Arini duduk persis di samping Brandon. Tubuhnya berdekatan, sehingga bisa merasakan kehangatan pria itu. Perhatian mereka tertuju kepada layar gadget pipih yang ada di tangan Brandon. Tampilan layar berganti dari pencarian tiket pesawat terbang, kemudian hotel. Tentu saja mereka membeli tiket dan voucher hotel di aplikasi TravelAnda.“Mau yang mana?” Brandon menoleh sedikit sambil menggeser ponsel ke depan Arini.Wanita itu meletakkan dagu di bahu Brandon, kemudian menggerakkan ujung jari telunjuk di layarnya. Dia bergumam sebentar dengan pandangan masih fokus melihat pilihan hotel mewah.“Perlu banget ya kita nginap di hotel dekat Twins Tower?” tanya Arini masih menggerakkan jari naik dan turun di layar handphone.Brandon mengangguk. “Biar lebih romantis. Coba lo bayangin deh Twins Tower pas malam. Trus kita lihat dari kaca jendela hotel sambil berpelukan,” jawabnya semangat.Decakan pelan keluar dari sela bibir mungil Arini. “Kebanyakan nonton film romance nih,” ledeknya.“Habis gue
“Gimana? Bagus nggak?”“Make-up gue nggak menor, ‘kan?”“Rambut gue udah oke nggak?”Berbagai pertanyaan diajukan Arini sebelum berangkat ke acara ulang tahun perusahaan hari itu. Dia pulang dulu ke apartemen Brandon, selesai bekerja agar bisa meminta pendapat pria itu mengenai penampilannya. Jatuh cinta ternyata membuat Arini kerap memperhatikan penampilan.“Udah cantik, Iin sayang. Lo nggak pake make-up udah cantik, apalagi kalau nggak pake apa-apa,” komentar Brandon nakal.Tiba-tiba Brandon menjadi khawatir, jika orang-orang melihat kecantikan Arini yang selama ini bersembunyi di balik penampilan tomboinya. Bagaimana jika agent pria, terutama Fahmi melihat paras cantik wanita itu? Saingannya pasti akan bertambah.Dengan langkah dan tatapan awas, Brandon turun dari taksi online yang ditumpangi ke gedung acara. Dia menyambut Arini turun, memperlakukannya bagaikan seorang putri yang turun dari kereta kencana. Sikap possessive pria itu terlalu jelas sekarang. Apalagi Arini benar-benar
Ruangan menjadi bising ketika direktur datang bersama dengan Moza. Beberapa di antara karyawan terdengar bergunjing mengenai sosok yang berjalan dengan orang nomor satu di perusahaan outsourcing tersebut. Topik pembicaraan semakin memanas sekarang.“Kayaknya dia deh yang jadi OM Preflight,” duga salah satu agent yang duduk di row belakang.Telinga Arini langsung tegak mendengar perkataan orang tersebut. Dia menoleh ke arah Brandon yang tampak tak acuh dengan kehadiran Moza. Pria itu hanya terkejut ketika melihat mantan pacarnya datang, setelah itu memilih tidak ambil pusing.“Emang Moza lulusan apa ya?” bisik Arini super pelan di telinga Brandon.Brandon hanya mengangkat bahu singkat. Dulu Moza mengaku sedang mengambil kuliah malam selama berpacaran dengannya. Namun, setelah fakta pekerjaan wanita itu terungkap, ia tahu kalau apa yang dikatakannya hanyalah dusta.“Udahlah. Biarin aja.” Brandon mendekatkan bibir ke telinga Arini. “Keluar yuk! Cari angin, sekalian mesra-mesra.”Arini be
“Baju tidur, check. Baju jalan-jalan tiga hari, check. Odol, sampo, sikat gigi dan sabun, check.” Arini memperhatikan dan mencentang list keperluan selama tiga hari di Kuala Lumpur. Dia ingin memastikan tidak ada yang terlupakan.“Udah lengkap semuanya, In. Tadi malam lo udah periksa semua loh,” kata Brandon memeluk Arini dari belakang. Dia melingkarkan tangan di depan perut yang ramping itu.Perhatian Arini teralihkan ke arah perut yang dipegang Brandon. Jantung tiba-tiba berdebar mengingat sampai hari ini, ia masih belum datang bulan. Bagaimana jika dugaannya benar? Apakah ia harus pergi lagi dari kehidupan Brandon, agar pria itu tidak membatalkan rencana perjodohan tersebut?Arini sudah bisa memprediksi apa yang akan dilakukan Brandon, andai dirinya benar-benar hamil. Pria itu pasti membatalkan perjodohan dan menikah dengannya. Kepala yang dihiasi rambut panjang itu menggeleng tegas, nyaris menabrak kepala yang ada di sampingnya.Gue nggak boleh hamil! Apa kata Mama, Papa dan Tante
Keinginan untuk membuka kotak misterius yang diberikan Lisa, terpaksa diurungkan. Brandon memutuskan beristirahat, setelah memasukkan kotak itu ke dalam lemari hotel. Sebisa mungkin ia harus menahan diri untuk tidak membukanya, karena rasa penasaran yang masih mendera.Tepat dua puluh menit sebelum waktu makan malam, Brandon sudah tiba di kamar Arini. Wajahnya tampak lesu ketika melihat perempuan itu masih belum mengenakan gaun yang khusus diberikan untuk malam istimewa ini.“Kok nggak pakai gaun yang gue kasih?” tanya Brandon tidak bisa menutupi raut kecewa.Arini mendesah pelan. “Kita cuma makan malam dan pergi ke Petronas Twins Tower, Bran. Buat apa pakai gaun segala?”Sebelumnya, Arini kebingungan ketika membuka dua kotak yang diberikan Brandon beberapa jam lalu. Kenapa pria itu membelikan gaun dan sepatu bermerk kepadanya? Terutama sekali, sudah berapa rupiah yang ia rogoh membeli itu semua?Brandon mendekat, kemudian meraih pinggang Arini ke depan. “Lo nggak lihat gue pakai apa
Bibir Arini perlahan tertarik ke samping. Kepalanya mengangguk cepat seiringan dengan senyum yang melebar.“Gue mau jadi istri lo, Bran. Gue mau nikah sama lo.” Kalimat itu keluar dari sela bibir dengan mata berkaca-kaca.Brandon langsung berdiri, kemudian memasangkan kalung berliontin matahari tersebut di leher Arini. Tampak begitu cantik dan indah di leher jenjangnya. Kelegaan jelas terpancar di paras pria itu mendengar jawaban Arini.“I love you, In. Makasih udah mau jadi istri gue,” ucapnya menarik tubuh ramping itu dan menghujani wajah tirus tersebut dengan kecupan.Waktu makan malam sebentar lagi. Mereka harus turun ke restoran sekarang. Kedua sejoli itu saling bergandengan tangan melewati tahap demi tahap menuju tempat makan malam dengan wajah dihiasi senyum.Brandon menutup mata Arini ketika memasuki restoran hotel. Langkah kaki melangkah pelan menuju meja yang telah dipesan khusus untuk makan malam. Perlahan tangannya turun, sehingga netra cokelat lebar itu mengerjap.“Bran?”
Sorot mata Brandon menegang ketika memperkirakan pintu, yang dimaksud Yunus, adalah pintu kamar hotel tempat ia dan Arini berada sekarang. Jantung berdebar luar biasa seakan menyumbat tenggorokan. Mulut mendadak kering. Keringat perlahan keluar dari sela pori-pori kening.Arini yang melihat perubahan raut wajah Brandon ikut khawatir. Dia mengguncang lengannya dengan sorot mata penuh tanya.“Kenapa?” tanyanya tanpa bersuara.Kepala Brandon berputar pelan ke tempat Arini duduk. Dia mengerling ke arah pakaian yang tergeletak di lantai.“Pakai baju lo sekarang,” bisiknya super pelan setelah menutup bagian bawah ponsel.“Buka pintunya sekarang, Brandon!!” sergah Yunus dengan suara tertahan, “atau aku panggilkan petugas hotel untuk buka paksa pintu ini!”Brandon tercekat. Tubuh gemetar mendengar kalimat terakhir yang dilontarkan Yunus barusan. Pria paruh baya itu ada di depan pintu kamar hotel sekarang. Kenapa ia bisa berada di sana? Jika ini adalah Mentawai atau Padang, Brandon pasti bisa
“Hubungi orang tuamu sekarang dan katakan kalian akan menikah besok. Selesai akad nikah, kalian bisa pergi dari rumah. Dan kamu, Ari,”—Yunus mengalihkan perhatian kepada Arini setelah mereka berkumpul lagi tadi malam,—“jangan pernah kembali lagi ke rumah. Kamu resmi aku coret dari daftar keluarga!”Kalimat terakhir yang didengarnya tadi malam, sangat menyakitkan. Arini tidak pernah menduga hasil perbuatan terlarangnya, malah berakibat fatal. Dia tidak hanya mendapatkan amarah dari sang Ayah, tapi juga kehilangan keluarganya.Bagaimanapun, inilah risiko yang harus dihadapi. Buah dari perbuatan sendiri. Belum lagi kemungkinan ada janin yang mengisi rahimnya sekarang. Apakah pernikahan bisa dilanjutkan jika ia mengandung buah cinta dengan Brandon?Tiba di Bukittinggi, Arini dan Brandon disambut haru oleh Asma, mama Arini. Wanita paruh baya itu belum mengetahui bagaimana suaminya bisa pulang membawa mereka berdua. Yunus hanya berpamitan dengan alasan ada keperluan, berkaitan dengan kegiat