Jam istirahat kantor sudah dimulai beberapa menit yang lalu dan Arkan baru saja keluar dari ruangannya. Dia memegang ponselnya, berusaha menghubungi Aruna dan memberitahu istrinya tersebut kalau dia akan pulang sekarang.Alis Arkan bertaut tajam saat panggilannya tidak diangkat oleh Aruna. Arkan pun berusaha terus menghubungi Aruna, namun setelah enam panggilan, tetap tak ada panggilannya yang diangkat."Kemana dia?" Arkan bertanya pada dirinya sendiri dengan kening berkerut. Saat masuk ke dalam lift, Arkan langsung mengantongi ponselnya. Beberapa saat di dalam lift, akhirnya Arkan tiba juga di lobi. Banyak karyawan yang menyapanya, dan Arkan hanya menganggukkan kepala saja sebagai respon. Dia berjalan dengan langkah lebarnya keluar dari perusahaan untuk segera pulang dan memastikan Aruna ada di rumah, tak pergi kemana-mana.Arkan masuk ke dalam mobilnya dan mengemudikan mobilnya dengan kecepatan sedang. Arkan ingin mengebut rasanya, tapi keadaan jalan yang cukup padat membuatnya terp
Aruna berjalan di belakang Arkan, mengikuti pria tersebut keluar dari rumah. Makan siang sudah selesai, dan Arkan bilang akan segera kembali ke kantor. Jadi, ya Aruna mengantarkan Arkan lagi sampai depan rumah."Mana ponselmu?" Arkan bertanya sebelum benar-benar berangkat. Aruna pun langsung menunjukkannya pada Arkan. Aruna tahu Arkan bukan ingin mengecek ponselnya."Jangan tinggalkan sembarangan agar aku tidak sulit saat akan menghubungimu," ucap Arkan. Aruna pun manggut-manggut mendengar itu."Iya, Mas. Nih, aku pegang terus," balas Aruna. Agak heran juga dengan sikap Arkan sekarang yang menurut Aruna terlalu berlebihan. Lagi pula saat dia tak mengangkat telepon, bukan berarti keluyuran juga kan. Karena Aruna bukan orang yang menjadikan ponsel sebagai barang yang sangat penting hingga harus dibawa kemana-mana."Ya sudah. Aku pergi dulu," ucap Arkan berpamitan. Aruna lalu menyodorkan tangannya ke arah Arkan, membuat pria itu kebingungan. Aruna sulit untuk menjelaskan yang dia maksud,
Pukul empat sore Arkan pulang ke rumah, sangat tepat waktu. Hal itu sebenarnya membuat Aruna agak heran juga. Tapi mengingat Arkan yang tak punya teman, ya wajar. Pasti Arkan tak ada waktu main atau nongkrong dulu dengan yang namanya teman."Mana ponselmu?" Arkan bertanya pada Aruna setelah mereka ada di kamar. Aruna sedang membereskan meja kerja Arkan, dan agak bingung saat Arkan meminta ponselnya. Namun Aruna langsung menyerahkannya tanpa banyak bertanya. Aruna membiarkan Arkan mengotak-atik ponselnya, sementara dia sendiri menyiapkan air hangat untuk Arkan mandi."Mas, airnya udah siap." Aruna berucap setelah keluar dari kamar mandi. Dia membiarkan pintu kamar mandi terbuka, lalu berjalan mendekati Arkan yang masih memegang ponselnya."Lihat apa sih?" Aruna bertanya dengan penasaran. Dia lalu ikut melihat ke arah ponselnya, dan ternyata Arkan sedang membuka fitur pesan di akun sosial media miliknya. "Gak ada apa-apa kan?" Aruna bertanya dengan tatapan bete ke arah Arkan. Arkan tak
Hari demi hari Aruna jalani dengan biasa saja. Setiap hari dia bersama dengan Hana di belakang rumah untuk menyiram bunga-bunga milik Hana. Kadang mereka juga menghabiskan waktu bersama di dapur untuk mencoba resep makanan dari internet atau sekedar membuat kudapan.Namun pagi ini, Aruna merasakan mulas pada bagian perut bawahnya. Dan ternyata, dia datang bulan. Aruna merasa senang sekaligus sedih saat mendapati dia datang bulan. Senang karena dia akan terbebas dari Arkan selama kurang lebih seminggu sampai datang bulannya selesai. Sedih juga karena datang bulannya sekarang menandakan kalau dia belum hamil.Ya, Aruna sebenarnya berharap cepat hamil agar dia bisa segera menyelesaikan tugasnya sesuai dengan perjanjian yang dibuat. Salahkah kalau dia mengharapkan hal seperti itu?Menikah dengan Arkan memang bukan sesuatu yang sangat buruk. Hanya saja, Aruna merasa ini bukan hal yang benar untuk dijalani. Jujur saja, kadang Aruna berpikir kalau sekarang dia hanya dijadikan budak seks saja
Aruna membuka matanya dengan perlahan saat merasakan ada seseorang yang mengusap kepalanya. Matanya memicing, berusaha memperjelas penglihatannya. Setelah nyawanya terkumpul, Aruna bisa melihat dengan jelas sosok Arkan di depannya sekarang."Sudah bangun?" Kata itulah yang pertama kali Aruna dengar saat dia terbangun dari tidur siangnya. Aruna mengerutkan kening sembari bangun dan duduk di atas ranjang."Sejak kapan Mas pulang?" Aruna bertanya seraya menatap sekitar, dan ternyata hari masih siang."Sejak tadi. Aku pulang untuk makan siang," jawab Arkan. "Ini sudah jam makan siang?" tanya Aruna dengan tatapan tak percaya. Arkan pun menganggukkan kepala. "Kamu tidur sangat nyenyak. Aku tak tega untuk membangunkanmu. Jadi aku bawakan makan siang untukmu," ucap Arkan seraya melihat ke arah meja di dekat sofa. Aruna juga melihat ke arah sana, dan terlihat ada nampan di sana."Maafkan aku, Mas. Aku tak menyangka akan tidur lama seperti ini," ucap Aruna. "Tak masalah." Arkan membalas. "B
Sembari menunggu kepulangan Arkan, Aruna memperhatikan foto-foto yang dipajang di dinding. Ada foto inti keluarga Arkan yang terdiri dari empat orang. Dan ternyata, foto dia dan Arkan saat hari pernikahan juga di pajang. Begitu juga foto Adnan dan Delia. Tak lama, Aruna mendengar suara mobil yang memasuki halaman rumah. Aruna pun berjalan keluar dan berdiri di teras. Dia tersenyum saat Arkan keluar dari dalam mobil dan menenteng sesuatu yang Aruna yakini adalah pizza pesanannya."Ini." Arkan menyerahkan kotak pizza yang dia bawa pada Aruna dan diterima oleh Aruna dengan senyum semringah."Papa dan Mama kemana?" Arkan bertanya saat merasakan rumah yang sepi. Biasanya saat dia pulang ayahnya selalu ada di teras rumah atau di ruang tamu sambil membaca berita dan minum teh."Mama tadi pamit pergi ke kondangan dengan Papa katanya," jawab Aruna."Sejak kapan?" tanya Arkan lagi."Mungkin jam dua siang kalau aku gak salah," jawab Aruna. Dia menutup pintu di belakang Arkan lalu mengajak suami
Aruna hari ini bangun lebih awal dari Arkan, dan tentu saja tak ada kata terlambat karena Arkan tak macam-macam pagi ini padanya. Setelah membangunkan suaminya dan memastikan suaminya tersebut masuk ke dalam kamar mandi, Aruna langsung turun ke dapur dan membantu ibu mertuanya menyiapkan sarapan."Kamu baik-baik saja, Run? Perutmu gak kram kah?" Hana bertanya saat Aruna berjalan mendekat dan langsung mengambil pisau untuk memotong buah."Baik, Ma. Semalam agak sakit dan langsung minum obat pereda nyeri. Sekarang sudah baik-baik saja," jawab Aruna. "Baguslah. Mama senang mendengarnya. Ngomong-ngomong, nanti kamu gak akan pergi kemana-mana kan?" Hana bertanya seraya menuangkan sup dari dalam panci ke sebuah mangkuk berukuran besar."Mama tahu sendiri kalau aku tiap hari di rumah," jawab Aruna. Hana tertawa pelan mendengar itu."Kamu benar. Kalau begitu, nanti ikut Mama mau gak? Kita ke salon." "Boleh sih. Tapi, Mas Arkan belum tentu mengizinkan," jawab Aruna. Hana terdiam sesaat kala
Hana dan Aruna menghabiskan waktu berjam-jam di salon, hingga jam makan siang mereka pun terlewat. Selain melakukan perawatan rambut, mereka juga melakukan perawatan kuku juga agar terlihat cantik.Aruna sempat khawatir dengan biaya yang akan dikeluarkan, namun Hana dengan santai bicara pada Aruna untuk jangan memikirkan masalah uang."Sekarang kamu istrinya Arkan. Selain untukmu, memangnya dia kerja buat siapa lagi? Tugas kita sebagai istri adalah untuk menghabiskan uang suami. Toh, mereka juga kerja untuk kita."Aruna tak bisa menahan senyum saat Hana berkata seperti itu. Aruna tak terbiasa melakukan perawatan yang menghabiskan biaya sampai jutaan. Namun mengingat saldo dalam rekeningnya membuat Aruna berusaha santai juga. Uang bulanan yang Arkan berikan juga lebih dari cukup untuk dia pakai perawatan.Mereka keluar dari salon hampir menjelang sore, dan Aruna untungnya sudah memberitahu Arkan agar makan siang di luar saja dan gak perlu ke rumah karena dia dan Hana masih di salon."M
Saat Adnan memperlihatkan foto seorang gadis yang menurutnya cocok jadi istriku, aku benar-benar tidak tertarik. Dia terlihat seperti gadis kuliahan biasa dan tak ada istimewanya sedikit pun bagiku. Saat Adnan menceritakan semua kesusahan Aruna, aku bahkan tak merasa kasihan juga. Karena ya, setiap orang punya masalah kan? Hanya saja masalah setiap orang berbeda-beda.Yang awal menarik perhatianku adalah saat Adnan bercerita tentang Aruna yang dikhianati teman-temannya. Cukup menyakitkan, karena aku tahu bagaimana rasanya. Apalagi Aruna yang memang sudah tak punya orang tua lagi.Malam itu, Adnan datang ke kamarku dengan tergesa-gesa sambil memakai jaket. Dia terlihat sangat panik saat berkata kalau Aruna sedang dalam bahaya. Sedangkan aku, biasa saja. Kadang aku heran. Apakah sebenarnya Adnan menyukai Aruna? Sampai segitu paniknya.Walau malas, pada akhirnya aku tetap mengantar Adnan ke rumah Aruna. Selama aku menyetir, Adnan sibuk menghubungi polisi dan meminta mereka untuk langsung
Pukul empat sore lebih beberapa menit, Arkan kembali menemui Adara dan Tanti di lobi. Tidak sendirian, karena di sana Arkan bersama dengan Aruna dan Kenzi yang tidur dalam gendongan Aruna. Sedangkan Tio dan Hana sudah pulang lebih dulu sejak tadi.Di lobi, masih ada beberapa karyawan lain yang belum pulang. Sebagian ada yang memilih langsung pergi, sebagian ada yang tetap di sana karena penasaran apa yang akan Arkan lakukan pada dua karyawan baru, Adara dan Tanti."Kami sudah bicara pada semua orang, Pak. Kami mengaku salah karena sudah menyebarkan fitnah." Adara berbicara dengan kepala menunduk. Mereka tak berani menatap Arkan, bahkan untuk melihat ke arah Aruna pun mereka tak berani."Apakah dengan kalian bicara gosipnya akan mereda?" tanya Arkan. Arkan terlihat masih marah pada dua karyawannya tersebut. Dan yang lain hanya bisa menyaksikan saja saat Adara dan Tanti diintimidasi oleh bos mereka."Sudah, Mas. Tak apa." Aruna mendekati Arkan dan menyentuh bahu pria itu, berusaha menen
Gosip tentang Aruna yang dituduh sebagai selingkuhan Arkan langsung menyebar dengan cepat ke setiap divisi. Karena itu, tentu saja Aruna jadi buah bibir para karyawan. Banyak yang mencibir dan mencemooh, juga merendahkan. Hingga akhirnya, berita itu sampai ke telinga Arkan, dan jelas Arkan pun marah besar.Hari ini, jam baru menunjukkan pukul sembilan siang, namun suasana kantor sudah sangat panas. Sekretaris Arkan yang bernama Tania kini sudah berada di ruangan divisi tempat penyebar gosip itu berada. "Adara dan Tanti? Karyawan baru kan?" Tania bertanya pada dua perempuan yang kini berdiri berhadapan dengannya."Pak Arkan meminta saya memanggil kalian berdua ke ruangan beliau." Tania berucap. Semua orang yang mendengar itu jelas panik, dan tak ada yang bisa menyelamatkan mereka berdua sekarang, selain keberuntungan.Selama berada di dalam lift, Adara dan Tanti sangat gelisah. Mereka ingin bertanya pada Tania, namun tak berani saat melihat raut wajah Tania yang kelihatan judes maksim
Karyawan Arkan memang tahu tentang berita Arkan yang sudah menikah, namun tak pernah tahu siapa sosok yang menjadi istri Arkan. Mungkin sebagian karyawan Arkan tahu, hanya orang-orang yang pernah masuk ke ruangannya saja karena Arkan memang memajang foto pernikahannya di sana, salah satunya adalah sekretarisnya.Adara dan Tanti yang tergolong karyawan baru jelas belum mengenal sepenuhnya seluk-beluk dan sejarah pemilik sekaligus pimpinan perusahaan tempat mereka bekerja. Mereka hanya tahu kalau Arkan adalah orang yang memiliki jabatan paling tinggi di perusahaan, dan terkenal sebagai sosok yang dingin dan cuek. Ya, contohnya tadi. Arkan tak menggubris sedikit pun saat Adara dan Tanti menyapanya dengan hormat.Adara dan Tanti jelas syok dan kaget saat melihat pemandangan di mana bos mereka bicara pada Aruna, bahkan sampai menggenggam tangan Aruna. Bukan hanya mereka, karyawan lain yang melihat pun sama kagetnya. Akhirnya mereka bertanya-tanya, apakah itu istri bos mereka?Pada akhirnya
Hukum tabur tuai di dunia itu memang sepertinya ada, dan Arkan mempercayainya walau tak pernah mengharapkan. Satu persatu orang-orang yang mengkhianati dan menyakitinya mendapatkan balasan yang bahkan tak pernah Arkan duga.Seperti yang disampaikan oleh Wulan, Andres mengalami kecelakaan setelah pulang dari rumah Vani dan Chiko. Kecelakaan yang parah hingga dia harus kehilangan kedua kakinya. Selain mendengar itu, Arkan pun mendengar curhatan dari Chiko tentang kelakuan Andres sebelum kecelakaan. Ternyata Andres memang datang ke rumah Vani dan Chiko, untuk meminta maaf pada Vani. Salahnya dia malah memaksa ingin Vani kembali padanya, padahal dia juga tahu kalau posisi Vani sudah memiliki suami. Dan Chiko bercerita juga katanya dia dan Andres sempat baku hantam.Arkan memaklumi jika Chiko memulai perkelahian. Siapa suami yang tak marah dengan kelakuan mantan pacar dari istrinya yang gila seperti Andres? Wajar jika Andres di hajar oleh Chiko.Lalu Salsa, Arkan tak lagi mendengar kabarny
Benar yang Tio katakan pada Arkan semalam tentang Salsa yang mungkin belum menyerah untuk berusaha menemui Arkan dan berusaha mendekati pria itu lagi. Perbedaannya sekarang mungkin Salsa sudah tak lagi mendapatkan dukungan dari kedua orang tuanya. Handi sudah repot-repot mencari tahu latar belakang Aruna, berusaha membuat Tio goyah. Nyatanya Tio sudah tahu seluk-beluk keluarga Aruna, dan dia sudah menyetujui pernikahan Aruna dengan Arkan sejak awal.Hari ini, Arkan kembali bekerja seperti hari-hari biasanya. Dia terlambat datang ke kantor hari ini karena harus mengantarkan Aruna dan Kenzi dulu ke rumah orang tuanya. Aruna meminta untuk tetap di sana saja dan bisa pulang ke rumah mertuanya di siang hari nanti. Namun Arkan menolak dengan tegas. Dia tak akan mau meninggalkan Aruna hanya berdua saja dengan Kenzi di sana. Arkan hanya khawatir saja jika sesuatu yang buruk terjadi.Dan seperti yang dibahas semalam oleh Arkan dan ayahnya, Salsa memang belum kapok untuk menemui Arkan. Hari ini
Arkan berdiri di dekat jendela ruang tamu yang gordennya masih terbuka. Matanya menatap ke arah halaman rumah Aruna yang terlihat rapi dan cantik. Dia juga sedang memegang ponselnya, menjawab panggilan dari sang ayah. Sementara Aruna berada di kamar karena sedang menidurkan Kenzi."Jika sudah begitu, dia tak akan mendapatkan dukungan apapun lagi dari orang tuanya. Dia merasa berani karena yakin orang tuanya akan membantunya bagaimana pun caranya." Arkan berucap pada ayahnya di seberang telepon."Mungkin Handi dan Fara akan berhenti mendukung, tapi Salsa bisa saja tetap berbuat nekat. Bukan tak mungkin dia akan datang lagi ke kantor untuk memaksa bertemu denganmu. Jangan ragu untuk mengusirnya." Tio berucap dari seberang telepon. Arkan pun menganggukkan kepala. Padahal itu sia-sia karena Tio tak bisa melihatnya."Tentu saja. Aku akan menegaskan pada dia kalau aku memang terganggu dengan kehadirannya.""Bagus. Jaga anak dan istrimu dengan baik. Terutama istrimu, jangan sampai dia kepiki
Arkan mengajak Aruna untuk menginap di rumah wanita tersebut. Aruna sempat heran karena biasanya mereka menginap di sana setiap malam Minggu saja. Namun Aruna belum sempat bertanya dan mengiyakan saja saat Arkan menyuruhnya menyiapkan perlengkapan Kenzi.Sebelum membawa Aruna keluar dari rumah, Arkan bicara dulu pada orang tuanya. Jujur saja, Arkan khawatir kalau memang Salsa datang ke rumah bersama orang tuanya. Arkan khawatir secara tak sengaja mereka melihat atau bertemu dengan Aruna. Tio dan Hana memahami alasan yang Arkan berikan, dan mereka siap untuk menghadapi Salsa beserta orang tuanya jika memang mereka datang.Setelah Arkan pergi, Tio pun mulai bercerita pada istrinya tentang pertemuan dia dengan ayah Salsa kemarin."Handi yang meminta Mas datang?" tanya Hana. Tio memang sudah bercerita sedikit pada Hana tentang pertemuan dia dan Handi."Iya. Ya, mulanya dia meminta maaf atas kelakuan Salsa tiga tahun lalu. Dia juga berusaha merayu aku agar aku bicara pada Arkan, supaya Ark
Arkan mengabaikan DM yang masuk dari Salsa, dan langsung memblokirnya tanpa berniat memberikan balasan. Arkan pikir, mungkin Salsa bisa paham dengan tindakannya yang seperti itu, yang menandakan kalau Arkan benar-benar tak mau komunikasi lagi dengannya.Namun Arkan lupa, kalau urat malu Salsa memang sudah lama putus. Arkan masih ingat saat dia disalahkan oleh Salsa saat wanita itu ketahuan selingkuh dengan Andres. Bukannya mengaku salah dan meminta maaf, tapi Salsa malah menyalahkan Arkan atas perselingkuhan yang dia lakukan.Playing victim. Begitulah dia dan semua pendukungnya.Karena Aruna sedikitnya tahu tentang Salsa, maka Arkan berkali-kali meminta pada Aruna agar jangan curiga dan berpikiran buruk, yang bisa saja menyebabkan masalah pada kesehatan, terutama pada ASI-nya. Arkan selalu meyakinkan Aruna kalau Salsa bukanlah sosok yang spesial bagi Arkan. Arkan tak terlalu mempedulikan tentang Salsa dan menjalani hari seperti biasa. Arkan juga lupa kalau Salsa adalah orang yang nek