Pagi menyapa dan hari ini adalah hari Arkan dan Aruna akan keluar dari hotel. Sesuai dengan yang Arkan katakan, mereka akan tinggal bersama orang tua Arkan. Aruna tak memiliki pilihan untuk menolak, karena jelas dia tak akan bisa melakukan itu.Jam menunjukkan pukul tujuh pagi dan Aruna baru saja selesai berpakaian. Dia memakai celana jeans berwarna hitam dan kemeja satin polos berwarna mocca. Pakaian yang dia gunakan sekarang adalah yang kemarin dia beli di mall atas perintah Arkan.Harusnya ya, Aruna sudah selesai siap-siap sejak tadi karena dia bangun lebih awal. Namun Arkan kembali memberikan serangan pagi padanya, yang pada akhirnya membuat Aruna baru bisa masuk ke dalam kamar mandi setelah jam enam lebih beberapa menit. Awalnya Arkan meminta untuk mandi bersama, namun Aruna menentang permintaannya mentah-mentah. Dan akhirnya, mereka mandi masing-masing. Sekarang Arkan pun baru saja keluar dari kamar mandi hanya dengan memakai handuk saja."Bereskan semuanya. Jangan sampai ada ya
Arkan dan Aruna sampai di rumah dan mereka di sambut dengan hangat oleh Hana. Hana senang karena pagi ini dia bisa kembali berkumpul dengan kedua anaknya. Lebih senang lagi karena keluarganya bertambah dua anggota sekaligus.Saat bertemu dengan Delia, Aruna langsung memeluknya, merasa rindu. Dan ternyata Delia pun merasakan hal yang sama. "Aku ingin menghubungi kamu. Tapi takut mengganggu," ucap Delia setelah dia dan Aruna duduk berdampingan di ruang keluarga rumah mertua mereka."Ganggu apa? Padahal aku berharap bisa bicara padamu," balas Aruna. Delia terkekeh pelan mendengarnya."Takut ganggu kamu dan Kak Arkan lah," ucap Delia dengan senyuman yang menggoda."Heh, kamu juga sama," balas Aruna tak mau kalah. Delia pun langsung tertawa melihat Aruna yang kesal."Aku dan Adnan ke sini untuk pamitan, Run. Nanti siang kami berangkat ke Bandung, memulai impian kita untuk traveling. Kami akan memulainya dari Kota Bandung, lalu lanjut ke kota lainnya. Setelah puas di negara sendiri, kami a
Aruna kini berada di dalam kamar Arkan, yang akan menjadi kamarnya juga mulai hari ini. Mata Aruna melihat sekeliling kamar yang di dominasi oleh warna abu-abu. Penataan kamar Arkan memperlihatkan sekali bagaimana kepribadian Arkan. Simpel dan tak mau ribet.Aruna lalu berjalan mendekati tumpukan kardus di sudut kamar. Kardus itu berisi pakaian dan barang-barang miliknya yang di angkut dari rumahnya ke sana sehari sebelum hari pernikahan dilaksanakan. Aruna mulai membuka kardus-kardus tersebut dan membereskan isinya ke tempat yang seharusnya. Di sana, sudah ada satu lemari baru yang katanya dibeli oleh Arkan khusus untuk Aruna. Aruna akan berterima kasih pada pria itu nanti. Mengesampingkan perjanjian awal mereka, Arkan melaksanakan peran sebagai suami dengan baik. Dia benar-benar memenuhi semua kebutuhan Aruna tanpa harus diminta lebih dulu.Aruna tak tahu sih ke depannya akan bagaimana, karena dia dan Arkan baru dua hari menikah. Entah Arkan akan tetap seperti sekarang atau berubah
Aruna duduk di atas ranjang dengan punggung menyandar pada kepala ranjang. Di sampingnya ada sebuah remote televisi, dengan televisi berukuran besar di depannya yang menyala dan sedang memutar sebuah film. Ya, Aruna kini sedang menonton film di kamar Arkan, yang sudah jadi kamarnya juga sekarang. Aruna tak sendirian di sana, karena Arkan juga berada di kamar. Namun pria itu sedang berhadapan dengan laptop di meja kerjanya.Hari sudah malam dan Aruna juga Arkan baru saja selesai makan malam. Tentu mereka ikut makan malam bersama dengan orang tua Arkan. Aruna masih merasa canggung pada orang tua Arkan, namun beruntungnya Arkan mengerti dan tak memaksa Aruna untuk cepat akrab dengan orang tuanya.Aruna meraih remote televisi dan mencari film lain yang dia sukai. Setelah menemukan film baru, Aruna menaruh remote di tempatnya semula. Aruna kemudian menengok ke arah Arkan yang sedang fokus pada laptopnya. Aruna tersenyum kecil melihat Arkan yang terlihat sangat tampan dari arah samping. Apa
Pukul enam pagi Aruna sudah terbangun dari tidurnya dan hendak langsung mandi. Namun belum juga dia turun dari atas ranjang, Arkan kembali menariknya agar berbaring dan ya, Aruna kembali mendapatkan serangan pagi dari suaminya tersebut.Seperti yang Arkan bilang. Harus setiap malam dan pagi. Dan ternyata pria itu membuktikan ucapannya sendiri. Selesai melakukan pergumulan yang panas di pagi hari, Arkan dan Aruna pun mandi bersama. Aruna juga tak bisa menghabiskan waktu dengan tenang di kamar mandi jika ada Arkan di sana. Dan ya, Arkan terus mengusilinya membuat mereka menghabiskan waktu lebih lama di dalam kamar mandi.Selesai mandi, mereka segera berpakaian. Arkan memberitahu Aruna kalau ibunya setiap pagi selalu memasak untuk sarapan, di bantu oleh ART. Dan Aruna jadi malu sendiri karena malah kesiangan keluar dari kamar hingga tak membantu apa-apa. Namun Arkan menanggapinya dengan santai."Kamu itu menantu di rumah ini. Bukan pembantu yang harus bangun pagi buta dan mengerjakan ban
Jam istirahat kantor sudah dimulai beberapa menit yang lalu dan Arkan baru saja keluar dari ruangannya. Dia memegang ponselnya, berusaha menghubungi Aruna dan memberitahu istrinya tersebut kalau dia akan pulang sekarang.Alis Arkan bertaut tajam saat panggilannya tidak diangkat oleh Aruna. Arkan pun berusaha terus menghubungi Aruna, namun setelah enam panggilan, tetap tak ada panggilannya yang diangkat."Kemana dia?" Arkan bertanya pada dirinya sendiri dengan kening berkerut. Saat masuk ke dalam lift, Arkan langsung mengantongi ponselnya. Beberapa saat di dalam lift, akhirnya Arkan tiba juga di lobi. Banyak karyawan yang menyapanya, dan Arkan hanya menganggukkan kepala saja sebagai respon. Dia berjalan dengan langkah lebarnya keluar dari perusahaan untuk segera pulang dan memastikan Aruna ada di rumah, tak pergi kemana-mana.Arkan masuk ke dalam mobilnya dan mengemudikan mobilnya dengan kecepatan sedang. Arkan ingin mengebut rasanya, tapi keadaan jalan yang cukup padat membuatnya terp
Aruna berjalan di belakang Arkan, mengikuti pria tersebut keluar dari rumah. Makan siang sudah selesai, dan Arkan bilang akan segera kembali ke kantor. Jadi, ya Aruna mengantarkan Arkan lagi sampai depan rumah."Mana ponselmu?" Arkan bertanya sebelum benar-benar berangkat. Aruna pun langsung menunjukkannya pada Arkan. Aruna tahu Arkan bukan ingin mengecek ponselnya."Jangan tinggalkan sembarangan agar aku tidak sulit saat akan menghubungimu," ucap Arkan. Aruna pun manggut-manggut mendengar itu."Iya, Mas. Nih, aku pegang terus," balas Aruna. Agak heran juga dengan sikap Arkan sekarang yang menurut Aruna terlalu berlebihan. Lagi pula saat dia tak mengangkat telepon, bukan berarti keluyuran juga kan. Karena Aruna bukan orang yang menjadikan ponsel sebagai barang yang sangat penting hingga harus dibawa kemana-mana."Ya sudah. Aku pergi dulu," ucap Arkan berpamitan. Aruna lalu menyodorkan tangannya ke arah Arkan, membuat pria itu kebingungan. Aruna sulit untuk menjelaskan yang dia maksud,
Pukul empat sore Arkan pulang ke rumah, sangat tepat waktu. Hal itu sebenarnya membuat Aruna agak heran juga. Tapi mengingat Arkan yang tak punya teman, ya wajar. Pasti Arkan tak ada waktu main atau nongkrong dulu dengan yang namanya teman."Mana ponselmu?" Arkan bertanya pada Aruna setelah mereka ada di kamar. Aruna sedang membereskan meja kerja Arkan, dan agak bingung saat Arkan meminta ponselnya. Namun Aruna langsung menyerahkannya tanpa banyak bertanya. Aruna membiarkan Arkan mengotak-atik ponselnya, sementara dia sendiri menyiapkan air hangat untuk Arkan mandi."Mas, airnya udah siap." Aruna berucap setelah keluar dari kamar mandi. Dia membiarkan pintu kamar mandi terbuka, lalu berjalan mendekati Arkan yang masih memegang ponselnya."Lihat apa sih?" Aruna bertanya dengan penasaran. Dia lalu ikut melihat ke arah ponselnya, dan ternyata Arkan sedang membuka fitur pesan di akun sosial media miliknya. "Gak ada apa-apa kan?" Aruna bertanya dengan tatapan bete ke arah Arkan. Arkan tak