Pagi-pagi sekali Serena terkejut saat melihat kulkas kosong, ia mengusap keningnya. Masih dengan penampilan bangun tisur—rambut tergulung asal—iya bingung hendak sarapan apa.Lemari penyimpanan bahan makanan instan juga tak ada makanan yang bisa dimasak. Ia lantas berjalan kembali ke dalam kamar. Romeo masih tidur. Dengan perlahan ia mendekati Romeo.“Meo, bangun,” panggil Serena. Romeo masih terpejam. “Meo, bangun. Gue laper, makanan habis,” sambungnya lagi.Jam masih diangka lima pagi. Serena tak yakin di lantas dasar apartemen, yang biasa banyak menjajaki penjual makanan sudah buka.“Meo, bangun, ya ampun. Gue laper,” cicitnya lagi. Romeo bergeliat, ia duduk perlahan. Kedua matanya masih tampak berat untuk terbuka.“Laperrr,” keluh Serena yang tubuhnya terasa lemas pagi itu.“Hh? Kenapa?” serak Romeo.“Gue laper, nggak ada bahan makanan. Kulkas kosong, mie instan juga nggak ada. Kosong!” tegasnya. Romeo tak banyak cakap, ia segera turun dari ranjang menuju kamar mandi. Serena duduk
Selesai merapikan belanjaan, Serena masuk ke dalam kamar. Ia mau membahas dengan Romeo. Terlihat Romeo baru selesai mandi, dengan santai ia telanjang di depan Serena yang segera memalingkan wajah.“Gue nggak bermaksud—“ Belum Serena selesai bicara, Romeo sudah menyela.“Gue coba jadi suami yang tanggung jawab walau gaji gue sangat jauh dari pada lo.”“Gue tau.” Serena menoleh, Romeo masih bertelanjang dada namun sudah memakai celana pendek. “Pake baju dulu bisa, kan!” tegas Serena.“Nggak.” Romeo justru berkacak pinggang. “Apa salahnya lo terima nafkah dari gue!”“Gue bukannya nggak mau terima! Tapi lo aja butuh!” Serena tak mau kalah. Keduanya saling menatap dengan kesal hati.“Gue nggak nyangka lo bisa sesombong itu, Ser,” lirih Romeo lantas meraih kaos dari dalam lemari. Ia berjalan keluar kamar dengan cepat
Romeo sedang berada di luar minimarket saat kedua matanya mendapati Serena berdiri di tepi trotoar berdiri seorang diri. Tak lama, mobil sedan hitam berhenti, Serena masuk ke dalamnya. Romeo berlari ke tempat motornya terparkir, tergesa-gesa menghidupkan motor lantas mengikuti mobil tadi yang berjalan lambat karena jalanannya padat merayap.Ia tetap menjaga jarak supaya tak ketahuan Serena atau siapapun yang mengemudi, karena ia tak tau. Padahal itu Andre.“Kamu udah izin Moza makan siang sama saya?” tukas Andre.“Udah, tapi nggak bilang sama Pak Andre.”“Andre aja, nggak usah pakai Pak.” Andre tertawa pelan, Serena mengiyakan. Mobil menambah kecepatan karena sudah lowong jalanan saat belok ke kiri, Romeo masih mengikuti hingga tiba di tujuan. Bistro klasik dengan nuansa Amerika. Terlihat yang makan siang di sana bukan sembarang orang, Romeo tau karena pernah makan di sana dengan Juno beberapa waktu lalu. Serena tampak ramah saat bicara dengan Andre yang berjalan di sisinya.Terus mem
Romeo menyugar rambut dengan kelima jemar tangan kanannya sambil berjalan ke arah Michele yang berdiri di depan lobi. “Hai,” sapa Romeo santai. Michele tersenyum, ia lantas mengikuti langkah Romeo menuju sepeda motor yang terparkir.“Kita langsung ke sana? Genting banget kondisinya?” Romeo segera menghidupnya mesin motornya.“Iya. Toko mendadak banyak orang, gue sama Mas Agam kewalahan. Sorry bikin lo ke toko lagi.”“Nggak apa-apa. Ayo naik!” perintah Romeo. Michele sengaja datang karena membutuhkan Romeo, ia dapat alamat suami Serena dari Juno yang berkata jika Romeo bisa stand by kalau memang dibutuhkan bantuan.Michele memeluk pinggang Romeo padahal ia tak meminta, tak mau ambil pusing, ia melajukan sepeda motornya dengan cepat.Benar saja, di toko ramai. Usut punya usut karena sedang ada acara live musik di lapangan area perkantoran mewah itu. Banyak yang datang membeli makanan, minuman, bahkan stok camilan hampir ludes.Michele sibuk di kasir, Romeo sibuk mengisi ulang display ca
Romeo meminta dengan sopan supaya Michelle bangun dari pangkuannya. Namun, gadis itu justru kembali mencumbu Romeo yang langsung bangun hingga gadis itu jatuh ke lantai.“Aw!” ringisnya.“Maaf. Gue nggak bisa.” Romeo berjalan keluar, ia kembali bekerja tak peduli Michelle memanggilnya. Betapa terkejutnya saat Serena ada di minimarket, bibir Romeo belepotan lipstick. Seketika Serena menatap tajam.“Buruan! Gue mau makan nih cemilan!” omelnya kesal. “Kalau habis ciuman dihapus tuh lisptik, biar nggak ketauan istri.” Serena memberikan uang lima puluh ribu. Romeo membersihkan bibirnya dengan punggung tangan. “Gue balik malem. Jalan sama cowok!” Serena menyambar kripik kentang yang ia beli lantas berjalan cepat keluar dari sana. Romeo diam, tatapannya menusuk.“Dia, siapa?” cicit Michelle.“Istri gue,” jawab Romeo pelan bernada dalam dengan tatapan terus ke Serena yang tampak kesal.Benar saja, Serena pulang larut bahkan jam satu malam. Romeo menunggu di meja makan. Saat Serena pulang kead
Serena masih tak bekerja, ia akhirnya cuti satu minggu. Moza sempat marah, namun setelah Serena jujur jika ia merawat suaminya, bosnya pun tak bisa apa-apa. Serena kembali dari kantor karena mengurus cuti dan menceritakan yang sebenarnya. Ia langsung menyiapkan makan siang. Kali ini ia akan memasak sebisanya.Luka di tubuh Romeo perlahan mengering, ia juga bisa berjalan walau pelan. Dari dalam kamar terdengar Romeo berbicara dengan Juno. Tampaknya serius. Saat Serena hampiri, di samping Romeo ada laptop dan buku kuliah.“Gue ngerti, gue minta maaf, Jun.” Romeo sendu. Serena duduk di kursi meja rias yang ia dekatkan ke sisi ranjang. Romeo meletakkan ponsel.“Ada apa?” Serena menatap khawatir.“Gue resign.”“Lho, kenapa?!”“Mau fokus kuliah.”Serena tersenyum. “Bukan ngehindar dari Michelle?”“Itu juga.” Romeo memangku laptop, ia mengerjakan tugas lagi. keputusannya berhenti bekerja karena memang lebih mengarah ke kuliah, ia sudah keteteran semenjak bekerja juga. Tak mau mengulang kesal
Romeo dan Serena seperti halnya pasangan suami istri pada umumnya. Kini, sebelum beraktifitas mereka sarapan bersama bahkan berangkat bersama. Romeo ke kampus sesekali, tapi setiap hari mengantar jempur Serena bekerja.Michelle yang kesal juga diliputi cemburu tak suka dengan hal itu. Ia tetap menghubungi Romeo yang kembali tak bekerja demi menyelesaikan kuliahnya. Targetnya kali ini menjadi sarjana lalu bekerja demi menafkahi Serena.“Meo, pindah ke rumah biasa aja, yuk. Bosen diapartemen terus. Nggak punya tetangga.”“Mau pindah ke mana?” sontak Romeo merasa istrinya mau memulai membina rumah tangga yang sebenarnya, keduanya yang tumbuh di lingkungan sosial baik antar warga, pasti merasakan perbedaan saat tinggal di apartemen.“Komplek kita aja, tapi beda RT sama orang tua kita masing-masing, gimana?”Usul Serena bisa diterima Romeo, akan tetapi ada satu hal yang menggelitik rasa penasarannya.“Kenapa pilih rumah di komplek?” cetus Romeo. Ia menyalakan sen kanan guna mendahului ken
Mama Lita masih tak sadarkan diri, penyakitnya kambuh secara mendadak. Romeo dan Serena bolak balik ke rumah sakit guna mengunjungi Lita yang tak merespon.“Mama kenapa begini, Ma, maafin Romeo, Ma,” lirih Romeo sambil mengusap wajah Lita. Kedua orang tua Serena juga selalu datang setiap hari. Mereka masih tak paham kenapa Romeo dan Serena begitu sedih juga dirundung penyesalan.“Mbak, lo baiknya sama Romeo jujur ke Mama Papa kita juga. Jangan nambah masalah baru.” Tira memberi saran, Serena yang dijemput Tira dari kantornya untuk langsung ke rumah sakit hanya bisa menganggukkan kepala.“Gue takut, Ra,” lirih Serena dengan suara bergetar. Ia juga menggigit kuku jarinya saking dilanda khawatir.“Berdoa aja semoga Tante Lita membaik kondisinya. Gue masih penasaran siapa yang bocorin rahasia ini. Perlu dicari tau?” tukas Tira sepintas sebelum fokus kembali ke jalanan di depannya.“Iya, gue juga nggak habis pikir. Romeo memang lagi ada yang suka sama dia, Michelle namanya, tapi kan baru k
Perjalanan mencapai kesuksesan tidak lah mudah, berliku bahkan berdarah-darah dapat terjadi. Proses memang butuh waktu, kesabaran dan tetap tekun menjadi kuncinya.Memasuki bulan kelahiran, sudah dipastikan Serena akan operasi. Romeo tetap bekerja sebagai ojek online karena tak mau menerima bantuan tawaran kerja dari siapapun.Perkara dengan papanya masih berlanjut, pria itu sudah menikah lagi tanpa Romeo pun Serena datang. Mau dibujuk seperti apa, Romeo tak akan bergerak datang."Kamu nggak kasihan sama Papamu, Meo?" Serena sedang merapikan pakaian bayi ke dalam koper. Esok ia dijadwalkan operasi sesar."Nggak." Romeo menjawab tegas."Susah ya kasih pengertian ke anak muda," sindir Serena diakhiri kekehan. Romeo hanya berdecak. Ia bangkit, meraih jaket ojol lantas memakainya."Hari ini aku narik sebentar, sampe siang, terus pulang."Serena mengangguk. Ia peluk suaminya memberi semangat, sedangkan Romeo bersandar manja di bahu sang istri."I love you," bisik Romeo."Love you more," ba
Malam-malam bisa jalan berdua, Serena menggamit lengan Romeo saat mereka selesai makan malam di warung tenda yang menyajikan menu soto daging. Tak lupa ia membeli minuman manis supaya segar tenggorokannya."Jangan kebanyakan minum manis, Ser," tegur Romeo."Dikit aja." Serena menyedot jus jeruk sunkies."Ser, buat makan sehari-hari gimana? Nebeng orang tua?" Romeo tak enak hati, harus merepotkan kedua mertuanya."Ada aku, cukup kok gajiku buat tambahin biaya dapur." Dengan santai Serena menjawab, keduanya berhenti berjalan di depan taman air mancur komplek, sengaja dibuat supaya bisa jadi tempat para warga berkumpul karena dihias lampu warna warni yang cantik.Pandangan Romeo lurus ke depan. Ia berpikir sampai kapan harus serumah dengan mertua, ia juga mau punya tempat tinggal sendiri walau sewa. Tak ingin meminta bantuan papanya juga, kegengsian Romeo sangat tinggi, ia harus berhasil dengan kakinya sendiri bagaimanapun juga. Belajar dari masa lalu dan kesalahan, tak akan kembali ia t
"Meo, bangun ... kamu jalan jam berapa?" Serena duduk di tepi ranjang, ia sudah selesai mandi juga berpakaian. Jam masih diangka lima pagi, karena Tira sedang menginap di rumah temannya, ia ke kantor berangkat sendiri.Romeo bergeliat, ia buka matanya perlahan lalu tersenyum. Bukannya langsung beranjak, ia justru mendusalkan wajah ke arah perut Serena.Ia ciumi perut buncit Serena begitu penuh kebahagiaan. Perlahan, Romeo duduk, ia menyapa Serena dengan belaian di kepala lantas segera ke kamar mandi.Serena keluar kamar, ia kaget karena papanya sudah berdiri di depan kamar. "Romeo?" Tatapan papa begitu datar.Hanya bisa senyam senyum yang ditunjukkan Serena. "Papa mau ngomong sama suamimu." Lalu papa turun ke lantai bawah. Serena menutup pintu lagi, tadinya ia mau menyiapkan kopi untuk Romeo."Meo," ketuk Serena ke pintu kamar mandi. Pintu terbuka, Romeo masih dalam keadaan basah kuyup, belum selesai mandi. "Papa mau ngomong sama kamu," tukasnya. Romeo mengangguk. "Aku tunggu di bawah
Serena menutup pagar, ia gandeng Romeo masuk ke dalam rumah. Duduk bersama di ruang tamu.Kepala Romeo tertunduk dalam dengan kedua tangan saling meremas. "Aku nggak sangka Papa bisa secepat ini mau dekat sama perempuan lain, Ser. Gampang banget Papa lupain Mama!" Emosi Romeo mulai muncul. Serena meraih jemari tangan suaminya yang saling meremas keras."Papa butuh temen, emang kamu udah tau siapa ceweknya? Bukan ani-ani atau cewek kegatelan, kan?!" Kalimat Serena membuat Romeo menoleh cepat ke arahnya. "Barang kali, namanya jaman sekarang," sambung Serena."Perempuannya Bu Hartoyo, janda RT delapan. Ibunya Fadlan. Musuh aku waktu SMP sampe SMA, mantan pacarnya Tira," tukas Romeo."HAH!" Serena teriak kencang sekali. Romeo mengusap kasar wajahnya."Kayak nggak ada pilihan lagi Papa, kan?! Aku nggak masalahin Bu Hartoyo! Aku masalahin anaknya. Si Fadlan itu males! Dia kerjanya game melulu! Yang ada morotin Papa!" kesal Romeo."Emang kamu nggak males," cicit Serena yang masih bisa dideng
Serena seolah membatu, setiap hari Romeo datang sekedar memberikan makanan dan tak lupa uang seadanya. Kini, kehamilan Serena sudah masuk bulan kelima, perutnya sudah mulai tampak membuncit.Saat berjalan terlihat tonjolan pada perutnya yang mampu membuat mata tetangga jelatan alias siap menggosipkan dirinya untuk kesekian kalinya."Mbak, gue drop di perempatan deket kantor lo aja, ya," ujar Tira seraya mengeluarkan mobil dari dalam garasi."Iya," tukas Serena seraya masuk ke dalam mobil. Serena kembali bekerja, di rumah saja membuatnya justru bosan. Karena kehamilannya, ia tak lagi menjadi aspri dari Moza, tapi ia pindah ke bagian keuangan.Bagus Serena cepat belajar, ia juga tak malu bertanya jika ada hal yang membingungkan.Serena dan Tira melewati rumah tetangga yang suka bergosip. Ia mulai kesal namun Tira meminta mengabaikan. Berita ia hamil bukan dengan Romeo hingga ia dibilang cerai lalu menjadi simpanan Om-om juga marak disebar."Mbak, udah coba ngobrol sama Romeo?" Tira meme
Halo, kembali lagi ketemu saya, maaf lamaaa nggak update. Semoga kalian masih mau membaca karya ini ya, terima kasih.****Romeo diam, ia merenungi semuanya. Di dalam hati, ia tau Serena yang sudah membuatnya jatuh cinta sejak keduanya kecil. Petualangan cinta Romeo sendiri dengan perempuan lain hanya basa basi, tak serius. Hanya Serena yang bisa mengikat hatinya."Gue harus mulai dari mana?" gumamnya merutuki diri karena laki-laki seharusnya bekerja keras demi membahagiakan diri sendiri dan wanita yang dicintai. Bukan seperti dirinya yang seenaknya sendiri.Bergelut dengan hati, membuat Romeo meneteskan air mata akibat terlalu santai selama ini. Kini ia akan menjadi seorang ayah, ada tanggung jawab baru yang harus diemban.Bekerja dengan papanya, bisa saja. Tetapi bagi Romeo yang berprinsip keras jika ia bisa berdiri di kaki sendiri tak akan mau menikmati fasilitas kemudahan itu.Grup chat SMA ia buka, ia mencoba menghubungi temannya satu persatu yang dekat dengannya dulu. Mencari lo
“Kenapa, lo? Sadar udah bikin kesalahan?” lirih Tira. Ia dan Romeo masih berdiri di depan rumah tanpa pagar itu.“Gue mau ngobrol sama Serena. Banyak yang perlu gue sampaikan.”“Apa? Cerai?” Tira memalingkan wajah sambil berdecak sinis.“Bukan urusan lo, Ra. Sini biar gue yang kas—““Lho, Meo,” suara papa terdengar dari teras. Romeo menyambar plastik dari tangan Tira lantas berjalan mendekat.“Pa,” sapa Romeo tak lupa menyalim tangan.“Kok di sini? Tira kasih tau alamat rumah ini, ya?” Papa menatap Tira yang menggelengkan kepala.“Meo lewat jalan tembusan ke rumah baru, Pa. Terus lihat mobil Tira, jadi Meo berhenti dulu.” Romeo tersenyum tipis.“Emang rumahnya di mana sekarang? Rumah lama kosong, ya? Papa udah lama nggak ngobrol sama Papamu. Sibuk kerja,” tukas papa Serena sedih lama tak bicara dengan sahabatnya.“Itu, Pa. Lewat jalan itu, belok kiri, udah sampai. Selama ini Meo lewat gerbang utama di ujung depan sana, tadi iseng lewat jalan lain, ternyata ….”“Kita tetanggaan lagi!”
Tira sedang di kampus saat Serena memintanya jemput. Buru-buru adiknya segera ke lokasi yang Serena beritahu. Di tengah jalan, tepatnya lampu merah Tira melihat Romeo dengan motornya berhenti di sisi kanannya. “Meo!” panggil Tira. Romeo menoleh namun tatapannya sangat dingin. “Lo kemana aja! Mbak Rena nyariin! Lo block nomer dia!” teriak Tira. Romeo hanya diam, tak mau menjawab. “Tiga bulan, Meo. Lo jauhin Kakak gue!” lanjut Tira masih berteriak. Lampu berganti hijau, secepat mungkin Romeo menarik gas lantas melaju jauh. Tira kesal, ia hanya bisa memukul kemudi saking emosinya.Serena diam saja, masih duduk di tempatnya. “Mbak,” sapa Tira. Serena mendongak, Tira berdiri di hadapan Serena, ia sudah tau maksud tatapan kakaknya tanpa perlu menjelaskan. “Ayo pulang,” ajaknya.“Gue takut, Ra,” resah Serena.“Kita hadapi, ya, Mbak.” Tira merangkul Serena. Kakaknya memang menjadi murung apalagi sejak meninggalkan apartemen dua bulan lalu dan memilih kembali ke rumah orang tuanya. Tetapi ruma
Mama Lita masih tak sadarkan diri, penyakitnya kambuh secara mendadak. Romeo dan Serena bolak balik ke rumah sakit guna mengunjungi Lita yang tak merespon.“Mama kenapa begini, Ma, maafin Romeo, Ma,” lirih Romeo sambil mengusap wajah Lita. Kedua orang tua Serena juga selalu datang setiap hari. Mereka masih tak paham kenapa Romeo dan Serena begitu sedih juga dirundung penyesalan.“Mbak, lo baiknya sama Romeo jujur ke Mama Papa kita juga. Jangan nambah masalah baru.” Tira memberi saran, Serena yang dijemput Tira dari kantornya untuk langsung ke rumah sakit hanya bisa menganggukkan kepala.“Gue takut, Ra,” lirih Serena dengan suara bergetar. Ia juga menggigit kuku jarinya saking dilanda khawatir.“Berdoa aja semoga Tante Lita membaik kondisinya. Gue masih penasaran siapa yang bocorin rahasia ini. Perlu dicari tau?” tukas Tira sepintas sebelum fokus kembali ke jalanan di depannya.“Iya, gue juga nggak habis pikir. Romeo memang lagi ada yang suka sama dia, Michelle namanya, tapi kan baru k