Hai, selamat membaca ya!Romeo malu sendiri setelah ketahuan jika ia punya kotak rahasia yang akhirnya Serena tau. Bukan Romeo kalau tidak bisa menyembunyikan rasa malunya dengan tingkah jail yang bikin Serena masih suka kesal juga emosi sampai marah-marah. "Meo bangun! Lo kerja jam berapa!" teriak Serena saat jam enam pagi Romeo masih bergelung selimut. Sudah lima hari mereka tidur satu kamar, tidak kebablasan padahal Romeo ingin sekali menerkam istrinya tapi ia hempaskan pikiran itu. "Hmmm!" jawab Romeo dengan malas. "HP lo bunyi tuh, Veronica telepon!" teriak Serena lagi yang sedang mencatok rambut panjangnya sambil duduk di depan meja rias. Dengan cepat Romeo menyibak selimut, lalu lompat menyambar ponsel di atas meja rias Serena. "Giliran Veronica lo langsung bangun! Masih kebayang-bayang toh, gimana rasanya di--""Gue takut dia hamil. Puas lo, Tan!" Lagi-lagi Romeo jika isengnya kumat memanggil Serena, Tante. "Emang bakal hamil? Yakin tuh, kalau pun hamil itu anak lo? Hati-
Pagi-pagi sekali Serena terkejut saat melihat kulkas kosong, ia mengusap keningnya. Masih dengan penampilan bangun tisur—rambut tergulung asal—iya bingung hendak sarapan apa.Lemari penyimpanan bahan makanan instan juga tak ada makanan yang bisa dimasak. Ia lantas berjalan kembali ke dalam kamar. Romeo masih tidur. Dengan perlahan ia mendekati Romeo.“Meo, bangun,” panggil Serena. Romeo masih terpejam. “Meo, bangun. Gue laper, makanan habis,” sambungnya lagi.Jam masih diangka lima pagi. Serena tak yakin di lantas dasar apartemen, yang biasa banyak menjajaki penjual makanan sudah buka.“Meo, bangun, ya ampun. Gue laper,” cicitnya lagi. Romeo bergeliat, ia duduk perlahan. Kedua matanya masih tampak berat untuk terbuka.“Laperrr,” keluh Serena yang tubuhnya terasa lemas pagi itu.“Hh? Kenapa?” serak Romeo.“Gue laper, nggak ada bahan makanan. Kulkas kosong, mie instan juga nggak ada. Kosong!” tegasnya. Romeo tak banyak cakap, ia segera turun dari ranjang menuju kamar mandi. Serena duduk
Selesai merapikan belanjaan, Serena masuk ke dalam kamar. Ia mau membahas dengan Romeo. Terlihat Romeo baru selesai mandi, dengan santai ia telanjang di depan Serena yang segera memalingkan wajah.“Gue nggak bermaksud—“ Belum Serena selesai bicara, Romeo sudah menyela.“Gue coba jadi suami yang tanggung jawab walau gaji gue sangat jauh dari pada lo.”“Gue tau.” Serena menoleh, Romeo masih bertelanjang dada namun sudah memakai celana pendek. “Pake baju dulu bisa, kan!” tegas Serena.“Nggak.” Romeo justru berkacak pinggang. “Apa salahnya lo terima nafkah dari gue!”“Gue bukannya nggak mau terima! Tapi lo aja butuh!” Serena tak mau kalah. Keduanya saling menatap dengan kesal hati.“Gue nggak nyangka lo bisa sesombong itu, Ser,” lirih Romeo lantas meraih kaos dari dalam lemari. Ia berjalan keluar kamar dengan cepat
Romeo sedang berada di luar minimarket saat kedua matanya mendapati Serena berdiri di tepi trotoar berdiri seorang diri. Tak lama, mobil sedan hitam berhenti, Serena masuk ke dalamnya. Romeo berlari ke tempat motornya terparkir, tergesa-gesa menghidupkan motor lantas mengikuti mobil tadi yang berjalan lambat karena jalanannya padat merayap.Ia tetap menjaga jarak supaya tak ketahuan Serena atau siapapun yang mengemudi, karena ia tak tau. Padahal itu Andre.“Kamu udah izin Moza makan siang sama saya?” tukas Andre.“Udah, tapi nggak bilang sama Pak Andre.”“Andre aja, nggak usah pakai Pak.” Andre tertawa pelan, Serena mengiyakan. Mobil menambah kecepatan karena sudah lowong jalanan saat belok ke kiri, Romeo masih mengikuti hingga tiba di tujuan. Bistro klasik dengan nuansa Amerika. Terlihat yang makan siang di sana bukan sembarang orang, Romeo tau karena pernah makan di sana dengan Juno beberapa waktu lalu. Serena tampak ramah saat bicara dengan Andre yang berjalan di sisinya.Terus mem
Romeo menyugar rambut dengan kelima jemar tangan kanannya sambil berjalan ke arah Michele yang berdiri di depan lobi. “Hai,” sapa Romeo santai. Michele tersenyum, ia lantas mengikuti langkah Romeo menuju sepeda motor yang terparkir.“Kita langsung ke sana? Genting banget kondisinya?” Romeo segera menghidupnya mesin motornya.“Iya. Toko mendadak banyak orang, gue sama Mas Agam kewalahan. Sorry bikin lo ke toko lagi.”“Nggak apa-apa. Ayo naik!” perintah Romeo. Michele sengaja datang karena membutuhkan Romeo, ia dapat alamat suami Serena dari Juno yang berkata jika Romeo bisa stand by kalau memang dibutuhkan bantuan.Michele memeluk pinggang Romeo padahal ia tak meminta, tak mau ambil pusing, ia melajukan sepeda motornya dengan cepat.Benar saja, di toko ramai. Usut punya usut karena sedang ada acara live musik di lapangan area perkantoran mewah itu. Banyak yang datang membeli makanan, minuman, bahkan stok camilan hampir ludes.Michele sibuk di kasir, Romeo sibuk mengisi ulang display ca
Romeo meminta dengan sopan supaya Michelle bangun dari pangkuannya. Namun, gadis itu justru kembali mencumbu Romeo yang langsung bangun hingga gadis itu jatuh ke lantai.“Aw!” ringisnya.“Maaf. Gue nggak bisa.” Romeo berjalan keluar, ia kembali bekerja tak peduli Michelle memanggilnya. Betapa terkejutnya saat Serena ada di minimarket, bibir Romeo belepotan lipstick. Seketika Serena menatap tajam.“Buruan! Gue mau makan nih cemilan!” omelnya kesal. “Kalau habis ciuman dihapus tuh lisptik, biar nggak ketauan istri.” Serena memberikan uang lima puluh ribu. Romeo membersihkan bibirnya dengan punggung tangan. “Gue balik malem. Jalan sama cowok!” Serena menyambar kripik kentang yang ia beli lantas berjalan cepat keluar dari sana. Romeo diam, tatapannya menusuk.“Dia, siapa?” cicit Michelle.“Istri gue,” jawab Romeo pelan bernada dalam dengan tatapan terus ke Serena yang tampak kesal.Benar saja, Serena pulang larut bahkan jam satu malam. Romeo menunggu di meja makan. Saat Serena pulang kead
Serena masih tak bekerja, ia akhirnya cuti satu minggu. Moza sempat marah, namun setelah Serena jujur jika ia merawat suaminya, bosnya pun tak bisa apa-apa. Serena kembali dari kantor karena mengurus cuti dan menceritakan yang sebenarnya. Ia langsung menyiapkan makan siang. Kali ini ia akan memasak sebisanya.Luka di tubuh Romeo perlahan mengering, ia juga bisa berjalan walau pelan. Dari dalam kamar terdengar Romeo berbicara dengan Juno. Tampaknya serius. Saat Serena hampiri, di samping Romeo ada laptop dan buku kuliah.“Gue ngerti, gue minta maaf, Jun.” Romeo sendu. Serena duduk di kursi meja rias yang ia dekatkan ke sisi ranjang. Romeo meletakkan ponsel.“Ada apa?” Serena menatap khawatir.“Gue resign.”“Lho, kenapa?!”“Mau fokus kuliah.”Serena tersenyum. “Bukan ngehindar dari Michelle?”“Itu juga.” Romeo memangku laptop, ia mengerjakan tugas lagi. keputusannya berhenti bekerja karena memang lebih mengarah ke kuliah, ia sudah keteteran semenjak bekerja juga. Tak mau mengulang kesal
Romeo dan Serena seperti halnya pasangan suami istri pada umumnya. Kini, sebelum beraktifitas mereka sarapan bersama bahkan berangkat bersama. Romeo ke kampus sesekali, tapi setiap hari mengantar jempur Serena bekerja.Michelle yang kesal juga diliputi cemburu tak suka dengan hal itu. Ia tetap menghubungi Romeo yang kembali tak bekerja demi menyelesaikan kuliahnya. Targetnya kali ini menjadi sarjana lalu bekerja demi menafkahi Serena.“Meo, pindah ke rumah biasa aja, yuk. Bosen diapartemen terus. Nggak punya tetangga.”“Mau pindah ke mana?” sontak Romeo merasa istrinya mau memulai membina rumah tangga yang sebenarnya, keduanya yang tumbuh di lingkungan sosial baik antar warga, pasti merasakan perbedaan saat tinggal di apartemen.“Komplek kita aja, tapi beda RT sama orang tua kita masing-masing, gimana?”Usul Serena bisa diterima Romeo, akan tetapi ada satu hal yang menggelitik rasa penasarannya.“Kenapa pilih rumah di komplek?” cetus Romeo. Ia menyalakan sen kanan guna mendahului ken