Home / Pernikahan / Jodoh satu RT / Melvin, bukan Erik

Share

Melvin, bukan Erik

Author: Rianievy
last update Last Updated: 2024-10-29 19:42:56

Jangan lupa tinggalkan jejak ya

_________________

Serena mendorong mundur tubuh Romeo. Ia membawa piring berisi nasi goreng ke meja makan. Kesal karena makan malamnya diganggu, ia letakkan begitu saja tanpa lanjut makan.

Romeo mengambil alih, ia habiskan nasi goreng Serena yang berlalu meninggalkannya sendirian.

Hari kerja bagi Serena harus dipersiapkan sebaik mungkin. Ia atur pakaian hingga sepatu yang akan dikenakan. Senin pagi ia harus mendampingi bosnya menjemput klien dari luar kota, bersama Erik juga ke bandara. Persiapan selesai, Serena lanjut mandi dan bersiap.

Masih dengan rambut setengah basah yang ia keringkan dengan hair dryer, terdengar suara pecahan barang di dapur. Segera Serena berlari, ia melihat Romeo meringis sambil memegang telunjuk jari tangan kirinya.

"Mecahin apa lo?" tegur Serena datar.

"Mug. Mau bikin kopi." Romeo membilas telunjuknya, darah masih mengucur. Serena jongkok, ia punguti bekas pecahan mug lalu dimasukkan ke kantong plastik, lanjut ia sapu ke dalam pengki serpihan mug supaya yang terinjak. "Hari ini ngampus?" Serena ingat jika Romeo harus mulai serius kuliah. Papa mertuanya sempat meminta Serena selalu menyemangati Romeo.

"Nggak."

"Kenapa lagi? Lo udah lama nggak ke kampus."

"Gampang, ntar aja." Romeo menuju ke kotak P3k yang ada di sudut dapur. Perlahan ia berikan obat luka ke telunjuknya, ia meringis, luka sobeknya terlihat lumayan lebar.

"Terserah lo, deh." Serena membuang plastik berisi pecahan mug ke dalam tempat sampah. Ia beralih membantu Romeo mengobati luka. Serena membuka kasa juga plester. Romeo diam, ia memperhatikan dengan seksama bagaimana Serena rapi membalut lukanya.

Wangi banget bini gue, batin Romeo.

Serena selesai memasang kasa dan plester. Ia memutar tubuhnya berjalan meninggalkan Romeo yang masih diam di tempat.

"Gue mau berhenti kuliah! Mau ganti jurusan!" teriak Romeo. Serena abaikan, tak peduli, baginya urusan pekerjaannya lebih utama.

Lanjut berdandan, Serena terus memastikan penampilannya sempurna. Apalagi ia langsung menuju bandara demi mempersingkat waktu juga menghindar macet.

Tas tangan merek ternama ia bawa, setelan kantoran dengan kemeja pas dengan tubuhnya, celana panjang juga sepatu hak tinggi warna krem, membuat padu padan pakaiannya yang didominasi warna putih tulang begitu berkelas.

Rambut panjangnya ia gerai setelah di blow membentuk ujung rambut bergelombang juga bervolume.

Romeo masih duduk santai seraya makan sereal dengan susu sambil nonton TV. Ia melirik Serena yang berjalan ke arah gantungan kunci untuk meraih kunci mobil.

"Gue balik malem. Kerjaan gue padat." Hanya itu, Serena tak pamit seperti layaknya seorang istri, dengan santai berjalan meninggalkan Romeo ke arah garasi yang mengunyah makanan tapi pandangan mengekor istrinya.

Romeo beranjak cepat setelah meletakkan mangkok ke atas meja di depannya. Ia lompati sofa supaya cepat menuju garasi.

Serena hendak membuka pintu mobil sedan merahnya saat Romeo menarik tangan kanan Serena.

"Apaan, Meo!" bentak Serena.

Romeo mengecup kening Serena. "Hati-hati, Tante. Pulang bawa oleh-oleh, ya."

Ya ampun, bukannya bikin hati Serena meleleh, malah mendidih. Serena mendorong kening Romeo menjauh, ia lantas kembali membuka pintu mobil dan duduk di balik kemudi. Betapa terkejutnya saat Serena melihat alat pengukur bensinnya kosong.

"Lho, kok!" pekiknya.

"Sorry, semalem gue pinjem sebentar mobil lo. Gue udah izin tapi lo pules banget tidurnya. Makasih ya, Tante Serena." Romeo berjalan meninggalkan Serena yang kesal. Pagi-pagi harinya sudah mulai buruk, jika mengantri di pombensin, akan membutuhkan waktu lama lagi dan mengacaukan waktu yang sudah Serena atur.

Benar saja, ia terlambat tiba di bandara. Setelah memarkirkan mobilnya, buru-buru ia menemui bosnya juga Erik di depan lobi bandara terminal domestik.

"Permisi! Maaf! Maaf!" ucap Serena saat ia terpaksa berlari menerobos orang-orang yang lalu lalang.

Bosnya yang seorang CEO wanita menatap kesal ke Serena. "Maaf, Bu, tadi saya isi bensin dulu," tukasnya sambil mengatur napas. Erik hanya tersenyum melihat Serena kelelahan.

"Atur dengan baik waktu kamu. Status kamu sudah menikah jadi mau nggak mau semua dipersiapkan apalagi sebelum berangkat bekerja." Kembali Serena mendapat wejangan dari CEOnya. Serena hanya mengangguk.

Tamu yang ditunggu belum muncul juga, ternyata pesawatnya delay. Bosnya Serena harus segera kembali ke kantor, akhirnya ia memerintahkan Serena menemani Erik hingga klien tiba dan segera diajak ke kantor. Serena patuh, ia mengantar kepergian bosnya dengan menaiki mobil alparth mewah warna putih dari depan lobi. Kembali ia berdiri bersama Erik.

"Ser, udah sarapan?"

"Belum, Pak, baru minum teh aja tadi. Pak Erik mau saya belikan makanan?"

Erik menggeleng. "Kamu jangan panggil saya Erik, terlalu formal dan itu kalau urusan kerjaan, kalau lagi berdua seperti ini, panggil saya Melvin.

"Kok gitu?" Kening Serena berkerut.

"Saya lebih suka kamu panggil saya dengan nama tengah saya. Lagian keluarga saya juga seringnya panggil saya Melvin," sambungnya.

"Tapi saya kan bukan keluarga dekat atau--" Serena diam saat Erik atau Melvin tersenyum seraya berjalan perlahan meninggalkan Serena.

"Pak! Mau ke mana! Pak Er-- eh, Pak Melvin!" Serena membuntuti, Melvin menoleh ke arah Serena.

"Kita sarapan dulu, masih lama pesawat mereka datang," ajak Melvin lantas kembali berjalan mendahului Serena. Sebagai asisten pribadi, Serena tau di mana posisi ia berjalan. Tak boleh sejajar dengan atasan dan selalu di sebelah kiri. SOP itu ia terima dan tau semenjak bekerja di perusahaan itu. Masalah posisi berdiri di kanan atau kiri sama saja, hanya, Serena merasa jika sebelah kiri memudahkannya berbicara atau berbisik di saat bosnya sedang berjabat tangan dengan seseorang. Sehingga tidak menghalangi mengganggu fokus saat bosnya berbicara juga gestur tubuh terlihat jelas tanpa halangan.

Melvin duduk di sofa beludru warna hijau botol yang ada di kedai kopi itu. Terlihat ekslusif. Pastinya, seorang bos tak akan mau atau jarang berada di tempat biasa.

"Pak Melvin kopinya apa?"

"Americano saja dan sandwich tuna untuk makanannya. Kamu bebas pilih, Ser."

"Baik, Pak." Serena ke meja pemesanan, ia asik membaca menu yang terpasang di atas meja pembuat kopi. Ia komat kamit sendiri bingung memilih, Melvin tersenyum menatap tingkah Serena. Sekejap ia sadar jika Serena sudah menjadi istri orang lain.

Melvin duduk memangku satu kaki ke kaki lainnya. Kancing jas terbuka, supaya tak terlalu sesak saat duduk. Ia menatap macbook di atas pangkuannya. Memerhatikan grafik saham perusahaan yang semakin tinggi.

Mengelola perusahaan besar yang juga sahamnya go public, membuat Melvin melupakan soal cinta. Apalagi menikah. Usianya matang yang ia jalani, hanya menjadi angka tanpa realita berumah tangga.

"Pak Melvin." Serena meletakkan pesanan Melvin di atas meja. Serena kembali ke meja pemesanan untuk mengambil pesanannya lalu duduk bersama direktur utama perusahaan itu.

"Kenapa kamu pesan itu? Yakin bisa bikin kamu kenyang?" Melvin menunjuk ke sepotong kue bolu. Untuk minuman, Serena memesan es americano.

"Saya tidak biasa sarapan pagi, Pak," cengirnya.

"Oh, kalau gitu sandwichnya kita bagi dua. Saya tidak mau anak buah saya kelaparan." Melvin memotong sandwich tuna pesanannya menjadi dua bagian dengan menggunakan pisau.

Ia melirik Serena yang tampak terkejut sedangkan Melvin mengukir senyuman.

"Kamu menikah sudah lama, ya, Ser?" lirik Melvin. Ia duduk bersandar kembali, lalu meneguk hot americano dari cangkir berwarna hijau tua.

"Lumayan," jawab Serena diakhiri senyuman.

"Belum hamil?" sambung Melvin.

"Hhh?!" Serena terkejut. "Maksud Pak Melvin?"

Melvin tersenyum tipis. "Nothing." Ia menggigit sandwich, Serena merasa diperhatikan sangat rinci oleh bosnya hingga membuat ia salah tingkah sendiri.

"Di kantor, kamu terkenal galak, Ser. Apa kamu tau?" Melvin menyodorkan sandwich potongan lainnya ke Serena. Dengan menganggukkan kepala Serena meraih dari atas piring kecil.

"Tanggapan kamu apa? Saya dengar yang incar kamu banyak, mereka syok tau kamu nikah. Juga ... saya."

Serena hampir melemparkan makanan yang baru ia gigit saking terkejutnya. Melvin memberikan selembar tisu ke Serena.

"Saya kalah cepat sama anak muda itu. Saat saya baru pulang dari Zurich dan Boston, bos kamu kasih tau kabar kalau kamu menikah mendadak."

Serena menunjukkan senyum terpaksa, ia merasa tersudutkan sekarang.

"Kamu tidak hamil duluan, kan?" Melvin mencondongkan tubuh ke hadapan Serena. Kedua mata Serena melotot, ia menggeleng cepat dengan mulut penuh makanan. Melvin kembali mundur, duduk bersandar lalu tersenyum mengangguk.

Pak Melvin aneh, mau ngapain dia. Ada niatan apa sama gue? batin Serena.

bersambung

Related chapters

  • Jodoh satu RT   Mama Lita pulang

    "Tante, Serena ...," panggil Romeo saat ia baru saja kembali setelah untuk sekian kali seringnya main tanpa tujuan. Serena yang sedang memeriksa ulang pekerjaannya hanya melirik sekilas sebelum kembali menatap layar laptop di depannya.Serena duduk di meja makan, fokus menata ulang jadwal kerja bosnya untuk satu minggu ke depan."Masak nggak?" Romeo menyeret kursi meja makan di depan Serena lantas duduk santai seolah tak ada beban. Ya memang, ia bahkan tak peduli Serena sendiri sudah makan atau belum, gimana di kantor dan hal lainnya."Lo nggak bisa lihat ada makanan nggak di meja." Serena sinis.Romeo meletakkan uang di depan Serena, lembaran seratus ribuan sebanyak lima puluh lembar. "Uang nafkah buat lo bulan ini," tukas Romeo.Serena tak peduli, ia terus fokus."Gue bisa buktiin kalau gue mampu nafkahin lo walau nggak kerja, kan?" Dengan bangga dan sombong ia berkata sambil menyandarkan tubuhnya pada sandaran kursi."Gue nggak butuh," tolak Serena mentah-mentah. "Lo mau nafkahin g

  • Jodoh satu RT   Pisah rumah

    Mari lanjut! _____________Bunyi klakson membuat Serena segera berjalan ke depan rumah. City car warna merah sudah terparkir di sana. "Buruan, Mbak!" teriak Tira, adik satu-satunya yang juga musuh bebuyutan tapi tetap disayang Serena."Sabar! Gue pamit ke Mama Lita dulu tadi." Serena segera menutup pintu mobil lantas memakai seatbelt."Udah bilang kita buru-buru jadi gue nggak bisa ketemu Tante Lita?" Tira melajukan mobilnya."Mama. Tante," tegur Serena sinis."Idih. Buat lo Mama, buat gue ya Tante lah. Mantunya kan elo, bukan gue, Mbak." Tira tergelak. Serena hanya memutar bola matanya malas, semalas ia menyanggah omongan adiknya yang seringnya ajak ribut."Mbak, si Romeo ke mana? Masih molor jangan-jangan?""Tuh tau. Segala nanya." Jawaban sinis Serena membuat Tira curiga."Lo berdua masih kayak musuh? Apa jangan-jangan sampe sekarang kalian belum tidur bareng?" lirik Tira sekilas sebelum kembali menatap jalanan di sabtu siang yang ramai.Mereka akan ke mal untuk ke salon, makan, n

  • Jodoh satu RT   Beda RT

    Serena tercengang saat melihat mewahnya apartemen yang katanya dibelikan untuk Romeo. Pemuda itu bersilang tangan di depan dada sambil bersandar pada meja bar yang ada di dalam unit tersebut."Meo, bagus banget!" puji Serena."Betah tinggal di sini, Tan? Gue nggak yakin," sinis Romeo."Dicoba dulu, lah. Lagian itu gedung kantor gue, kelihatan jelas dari sini. Kampus lo juga deket dari sini, halte busway di depan gedung ini. Kita di sini aja, deh!" ajak Serena girang. Pasalnya, semua akan mudah untuk aksesnya bekerja. Ia wanita metropolitan yang punya mobilitas tinggi juga gaya hidup layaknya wanita karir sukses walau sebagai aspri."Nggak deh. Gue nggak suka."Romeo berjalan ke arah kaca besar mengarah ke pemandangan kota Jakarta pada malam hari."Kenapa lagi, sih! Ini tuh udah paling pas, Meo." Serena ikut berdiri di sisi kiri suaminya, ruangan kosong melompong, tak ada barang satupun bahkan kulkas. Sengaja dikosongkan karena memang apartemen itu hanya sebagai tempat Romeo suka mengh

  • Jodoh satu RT   Jemput paksa

    Halo, jangan lupa tinggalkan jejak ya ...._______Serena sudah berdandan cantik, Romeo yang tengah duduk santai di ruang TV hanya melirik sepintas saat Serena pamit pergi. Ia bahkan tampil memukau tak seperti biasanya."Lo mau ke club?" tegur Romeo masih memegang remote TV juga memangku bantal sofa."Rahasia. Mau tau aja. Bye!" Serena melangkah pergi dengan mengemudi sendiri di jam tujuh malam. Dari pakaiannya, Romeo tau tak mungkin ke mal atau cafe biasa, fix, istrinya mau dugem.Diperjalanan, Serena menghubungi teman kerja juga bosnya, mereka janjian bertemu di salah satu club yang ada di perkantoran elite Ibu kota. Ia akan bertemu di parkiran mobil.Benar saja, setibanya di sana sudah terlihat deretan mobil mewah lain yang salah satunya dikemudikan bosnya sendiri. Serena segera turun, berlari kecil menghampiri rombongan rekan kerjanya.

  • Jodoh satu RT   Pagi-pagi Panas

    Melvin melepaskan kemeja lalu celana panjang, hanya menyisakan boxer ketat menutup inti miliknya. Ia berjalan ke dalam kamar mandi, menyalakan shower juga melepaskan boxer tadi.Ia guyur tubuhnya di tengah malam dengan air hangat. Kedua tangan menempel pada dinding, membiarkan air jatuh membasahi seluruh tubuh.Melvin terkekeh sendiri, ia tau siapa Romeo, karena waktu itu pernah dikenalkan Serena tapi ia mau memastikan sekali lagi.Jadi, anak kuliahan itu suaminya. batin Melvin.Melvin mengongak, air membasahi wajah tampannya. Ia basuh dengan tangan, lantas menyugar rambutnya yang juga sudah basah.Ada yang aneh, kenapa Serena kayak nggak suka sama suaminya sendiri? lanjut batin Melvin berucap.Well, gue yakin Serena terpaksa nikah sama bocah itu. Ia tutup dialog dengan diri sendiri lalu tersenyum lebar.

  • Jodoh satu RT   Pesona Melvin

    Serena tengah asik menikmati sarapan buatan mamanya. Ia tadi datang berjalan kaki karena malas sekedar ke rumah mamanya yang beda satu blok harus mengemudikan mobilnya.Dengan memakai kaos rumahan yang longgar dan warna bisa dibilang buluk, juga celana pendek dan tak lupa sendal jepit andalan. Serena tak berbeda dengan anak komplek lain yang saat akhir pekan malas ke mana-mana."Pelan-pelan makannya, Rena," tegur mama sambil menyeret kursi duduk di hadapan putrinya."Laper, Ma.""Emang habis ngapain? Olahraga pagi ya sama Romeo," ledek mama. Serena tersedak, buru-buru ia meneguk air putih. Mamanya mengingatkan adegan panas pagi tadi yang tak tuntas, ah ... bikin Serena ingat lagi, kan."Nggak. Romeo pamit mau naik gunung sama anak-anak tongkrongan di warung kopi depan. Tiga hari perginya.""Kok nggak ajak kamu?" Mama mulai heran."Rena kan kerja, mana bisa ditinggal kerjaan Rena, Ma. Papa mana?" Ia baru sadar jika sejak ia di rumah orang tuanya, Handoko alias papanya tidak ada."Papa

  • Jodoh satu RT   Mencari perhatian Serena

    Dibilang salah, tidak juga ... di bilang tidak salah ya ... salah. Serena melepaskan pelukan, ia menatap Melvin yang tersenyum manis."Pernikahanmu, bukan maumu, kan, Ser?" lirih Melvin masih dengan kedua tangan memeluk pinggang ramping Serena.Serena hanya bisa diam tanpa mau menjawab, bingung juga sebenarnya."Em, mau coba baju lainnya? Saya bisa tunggu di sini lagi, Pak." Ia mundur selangkah, Melvin mau tak mau melepaskan pelukannya. Ia mengangguk, lantas masuk kembali ke dalam bilik kamar pas sedangkan Serena duduk di tempat semula dengan pikiran tak karuan.Ia diam, mencerna kejadian beberapa waktu lalu saat ia membalas pelukan Melvin.Ah, masa bodo! Romeo juga nggak peduli, batinnya berujar. Pintu bilik kamar pas terbuka, Melvin keluar dengan pakaian saat awal datang dengan Serena, di tangannya membawa semua baju baru pilihan Serena."Saya ambil semua, ayo kita bayar. Apa kamu butuh sesuatu? Sekalian nanti saya bayar." Melvin meraih cepat jemari tangan Serena yang masih duduk me

  • Jodoh satu RT   Menginap

    Serena bersiap kerja, ia tak akan berangkat sendiri karena Melvin akan menjemputnya. Mereka janjian di luar komplek, terpaksa Serena berjalan kaki hingga gerbang utama.Sedan hitam mewah sudah terparkir, kaca gelap tak akan membuat orang lihat siapa yang di dalam. Segera Serena membuka pintu lalu masuk dan duduk."Morning," sapa Melvin. Ia lantas mengusap pelan kepala Serena."Morning, Pak," balasnya.Melvin mengerutkan kening, "jangan panggil, Pak. Just Melvin.""Mmm, kurang sopan, jelas kamu lebih dewasa dari saya. Mas aja, gimana?" Serena memakai seat bealt, Melvin setuju."Breakfast for you," kata Melvin seraya memberikan paper bag coklat, tadi ia mampir membeli sarapan roti dan kopi untuk Serena."Terima kasih, Mas." Serena tersipu malu, memang ia juga belum sempat makan apapun saking buru-buru hendak berangkat lebih pagi."Sama-sama, Ser." Melvin mengusap kepala Serena, membuat hati wanita itu berbunga-bunga.Mobil melaju kecepatan sedang, Serena menikmati sarapan sambil sesekal

Latest chapter

  • Jodoh satu RT   Impian masa depan

    Perjalanan mencapai kesuksesan tidak lah mudah, berliku bahkan berdarah-darah dapat terjadi. Proses memang butuh waktu, kesabaran dan tetap tekun menjadi kuncinya.Memasuki bulan kelahiran, sudah dipastikan Serena akan operasi. Romeo tetap bekerja sebagai ojek online karena tak mau menerima bantuan tawaran kerja dari siapapun.Perkara dengan papanya masih berlanjut, pria itu sudah menikah lagi tanpa Romeo pun Serena datang. Mau dibujuk seperti apa, Romeo tak akan bergerak datang."Kamu nggak kasihan sama Papamu, Meo?" Serena sedang merapikan pakaian bayi ke dalam koper. Esok ia dijadwalkan operasi sesar."Nggak." Romeo menjawab tegas."Susah ya kasih pengertian ke anak muda," sindir Serena diakhiri kekehan. Romeo hanya berdecak. Ia bangkit, meraih jaket ojol lantas memakainya."Hari ini aku narik sebentar, sampe siang, terus pulang."Serena mengangguk. Ia peluk suaminya memberi semangat, sedangkan Romeo bersandar manja di bahu sang istri."I love you," bisik Romeo."Love you more," ba

  • Jodoh satu RT   Detak nyawa

    Malam-malam bisa jalan berdua, Serena menggamit lengan Romeo saat mereka selesai makan malam di warung tenda yang menyajikan menu soto daging. Tak lupa ia membeli minuman manis supaya segar tenggorokannya."Jangan kebanyakan minum manis, Ser," tegur Romeo."Dikit aja." Serena menyedot jus jeruk sunkies."Ser, buat makan sehari-hari gimana? Nebeng orang tua?" Romeo tak enak hati, harus merepotkan kedua mertuanya."Ada aku, cukup kok gajiku buat tambahin biaya dapur." Dengan santai Serena menjawab, keduanya berhenti berjalan di depan taman air mancur komplek, sengaja dibuat supaya bisa jadi tempat para warga berkumpul karena dihias lampu warna warni yang cantik.Pandangan Romeo lurus ke depan. Ia berpikir sampai kapan harus serumah dengan mertua, ia juga mau punya tempat tinggal sendiri walau sewa. Tak ingin meminta bantuan papanya juga, kegengsian Romeo sangat tinggi, ia harus berhasil dengan kakinya sendiri bagaimanapun juga. Belajar dari masa lalu dan kesalahan, tak akan kembali ia t

  • Jodoh satu RT   Tawaran Moza

    "Meo, bangun ... kamu jalan jam berapa?" Serena duduk di tepi ranjang, ia sudah selesai mandi juga berpakaian. Jam masih diangka lima pagi, karena Tira sedang menginap di rumah temannya, ia ke kantor berangkat sendiri.Romeo bergeliat, ia buka matanya perlahan lalu tersenyum. Bukannya langsung beranjak, ia justru mendusalkan wajah ke arah perut Serena.Ia ciumi perut buncit Serena begitu penuh kebahagiaan. Perlahan, Romeo duduk, ia menyapa Serena dengan belaian di kepala lantas segera ke kamar mandi.Serena keluar kamar, ia kaget karena papanya sudah berdiri di depan kamar. "Romeo?" Tatapan papa begitu datar.Hanya bisa senyam senyum yang ditunjukkan Serena. "Papa mau ngomong sama suamimu." Lalu papa turun ke lantai bawah. Serena menutup pintu lagi, tadinya ia mau menyiapkan kopi untuk Romeo."Meo," ketuk Serena ke pintu kamar mandi. Pintu terbuka, Romeo masih dalam keadaan basah kuyup, belum selesai mandi. "Papa mau ngomong sama kamu," tukasnya. Romeo mengangguk. "Aku tunggu di bawah

  • Jodoh satu RT   Semangat Baru

    Serena menutup pagar, ia gandeng Romeo masuk ke dalam rumah. Duduk bersama di ruang tamu.Kepala Romeo tertunduk dalam dengan kedua tangan saling meremas. "Aku nggak sangka Papa bisa secepat ini mau dekat sama perempuan lain, Ser. Gampang banget Papa lupain Mama!" Emosi Romeo mulai muncul. Serena meraih jemari tangan suaminya yang saling meremas keras."Papa butuh temen, emang kamu udah tau siapa ceweknya? Bukan ani-ani atau cewek kegatelan, kan?!" Kalimat Serena membuat Romeo menoleh cepat ke arahnya. "Barang kali, namanya jaman sekarang," sambung Serena."Perempuannya Bu Hartoyo, janda RT delapan. Ibunya Fadlan. Musuh aku waktu SMP sampe SMA, mantan pacarnya Tira," tukas Romeo."HAH!" Serena teriak kencang sekali. Romeo mengusap kasar wajahnya."Kayak nggak ada pilihan lagi Papa, kan?! Aku nggak masalahin Bu Hartoyo! Aku masalahin anaknya. Si Fadlan itu males! Dia kerjanya game melulu! Yang ada morotin Papa!" kesal Romeo."Emang kamu nggak males," cicit Serena yang masih bisa dideng

  • Jodoh satu RT   Baby bumb

    Serena seolah membatu, setiap hari Romeo datang sekedar memberikan makanan dan tak lupa uang seadanya. Kini, kehamilan Serena sudah masuk bulan kelima, perutnya sudah mulai tampak membuncit.Saat berjalan terlihat tonjolan pada perutnya yang mampu membuat mata tetangga jelatan alias siap menggosipkan dirinya untuk kesekian kalinya."Mbak, gue drop di perempatan deket kantor lo aja, ya," ujar Tira seraya mengeluarkan mobil dari dalam garasi."Iya," tukas Serena seraya masuk ke dalam mobil. Serena kembali bekerja, di rumah saja membuatnya justru bosan. Karena kehamilannya, ia tak lagi menjadi aspri dari Moza, tapi ia pindah ke bagian keuangan.Bagus Serena cepat belajar, ia juga tak malu bertanya jika ada hal yang membingungkan.Serena dan Tira melewati rumah tetangga yang suka bergosip. Ia mulai kesal namun Tira meminta mengabaikan. Berita ia hamil bukan dengan Romeo hingga ia dibilang cerai lalu menjadi simpanan Om-om juga marak disebar."Mbak, udah coba ngobrol sama Romeo?" Tira meme

  • Jodoh satu RT   Titik balik Romeo

    Halo, kembali lagi ketemu saya, maaf lamaaa nggak update. Semoga kalian masih mau membaca karya ini ya, terima kasih.****Romeo diam, ia merenungi semuanya. Di dalam hati, ia tau Serena yang sudah membuatnya jatuh cinta sejak keduanya kecil. Petualangan cinta Romeo sendiri dengan perempuan lain hanya basa basi, tak serius. Hanya Serena yang bisa mengikat hatinya."Gue harus mulai dari mana?" gumamnya merutuki diri karena laki-laki seharusnya bekerja keras demi membahagiakan diri sendiri dan wanita yang dicintai. Bukan seperti dirinya yang seenaknya sendiri.Bergelut dengan hati, membuat Romeo meneteskan air mata akibat terlalu santai selama ini. Kini ia akan menjadi seorang ayah, ada tanggung jawab baru yang harus diemban.Bekerja dengan papanya, bisa saja. Tetapi bagi Romeo yang berprinsip keras jika ia bisa berdiri di kaki sendiri tak akan mau menikmati fasilitas kemudahan itu.Grup chat SMA ia buka, ia mencoba menghubungi temannya satu persatu yang dekat dengannya dulu. Mencari lo

  • Jodoh satu RT   Penolakan

    “Kenapa, lo? Sadar udah bikin kesalahan?” lirih Tira. Ia dan Romeo masih berdiri di depan rumah tanpa pagar itu.“Gue mau ngobrol sama Serena. Banyak yang perlu gue sampaikan.”“Apa? Cerai?” Tira memalingkan wajah sambil berdecak sinis.“Bukan urusan lo, Ra. Sini biar gue yang kas—““Lho, Meo,” suara papa terdengar dari teras. Romeo menyambar plastik dari tangan Tira lantas berjalan mendekat.“Pa,” sapa Romeo tak lupa menyalim tangan.“Kok di sini? Tira kasih tau alamat rumah ini, ya?” Papa menatap Tira yang menggelengkan kepala.“Meo lewat jalan tembusan ke rumah baru, Pa. Terus lihat mobil Tira, jadi Meo berhenti dulu.” Romeo tersenyum tipis.“Emang rumahnya di mana sekarang? Rumah lama kosong, ya? Papa udah lama nggak ngobrol sama Papamu. Sibuk kerja,” tukas papa Serena sedih lama tak bicara dengan sahabatnya.“Itu, Pa. Lewat jalan itu, belok kiri, udah sampai. Selama ini Meo lewat gerbang utama di ujung depan sana, tadi iseng lewat jalan lain, ternyata ….”“Kita tetanggaan lagi!”

  • Jodoh satu RT   Kabar mengejutkan

    Tira sedang di kampus saat Serena memintanya jemput. Buru-buru adiknya segera ke lokasi yang Serena beritahu. Di tengah jalan, tepatnya lampu merah Tira melihat Romeo dengan motornya berhenti di sisi kanannya. “Meo!” panggil Tira. Romeo menoleh namun tatapannya sangat dingin. “Lo kemana aja! Mbak Rena nyariin! Lo block nomer dia!” teriak Tira. Romeo hanya diam, tak mau menjawab. “Tiga bulan, Meo. Lo jauhin Kakak gue!” lanjut Tira masih berteriak. Lampu berganti hijau, secepat mungkin Romeo menarik gas lantas melaju jauh. Tira kesal, ia hanya bisa memukul kemudi saking emosinya.Serena diam saja, masih duduk di tempatnya. “Mbak,” sapa Tira. Serena mendongak, Tira berdiri di hadapan Serena, ia sudah tau maksud tatapan kakaknya tanpa perlu menjelaskan. “Ayo pulang,” ajaknya.“Gue takut, Ra,” resah Serena.“Kita hadapi, ya, Mbak.” Tira merangkul Serena. Kakaknya memang menjadi murung apalagi sejak meninggalkan apartemen dua bulan lalu dan memilih kembali ke rumah orang tuanya. Tetapi ruma

  • Jodoh satu RT   Terungkap semuanya

    Mama Lita masih tak sadarkan diri, penyakitnya kambuh secara mendadak. Romeo dan Serena bolak balik ke rumah sakit guna mengunjungi Lita yang tak merespon.“Mama kenapa begini, Ma, maafin Romeo, Ma,” lirih Romeo sambil mengusap wajah Lita. Kedua orang tua Serena juga selalu datang setiap hari. Mereka masih tak paham kenapa Romeo dan Serena begitu sedih juga dirundung penyesalan.“Mbak, lo baiknya sama Romeo jujur ke Mama Papa kita juga. Jangan nambah masalah baru.” Tira memberi saran, Serena yang dijemput Tira dari kantornya untuk langsung ke rumah sakit hanya bisa menganggukkan kepala.“Gue takut, Ra,” lirih Serena dengan suara bergetar. Ia juga menggigit kuku jarinya saking dilanda khawatir.“Berdoa aja semoga Tante Lita membaik kondisinya. Gue masih penasaran siapa yang bocorin rahasia ini. Perlu dicari tau?” tukas Tira sepintas sebelum fokus kembali ke jalanan di depannya.“Iya, gue juga nggak habis pikir. Romeo memang lagi ada yang suka sama dia, Michelle namanya, tapi kan baru k

DMCA.com Protection Status