya walaupun
KAKEK TUA itu SUAMIKUBab 63"Ups, kelepasan aku." Riska menutup kedua mulutnya. Sepertinya ada yang Riska sembunyikan dariku."Kamu mau main rahasia sama aku? Kalau iya, bye! Cukup sekian persahabatan kita!" Aku mengancam Riska agar dia mau bercerita."Iya, iya, bumil mah gitu hawanya emosi mainnya ngancem mulu. Jadi, tadi aku ditembak sama dosen ganteng yang dulu aku ceritain itu loh." Aku mencoba mengingat tentang cerita Riska. Dulu dia sempat cerita kalau dosennya ada yang ganteng tapi galak."Iya aku ingat sekarang, terus gimana? Kamu terima?" tanyaku penasaran."Aku bilang aku jawab seminggu lagi, ya kali aku langsung jawab iya, nanti dibilang aku ngebet sama dia.""Lah, padahal emang iya kan?" tukasku. Riska hanya tersenyum simpul."Nyonya, sudah siap rekaman? Ini Tuan sudah mengingatkan." Bi Ratih mengingatkanku untuk minum susu."Rekaman apa, Va?""Rekaman minum susu hamil," jawabku singkat."Wuiiih, kamu sekarang endorse susu hamil? Kurang duit kamu sampai endorse susu?" "M
KAKEK TUA itu SUAMIKUBab 64"Nanti juga Dinda tau. Bawa masuk, Gus!""Siap Bos!"Tak lama berselang datanglah dua orang laki-laki dengan mendorong yang aku tau itu adalah mesin pendingin untuk es krim.Mereka kemudian mengaturnya sesuai dengan arahan dari Pak Agus."Kamu mau jualan es krim, Va?" bisik Riska."Nggak tau." Setelah mesin tertata kedua laki-laki itu kemudian datang lagi dengan membawa dus yang yang berisi es krim dan menatanya ke dalam freezer."Sudah selesai, Bos!" Kami kemudian mendekati freezer es krim. Freezer sudah penuh dengan berbagai macam es krim tapi yang paling banyak adalah yang kemasan cup."Ini maksudnya apa Kanda?""Ya, ini semua buat Dinda. Kanda tadi sempat membaca artikel kalau pengin bayinya gede disuruh makan es krim, ya udah Kanda beli ini semua biar nggak repot kalau mau makan tinggal ambil." Astaga, apa lagi ini?"Asyiiik es krim, boleh minta nggak?" Suamiku kemudian menganggukkan kepalanya.Riska kemudian menggeser tutup es krim dan memilihnya.
"Cie yang sudah jadi CEO," ledek Riska saat aku sampai di kantor. "Kamu tahu?" Riska mengangguk." Tristan yang cerita semalam." "Kenapa bukan Tristan saja yang menggantikanku? Kenapa Andi?" "Andi itu di Australia pimpinan tertinggi perusahaan Va, sekarang beralih pada Mas Ivan. Andi dipindah tugaskan balik kesini jadi presiden direktur menggantikan kamu" jelas Riska. "Nggak tau aku maunya suamiku, bisa-bisanya mengundurkan diri nggak bilang-bilang." "Suamimu ingin yang terbaik buatmu Va, yakin itu," ucap Riska. *** Malam ini udara terasa dingin, bahkan pendingin ruangan tidak aku nyalakan. "Masih banyak kerjaannya?" tanya suamiku yang melihatku masih sibuk di depan laptop. "Nggak, bentar lagi selesai. Lagian kenapa Kanda harus mundur sih? Kalau nggak kenapa bukan Tristan aja yang jadi CEO?" Aku kemudian mematikan laptopku, pertanda aku sudah selesai mengerjakan pekerjaanku. Di dada bidang suamiku aku sandarkan kepalaku. "Kanda hanya ingin istirahat Dinda, Kanda mau m
"Iya, ini aku. Kenapa? Kamu kaget?" Sejujurnya iya, aku sangat kaget. Dari gelagatnya, sepertinya Mbak Susi punya niat tidak baik sama aku. "Mbak Susi mau apa?" "Mau main-main sebentar sama kamu," sahut Mbak Susi. "Apa maksud Mbak Susi?" "Aku cuma mau tau, kalau wajahmu itu sudah nggak cantik, apa suamimu masih mau sama kamu?" Aku semakin bingung dengan ucapan Mbak Susi. Mbak Susi terlihat sibuk mencari sesuatu dari dalam tasnya. Pintu toilet yang tadinya tertutup kini terbuka semuanya. Namun yang keluar bukan wanita, tapi justru Pakde Parmin juga dengan tiga orang polisi lain, hanya satu yang wanita dia adalah Riska. Mbak Susi yang masih sibuk dengan tasnya tak sadar jika Pakde Parmin dan ketiga polisi datang mendekat, ketiga polisi bahkan langsung menyergap Mbak Susi dari belakang. Mbak Susi kaget, dan berusaha memberontak. "Lepas! Lepaskan aku!" "Kamu nggak akan bisa lepas sekarang," sahut Pakde Parmin. "Bapak tega, menangkap anak Bapak sendiri?" "Bapak harus teg
Sesampainya di parkiran aku dan Riska bergegas untuk turun. Langsung menuju ke lantai lima. Di depan ruanganku aku dan Riska kemudian berpisah. Riska ke divisinya sendiri dan aku masuk ke ruanganku sendiri.Hari itu aku lewati seperti biasa, memeriksa laporan dan menandatangani berkas. Ting Pesan masuk ke ponselku. Nomor baru lagi. Apa ini Mbak Susi lagi ya? Aku segera membukanya. Benar dia lagi yang mengirimku pesan.[ KAMU PIKIR AKU TAKUT DENGAN BODYGUARDMU YANG BERTAMBAH BANYAK? NGGAK! KAMU SALAH! ] [ Mau kamu sebenarnya apa, Mbak? Aku rasa aku nggak pernah mengusikmu, mengganggumu. ] Kubalas pesan dari Mbak Susi. Sudah muak rasanya mendiamkannya.[ BERANI JUGA KAMU MEMBALAS PESANKU. AKU MAU KAMU MENDERITA! AKU TIDAK RELA JIKA KAMU BAHAGIA! ] Mbak Susi kemudian mengirimkan sebuah foto padaku. Foto mobil Tristan yang tadi pagi aku tumpangi. Ya Tuhan, bahkan Mbak Susi tau jika aku ikut mobilnya Tristan.Aku segera keluar dari ruanganku dengan buru-buru dan menuju ke ruangan Tris
"Jangan begitu Bude. Bude nggak usah merasa bersalah. Kita doakan saja semoga Mbak Susi secepatnya kembali ke jalan yang benar." "Bude sudah berusaha menghubungi nomor Susi tapi tidak ada yang bisa." "Sudahlah Bude, suatu saat Mbak Susi pasti mencari Bude. Bagaimanapun juga seorang anak pasti suatu hari butuh ibunya. Ehm, Bude minta tolong siapkan buah ya," pintaku pada Bude. Bude kemudian beranjak menuju ke dapur menyiapkan apa yang aku minta. "Assalamualaikum …!" Terdengar suara seseorang yang selama beberapa hari ini menghilang. Suara yang aku rindukan. "Waalaikumsalam," jawabku seraya menyambut Riska. Riska langsung memelukku erat. "Kangen banget sama kamu, Va," ucap Riska. "Ah, aku nggak, biasa aja!" jawabku bohong. Riska kemudian mendorongku. "Tega banget kamu!" Aku menarik tangan Riska kemudian merangkulnya. "Gitu aja ngambek. Ya kangen lah," lanjutku. Tak lama berselang, Tristan datang. "Tiap hari dia minta pulang, katanya kangen si kembar, kangen kamu, kangen Bi R
Pagi ini, aku tengah bersiap pergi ke kantor. Jadwal sudah dikirim lewat email oleh Nana–sekretarisku. "Kanda, mungkin nanti aku pulangnya sore," ucapku pada suamiku. Suamiku sekarang lebih banyak di rumah. Hanya sesekali ke kantor itupun tidak lama. "Apa Dinda sibuk?" "Lumayan, ada berkas yang harus aku pelajari dari hasil meeting kemarin, juga ada meeting dengan klien siang nanti." Pekerjaan yang kemarin tertunda karena sibuk dengan kasus Seno, kini harus menumpuk pada hari ini. Biasanya ada Riska dan Tristan yang menghandle, tapi mereka baru akan kembali tiga hari lagi. Dari foto yang dikirim Riska, terlihat dia sangat bahagia. Syukurlah, aku ikut senang melihatnya. Sebenarnya ada rasa kehilangan beberapa hari tidak mendengar suara khas Riska. Untung saja besok setelah honeymoon mereka akan tinggal disini terlebih dahulu. Kali ini aku setuju dengan hadiah rumah yang besar dari suamiku, bisa menampung orang banyak. "Jangan terlalu capek, kalau ada apa-apa hubungi Kanda." Sua
Waktu menunjukkan pukul delapan malam, saat semua prosedur pembebasan Seno telah selesai. Dengan langkah yang gembira Seno berjalan menuju ke mobil."Aku lapar," ucapku saat diperjalanan menuju pulang."Saya juga lapar, Nona Bos," sahut Pak Agus. "Kanda juga, dari siang belum makan," imbuh suamiku. "Ha ha ha." Kami semua tergelak tertawa bersama. Saking fokusnya pada Seno kami lupa mengisi perut kami.Sebelum sampai rumah, kami memutuskan untuk terlebih dahulu membeli makanan untuk dibawa pulang. Menu yang paling disukai oleh anak-anak. Ayam goreng tepung kriuk-kriuk begitu anaku menyebutnya. "Pak Agus, bagikan juga makanannya pada bodyguard serta yang lainnya ya." "Siap, Nona Bos," sahut Pak Agus."Om Seno …!" teriak Arthur saat melihat Seno masuk ke rumah. Dia langsung meminta Seno untuk menggendongnya. Padahal Arthur sudah berusia enam tahun tapi tetap saja jika ada Seno ataupun Tristan dia akan langsung minta gendong. Berbeda dengan Alvina, dia hanya akan memeluk Seno dan memi
Mendengar perintah suamiku, anak buah suamiku dengan cekatan langsung mengambil laptop dan menyalakannya. Aku dan suamiku kemudian duduk di kursi tepat di hadapan mereka.Raut wajah mereka berubah pucat setelah melihat putaran rekaman CCTV. Salah satu dari mereka memang tidak terlihat jelas wajahnya tapi jika dilihat dari rekaman CCTV mobil Seno akan sangat terlihat jelas."Apa mereka pelakunya, Va?" tanya Pakde Parmin. "Iya Pakde, tapi mereka belum mau mengaku.""Apa kalian masih mau menyangkal setelah melihat rekaman itu?" Lanjut suamiku bertanya.Mereka berdua saling pandang satu sama lain. Keringat bahkan sudah terlihat jelas mengalir pada wajah mereka. Mereka tentu saja takut, tidak ada celah lagi buat mereka untuk menghindar."Kalian mau menjawabnya atau anak buah saya yang bertindak?" ancam suamiku.Bodyguard di belakang mereka bahkan sudah menarik baju bagian leher mereka. "A—ampun, saya akan mengatakannya," ucap laki-laki berkaos putih dengan mimik wajah ketakutan."Kataka
Percakapan dengan Aldo sengaja aku keraskan volumenya, agar satu ruangan ini bisa mendengarnya. "Bagaimana ini, Kanda?" "Tenanglah, sudah ada titik terang," jawab suamiku. "Kalian, segera bawa kesini dua orang yang menanyakan alamat pada Aldo!" Perintah suamiku pada anak buahnya. "Siap Bos!" jawab mereka serempak. Aku terus mondar-mandir di teras, menanti kedatangan Pakde Parmin dan Pak Agus. "Dinda, sini duduk. Jangan mondar mandir terus seperti itu," titah suamiku. Aku tak menggubrisnya, terus saja aku melangkah maju lalu kembali lagi. "Dinda …." Lagi, suamiku memanggil namaku. Mau tak mau aku menurutinya, duduk di samping suamiku di kursi teras. Tiiin Tiin Terdengar klakson mobil di depan, dengan segera Pak Satpam membuka pintu gerbang. Pertama masuk adalah mobil sedan hitam milik suamiku, disusul kemudian mobil sport milik Seno. Aku sangat penasaran dengan mobil Seno, bahkan sebelum mobil itu berhenti aku sudah berlari menghampirinya. Pintu mobil Seno terbuka, kelua
"Dia dituduh membawa narkoba Mbak," jawab Ibu."Nggak mungkin Seno seperti itu, ini pasti ada kesalahan, atau mungkin ada yang menjebaknya!" "Permisi Bos, mereka sudah datang," ucap Pak Agus. "Suruh mereka tunggu di ruang tamu.""Siap, Bos."Suamiku kemudian meletakkan sendoknya, meminum air putih yang ada di depannya, kemudian beranjak dan meninggalkan meja makan."Bude, tolong temani Ibu ya," pintaku pada Bude Ratmi. Aku kemudian menyusul suamiku, menemui orang-orang suruhan suamiku."Aku berikan tugas untuk kalian minta rekaman CCTV hari ini yang ada di toko buku Pelita, kafe Remaja juga di sekitar kampus Seno. Selidiki juga teman yang bersama Seno!" titah suamiku. "Akan ku kirim foto Seno pada kalian!""Siap Bos!" sahut mereka serempak. Lima orang dengan pawakan tinggi kekar kini beranjak dan meninggalkan ruang tamu.***Keesokan harinya, aku tengah bersiap untuk menemani Ibu ke kantor polisi. Semua jadwal kantor sudah aku serahkan dengan Pak Ilyas, direktur keuangan pada perusa