Dua hari kemudianBibir mungil tertarik ke samping ketika merasakan seseorang memeluk tubuh dari belakang. Perlahan netra cokelat lebar itu mengerjap memandang pantulan diri di cermin. Terasa bibir lembab memberi kecupan di samping lehernya.“Udah bangun,” sapa Brandon saat merasakan Arini mulai bergerak kecil.“Hmmm ….” Arini memutar balik tubuh perlahan ke belakang. “Jam berapa sih?”“Baru jam lima. Tidur lagi aja kalau masih ngantuk,” anjur Bran seraya menyeka poni Arini.Kepala yang dihiasi rambut panjang itu menggeleng pelan. “Takut ketiduran. Janji ketemu Tante Lisa jam delapan soalnya di rumah.”Lisa meminta Arini untuk datang ke Menteng Dalam terlebih dahulu, sebelum menghabiskan waktu berbelanja. Rencananya mereka akan berangkat pagi dan kembali lagi sore hari. Jangan ditanyakan lagi bagaimana reaksi Brandon ketika tahu hal itu.“Ngapain sih belanja seharian? Kita sama-sama libur, In. Gue pengin kita di apartemen aja. Bercinta seharian.”“Kayak suami istri aja deh, bercinta s
Sepasang mata hitam kecil memandang Arini dan Brandon bergantian. Rahang yang membingkai bagian wajah yang masih tampak memesona itu mengeras. Pria paruh baya yang berdiri di depan mereka menarik napas singkat sebelum mengeluarkan rangkaian kata.“Sedang apa kalian berdua di dalam kamar dengan pintu tertutup?” Bukannya menyapa kedua insan itu, Sandy malah mengajukan pertanyaan dengan nada menghakimi.“Bukan urusan Papa,” tanggap Brandon menahan kesal.Sandy mematut lama Arini yang salah tingkah dan tidak berani menatapnya. “Kalian sudah dewasa, tidak pantas berdua saja di dalam kamar.”Brandon mendengkus menanggapi ucapan Sandy barusan. “Pantas? Oh, jadi menurut Papa punya anak di luar nikah itu lebih pantas?”“Brandon!” tegur Sandy meradang.“Kenapa? Aku salah?” tantang Brandon dengan sorot mata menegang.“Bran.” Arini memegang lengan Brandon sembari menggeleng pelan. Dia tidak ingin pria itu menjadi anak durhaka yang melawan kepada orang tua. Bagaimanapun, Sandy tetap ayahnya.“Sara
BrandonLisa menyelamatkan Arini dengan mengajaknya segera pergi berbelanja. Dia membawa Farzan juga, sementara Brandon harus disandera oleh ayahnya. Jika dibiarkan meja makan akan memanas dan terjadi kebakaran dahsyat di kediaman keluarga Harun.“Apa maksud Papa mau carikan jodoh buat Iin?” Brandon memecah keheningan yang tercipta di antara ayah dan anak tersebut. Suhu ruang kerja Sandy naik drastis akibat tingginya lahar yang membakar tubuh pria itu.“Papa hanya ingin berniat baik, Bran.” Sandy menaikkan kaki kanan di atas kaki kiri dan bersandar nyaman di sofa ruang kerja. “Ya, sebagaimana Papa sudah bersedia kasih dia beasiswa.”“Jangan lupa. Arini sudah Papa anggap seperti anak sendiri, sama seperti kamu,” sambung Sandy menunjuk ke arah Brandon.“Tapi nggak harus carikan jodoh buat Iin. Apalagi buat aku!” tegas Brandon menaikkan volume suara.Brandon menahan diri untuk tidak memaki Sandy. Bahkan sejak tahu sang Ayah menikah lagi, ia lebih baik menghindar dan meninggalkan rumah da
BrandonSenyum merekah di paras tampan Brandon ketika mengenakan pomade. Jari-jarinya terus bergerak menata rambut model layered undercut yang menjadi ciri khas sejak kuliah. Dalam waktu singkat tidak ada lagi rambut yang menutup kening. Helaiannya telah berbaris rapi.Brandon mematut kemeja chambray biru muda yang dikenakan. Setelahnya memastikan kemeja itu masuk dengan rapi di celana chino berwarna navy. Gayanya casual, tapi memancarkan pesona yang dimiliki. Kesan Cassanova masih tampak jelas di sana.Ini adalah kencan pertamanya dengan Arini. Brandon ingin semua berbeda dari hang-out yang pernah mereka lalui sejak bersahabat sebelas tahun lalu. Jika sebelumnya mereka hanya pergi makan-makan, lalu menonton film. Maka malam ini, ia ingin memberikan kesan romantis. Candle light dinner akan menjadi pilihan pertama, setelah itu dilanjutkan dengan menonton film di kelas velvet yang lebih private.“Oke. Waktunya pergi,” serunya senang.Brandon segera meraih jaket kulit yang sering dikenak
Brandon masih terpesona melihat penampilan baru Arini yang benar-benar memukau. Kulit kuning langsat nan mulus terekspos begitu saja, karena gaun itu tanpa lengan. Ingin sekali rasanya menyeret wanita itu pulang dan bercinta sepanjang malam di apartemen. Namun, Lisa sudah memesan tempat di restoran mewah dengan pemandangan yang luar biasa.Arini malah terkesima menyaksikan pemandangan luar restoran. Kerlap-kerlip lampu gedung berbaur dengan kendaraan, ditambah dengan penerangan jalan raya yang memperindah penampakan di luar sana. Lisa penuh kejutan, karena telah mempersiapkan meja yang berada di sudut restoran dengan latar pemandangan sebagian kecil kota Jakarta Pusat.“In,” panggil Brandon meraih jemari Arini yang terkulai di atas meja.“Hmmm?” Arini mengalihkan perhatian kepada Brandon yang tak kalah tampan malam ini.“Cantik,” pujinya meski kata cantik masih belum cukup mewakili paras wanita itu.Perut Arini terasa melilit saat melihat cara pria itu memandangnya. Baru sekarang Bran
BrandonKeesokan pagi, Brandon beringsut perlahan ke posisi duduk saat Arini masih berkelana di alam mimpi. Tangannya bergerak meraih ponsel Arini yang ada di atas nakas. Setelah mendapatkan telepon dari Desta tadi malam, ia langsung menonaktifkan gadget tersebut dan menyuruh wanita itu tidur.Brandon menyalakan handphone tersebut dan mengganti mode menjadi sunyi. Dia membuka layar ponsel, lalu memasukkan nomor pin. Jangan ditanya lagi bagaimana ia tahu pin gadget tersebut. Tidak ada rahasia di antara dirinya dan Arini, termasuk mengetahui pin ponsel dan ATM masing-masing.Sesuai dugaan, Desta mengirimkan pesan melalui aplikasi chat Whatsapp. Mata Brandon berubah tajam ketika membaca isi pesan tersebut.+6281374xxxxx: Abang mau ketemu sama kamu, Rin. Ada yang mau abang bicarakan.Tawa singkat meluncur di sela bibir Brandon. “Abang,” desisnya super pelan. Sesaat kemudian dia merasa heran kenapa Desta bisa berada di Jakarta?Jari-jari panjang milik Brandon langsung menari mengetikkan ba
Arini“Nanti kalau pulang, langsung kabari biar gue jemput,” kata Brandon setelah Arini turun di depan gerbang masuk gedung.Arini memukul pelan lengannya. “Jemput apaan. Lo hari ini masuk siang kok,” cibirnya menjulurkan lidah.Brandon menarik tangan Arini, sehingga mereka berdekatan. Mata sayu itu menatap bibir mungil yang baru saja menggodanya.“Jangan keluarin lidah lo di tempat umum, kalau nggak mau bikin gue khilaf dan cium lo,” cecar Brandon berusaha menahan diri untuk tidak memagut bibir ranum Arini.Wajah Arini langsung memerah, karena malu telah memancing Brandon di tempat terbuka. Tak lama bola mata cokelatnya berputar malas.“Gue masuk dulu ya,” pamitnya melambaikan tangan kepada Brandon.“Kiss-nya mana?” celetuk Brandon usil.Kelopak mata Arini langsung melebar protes. Wajahnya berkerut-kerut saking kesal dengan perkataan Brandon barusan. Yang dipelototi malah cengengesan, kemudian menurunkan kaca helm sebelum bersiap menarik lagi gas motor.“Cie pagi-pagi dianterin sama
AriniPagi-pagi, Arini sudah sibuk memilih pakaian yang akan dikenakan Brandon yang akan bertemu dengan wanita pilihan Sandy siang ini. Dia mematut lama isi lemari selama beberapa menit, tapi masih belum menemukan yang cocok.“Udahlah, In. Pakai yang biasa aja,” kata Brandon dengan nada lelah.Arini menggeleng pelan. “Lo harus beda, Bran. Pakai kemeja formal kalau bisa.”Pria itu mendesah pelan, kemudian memegang bahu Arini dan memutar balik tubuhnya. “Gue nggak lagi kencan ya. Ingat, gue terpaksa ketemu sama cewek itu,” ujar Brandon menatap serius.“Tapi tetap aja ‘kan, dia jadi calon istri lo.” Tiba-tiba hati Arini terasa sakit saat menyebut kata calon istri. Bayangan akan kehilangan Brandon muncul begitu saja di pikiran.“Calon istri gue hanya lo, In. Nggak ada yang lain.”“Kalian dijodohkan, Bran. Pasti nanti bakalan nikah.”“Lo pengin gue batalin rencana ini kalau ngomong kayak gitu lagi?” Brandon mengancam Arini sungguh-sungguh. “Pertemuan ini nggak ada artinya, In. Perjodohan s