"Ka-kamu bilang apa?""Aku mencintaimu, Sakha. Aku sungguh-sungguh mencintaimu!" teriak Dayana frustrasi. Persetan jika Sakhala mau melakukan apa setelah ini. Dayana benar-benar tidak peduli karena yang terpenting dia sudah mengungkapkan perasaannya pada Sakhala.Jantung Sakhala berdebar hebat. Rasanya seperti ada ribuan bunga sakura yang bermekaran di dalam dadanya. Jumlahnya begitu banyak hingga membuat dadanya terasa sesak karena rasa bahagia.Sakhala merasa benar-benar bahagia karena Dayana akhirnya membalas perasaannya.Pelan, Sakhala mendekat, lantas merengkuh pinggang Dayana dengan mesra. "Kamu bilang apa tadi?""Aku kan, sudah bilang kalau aku cinta sama kamu, Sakha ...," desah Dayana menahan kesal karena Sakhala terus saja bertanya. Apa lelaki itu tidak tahu kalau dia membutuhkan kekuatan yang sangat besar untuk mengatakan kalimat itu?Sakhala malah tersenyum karena Dayana terlihat sangat menggemaskan jika sedang marah. "Apa kamu bisa mengulanginya lagi?""Tidak mau!" Sakhal
Sakhala meminta Dayana untuk melanjutkan kegiatan panas mereka. Dia terus memompa miliknya seolah-olah tidak pernah puas hingga membuat Dayana nyaris pingsan karena kelelahan. Bagaimana pun juga Sakhala ingin cepat memiliki momongan dari Dayana.Sakhala menarik tubuh Dayana ke dalam dekapan lantas mengecup kening wanita itu dengan penuh sayang."Terima kasih, Istriku. Aku mencintaimu.""Hmm ...." Dayana menanggapi ucapan Sakhala hanya dengan gumaman karena dia seolah-olah kehabisan tenaga untuk bicara.*** "Eungh ...." Dayana melenguh pelan karena cahaya matahari yang masuk melalui celah-celah tirai di dalam kamar jatuh mengenai wajah cantiknya. Sepasang mata hezel miliknya mengerjap beberapa kali untuk menyesuaikan dengan cahaya matahari yang masuk ke dalam indra penglihatannya. Dayana merasa sangat lelah dan entah kenapa tubuhnya terasa berat. Ternyata Sakhala menindih tubuhnya sedikit ketika tidur.Dayana ingin bergeser, tapi Sakhala malah mendekapnya semakin erat hingga membuatn
Sakhala sedang mengendarai Audy hitamnya sambil sesekali melirik Dayana yang duduk tepat di sampingnya. Entah kenapa Sakhala merasa jika Dayana lebih banyak diam setelah pulang dari rumah mamanya.Apa ada sesuatu yang mengganggu pikiran istrinya itu?"Ada apa, Sayang? Kenapa kamu diam saja?" tanya Sakhala terdengar penuh perhatian."Em ...." Dayana menggigit bibir bagian bawahnya kuat-kuat sambil meremas kesepuluh jemari tangannya yang terasa dingin. Rasanya Dayana ingin sekali memberi tahu Sakhala jika Ruth ingin segera menimang cucu darinya. Namun, dia merasa sedikit ragu untuk mengantakannya.Sakhala tiba-tiba menghentikan mobilnya di pinggir jalan. Kedua matanya menatap Dayana dengan lekat."Kenapa kita berhenti di sini?" tanya Dayana bingung."Kenapa kamu terlihat cemas, Sayang? Apa ada sesuatu yang mengganggu pikiranmu?" Sakhala malah bertanya alih-alih menjawab pertanyaan Dayana. "Tadi ...." Dayana menarik napas panjang sebelum bicara. Sakhala terlihat begitu sabar menunggu w
Dayana dan Sakha sontak saling pandang. Mereka tidak pernah menyangka Ruth sampai melakukan semua ini agar Dayana bisa cepat hamil.Dayana pun menerima jamu dari Ruth dengan ekspresi senang yang tampak sekali dipaksakan. "Terima kasih banyak, Ma. Dayana pasti akan minum jamu ini.""Minum jamu ini dua kali. Setelah sarapan dan sebelum tidur. Awas, jangan sampai lupa.""Iya, Ma.""Kenapa Mama memberi Dayana minuman seperti itu?" Sakhala menggenggam jemari Dayana dengan erat, seolah-olah memberi wanita itu kekuatan. Sakhala yakin sekali Dayana pasti merasa terbebani setelah mendengar ucapan Ruth."Supaya Dayana cepat hamil, Bang. Abang tahu sendiri kan, kalau mama ingin segera menimang cucu dari kalian. Mama sudah mengeluarkan banyak uang loh, untuk membeli jamu itu. Kata teman mama jamu itu manjur."Jantung Dayana mencelus mendengar ucapan Ruth barusan. Ibu mertuanya itu sepertinya ingin cepat-cepat menimang cucu darinya dan Sakhala hingga rela melakukan hal seperti itu."Abang tahu ka
Acara penggalangan dana yang diadakan Sakhala berjalan cukup meriah. Para tamu yang datang terlihat sangat terhibur dengan salah satu artis ibu kota yang sengaja diundang untuk memeriahkan acara.Di saat semua orang tampak asyik menikmati acara, Dayana malah memikirkan bagaimana caranya agar dia bisa pergi dari acara ini sebentar untuk menemui dokter kandungan. "Sakha, aku mau ke toilet sebentar, ya?" "Mau aku antar?" tawar Sakhala yang langsung mendapat penolakan dari Dayana karena wanita itu ingin menemui dokter kandungan."Ti-tidak usah, aku bisa pergi sendiri.""Baiklah, hati-hati. Aku tunggu di sini." Dayana sontak mengembuskan napas lega karena dia akhirnya mempunyai kesempatan untuk pergi menemui dokter Tasqia. Jarak dari aula dengan ruang dokter kandungan tidak terlalu jauh. Hanya butuh waktu lima menit bagi Dayana untuk tiba di sana. "Selamat siang, Dokter," ucap Dayana begitu masuk ruangan praktek Dokter Tasqia. "Selamat siang, Nona Dayana. Silakan duduk." Dokter berpar
Sakhala tidak habis pikir Dayana menemui dokter kandungan tanpa memberi tahu dirinya. Dayana sepertinya sengaja pergi sendirian karena istrinya itu takut hasil pemeriksaan dokter nanti akan mengecewakannya.Dayana dan Sakhala segera pulang setelah menghabiskan makannya karena matahari sudah mulai kembali ke peraduan. Mereka menghabiskan waktu hampir dua jam di Starbucks karena Dayana sudah lama sekali tidak pergi keluar untuk bersantai. Dia memanfaatkan momen ini dengan baik untuk menenangkan pikiran sekaligus quality time bersama Sakhala. Sakhala menyampirkan jasnya untuk menutupi tubuh Dayana karena angin berhembus sedikit kencang. Apa yang dia lakukan berhasil menyentuh hati Dayana hingg ke titik paling dalam "Aku punya dua tiket pameran seni. Apa kamu mau pergi denganku, Sakha?""Kapan?""Hari Jumat depan. Bagaimana?"Sakhala menghela napas panjang. "Maaf, Sayang. Aku tidak bisa menemanimu karena aku ada meeting dengan investor dari Canada seharian penuh.""Hmm, begitu, ya? Tida
Sakhala duduk di samping Dayana sambil menggenggam tangan wanita itu dengan erat. Dia begitu bahagia setelah mendengar kabar dari dokter bahwa dirinya sebentar lagi akan menjadi seorang ayah. Sakhala tidak henti-hentinya mengucapkan terima kasih pada Dayana meskipun wanita itu tidak bisa mendengarnya karena masih belum sadar. "Terima kasih, Sayang." Sakhala mencium punggung tangan Dayana dengan lembut. Tanpa sadar air matanya menetes membasahi tangan Dayana. Dayana mengerjapkan kedua matanya perlahan. Kepalanya terasa sangat berat ketika pertama kali membuka mata, aroma obat-obatan pun seketika menyeruak di indra penciumannya. Dayana tersentak, dia terkejut bukan main melihat Sakhala yabg sedang menggenggam jemari tangannya dengan erat sambil menangis."Sakha ...," panggilnya pelan.Sakhala sontak mengangkat kepalanya ketika mendengar suara Dayana. Senyum bahagia terpancar jelas di wajahnya karena Dayana sudah sadar."Syukurlah kamu sudah sadar," ucapnya sambil mengecup jemari tang
Dayana akhirnya menuruti perintah Sakhala. Dia memilih duduk di sofabed yang ada di ruang keluarga lalu menyalakan tv berukuran 70 inch yang ada di hadapannya untuk mengusir bosan."Sakha ...," panggil Dayana pelan."Iya, Sayang. Ada apa? Apa kamu butuh sesuatu?""Apa kamu melihat potato ghost pepperku yang aku beli beberapa hari lalu?" Dayana mengangkat satu-persatu bantal yang ada di sofa karena dia takut camilan kesukaannya itu terselip di bawah. "Aku sudah meminta Bik Suti untuk membuangnya karena mulai hari ini kamu tidak boleh makan sembarangan lagi. Apa lagi makanan pedas," jelas Sakhala dengan nada tegas."A-apa?" Kedua mata Dayana tampak berkaca-kaca, wanita itu merasa sangat sedih karena Sakhala membuang camilan kesukaannya seenaknya."Kamu jahat. Kenapa kamu membuangnya, Sakha?"Sakhala pun mendekat lantas menarik tubuh Dayana ke dalam dekapan. Semenjak Hami Dayana gampang sekali menangis karena perasaannya menjadi lebih sensitif."Maaf kalau aku membuang camilan kesukaan
"Sakha, lihat ini." Dayana mengusap perutnya yang tampak semakin membesar. Sakhala sontak mengalihkan pandang dari layar laptopnya lalu menatap Dayana dan ikut mengusap perut istrinya itu dengan lembut."Halo, Jagoan Papa. Sehat-sehat ya, di dalam perut mama. Papa sudah tidak sabar ingin ketemu sama kamu," ucap Sakhala sambil tersenyum karena merasakan pergerakan dari calon buah hatinya yang masih berada di dalam perut Dayana."Apa kamu bisa merasakannya, Sakha?"Sakhala mengangguk. Kedua matanya tampak berbinar merasakan gerakan dari calon buah hatinya. "Dia pasti tidak sabar ingin bertemu sama mama papanya."Perasaan Dayana seketika menghangat melihat Sakhala yang sedang berbicara dengan calon buah hati mereka. Dia bisa melihat dengan jelas jika Sakhala sangat menyayangi buah hatinya."Sakha," panggil Dayana pelan."Iya, Sayang?" "Dokter Tasqia kemarin bilang kalau aku mungkin akan melahirkan akhir bulan nanti. Tapi kenapa perutku sekarang sering merasa mulas?" tanya Dayana sambil
Dayana menjalani masa kehamilannya dengan penuh kebahagiaan meskipun ini bukan kehamilannya yang pertama. Minggu ini usia kehamilannya tepat tujuh bulan. Dayana merasa napasnya menjadi lebih berat dan sesak dari pada biasanya karena janin yang ada di dalam perutnya semakin membesar.Sebagai seorang suami, Sakhala berusaha memberikan yang terbaik untuk Dayana. Seperti dua hari yang lalu, dia baru saja membelikan istrinya itu sebuah sofa santai khusus untuk ibu hamil yang harganya puluhan juta. Sakhala sengaja membelinya agar Dayana merasa nyaman. Selain itu dia tidak tega melihat Dayana yang terus mengeluh karena pinggangnya sakit dan pegal-pegal. Dayana menganggap Sakhala terlalu berlebihan. Namun dia sendiri tidak bisa menolak karena Sakhala membeli sofa itu tanpa sepengetahuan dirinya. Selain itu, dia juga tidak ingin berdebat dengan Sakhala karena itu hanya akan menguras energinya.Dayana duduk di sofa ruang keluarga dengan wajah bahagia. Dia tersenyum saat mengingat pesta gender
Keesokan harinya Dayana bangun dengan kondisi tubuh yang segar bugar karena dia semalam tidur dengan sangat nyenyak. Dia bahkan tidak terganggu dengan suara alarm yang dia pasang sebelum tidur.Dayana melirik jam digital yang ada di atas meja kecil samping tempat tidurnya. Ternyata sekarang sudah jam tujuh pagi dan dia ingat kalau hari ini Sakhala ingin mengajaknya pergi ke suatu tempat untuk babymoon. "Sakha sudah bangun belum, ya?" gumam Dayana sambil beranjak dari tempat tidurnya dengan hati-hati.Biasanya Sakhala selalu membantunya saat turun, tapi beberapa minggu ini dia harus melakukannya sendiri karena perutnya selalu merasa mual bila berada di dekat Sakhala. Mungkin saja ini bawaan bayi yang berada di dalam kandungannya.Tiba-tiba saja pintu kamarnya diketuk dari luar. "Apa kamu sudah bangun, Sayang?" tanya Sakhala sambil membuka sedikit pintu kamarnya untuk melihat Dayana. Tingkah lelaki itu benar-benar mirip seorang pencuri yang mengintai rumah korbannya."Aku sudah bangun
Dayana terbangun dari tidurnya karena perutnya tiba-tiba terasa sangat mual. Dia pun langsung bangun lalu berlari ke kamar mandi dan memuntahkan semua isi perutnya. Sakhala yang mendengar Dayana muntah-muntah ikut terbangun dan segera menghampiri istrinya itu. "Kamu nggak papa, Sayang?" Sakhala mengetuk pintu kamar mandi dengan perasaan khawatir. Dayana tidak menjawab panggilan Sakhala dan terus muntah-mutah. Rasanya Sakhala ingin sekali menemani Dayana di dalam sana, akan tetapi dia tidak bisa masuk karena pintu kamar mandi dikunci Dayana dari dalam. "Sayang?!" Sakhala terus berdiri di depan pintu kamar mandi sambil terus memanggil Dayana. Dia akan mendobrak pintu kamar mandi tersebut jika Dayana tidak kunjung keluar. Namun, belum sempat dia melakukannya Dayana tiba-tiba membuka pintu kamar mandi tersebut dengan wajah yang terlihat sedikit pucat. Sakhala segera menghampiri Dayana lalu menuntun wanita itu agar duduk di atas tempat tidur. "Bagaiamana keadaanmu sekarang? Apa sudah
Dayana telah dipindahkan ke ruang rawat setelah menjalani proses pemindahan embrio di rahimnya. Wanita itu masih belum sadar karena efek bius. Sakhala tidak pernah beranjak dari sisi Dayana, dia duduk di kursi yang ada di sebelah ranjang Dayana sambil menggenggam jemari tangan wanita itu dengan erat. Setelah menunggu cukup lama, akhirnya Dayana membuka mata. Dia mengerjapkan kedua matanya perlahan untuk menyesuaikan dengan cahaya yang menerobos masuk ke dalam indra penglihatannya."Sayang?!" Sakhala sontak mengembuskan napas lega karena Dayana akhirnya membuka mata. Dia segera menekan tombol Nurse Call untuk memanggil perawat atau dokter agar memeriksa Dayana."Sakha ...," panggil Dayana pelan karena tubuhnya masih terasa lemas. Tiba-tiba saja pintu ruang rawatnya diketuk dari luar disusul dengan masuknya seorang perawat untuk memeriksa kondisinya"Bagaimana keadaan Ibu Dayana sekarang? Apa Anda masih merasa pusing?" tanya perawat tersebut."Tidak, Sus. Tapi saya masih merasa sedikit
Waktu berjalan dengan begitu cepat, membawa semua hal berlalu bersamanya. Hari ini adalah hari yang penting bagi Sakhala dan Dayana. Sudah genap empat belas hari pasangan itu menunggu hasil dari program bayi tabung yang telah mereka jalani selama kurang lebih satu bulan. "Apa kamu cemas?" tanya Sakhala terdengar lembut. Genggaman tangannya pada Dayana tidak terlepas sedikit pun sejak mereka memasuki halaman rumah sakit."A-aku baik-baik saja."Sakhala menggeleng pelan karena wanita yang berjalan di sampingnya itu tidak pandai berbohong. "Kamu masih ingat ucapanku kemarin malam, kan? Apa pun hasilnya kita pasrahkan sama Tuhan. Yang terpenting kita sudah melakukan yang terbaik," ucap Sakhala berusaha menyalurkan energi positif pada Dayana. "Iya, aku tahu. Terima kasih karena kamu sudah ada di sampingku selama ini," balas Dayana pelan.Kedua pasangan itu pun akhirnya tiba di depan pintu ruangan bercat putih dengan sebuah papan nama bertuliskan Dokter Tasqia, SpOG.Sebelum menarik han
"Sayang!" Sakhala terus mengetuk pintu kamar mandi yang ada di hadapannya karena Dayana tidak kunjung keluar.Apa mungkin Dayana pingsan?"Kamu baik-baik saja, kan? Aku akan mendobrak pintu ini kalau kamu tidak juga keluar!" ucap Sakhala cemas. Dia terus mondar-mandir di depan pintu kamar mandi karena tidak terdengar suara apa pun dari dalam.Apa Dayana baik-baik saja? Sakhala melirik jam tangannya sekilas. Sudah lima menit dia menunggu tapi Dayana belum juga keluar. Sepertinya dia harus mendobrak pintu kamar mandi tersebut. Namun, tiba-tiba saja terdengar suara Dayana dari dalam."Tunggu, Sakha. Sebentar lagi aku keluar." Sakhala sontak mengembuskan napas lega karena Dayana akhirnya keluar dari kamar mandi. "Demi Tuhan, Sayang. Aku sudah berdiri di sini selama dua puluh menit. Apa kamu ingin membuatku khawatir?" Dayana malah terkekeh alih-alih merasa bersalah pada Sakhala. "Maaf Sakha. Aku tadi berendam air hangat sambil dengerin musik. Jadi nggak dengar kalau kamu mengetuk pintu.
Beberapa hari kemudian, Sakhala mengantar Dayana ke rumah sakit untuk berkonsultasi dengan Dokter Tasqia mengenai program bayi tabung. Dayana merasa sangat cemas karena ini pengalaman pertama baginya. Meskipun begitu, dia sudah siap dengan semua risiko yang mungkin akan dia temui nanti. "Apa kamu baik-baik saja?" tanya Sakhala karena melihat Dayana duduk dengan gelisah. Kedua mata istrinya berulang kali melihat ke arah pintu ruangan Dokter Tasqia yang masih tertutup rapat."A-aku baik-baik saja, Sakha. Cuma sedikit gugup."Sakhala menggenggam tangan Dayana semakin erat. Telapak tangan istrinya itu terasa sangat dingin dan basah. Dayana pasti merasa sangat gugup sekarang."Tenang saja, ada aku di sini. Semua pasti akan baik-baik saja," ujar Sakhala terdengar lembut. Pintu yang sedari tadi Dayana amati tiba-tiba dibuka dengan pelan dari dalam. Seorang wanita muda yang sedang hamil terlihat keluar dari ruangan tersebut disusul dengan seorang perawat dari arah belakang. "Silakan, Non
"Mama bilang apa? Nikah lagi? Apa Mama sudah kehilangan akal? Abang nggak mau Ma." Sakhala menolak dengan tegas permintaan Ruth. "Memangnya kenapa, Bang? Mama menyuruh Abang menikah lagi karena keluarga kita butuh seorang pewaris dari darah Abang. Apa mama salah?"Sakhala mengusap wajahnya dengan kasar. Dia benar-benar merasa kecewa dengan mamanya. Bagaimana mungkin Ruth bisa menyuruhnya untuk menikah lagi? Apa Ruth tidak pernah memikirkan perasaan Dayana?"Mama jelas-jelas salah kalau menyuruh abang menikah lagi demi mendapat keturunan. Apa Mama tidak memikirkan bagaimana perasaan Dayana?" Sakhala mengatupkan rahangnya rapat-rapat, berusaha menahan amarahnya agar tidak meledak. Sepertinya keputusannya untuk datang ke rumah mamanya setelah pulang dari kantor ini salah karena Ruth semakin menambah beban pikirannya. "Tapi kita butuh seorang pewaris, Bang," ucap Ruth dengan menekan kata pewaris. "Apa Mama lupa kalau kita sudah memiliki Anya?""Tapi dia bukan darah daging Abang." Ruth