Sakhala bangun lebih awal dari pada Dayana. Sejak sepuluh menit yang dia lakukan hanya diam sambil memandangi wajah Dayana yang terlihat sangat imut dan menggemaskan ketika tidur. Pelan dia mendekat, lantas mendaratkan sebuah kecupan manis di bibir Dayana. Wanita itu hanya melenguh pelan tanpa membuka kedua matanya.Sakhala melihat jam yang menempel di dinding kamar. Ternyata sekarang sudah jam delapan lebih sepuluh menit pagi. Seharusnya Sakhala sudah berada di kantor sekarang, tapi dia malah tidak masuk ke kantor karena ingin menjaga Dayana yang sedang sakit.Sakhala pun beranjak ke dapur sambil menelepon Erick karena dia tidak ingin mengganggu Dayana yang sedang tidur."Selamat pagi, Tuan. Apa ada yang bisa saya bantu?" tanya Erick di seberang sana."Bagaimana perkembangan saham kita hari ini?" "Cukup baik, Tuan. Tidak ada yang perlu dikhawatirkan," jelas Erick."Baiklah. Hari ini aku tidak datang ke kantor. Berkas yang kemarin tolong urus sisanya." "Baik, Tuan. Kalau boleh tahu,
Sakhala memasukkan mobilnya di garasi begitu tiba di rumah. Dia langsung turun tanpa membukakan pintu mobil untuk Dayana. Dayana menghela napas panjang melihat Sakhala yang meninggalkannya begitu saja padahal mereka biasanya masuk ke dalam rumah bersama. Sakhala pasti marah dan kecewa pada dirinya karena diam-diam sudah minum obat pencegah kehamilan.Dayana pun segera menyusul Sakhala masuk ke dalam rumah. Dia pikir Sakhala ada di kamar. Namun, lelaki itu ternyata tidak ada di sana. Sakhala mungkin sedang berada di ruang kerja, pikirnya.Dayana memutuskan untuk membersihkan make up di wajahnya lalu mengganti gaunnya dengan baju tidur. Setelah selesai dia menghampiri Sakhala di ruang kerja yang berada di lantai dua. Dayana tidak langsung masuk begitu tiba di depan ruang kerja Sakhala. Dia menarik napas panjang lalu mengembuskannya perlahan agar perasaannya menjadi lebih tenang sebelum mengetuk pintu kayu yang ada di hadapan."Apa kamu di dalam, Sakha?" tanya Dayana sambil menempelkan
"Kenapa kamu bisa ada di sini?""Tentu saja untuk menemuimu, Cantik," jawab Mike sambil menyunggingkan senyum manis untuk Dayana."Apa kamu mengikutiku?" Dayana menatap Mike yang duduk di sebelahnya dengan pandangan menyelidik."Aku ada janji dengan temanku di sini dan tidak sengaja melihatmu, Day. Hanya itu.""Benarkah?" tanya Dayana tidak percaya sambil menuang sebotol wine yang baru saja Jonathan bawakan untuk dirinya ke dalam gelas. "Iya, untuk apa juga aku berbohong." Mike meminta Jonathan untuk memberinya minuman seperti yang Dayana pesan."Apa kamu sendirian?""Ya," jawab Dayana singkat."Di mana suamimu? Apa dia pergi meninggalkanmu?" cerocos Mike tanpa henti."Jaga bicaramu, Mike! Suamiku bukan orang sepertimu," sengit Dayana menatap Mike tajam."Maaf, aku cuma bercanda. Kenapa kamu terlihat kacau sekali, Dayana? Apa kamu sedang ada masalah?" Mike bisa dengan mudah tahu jika Dayana sedang tidak baik-baik saja karena dia sudah mengenal wanita itu cukup lama. Mereka bahkan per
Dayana mengerang tertahan karena cahaya matahari yang masuk melalui celah-celah tirai di dalam kamar jatuh mengenai wajah cantiknya. Rasa pusing langsung menyerang kepalanya begitu membuka mata. Sepertinya efek mabuk semalam belum hilang sampai sekarang.Dayana memaksakan diri untuk bangun meskipun kepalanya masih terasa berat lantas meraih ponselnya yang tergeletak di atas meja samping tempat tidur.Helaan napas panjang sontak lolos dari bibirnya karena tidak ada pesan atau pun telepon masuh dari Sakhala.Apa lelaki itu masih marah pada dirinya?Dayana pun meletakkan ponselnya kembali di atas meja lalu beranjak ke kamar mandi untuk membersihkan diri karena dia harus pergi ke kantor. Dayana terlihat cantik memakai fit dress berwarna hitam panjang selutut. Dia sengaja memoles make up sedikit tebal untuk menutupi lingkaran hitam yang mengelilingi kedua matanya karena dia semalam kurang tidur.Dayana barulang kali memperhatikan layar ponselnya, sampai sekarang tidak ada pesan atau pun te
"Halo, Dayana. Lama tidak bertemu. Bagaimana kabarmu?" sapa Laudya terdengar ramah, mengabaikan wajah Dayana yang terkejut karena melihat kedatangannya. Laudya yakin sekali Dayana pasti terkejut sekaligus kesal melihat datang ke kantor Sakhala."Tu-tunggu, ada apa ini?" Dayana menatap Sakhala dan Laudya bergantian. Kenapa Laudya tiba-tiba datang ke kantor Sakhala?"Kita berangkat sekarang, Lau?" tanya Sakhala tanpa memedulikan pertanyaan Dayana.Laudya mengangguk. Dia memang sengaja datang ke Jordan Corps untuk menjemput Sakhala.Dayana buru-buru mencekal tangan Sakhala yang ingin pergi bersama Laudya. "Sakha, tunggu. Jawab dulu pertanyaanku."Sakhala melepas tangannya dari genggaman Dayana dengan paksa lantas mengajak Laudya pergi bersamanya."Kami pergi dulu ya, Dayana." Laudya tersenyum penuh kemenangan karena Sakhala lebih memilih dirinya dari pada Dayana.Dayana menggeram kesal. Kedua tangannya tanpa sadar mengepal kuat di sisi-sisi tubuhnya melihat Laudya tersenyum licik pada di
"Ka-kamu bilang apa?""Aku mencintaimu, Sakha. Aku sungguh-sungguh mencintaimu!" teriak Dayana frustrasi. Persetan jika Sakhala mau melakukan apa setelah ini. Dayana benar-benar tidak peduli karena yang terpenting dia sudah mengungkapkan perasaannya pada Sakhala.Jantung Sakhala berdebar hebat. Rasanya seperti ada ribuan bunga sakura yang bermekaran di dalam dadanya. Jumlahnya begitu banyak hingga membuat dadanya terasa sesak karena rasa bahagia.Sakhala merasa benar-benar bahagia karena Dayana akhirnya membalas perasaannya.Pelan, Sakhala mendekat, lantas merengkuh pinggang Dayana dengan mesra. "Kamu bilang apa tadi?""Aku kan, sudah bilang kalau aku cinta sama kamu, Sakha ...," desah Dayana menahan kesal karena Sakhala terus saja bertanya. Apa lelaki itu tidak tahu kalau dia membutuhkan kekuatan yang sangat besar untuk mengatakan kalimat itu?Sakhala malah tersenyum karena Dayana terlihat sangat menggemaskan jika sedang marah. "Apa kamu bisa mengulanginya lagi?""Tidak mau!" Sakhal
Sakhala meminta Dayana untuk melanjutkan kegiatan panas mereka. Dia terus memompa miliknya seolah-olah tidak pernah puas hingga membuat Dayana nyaris pingsan karena kelelahan. Bagaimana pun juga Sakhala ingin cepat memiliki momongan dari Dayana.Sakhala menarik tubuh Dayana ke dalam dekapan lantas mengecup kening wanita itu dengan penuh sayang."Terima kasih, Istriku. Aku mencintaimu.""Hmm ...." Dayana menanggapi ucapan Sakhala hanya dengan gumaman karena dia seolah-olah kehabisan tenaga untuk bicara.*** "Eungh ...." Dayana melenguh pelan karena cahaya matahari yang masuk melalui celah-celah tirai di dalam kamar jatuh mengenai wajah cantiknya. Sepasang mata hezel miliknya mengerjap beberapa kali untuk menyesuaikan dengan cahaya matahari yang masuk ke dalam indra penglihatannya. Dayana merasa sangat lelah dan entah kenapa tubuhnya terasa berat. Ternyata Sakhala menindih tubuhnya sedikit ketika tidur.Dayana ingin bergeser, tapi Sakhala malah mendekapnya semakin erat hingga membuatn
Sakhala sedang mengendarai Audy hitamnya sambil sesekali melirik Dayana yang duduk tepat di sampingnya. Entah kenapa Sakhala merasa jika Dayana lebih banyak diam setelah pulang dari rumah mamanya.Apa ada sesuatu yang mengganggu pikiran istrinya itu?"Ada apa, Sayang? Kenapa kamu diam saja?" tanya Sakhala terdengar penuh perhatian."Em ...." Dayana menggigit bibir bagian bawahnya kuat-kuat sambil meremas kesepuluh jemari tangannya yang terasa dingin. Rasanya Dayana ingin sekali memberi tahu Sakhala jika Ruth ingin segera menimang cucu darinya. Namun, dia merasa sedikit ragu untuk mengantakannya.Sakhala tiba-tiba menghentikan mobilnya di pinggir jalan. Kedua matanya menatap Dayana dengan lekat."Kenapa kita berhenti di sini?" tanya Dayana bingung."Kenapa kamu terlihat cemas, Sayang? Apa ada sesuatu yang mengganggu pikiranmu?" Sakhala malah bertanya alih-alih menjawab pertanyaan Dayana. "Tadi ...." Dayana menarik napas panjang sebelum bicara. Sakhala terlihat begitu sabar menunggu w
"Sakha, lihat ini." Dayana mengusap perutnya yang tampak semakin membesar. Sakhala sontak mengalihkan pandang dari layar laptopnya lalu menatap Dayana dan ikut mengusap perut istrinya itu dengan lembut."Halo, Jagoan Papa. Sehat-sehat ya, di dalam perut mama. Papa sudah tidak sabar ingin ketemu sama kamu," ucap Sakhala sambil tersenyum karena merasakan pergerakan dari calon buah hatinya yang masih berada di dalam perut Dayana."Apa kamu bisa merasakannya, Sakha?"Sakhala mengangguk. Kedua matanya tampak berbinar merasakan gerakan dari calon buah hatinya. "Dia pasti tidak sabar ingin bertemu sama mama papanya."Perasaan Dayana seketika menghangat melihat Sakhala yang sedang berbicara dengan calon buah hati mereka. Dia bisa melihat dengan jelas jika Sakhala sangat menyayangi buah hatinya."Sakha," panggil Dayana pelan."Iya, Sayang?" "Dokter Tasqia kemarin bilang kalau aku mungkin akan melahirkan akhir bulan nanti. Tapi kenapa perutku sekarang sering merasa mulas?" tanya Dayana sambil
Dayana menjalani masa kehamilannya dengan penuh kebahagiaan meskipun ini bukan kehamilannya yang pertama. Minggu ini usia kehamilannya tepat tujuh bulan. Dayana merasa napasnya menjadi lebih berat dan sesak dari pada biasanya karena janin yang ada di dalam perutnya semakin membesar.Sebagai seorang suami, Sakhala berusaha memberikan yang terbaik untuk Dayana. Seperti dua hari yang lalu, dia baru saja membelikan istrinya itu sebuah sofa santai khusus untuk ibu hamil yang harganya puluhan juta. Sakhala sengaja membelinya agar Dayana merasa nyaman. Selain itu dia tidak tega melihat Dayana yang terus mengeluh karena pinggangnya sakit dan pegal-pegal. Dayana menganggap Sakhala terlalu berlebihan. Namun dia sendiri tidak bisa menolak karena Sakhala membeli sofa itu tanpa sepengetahuan dirinya. Selain itu, dia juga tidak ingin berdebat dengan Sakhala karena itu hanya akan menguras energinya.Dayana duduk di sofa ruang keluarga dengan wajah bahagia. Dia tersenyum saat mengingat pesta gender
Keesokan harinya Dayana bangun dengan kondisi tubuh yang segar bugar karena dia semalam tidur dengan sangat nyenyak. Dia bahkan tidak terganggu dengan suara alarm yang dia pasang sebelum tidur.Dayana melirik jam digital yang ada di atas meja kecil samping tempat tidurnya. Ternyata sekarang sudah jam tujuh pagi dan dia ingat kalau hari ini Sakhala ingin mengajaknya pergi ke suatu tempat untuk babymoon. "Sakha sudah bangun belum, ya?" gumam Dayana sambil beranjak dari tempat tidurnya dengan hati-hati.Biasanya Sakhala selalu membantunya saat turun, tapi beberapa minggu ini dia harus melakukannya sendiri karena perutnya selalu merasa mual bila berada di dekat Sakhala. Mungkin saja ini bawaan bayi yang berada di dalam kandungannya.Tiba-tiba saja pintu kamarnya diketuk dari luar. "Apa kamu sudah bangun, Sayang?" tanya Sakhala sambil membuka sedikit pintu kamarnya untuk melihat Dayana. Tingkah lelaki itu benar-benar mirip seorang pencuri yang mengintai rumah korbannya."Aku sudah bangun
Dayana terbangun dari tidurnya karena perutnya tiba-tiba terasa sangat mual. Dia pun langsung bangun lalu berlari ke kamar mandi dan memuntahkan semua isi perutnya. Sakhala yang mendengar Dayana muntah-muntah ikut terbangun dan segera menghampiri istrinya itu. "Kamu nggak papa, Sayang?" Sakhala mengetuk pintu kamar mandi dengan perasaan khawatir. Dayana tidak menjawab panggilan Sakhala dan terus muntah-mutah. Rasanya Sakhala ingin sekali menemani Dayana di dalam sana, akan tetapi dia tidak bisa masuk karena pintu kamar mandi dikunci Dayana dari dalam. "Sayang?!" Sakhala terus berdiri di depan pintu kamar mandi sambil terus memanggil Dayana. Dia akan mendobrak pintu kamar mandi tersebut jika Dayana tidak kunjung keluar. Namun, belum sempat dia melakukannya Dayana tiba-tiba membuka pintu kamar mandi tersebut dengan wajah yang terlihat sedikit pucat. Sakhala segera menghampiri Dayana lalu menuntun wanita itu agar duduk di atas tempat tidur. "Bagaiamana keadaanmu sekarang? Apa sudah
Dayana telah dipindahkan ke ruang rawat setelah menjalani proses pemindahan embrio di rahimnya. Wanita itu masih belum sadar karena efek bius. Sakhala tidak pernah beranjak dari sisi Dayana, dia duduk di kursi yang ada di sebelah ranjang Dayana sambil menggenggam jemari tangan wanita itu dengan erat. Setelah menunggu cukup lama, akhirnya Dayana membuka mata. Dia mengerjapkan kedua matanya perlahan untuk menyesuaikan dengan cahaya yang menerobos masuk ke dalam indra penglihatannya."Sayang?!" Sakhala sontak mengembuskan napas lega karena Dayana akhirnya membuka mata. Dia segera menekan tombol Nurse Call untuk memanggil perawat atau dokter agar memeriksa Dayana."Sakha ...," panggil Dayana pelan karena tubuhnya masih terasa lemas. Tiba-tiba saja pintu ruang rawatnya diketuk dari luar disusul dengan masuknya seorang perawat untuk memeriksa kondisinya"Bagaimana keadaan Ibu Dayana sekarang? Apa Anda masih merasa pusing?" tanya perawat tersebut."Tidak, Sus. Tapi saya masih merasa sedikit
Waktu berjalan dengan begitu cepat, membawa semua hal berlalu bersamanya. Hari ini adalah hari yang penting bagi Sakhala dan Dayana. Sudah genap empat belas hari pasangan itu menunggu hasil dari program bayi tabung yang telah mereka jalani selama kurang lebih satu bulan. "Apa kamu cemas?" tanya Sakhala terdengar lembut. Genggaman tangannya pada Dayana tidak terlepas sedikit pun sejak mereka memasuki halaman rumah sakit."A-aku baik-baik saja."Sakhala menggeleng pelan karena wanita yang berjalan di sampingnya itu tidak pandai berbohong. "Kamu masih ingat ucapanku kemarin malam, kan? Apa pun hasilnya kita pasrahkan sama Tuhan. Yang terpenting kita sudah melakukan yang terbaik," ucap Sakhala berusaha menyalurkan energi positif pada Dayana. "Iya, aku tahu. Terima kasih karena kamu sudah ada di sampingku selama ini," balas Dayana pelan.Kedua pasangan itu pun akhirnya tiba di depan pintu ruangan bercat putih dengan sebuah papan nama bertuliskan Dokter Tasqia, SpOG.Sebelum menarik han
"Sayang!" Sakhala terus mengetuk pintu kamar mandi yang ada di hadapannya karena Dayana tidak kunjung keluar.Apa mungkin Dayana pingsan?"Kamu baik-baik saja, kan? Aku akan mendobrak pintu ini kalau kamu tidak juga keluar!" ucap Sakhala cemas. Dia terus mondar-mandir di depan pintu kamar mandi karena tidak terdengar suara apa pun dari dalam.Apa Dayana baik-baik saja? Sakhala melirik jam tangannya sekilas. Sudah lima menit dia menunggu tapi Dayana belum juga keluar. Sepertinya dia harus mendobrak pintu kamar mandi tersebut. Namun, tiba-tiba saja terdengar suara Dayana dari dalam."Tunggu, Sakha. Sebentar lagi aku keluar." Sakhala sontak mengembuskan napas lega karena Dayana akhirnya keluar dari kamar mandi. "Demi Tuhan, Sayang. Aku sudah berdiri di sini selama dua puluh menit. Apa kamu ingin membuatku khawatir?" Dayana malah terkekeh alih-alih merasa bersalah pada Sakhala. "Maaf Sakha. Aku tadi berendam air hangat sambil dengerin musik. Jadi nggak dengar kalau kamu mengetuk pintu.
Beberapa hari kemudian, Sakhala mengantar Dayana ke rumah sakit untuk berkonsultasi dengan Dokter Tasqia mengenai program bayi tabung. Dayana merasa sangat cemas karena ini pengalaman pertama baginya. Meskipun begitu, dia sudah siap dengan semua risiko yang mungkin akan dia temui nanti. "Apa kamu baik-baik saja?" tanya Sakhala karena melihat Dayana duduk dengan gelisah. Kedua mata istrinya berulang kali melihat ke arah pintu ruangan Dokter Tasqia yang masih tertutup rapat."A-aku baik-baik saja, Sakha. Cuma sedikit gugup."Sakhala menggenggam tangan Dayana semakin erat. Telapak tangan istrinya itu terasa sangat dingin dan basah. Dayana pasti merasa sangat gugup sekarang."Tenang saja, ada aku di sini. Semua pasti akan baik-baik saja," ujar Sakhala terdengar lembut. Pintu yang sedari tadi Dayana amati tiba-tiba dibuka dengan pelan dari dalam. Seorang wanita muda yang sedang hamil terlihat keluar dari ruangan tersebut disusul dengan seorang perawat dari arah belakang. "Silakan, Non
"Mama bilang apa? Nikah lagi? Apa Mama sudah kehilangan akal? Abang nggak mau Ma." Sakhala menolak dengan tegas permintaan Ruth. "Memangnya kenapa, Bang? Mama menyuruh Abang menikah lagi karena keluarga kita butuh seorang pewaris dari darah Abang. Apa mama salah?"Sakhala mengusap wajahnya dengan kasar. Dia benar-benar merasa kecewa dengan mamanya. Bagaimana mungkin Ruth bisa menyuruhnya untuk menikah lagi? Apa Ruth tidak pernah memikirkan perasaan Dayana?"Mama jelas-jelas salah kalau menyuruh abang menikah lagi demi mendapat keturunan. Apa Mama tidak memikirkan bagaimana perasaan Dayana?" Sakhala mengatupkan rahangnya rapat-rapat, berusaha menahan amarahnya agar tidak meledak. Sepertinya keputusannya untuk datang ke rumah mamanya setelah pulang dari kantor ini salah karena Ruth semakin menambah beban pikirannya. "Tapi kita butuh seorang pewaris, Bang," ucap Ruth dengan menekan kata pewaris. "Apa Mama lupa kalau kita sudah memiliki Anya?""Tapi dia bukan darah daging Abang." Ruth