Dayana dan Sakha sontak saling pandang. Mereka tidak pernah menyangka Ruth sampai melakukan semua ini agar Dayana bisa cepat hamil.Dayana pun menerima jamu dari Ruth dengan ekspresi senang yang tampak sekali dipaksakan. "Terima kasih banyak, Ma. Dayana pasti akan minum jamu ini.""Minum jamu ini dua kali. Setelah sarapan dan sebelum tidur. Awas, jangan sampai lupa.""Iya, Ma.""Kenapa Mama memberi Dayana minuman seperti itu?" Sakhala menggenggam jemari Dayana dengan erat, seolah-olah memberi wanita itu kekuatan. Sakhala yakin sekali Dayana pasti merasa terbebani setelah mendengar ucapan Ruth."Supaya Dayana cepat hamil, Bang. Abang tahu sendiri kan, kalau mama ingin segera menimang cucu dari kalian. Mama sudah mengeluarkan banyak uang loh, untuk membeli jamu itu. Kata teman mama jamu itu manjur."Jantung Dayana mencelus mendengar ucapan Ruth barusan. Ibu mertuanya itu sepertinya ingin cepat-cepat menimang cucu darinya dan Sakhala hingga rela melakukan hal seperti itu."Abang tahu ka
Acara penggalangan dana yang diadakan Sakhala berjalan cukup meriah. Para tamu yang datang terlihat sangat terhibur dengan salah satu artis ibu kota yang sengaja diundang untuk memeriahkan acara.Di saat semua orang tampak asyik menikmati acara, Dayana malah memikirkan bagaimana caranya agar dia bisa pergi dari acara ini sebentar untuk menemui dokter kandungan. "Sakha, aku mau ke toilet sebentar, ya?" "Mau aku antar?" tawar Sakhala yang langsung mendapat penolakan dari Dayana karena wanita itu ingin menemui dokter kandungan."Ti-tidak usah, aku bisa pergi sendiri.""Baiklah, hati-hati. Aku tunggu di sini." Dayana sontak mengembuskan napas lega karena dia akhirnya mempunyai kesempatan untuk pergi menemui dokter Tasqia. Jarak dari aula dengan ruang dokter kandungan tidak terlalu jauh. Hanya butuh waktu lima menit bagi Dayana untuk tiba di sana. "Selamat siang, Dokter," ucap Dayana begitu masuk ruangan praktek Dokter Tasqia. "Selamat siang, Nona Dayana. Silakan duduk." Dokter berpar
Sakhala tidak habis pikir Dayana menemui dokter kandungan tanpa memberi tahu dirinya. Dayana sepertinya sengaja pergi sendirian karena istrinya itu takut hasil pemeriksaan dokter nanti akan mengecewakannya.Dayana dan Sakhala segera pulang setelah menghabiskan makannya karena matahari sudah mulai kembali ke peraduan. Mereka menghabiskan waktu hampir dua jam di Starbucks karena Dayana sudah lama sekali tidak pergi keluar untuk bersantai. Dia memanfaatkan momen ini dengan baik untuk menenangkan pikiran sekaligus quality time bersama Sakhala. Sakhala menyampirkan jasnya untuk menutupi tubuh Dayana karena angin berhembus sedikit kencang. Apa yang dia lakukan berhasil menyentuh hati Dayana hingg ke titik paling dalam "Aku punya dua tiket pameran seni. Apa kamu mau pergi denganku, Sakha?""Kapan?""Hari Jumat depan. Bagaimana?"Sakhala menghela napas panjang. "Maaf, Sayang. Aku tidak bisa menemanimu karena aku ada meeting dengan investor dari Canada seharian penuh.""Hmm, begitu, ya? Tida
Sakhala duduk di samping Dayana sambil menggenggam tangan wanita itu dengan erat. Dia begitu bahagia setelah mendengar kabar dari dokter bahwa dirinya sebentar lagi akan menjadi seorang ayah. Sakhala tidak henti-hentinya mengucapkan terima kasih pada Dayana meskipun wanita itu tidak bisa mendengarnya karena masih belum sadar. "Terima kasih, Sayang." Sakhala mencium punggung tangan Dayana dengan lembut. Tanpa sadar air matanya menetes membasahi tangan Dayana. Dayana mengerjapkan kedua matanya perlahan. Kepalanya terasa sangat berat ketika pertama kali membuka mata, aroma obat-obatan pun seketika menyeruak di indra penciumannya. Dayana tersentak, dia terkejut bukan main melihat Sakhala yabg sedang menggenggam jemari tangannya dengan erat sambil menangis."Sakha ...," panggilnya pelan.Sakhala sontak mengangkat kepalanya ketika mendengar suara Dayana. Senyum bahagia terpancar jelas di wajahnya karena Dayana sudah sadar."Syukurlah kamu sudah sadar," ucapnya sambil mengecup jemari tang
Dayana akhirnya menuruti perintah Sakhala. Dia memilih duduk di sofabed yang ada di ruang keluarga lalu menyalakan tv berukuran 70 inch yang ada di hadapannya untuk mengusir bosan."Sakha ...," panggil Dayana pelan."Iya, Sayang. Ada apa? Apa kamu butuh sesuatu?""Apa kamu melihat potato ghost pepperku yang aku beli beberapa hari lalu?" Dayana mengangkat satu-persatu bantal yang ada di sofa karena dia takut camilan kesukaannya itu terselip di bawah. "Aku sudah meminta Bik Suti untuk membuangnya karena mulai hari ini kamu tidak boleh makan sembarangan lagi. Apa lagi makanan pedas," jelas Sakhala dengan nada tegas."A-apa?" Kedua mata Dayana tampak berkaca-kaca, wanita itu merasa sangat sedih karena Sakhala membuang camilan kesukaannya seenaknya."Kamu jahat. Kenapa kamu membuangnya, Sakha?"Sakhala pun mendekat lantas menarik tubuh Dayana ke dalam dekapan. Semenjak Hami Dayana gampang sekali menangis karena perasaannya menjadi lebih sensitif."Maaf kalau aku membuang camilan kesukaan
"Siapa yang menelepon, Day?" "Sakha, Ma." Dayana meraih ponselnya lantas segera menjawab telepon dari Sakhala. Padahal Sakhala baru beberapa menit yang lalu berangkat ke kantor, tapi sekarang sudah menelepon."Iya, Sakha. Ada apa?""Apa kamu sudah sarapan?" "Sudah," jawab Dayana sambil mengangguk padahal Sakhala tidak bisa melihatnya. "Sudah minum vitamin?" "Sudah." "Bagus. Kamu baik-baik saja, kan? Nggak mual atau ...," ucap Sakhala terdengar khawatir karena dia takut sekali terjadi sesuatu dengan Dayana. Apa lagi istrinya itu sedang mengandung buah hati pertama mereka. "Aku baik-baik, Sakha. Jangan khawatir, lagi pula aku sedang bersama Mama.""Syukurlah. Aku merasa khawatir sekali karena aku tidak ada di samping kamu." Terdengar helaan napas lega di seberang. "Astaga! Jangan berlebihan, Sakha." Dayana memutar bola mata malas karena Sakhala selalu menelepon setiap lima belas menit sekali untuk memastikan bagaimana keadaannya."Ingat, jangan melakukan aktifitas yang bisa membu
"Aku baik-baik saja, Sa. Jangan khawatir."Salsa menarik bahu Dayana pelan. Dia ingin membantu sahabatnya itu agar tidak jatuh saat berjalan. "Kamu terlihat lemas sekali, Day. Aku takut kamu kenapa-kenapa.""Kamu tenang saja. Lagi pula ini normal bagi wanita hamil. Kamu nanti pasti juga merasakannya," elak Dayana sambil tertawa santai."Jadi, dia little Dayana atau litte Sakhala?" tanya Salsa dengan wajah penasaran.Dayana menghela napas panjang. Apa Salsa membolos saat pelajaran biologi? "Usia kandunganku masih empat minggu, Sa. Aku belum tahu dia laki-laki atau perempuan," jelasnya.Salsa terkekeh pelan mendengar ucapan Dayana. Mereka pun memilih duduk di kursi panjang yang berada tepat di sebelah vending machine. Salsa mengeluarkan beberapa uang koin dari dompet, lalu memasukkannya ke dalam vending machine tersebut untuk membeli minuman."Ini, untukmu." Salsa memberi Dayana satu kotak susu stroberi."Ah, terima kasih." Dayana menyedot susu stroberinya pelan-pelan sambil mengusap p
Dayana langsung berlari ke kamar mandi karena perutnya tiba-tiba terasa sangat mual dan memuntahkan apa pun yang ada di perutnya tapi yang keluar hanya cairan.Sakhala mengerjapkan kedua matanya karena mendengar Dayana muntah-muntah. Dia pun bergegas menghampiri Dayana yang sedang memuntahkan isi perutnya di dalam wastafel."Kamu nggak papa, Sayang?" Sakhala memijit tengkuk Dayana dengan pelan. Dia terlihat sangat panik karena Dayana baru pertama kali ini muntah-muntah. Apa lagi sampai separah ini. "Aku baik-baik saja, Sakha," jawab Dayana lirih karena tubuhnya terasa sangat lemas.Dia pun berkumur untuk membersihkan mulut karena perutnya sudah tidak mual. Namun, tubuhnya semakin terasa lemas hingga membuatnya harus bersandar pada Sakhala. Sakhala pun menggendong Dayana ala bride style lalu mendudukkan wanita itu di atas tempat tidur dengan hati-hati. "Aku tahu ini sangat berat dan melelahkan, tapi aku tidak pernah mendengarmu mengeluh. Terima kasih sudah berjuang untuk anak kita,