" Eh ...Ibu " Jasmin menoleh melihat ibunya yang kini tengah berdiri di depan pintu, Fatimah melangkah masuk menghampiri putrinya yang dia ketahui sedang membuka map milik calon imamnya.
" Ini milik calon imam Jasmin bu, apakah ibu ingin melihatnya ?" Jasmin tersenyum seraya melihatkan isi coretan dalam kertas tersebut, Fatimah menyadari adanya kesalahan dari CV itu yang tidak menyertakan sebuah foto.
" Nak apa ada fotonya ?" tanya Fatimah, Jasmin menggelengkan kepalanya. Fatimah berusaha mencari keberadaan foto yang biasanya terlampir.
" Rupanya disini " ucap Fatimah menemukan selembar foto yang ukurannya tidak terlalu besar. Jasmin merasa pernah melihat wajah yang ada didalam foto.
" Sepertinya Jasmin pernah bertemu dengan orang ini, tapi dimana ya ?" Jasmin kembali mengingat namun, ia belum bisa mencari jawaban dimana ia bertemu.
" Nanti juga bertemu sayang, sudah yuk sekarang waktunya untuk makan. Kasian ayah sudah menunggu " ajak ibunya seraya jalan lebih dulu. Jasmin pun melepaskan mukenanya, tidak lupa melipat sajadah dan menaruh kembali ke tempatnya. Jasmin dan Fatimah tidak menyadari adanya kekurangan Syarif saat menulis CV. Begitupun dengan Syarif yang hanya manusia biasa tak luput dari kesalahan.
Ditempat lain, tepatnya disebuah kamar yang bernuansa putih serta ornamen- ornamen modern, disinilah kamar Syarif yang akan menjadi calon suami dari Jasmin. Syarif juga menerima map coklat dari ayahnya, ia tidak mencari patokan kecantikan dari seorang perempuan. Syarif hanya ingin mempunyai istri yang Sholehah, taat beribadah serta menjunjung tinggi agamanya. Syarif yang masih mengenakan baju koko serta sarung yang melilit di pinggangnya ia duduk di kursi tepatnya di balkon kamarnya, tangannya mulai membuka map tersebut. Terlihatlah sebuah foto dengan wajah yang familiar, ya wajah cantik yang membuat kaum Adam banyak yang meliriknya.
Senyum bahagia terlihat jelas di wajah tampannya,ia tak lepas mengucapkan syukur Alhamdulillah dimana calon istrinya yang akan ia pinang adalah seorang santri. Jasmin memang tidak menuliskan dirinya seorang hafidz, ia hanya ingin suaminya tahu sendiri akan hal itu. " Rasanya aku tidak sabar ingin meminang mu secepat mungkin " lirihnya seraya melihat kearah foto yang masih ada di tangannya.
Syarif beranjak dari tempat duduknya, ia ingin memberitahukan kepada abinya bahwa dirinya siap untuk dipertemukan dengan calon istrinya. Tepat di ruang keluarga Syarif menemukan sosok yang ia cari.
" Abi... " Syarif duduk di samping abinya yang kini tengah menonton berita terbaru bersama uminya di temani dengan beberapa cemilan ringan di mejanya. Melihat kedatangan putra sulungnya dengan wajah berseri-seri. Ayesha, ummi dari Syarif dapat menebak bahwa putranya sedang bahagia.
" Pasti ada maunya bi " tebak Ayesha
" Iya benar mi, " timpal Musa, membuat Syarif tersenyum canggung ketika akan mengatakan niat baiknya
" Ummi tahu saja,"
" Bi... Syarif setuju dengan perempuan yang abi jodohkan untuk Syarif " ucapnya dengan rasa sedikit malu
" Benarkan tebakan Ummi " sahut Ayesha sembari memasang wajah tersenyum menggoda putranya.
" Ummi ... Kan Syarif niatnya baik mi " jawab Syarif, Ayesha dan Musa tersenyum saat mendengar jawaban Syarif.
" Jadi kapan Syarif akan melakukan khitbahnya Bi ? " tanyanya serius.
" Tunggu sebentar, Abi coba menghubungi calon besan " jawabnya seraya beralih duduk mengambil buku telepon, Musa mulai mencari nama Ismail dan mulai menekan tombol nomor sesuai tujuan. Musa sengaja untuk loud speaker agar istri dan putranya mendengar jelas jawaban dari pihak perempuan.
Ismail yang sedang duduk santai di ruang keluarga bersama Jasmin dan istrinya, tiba-tiba mereka mendengar telepon rumah yang berbunyi nyaring.
" Biar ibu saja yang mengangkatnya " Fatimah berjalan kearah telepon rumah.
" Hallo.... Assalamualaikum " Fatimah melirik ke arah suaminya.
" Wa'alaikumus salam, saya Musa ingin bicara dengan Ismail, Ismail nya ada ?" tanya Musa.
" Oh ada, tunggu sebentar " jawabnya.
" Dari sahabat mu yah.. " Fatimah berbicara lirih ke arah suaminya yang sejak tadi merhatikan dirinya. Ia beralih tempat duduk, Ismail tahu telepon itu dari Musa. Ismail beralih untuk mengambil gagang telepon tak lama mereka berbincang Musa menanyakan maksud dan tujuannya menelepon. Mendengar itu Ismail melirik Jasmin, dengan senang hati Ismail menanyakan kepada putrinya kalau calon suaminya akan melakukan khitbah. Dengan rasa malu Jasmin mengangguk dan tersenyum yang artinya setuju, ia memeluk tubuh ibunya yang duduk di samping sejak tadi. Jawaban Jasmin membuat dua keluarga kini di selimuti rasa bahagia. Ismail memutuskan hari Jum'at yang tiba di esok hari, tepatnya setelah sholat Maghrib mereka melakukan pertemuan antara ke dua keluarga untuk pertama kalinya.
Jasmin meminta izin kepada kedua orangtuanya untuk melaksanakan sholat Isya terlebih dahulu. Saat berjalan menuju kamarnya Jasmin tersenyum-senyum sendiri mengingat begitu cepat dirinya akan dilamar. Selesai sholat Jasmin yang akan mengabari sahabatnya namun ia merasa ada nomor baru yang mengirimkan dirinya pesan.
" Dari siapa ya " gumam Jasmin duduk di tepi tempat tidur, ia pun membuka pesan dari Syarif.
" Assalamualaikum ... Saya Syarif, mari kita mantapkan hati dengan sholat istikharah " lirih Jasmin saat membaca pesan tersebut, dengan hati senang dan tangan yang sedikit gemetar Jasmin membalas pesan Syarif.
" Wa'alaikumus salam, terimakasih sudah mengingatkan " balas Jasmin, Jasmin memeluk ponselnya dan merebahkan diri di atas tempat tidur dengan kaki menjuntai ke bawah.
Di ruang kerja Ismail yang terpisah dari kamarnya ia duduk menyandar di kursi yang terlihat empuk dan nyaman. Tangannya mulai membuka laci di bawah meja, diambillah sebuah foto Jasmin yang masih kecil.
" Kamu sudah dewasa nak, sebentar lagi kamu akan hidup bersama suami mu dan meninggalkan ayah serta ibu mu yang merawat mu dari kecil... Ayah dan ibu mu selalu berdoa, agar kamu terus bahagia dengan laki-laki yang akan menjadi imam mu " batin Ismail seraya mengusap foto Jasmin, hatinya merasa haru ketika putri kesayangannya akan menikah.
Orang tua mana yang tidak sedih jika berpisah dengan anaknya, namun sebagai kepala keluarga, Ismail harus pura-pura tegar dihadapan istri dan anaknya. Ismail melepaskan kacamatanya dan menghapus air mata yang kini sudah mengumpul di pelupuk matanya.
Keesokan harinya,
Dari ufuk timur terlihat jelas semburat sinar mentari yang kian memancarkan sinarnya. Ayam jantan yang berkokok lantang membangunkan para penghuni bumi untuk bangun dan memulai aktivitasnya, rumah Jasmin memang berada di perkampungan dekat dengan kota, tak jarang mendengar suara burung-burung berkicau merdu.
Jasmin yang tertidur pulas di atas sajadah dan memeluk Al-Qur'an kini terbangun ketika mendengar alarm di ponselnya. Jasmin tertidur saat dirinya usai melaksanakan sholat istikharah. Sejenak terdiam untuk menetralkan rasa kantuknya yang kini masih melanda mata indahnya. Serasa sudah netral ia bergegas untuk membersihkan diri dan melaksanakan kewajiban seorang muslimah.
Seperti biasa setelah selesai melaksanakan sholat Subuh Jasmin kembali melantunkan ayat-ayat Allah. Benak Jasmin dirinya sudah hafal, benar-benar hafal namun... ketakutan kehilangan seorang ibu kini muncul dihatinya yang membuat Jasmin belum siap memberitahukan kepada ibunya. Jasmin menghela nafas panjangnya,
" Maaf bu Jasmin belum bisa jujur " batinnya selalu dirundung rasa bersalah.
Jasmin merapihkan alat sholatnya dan meletakkan kembali ke tempatnya, seketika ia teringat belum memberi kabar kepada Hana. Jasmin mengambil ponsel di atas meja untuk meminta Hana hadir dalam lamaran yang akan dilaksanakan sore ini.
" Assalamualaikum Hana " salam Jasmin ketika sambungan teleponnya terhubung.
" Wa'alaikumus salam, ada apa Jasmin ?" tanya Faris suami dari Hana yang menjawab telepon, cukup canggung bagi Jasmin untuk menyampaikan kabar bahagianya.
" Jasmin apakah masih terhubung " panggil Faris karena tidak ada suara.
" Eh ... Ee Mas... Faris tolong sampaikan ke Hana pukul tujuh malam nanti tolong datang ke rumah " jawab Jasmin gugup
" Kalau boleh tahu, ada acara apa Jasmin ?" tanyanya.
" Emmm ada seorang laki-laki yang ingin khitbah Jasmin mas, " jawabnya jujur.
" Alhamdulillah .... Oke nanti saya akan sampaikan ke Hana, maaf Hana sedang sibuk mengurus putri kecil kita "ujar Faris
" Nggak apa-apa mas, terimakasih mas ... Assalamualaikum "
" Wa'alaikumus salam " Jasmin mengakhiri panggilannya. Dalam benaknya Jasmin menelepon di waktu yang salah.
" Aahhhhkkk kenapa dengan ku, jelas-jelas kalau pagi Hana sibuk. Diakan sudah bersuami " gerutunya merutuki kesalahan yang baru saja ia perbuat, Jasmin meletakkan ponselnya di atas meja.
Jasmin keluar dari dalam kamarnya, saat di ruang keluarga Jasmin melihat ayahnya yang sedang membaca koran.
" Ayah nggak berangkat kerja ?" tanya Jasmin, Ismail menoleh kearah putrinya yang sedang memandangi dari anak tangga.
" Bagaimana ayah berangkat kerja, sedangkan malam nanti adalah proses khitbah putri ayah satu-satunya " jelasnya seraya melepas kacamatanya.
" Iya sayang... Apa yang dikatakan ayahmu benar nak, " sahut Fatimah yang berjalan ke arah dapur.
" Iya - iya Jasmin ikut kata ayah sama ibu saja " jawabnya pasrah, lalu membantu ibunya untuk memasak beberapa menu masakan yang akan di sajikan nanti saat calon mertuanya datang.
Waktu terus berjalan hingga kini siang menyapa, mentari yang terik kini sudah berada tepat di atas ubun-ubun. Rumah Jasmin yang pagi sepi kini sudah banyak orang yang lalu-lalang untuk menghias taman yang tepat berada di samping rumahnya. Jasmin lebih memilih mengurung diri karena baginya sangat tidak nyaman ketika dilihat oleh laki-laki yang bukan mahramnya.
Sama halnya di rumah Syarif dengan super kilat mereka menyiapkan hantaran untuk calon anak mantunya, beberapa wanita membantu Ayesha untuk menghias hantaran. Ayesha sangat antusias dalam menyiapkan segala hal untuk calon mantunya, karena ia tidak ingin mengecewakan calon besan. Disela-sela kesibukan Ayesha, Syarif datang menghampiri uminya dan meletakkan secarik kertas kedalam tas yang akan di berikan kepada Jasmin. Entah coretan apa yang ia tuliskan, tentunya hanya Syarif, Jasmin serta Allah yang maha tahu. Ayesha yang mengetahui itupun menghargai privasi putranya.
" Terimakasih umi, sudah mempersiapkan ini semua untuk calon istri Syarif " ucap Syarif.
" Sudah seharusnya nak, lagi pula umi sangat bahagia nak " jawabnya tersenyum
" Alhamdulillah kalau umi bahagia, semoga acaranya berjalan lancar ya mi "
" Aamiin " jawab Ayesha penuh dengan harapan.
Syarif berpamitan untuk kedalam kamarnya, menjelang waktu Ashar Syarif mengambil air wudhu kemudian ia duduk di atas sajadah untuk melantunkan sholawat nabi tentu diawali dengan basmallah.
Waktu yang dinanti pun tiba, Jasmin yang telah usai melaksanakan sholat Maghrib kini bergegas untuk berganti pakaian muslimah dengan warna yang serba abu-abu, wajah Jasmin terlihat berbeda dengan make up yang di bilang sangat sederhana karena Jasmin hanya mengoleskan sedikit bedak serta lipstik yang berwana tidak mencolok. Dari dalam kamar Jasmin terdengar jelas suara salam seseorang yang ia kenali, siapa lagi kalau bukan Hana sahabatnya yang kini datang bersama suami serta anaknya.
" Assalamualaikum Jasmin " salam Hana ketika masuk kedalam kamar Jasmin.
" Wa'alaikumus salam, dimana Putri kecil mu Hana ?" tanya Jasmin yang sedang duduk di kursi riasnya.
" Ada di bawah sama ayahnya " Hana
" Masya Allah kamu cantik sekali Jasmin, " ucap Hana seraya menangkup pipi Jasmin dengan kedua tangannya.
" Kamu harus jawab pertanyaan ku, kamu nggak terpaksa kan jalani semua ini ?" tanya Hana, Jasmin menggelengkan kepalanya
Tidak berselang lama keluarga dari mempelai pria pun datang, mereka disuguhi tempat yang nyaman dan hiasan bunga-bunga yang menambah kesan estetik pada taman. Acara yang hanya dihadiri keluarga inti dan beberapa tokoh masyarakat kini dimulai. Tepat di acara inti Syarif berdiri dan memegang microfon menghadap keluarga mempelai wanita.
" Bismillahirrohmanirrohim saya disini ingin menyampaikan niat baik saya sesuai Sunnah Rasulullah. Saya Muhammad Syarif Afendra ingin mengutarakan maksud dan tujuan saya kesini, yaitu untuk meminang putri bapak yang bernama Jasmin. Apakah lamaran saya diterima atau tidak" ucap Syarif melihat ke arah calon istrinya
" Bagaimana nak Jasmin ?"
" Di terima atau tidak ?" tanya Musa
" Insya Allah di terima " jawab Jasmin tersenyum ke arah Syarif. Mendengar jawaban Jasmin semua orang mengucapkan hamdalah.
" Masya Allah cantiknya ciptaan mu Ya Rabb " puji Syarif yang kini sudah mengalihkan pandangannya.
Penutupan pun berlangsung dengan menentukan hari akad nikah. Syarif memilih hari Jum'at, tepatnya dua hari menjelang puasa Ramadhan. Sesekali Jasmin mencuri pandang kearah Syarif begitupun sebaliknya.
" Kue kacangnya enak Bu, ini buat sendiri ?" tanyanya kepada Fatimah
" Oh itu, kemarin Jasmin minta belajar buat kue kering " jawab Fatimah, Jasmin yang mendengar itupun tersenyum dan mengangguk ke arah Ayesha.
" Jasmin tapi kenapa kuenya ada yang gosong ya " celetuk Hana yang duduk tidak jauh dari Syarif
" Hehe iya kelewat matang " jawab Jasmin lirih sembari menginjak kaki Hana untuk memberi kode fisik. Hana pun tersenyum, melihat perlakuan sahabatnya yang salah tingkah.
Malam ini adalah malam pertemuan yang paling berkesan untuk dua keluarga, meski harus ada rasa canggung namun hati Jasmin tidak bisa berbohong bahwa dirinya sangat senang akan segera menikah. Pukul sembilan malam keluarga dari mempelai pria dan beberapa tamu lainnya berpamitan untuk pulang, dari keluarga Jasmin mengantarkan sampai ke pintu depan rumahnya. Ayesha yang sangat ramah, membuat Jasmin merasa senang akan memiliki ibu mertua yang baik. Saat berpamitan pulang, Ayesha mengatakan bahwa dirinya sangat senang akan memiliki anak mantu seperti Jasmin. Jasmin pun tersenyum ramah, saat hendak pulang mereka saling berjabat tangan. Namun ketika Jasmin mengatupkan tangannya ke arah Syarif, terlihat jelas gugup dan rona merah di wajahnya.Ketika mobil keluarga Syarif melesat jauh, Jasmin beserta keluarganya masuk kedalam rumah. Jasmin melihat parsel serta kotak-kotak yang dihiasi cantik yang berjajar di ruang tamu." Bu ini nggak salah, banyak sekali bu
Di kamar Jasmin nampak cantik dengan balutan kebaya pengantin, tentunya dengan gaun yang tertutup dan menghindari baju yang ketat agar lekuk tubuhnya tidak terlihat. Dengan di bantu MUA untuk merias wajah, Jasmin berpesan agar tidak mencukur alisnya. Setelah sudah selesai semuanya, Hana datang ke kamar Jasmin. Sebagai sahabat yang baik, Hana tidak ingin melewatkan acara sakral sahabatnya." Assalamualaikum " salam Hana masuk ke dalam kamar Jasmin, dan melihat Jasmin yang usai dirias." Wa'alaikumus salam " jawab Jasmin yang kini masih duduk di depan cermin." Masya Allah... Alhamdulillah wa syukurillah, akhirnya sahabatku akan melepas masa lajangnya " ucap Hana seraya memeluk tubuh Jasmin dari belakang, yang kini duduk menghadap ke cermin. Wajah haru Hana terlihat jelas di cermin." Alhamdulillah... Terimakasih atas supportnya, kamu memang sahabat terbaik ku Hana " jawab Jasmin seraya mengusap lembut pipi Hana yang kini menyandar di bahunya." Doak
Syarif yang merasa nyaman saat memeluk tubuh Jasmin, namun tidak dengan Jasmin. Ia merasa sangat canggung, meskipun benar yang dikatakan oleh Syarif jantungnya terpacu lebih cepat tidak seperti biasanya. " Mas... Sudah takut ada yang lihat " kilah Jasmin yang memang sudah lemas menghadapi sifat suaminya. Tangan Jasmin berusaha melepaskan tangan Syarif yang memeluknya. " Sebentar saja " pinta Syarif. " Ya Allah baru beberapa jam hamba menikah, rasanya badan panas dingin " batin Jasmin pasrah dengan perlakuan Syarif. Sayup terdengar suara Bi Ani mengetuk pintu. " Mas ada yang ketuk pintu, sepertinya Bi Ani" Jasmin menyadarkan suaminya, " Tunggu disini ... Cup " Syarif melepaskan pelukannya dan mencium pipi Jasmin. Ia berjalan menuju pintu, setelah pintu terbuka benar Bi Ani datang untuk menanyakan kondisi Syarif. Selepas kepergian Bi Ani, Syarif menghampiri Jasmin yang kini duduk di depan meja rias. " Mas Syarif cium pipi ku, ini s
Sesuai perkataan Syarif, mereka sholat Sunnah berjamaah. Ketika sudah selesai Syarif menoleh ke belakang, mereka duduk berhadapan. Syarif melihat wajah istrinya yang cantik menggunakan balutan mukena." Kenapa, apa kamu belum bisa tidur ? " tanya Syarif mengusap lembut kedua tangan Jasmin, Jasmin pun mengangguk dan menunduk." Maaf mas, Jasmin belum terbiasa " Jawabnya, mendengar perkataan Jasmin, Syarif tersenyum" Itu hal yang wajar, apa lagi ini adalah pertama kalinya" ucap Syarif membuat pipi Jasmin merah merona." Tapi ... Harus dibiasakan " imbuh Syarif" Iya mas " jawab Jasmin, Syarif mengetahui bahwa istrinya sangat pemalu." Kenapa dengan pipi mu dek, merah seperti tomat bikin mas gemas mau gigit saja " goda Syarif tersenyum, Jasmin tersenyum dan menggelengkan kepalanya. Tangan Syarif mulai membuka mukena Jasmin, Jasmin yang mendapat perlakuan Syarif hanya diam. Syarif mulai merapikan rambut-rambut halus Jasmin yang berantakan dan m
Tepat pukul dua belas siang, mereka sampai dikediaman orangtua Syarif. Syarif memarkirkan mobilnya di halaman rumah, setelah melihat ke arah samping ternyata Jasmin masih tertidur pulas. Syarif keluar dari dalam mobil untuk menekan bel rumahnya. Selang beberapa menit Ayesha membuka pintu." Assalamualaikum Ummi, " Syarif mencium tangan ibunya." Wa'alaikumus salam, dimana istrimu nak ?" tanya Ayesha sembari menengok ke arah mobil Syarif." Tidur di dalam mobil mi.... tunggu sebentar ya mi " ucap Syarif kembali kedalam mobil untuk mengangkat tubuh istrinya." Ummi... bantu Syarif bukakan pintu kamar " ucapnya memohon sembari mengangkat tubuh Jasmin yang lumayan berat." Ayo Ummi cepat, berat " imbuh Syarif ketika sudah berada di depan pintu ia bicara tanpa suara." Sabar nak... Ummi sedang cari kunci cadangan " jawabnya sembari memilih kunci yang pas untuk dimasukkan ke dalam lubang pintu.Setelah beberapa menit Ayesha menemukan kunci
Usai berwudhu mereka duduk di atas sajadah berhadapan. Jasmin tidak mengenakan mukena ia menggunakan jilbab syar'i yang berwarna hitam. Syarif mulai membacakan ayat pertama di juz tiga puluh, setelah syarif ... Jasmin membaca ayat dua. Begitupun selanjutnya mereka menghafalkan bergantian. Hingga suara adzan Ashar berkumandang, menyadarkan mereka untuk melaksanakan salat berjamaah di kamarnya.Usai salat Syarif kembali mengecek laporannya yang belum selesai, kali ini Syarif memilih tempat duduk di luar kamar dengan sebotol minuman jus jeruk yang baru saja ia ambil dari lemari pendingin yang ada di dalam kamarnya. Syarif meletakkan minumannya di samping laptop, sedangkan Jasmin memutuskan untuk mandi karena siang ini cuacanya begitu panas. Jasmin pun tidak lupa membawa baju gamis untuk ganti di dalam kamar mandi.Lima belas menit sudah waktu berlalu, Jasmin keluar dari kamar mandi dengan handuk yang melilit di kepalanya. Syarif yang menyadari istrinya usai mandi pu
Selepas salat Maghrib sepasang pengantin baru kini keluar dari kamarnya, mereka menuruni anak tangga dengan tangan Jasmin yang bergelayut di tangan suaminya. Dari jarak yang lumayan jauh Jasmin dan Syarif samar-samar mendengarkan percakapan di ibu Ummi dan Abi nya." Bii ... kok Syarif nggak ngajakin istrinya makan ya ?" tanyanya sembari menyiapkan sayur matang ke dalam piring." Mungkin lagi bikin cucu buat kita miii... Kaya nggak pernah muda saja " jawabnya tanpa mereka tahu orang yang sedang di bicarakan sekarang ada di belakang mereka. Jasmin dan Syarif saling melemparkan senyuman, meski di hati Jasmin malu mengingat kejadian sore ini." Ummi lupa rasanya muda seperti... " ucapannya tidak dilanjutkan karena melihat kedatangan Jasmin dan Syarif." Ehh mantu Ummi duduk nak, yuk makan" ajak Ayesha." Maaf ya mi, Jasmin nggak bantuin Ummi masak " ucapnya seraya duduk di kursi yang telah ditarik oleh suaminya." Nggak apa-apa nak, pasti gara-
Suara ayat suci Al-Quran menggema di ruangan dimana Fatimah di baringkan, Jasmin pun turut mendoakan ibunya meski harus terus menyeka air matanya. Syarif sebagai menantu, ia pun ikut serta mengurus pemakaman Fatimah yang akan di makamkan selepas salat Dzuhur.Pukul satu siang, semua sudah siap mengantarkan Fatimah ke peristirahatan terakhir. Jasmin berjalan dengan Hana sahabatnya yang ada disisinya. Sedangkan Syarif ia ikut menggotong keranda jenazah. Jarak pemakaman dengan rumah tidaklah jauh, seperti halnya di perkampungan banyak dari kalangan tetangga serta ibu-ibu pengajian yang turut mengantarkan Fatimah.Sesampainya di pemakaman Syarif turun ke liang lahat bersama Ismail. Tubuh Jasmin tak lagi mampu menopang kesedihannya saat ismail mendoakan jenazah istrinya dengan suara parau.Prosesi pemakaman pun berjalan lancar dengan suasana matahari yang tak begitu terik. Semua orang yang berziarah kini sudah meninggalkan pemakaman. Sekarang hanya tinggal Syarif, Ja
Sepuluh bulan berlalu, hari-hari Jasmin di sibukkan dengan mengurus putranya dengan penuh kasih sayang. Di usianya yang akan menginjak satu tahun, Hanif bertambah aktif dengan segala tingkah lucu dan menggemaskan. Jasmin mengurus Hanif dengan bantuan Bi Sumi yang sudah ia anggap seperti ibunya sendiri, sesekali mereka bertukar tugas rumah untuk menjaga Hanif. Namun yang sering Jasmin lakukan dia lebih senang melakukan tugas rumah, melihat Bi Sumi yang sudah tua rasanya Jasmin tidak tega untuk terus menggunakan tenaganya. Seperti saat ini dari jarak yang tidak terlalu jauh Jasmin yang sedang menyiapkan makan siang untuk Hanif, ia melihat kearah Bi Sumi dan putranya yang sedang duduk. Hanif selalu senang saat bermain dengan Bi Sumi, melihat putranya tertawa terbahak layaknya anak kecil, Jasmin teringat suatu hal di hatinya." Seandainya ibu tahu, Jasmin sudah memiliki putra yang sangat lucu bu " batin Jasmin memang selalu merindukan kehadiran ibunya. Seketika air mata Jasmin su
Usai makan Rafa bercengkrama sejenak dengan keluarga Jasmin dan Syarif, sedangkan para wanita membereskan piring kotor dan membantu membereskan tempat yang digunakan mereka saat makan. Jasmin berjalan sambil memandangi perut Dokter Nina, merasa seperti ada yang aneh." Apa jangan-jangan dokter Nina hamil ?" batin Jasmin seraya menyerahkan piring kotor kearah Bi Sumi." Dok, kalau boleh tahu... Apakah dokter sedang hamil ?" tanya Jasmin menghampiri Dokter Nina yang kini sedang menata mangkok berisi lauk pauk. Dokter Nina tersenyum dan mengangguk kecil kearah Jasmin." Benarkah alhamdulillah ya Allah .... " seru Jasmin sembari memeluk tubuh Dokter Nina, kedekatan mereka kini sudah melebihi dari persahabatan. Jasmin menganggap Dokter Nina sebagaimana saudara perempuan yang saling berbagi ilmu dan menyayangi." Semoga baby-nya sehat terus ya " lanjut Jasmin, tangannya mulai mengelus perut Dokter Nina yang mulai membuncit. Dokter Nina memegang tangan Jasmin ya
Gelapnya malam yang terasa sunyi, membuat semua insan tertidur pulas. Kehadiran Hanif membawa perubahan bagi Jasmin dan Syarif. Malam ini mereka mengubah posisi tidurnya, mereka saling memeluk Hanif yang kini berada di tengah-tengah mereka. Jasmin sengaja tidak memberikan guling sebagai batasan antara Syarif dan Hanif, karena Jasmin tahu suaminya sangat menyayangi putranya. Tengah malam Syarif merasakan gerakan Hanif, kaki mungilnya terus menendang-nendang tangan Syarif yang tepat berada di bawahnya. Perlahan Syarif mulai membuka matanya, Syarif melihat putranya yang tengah terjaga. Pandangannya beralih ke arah Jasmin yang masih terlelap dan tidak merasakan putranya yang kini bangun, senyuman terlihat di wajah Syarif kala melihat istrinya." Dia pasti sangat lelah " batin Syarif beralih menggendong putranya yang kini sudah berada di tangannya, awalnya Syarif merasa takut saat menggendong buah hatinya yang masih terlihat sangat kecil namun ia menyadari tidak mungkin membangun
Usai mengadzani putranya, melalui sambungan telepon Syarif memberikan kabar bahagia kepada orang - orang yang selama ini menunggu kehadiran buah hatinya. Rona bahagia tak lepas dari wajah tampannya yang terus mengucapkan syukur dan terima kasih kepada istrinya yang sudah berjuang." Mas .... Putra kita belum diberi nama " ucap Jasmin sembari memegangi tangan suaminya yang hendak pergi keluar ruangan." Mas, serahkan kepada kamu sayang karena kamu yang sudah berjuang " lirih Syarif kembali duduk di sisi Jasmin" Mas saja, Mas Syarif kan sekarang sudah jadi kepala keluarga " Jasmin tersenyum begitupun dengan Syarif." Mas beri nama Hanif Yasser Syathibi, bagaimana apa kamu setuju sayang ?" tanyanya yang dianggukki oleh Jasmin." Iya mas, nama yang bagus "jawab Jasmin tersenyum.Tepat pukul sembilan malam Ayesha, Musa dan Ismail tiba di rumah sakit dimana Jasmin berada, mereka tiba secara bersamaan disaat Syarif sedang melaksanakan shalat
Empat bulan berlalu .....Kini usia kandungan Jasmin memasuki usia delapan bulan, Jasmin sering mengeluh kesulitan saat tidur dan sering merasa panas di tubuhnya. Malam pun ia sering terbangun karena sering buang air kecil, tak jarang Syarif selalu dibangunkan di malam hari untuk menemaninya makan karena perutnya terasa lapar. Syarif pun menyadari bahwa istrinya sedang berbadan dua, dengan senang Syarif selalu menemani istrinya. Akhir-akhir ini Syarif harus menjadi suami yang siap siaga. Pagi ini adalah terakhir kalinya Jasmin cek kandungan, Syarif selalu antusias saat mengantarkan Jasmin karena ia sangat senang ketika melihat perkembangan buah hatinya di layar monitor." Alhamdulillah ... Tinggal tunggu waktu saja, posisi baby-nya sudah pas " ucap Dokter Nina sembari menggerakkan alat USG di atas perut Jasmin." Alhamdulillah... Semoga dilancarkan " doa Jasmin yang masih terbaring" Aamiin " sahut Syarif dan Dokter Nina bersamaan.Usai cek kandung
Ba'da Maghrib semua warga mulai berkumpul di rumah Syarif, Syarif memang terkenal dengan sikapnya yang ramah di kalangan masyarakat sekitar. Jasmin yang hendak keluar menyapa para tamu pun di halangi oleh Syarif." Sayang diluar kan laki-laki semua, lebih baik temani Ummi saja di kamar " jelas Syarif, Jasmin pun mengangguk mengerti." Mas tidak rela, jika bidadari mas dipandang oleh banyak orang " tutur Syarif tersenyum seraya memegangi dagu Jasmin, sekilas terlihat senyuman manis di wajah Jasmin. Syarif menggandeng tangan Jasmin, untuk diantarkan ke kamar Ayesha. Setibanya di depan pintu, tangan Syarif memegang handel pintu." Ummi, Syarif titip istri kesayangan Syarif ya mi " ujar Syarif menitipkan Jasmin seperti anak kecil. Ayesha yang kini sedang menonton berita di televisi pun tersenyum." Duduk sini nak, Syarif memang terkadang protektif nya kelewatan " sahut Ayesha yang tahu sekali sikap putranya. Ayesha meminta Jasmin untuk duduk di de
Malam ketika Jasmin sudah tertidur pulas, Syarif masih terjaga karena merasa haus. Ia melihat gelas kosong yang berada diatas meja, Syarif pun beranjak dari tempat tidurnya dan dengan pelan membuka pintu kamarnya. Namun ada yang ia lupakan, Syarif tidak menggunakan kembali kaos yang tadi ia lepas. Sesampainya di dapur, masih ada Aira yang juga sama hendak mengambil air minum untuk ia bawa ke dalam kamarnya." Sejak kapan Mas Syarif tidur telanjang dada, apa jangan-jangan nggak di kasih jatah ya... Sama Mba Jasmin ?" tanya Aira dengan nada menggoda kakaknya dan memegang gelas di tangannya." Berisik dek, anak kecil mau tahu saja " jawab Syarif dengan acuh, namun bukan Aira kalau tidak terus-menerus bertanya. Aira mendekati Syarif dengan arah sedikit berjinjit." Mas nikah itu, enak nggak sih ?" tanya Aira penasaran, tentu saja dengan suara lirih seperti sedang berbisik. Syarif pun tersenyum jahil, sebelum menjawab pertanyaan adik perempuannya ia menengguk air min
Sore hari ketika sang Surya sudah mulai terbenam dan menggambarkan semburat jingga yang disuguhkan dengan indahnya langit sore menjelang malam. mobil Jasmin dan Syarif kini memasuki sebuah rumah sakit dimana disana mereka sudah berjanjian dengan seseorang, siapa lagi kalau bukan Dokter Nina. Saat memasuki rumah sakit Syarif menggandeng tangan istrinya. Setibanya di depan pintu ruangan Nina, Syarif dengan sopan mengetuk pintu, setelah mendapatkan sahutan dari dalam Jasmin dan Syarif masuk. Syarif pun mengatakan niat kedatangannya, dengan cekatan Dokter Nina mengarahkan pasangan pasutri itu ke sebuah ruangan khusus dimana Jasmin akan melakukan cek USG.Jasmin dan Syarif memasuki ruangan yang menurutnya sangat asing, Jasmin diarahkan untuk berbaring di sebuah Brankar yang mana akan dilakukan USG. Syarif terus mendampingi istrinya dan duduk di samping Jasmin. Sedangkan dokter Nina, ia mulai menuangkan cairan di atas perut Jasmin. Dokter Nina mengarahkan Syarif dan Jasmin untuk me
Malam hari Aira dan Ayesha sibuk di dapur untuk membuat hidangan menuju hari Idul Fitri. Keberadaan Bi Sumi jangan ditanyakan, Bi Sumi diizinkan pulang ke kampung halamannya untuk beberapa waktu yang kemungkinan cukup lama. Kepulangan Bi Sumi membuat Ayesha meminta bantuan kepada Aira, putrinya untuk memasak berbagai menu khas lebaran." Ummi ... Aira panggil Mba Jasmin untuk bantuin kita ya mi " ujar Aira tangannya sibuk memegang sendok, memasukkan beras yang sudah dicuci bersih ke dalam ketupat." Jangan ganggu mereka nak, biarkan mereka melepas kangen " jawab Ayesha sembari mengaduk sayur di atas kompor." Iya iya mi " sahut Aira, merasa kecewa tidak bisa bertemu dengan kakak iparnya.Di balkon kamar Jasmin yang hendak keluar dari kamar terus dihalangi oleh suaminya dengan alasan ingin terus bersamanya di sepanjang malam ini. Terpaksa Jasmin harus mengikuti kemauan suaminya." Mas lepas... Jasmin mau duduk " Sampai detik ini Syarif b