Sesuai perkataan Syarif, mereka sholat Sunnah berjamaah. Ketika sudah selesai Syarif menoleh ke belakang, mereka duduk berhadapan. Syarif melihat wajah istrinya yang cantik menggunakan balutan mukena.
" Kenapa, apa kamu belum bisa tidur ? " tanya Syarif mengusap lembut kedua tangan Jasmin, Jasmin pun mengangguk dan menunduk.
" Maaf mas, Jasmin belum terbiasa " Jawabnya, mendengar perkataan Jasmin, Syarif tersenyum
" Itu hal yang wajar, apa lagi ini adalah pertama kalinya" ucap Syarif membuat pipi Jasmin merah merona.
" Tapi ... Harus dibiasakan " imbuh Syarif
" Iya mas " jawab Jasmin, Syarif mengetahui bahwa istrinya sangat pemalu.
" Kenapa dengan pipi mu dek, merah seperti tomat bikin mas gemas mau gigit saja " goda Syarif tersenyum, Jasmin tersenyum dan menggelengkan kepalanya. Tangan Syarif mulai membuka mukena Jasmin, Jasmin yang mendapat perlakuan Syarif hanya diam. Syarif mulai merapikan rambut-rambut halus Jasmin yang berantakan dan menyelipkan rambut di telinganya.
" Sekarang kita tidur ya, " ucap Syarif mengangkatnya dagu Jasmin, seketika bola mata mereka saling bertemu. Jasmin pun mengangguk.
" Ayo sekarang kita rapihkan sajadahnya," perintah Syarif sambil beranjak dan melipat kembali sajadahnya begitupun dengan Jasmin. Syarif lebih dulu menaiki tempat tidur dan memilih untuk menyandarkan tubuhnya dengan bantal sebagai tumpuan di punggungnya.
" Mas nggak tidur ?" tanya Jasmin berdiri mematung di sisi tempat tidur
" Tidurlah sini," jawab Syarif tersenyum sambil menepuk pahanya. Jasmin pun tahu maksud suaminya, perlahan ia mulai menaiki tempat tidur dan merebahkan kepalanya di paha Syarif.
" Tidurlah " perintah Syarif tangannya mengusap lembut kepala Jasmin dan merasakan lembutnya rambut Jasmin yang terurai panjang. Suara merdu ayat suci Al-Quran yang Syarif lantunkan menjadi pengantar tidur istrinya, tentu dengan tangan kanan Syarif yang masih membelai kepala Jasmin. Tak membutuhkan waktu lama Jasmin tertidur dengan memeluk guling kesayangannya. Melihat istrinya tertidur pulas, Syarif menarik selimut untuk menutupi tubuh istrinya dan sekilas Syarif mencium kening Jasmin.
" Heeemmm maafkan aku yang terlalu cepat menyukaimu, entah kenapa hati ini sangat nyaman disisi mu " gumam Syarif tersenyum
" Hooaaammms" Syarif terus menguap dan menutup mulutnya, memang sejak tadi Syarif berusaha menahan kantuknya, tak berselang lama ia pun menyusul Jasmin ke alam mimpi.
Pagi hari, dari balik pintu Fatimah mendengar alarm ponsel yang berbunyi nyaring. Namun ia urungkan niatnya untuk mengetuk pintu.
" Yah alarm hp Jasmin belum berhenti, apa mungkin mereka belum bangun ya Yah ? " tanya Fatimah ke Ismail yang kini tengah bersiap-siap berangkat ke Masjid.
" Sudah biarkan saja bu, siapa tahu mereka habis bergadang buat cucu untuk kita " jawab Ismail seraya tersenyum.
" Iya ya Yah...." Fatimah pun membiarkan alarm terus berbunyi.
" Ya sudah, ayah berangkat ke Masjid dulu bu. Assalamualaikum " pamit Ismail seraya mengenakan kopeyah ke kepalanya.
" Wa'alaikumus salam" Fatimah pun segera mengambil air wudhu.
Di tengah kebisingan alarm yang berbunyi, Syarif terjaga lebih dulu. Dengan mata yang terpejam tangan Syarif berusaha meraih ponsel Jasmin di atas meja. Syarif yang hendak beranjak untuk mengambil air wudhu pun tertahan oleh kepala Jasmin yang memang nyaman tidur di pangkuan suaminya.
" Dek ... bangun sudah subuh " lirih Syarif berusaha membangunkan Jasmin dengan lembut membelai pipinya. Namun tangan Syarif di tangkis oleh Jasmin.
" Sebentar lagi bu.... Jasmin masih ngantuk " gumamnya sambil merubah posisi tidur memunggungi Syarif. Syarif yang melihat tingkah istrinya pun tersenyum dan kembali memainkan bulu mata Jasmin yang lentik.
" Ibu jangan iseng, Jasmin masih ngantuk bu.. " seru Jasmin dengan suara manjanya, kembali mengalihkan tangan Syarif.
" Istriku sayaaaang ini sudah pagi, sudah pukul lima lebih " bisik Syarif di dekat telinga istrinya, seketika Jasmin terbangun dan duduk melihat ke arah Syarif. Ia baru sadar yang berusaha membangunkan sejak tadi itu suaminya
" Apa pahaku sangat nyaman ? Sampai- sampai sulit untuk bangun tidur " tanya Syarif tersenyum menggoda istrinya seraya jalan ke arah kamar mandi dan membiarkan istrinya yang mematung mencerna keadaan. Syarif tahu istrinya sekarang sedang menahan rasa malu.
" Hah... Astaghfirullah kenapa aku bisa lupa, berati semalaman aku tidur... dii.." Jasmin merutuki dirinya sambil menutupi tubuhnya di dalam selimut.
" Aaahhkk kenapa aku merasa bodoh" desahnya,
" Hussst shalat-shalat " perintah Syarif sambil mengetuk tubuh Jasmin yang masih di dalam selimut dengan satu telunjuknya.
" Iya mas " sahut Jasmin keluar dari dalam selimut.
Dengan langkah gontai dan rambut yang sedikit acak acakan Jasmin harus jalan ke kamar mandi untuk membersihkan diri. Syarif yang melihat itupun tersenyum sambil duduk di atas sofa menunggu Jasmin yang sedang mandi untuk shalat berjamaah.
Ketika sampai di dalam kamar mandi, Jasmin menyandarkan tubuhnya di daun pintu.
" Haaahhh turunlah derajat ku sebagai istri, kenapa ini harus terjadi, malunya aku " gumam Jasmin terus merutuki dirinya sendiri.
" Tok tok tok sayaaang jangan lama-lama waktu subuh akan segera habis " seru Syarif menyadarkan istrinya yang tengah berdiam sejak di dalam kamar mandi.
" Iya mas " sahut Jasmin, dengan cepat kilat Jasmin buru-buru membersihkan diri.
" Besok-besok aku harus bangun lebih dulu " gumam Jasmin sambil melilitkan handuk di kepalanya.
***
Pagi hari ketika semua selesai sarapan, Syarif meminta izin kepada kedua orangtua Jasmin untuk membawa putrinya singgah di rumah orangtuanya." Ayah dan Ibu... Bolehkah Syarif membawa Jasmin untuk tinggal di rumah Ummi satu hari. Karena untuk hari Senin Syarif sudah aktif bekerja " ucapan Syarif menghentikan aktivitas Fatimah yang sedang membereskan piring kotor. Pandangan Fatimah tertuju kepada anak perempuannya, beliau memaksa tersenyum meski hatinya sedih karena harus hidup terpisah lagi dengan putrinya.
" Tentu .... Boleh nak " jawab Ismail tersenyum
" Nak, kamu harus mengikuti suami kamu kemana pun dia pergi " imbuh Fatimah.
" Iya bu " jawab Jasmin berusaha menegarkan hatinya.
" Syarif mengizinkan kapan pun istri Syarif menjenguk ibu dan ayah. Tapi kalau ayah dan ibu ingin berkunjung ke rumah kami silakan, Syarif senang " ujar Syarif
" Insya Allah puasa pertama kita akan berkunjung ke rumah mu nak, iya kan Yah " ucap Fatimah meminta persetujuan Ismail
" Iya nak " imbuh Ismail.
" Benar ya... Jasmin tunggu " ucap Jasmin tersenyum
" Iya nak..." jawab Fatimah.
Jasmin meminta izin untuk mengemasi barang yang akan ia bawakan, tak berselang lama Syarif pun mengikuti istrinya. Saat Syarif masuk kedalam kamar, Syarif melihat istrinya yang duduk di atas karpet sedang mengemasi baju muslimnya, Syarif pun mendengar isakan kecil. Jasmin tak menyangka bahwa secepat ini dirinya akan meninggalkan rumah orangtuanya. Syarif menghampiri istrinya yang belum sadar akan kedatangannya.
" Kalau belum siap untuk ikut dengan mas, kamu bisa tinggal disini dulu " ucapnya seraya duduk dan merangkul bahu istrinya. Mendengar suara Syarif, Jasmin dengan cepat menyeka air matanya.
" Nggak mas, Jasmin ikut dengan mas " jawab Jasmin tanpa menoleh ke arah suaminya.
" Lihat mas dek " perintah Syarif yang kini duduk di sampingnya. Sontak membuat Jasmin menghentikan aktivitasnya.
" Kenapa hantaran mas belum di buka ? " tanya Syarif melihat pemberiannya masih utuh dengan kemasan apik.
" Sayang kalau di buka mas," jawab Jasmin tersenyum
" Nah... Senyum dong kan cantik " puji Syarif. Syarif membantu Jasmin untuk mengemasi barang-barang miliknya. Untuk pakaian Syarif yang sudah di bawa ia tinggal di lemari Jasmin untuk berjaga-jaga.
Tepat pukul sembilan pagi, Jasmin dan Syarif keluar dari dalam kamar dengan sebuah koper yang berukuran lumayan besar di tangan Syarif. Fatimah dan Ismail mengikuti langkah mereka sampai di depan rumahnya.
" Ibu ...Jasmin pamit dulu ya bu, ibu harus jaga kesehatan. Jasmin pasti akan sering-sering jenguk ibu dan ayah " ucap Jasmin seraya menatap wajah ibunya, dan memeluk erat tubuh ibunya yang semakin menua.
" Iya nak, kamu jaga diri baik-baik ya " Jasmin hanya mengangguk menahan tangis.
" Ayah jaga ibu baik-baik " ucap Jasmin
" Tenang.. ayah akan selalu jaga kesehatan ibu " jawab Ismail memeluk putrinya.
" Syarif pamit yah..." ucap Syarif. Mencium punggung tangan Fatimah dan Ismail bergantian begitupun dengan Jasmin.
" Hati-hati, jaga putri ayah satu-satunya " ucap Ismail menepuk bahu Syarif
" Pasti yah ... Assalamualaikum " ucap Syarif dan Jasmin
" Wa'alaikumus salam " Ismail memeluk istrinya yang sekarang dilanda rasa sedih. Dua orangtua kini menyaksikan kepergian putrinya untuk mengikuti langkah suaminya. Disaat mobil yang dikendarai Syarif hilang dari pandangan mereka, Ismail mengajak istrinya untuk masuk ke dalam rumah.
" Nggak terasa putri kecil kita sudah dewasa ya yah " ucap Fatimah seraya mengusap pipinya yang basah, mereka kini duduk saling bersebelahan di ruang keluarga.
" Sabar sayang... Sebagai orangtua kita hanya bisa mendoakan agar rumah tangga mereka terjalin baik." jawab Ismail menenangkan hati istrinya
" Iya... aamiin yah "
Di dalam mobil Jasmin terus menangisi perpisahannya dengan kedua orangtuanya, terlebih bayangan kehilangan seorang ibu ada di benak dia, entah kenapa perasaan itu tidak bisa ia tepis begitu saja. Jasmin terus mengambil tisu untuk menyeka air matanya yang mengalir terus menerus. Syarif yang melihat Jasmin menangis pun tak tega, ia menepikan mobilnya.
" Sudah jangan sedih lagi yah, " Syarif mengambil tisu untuk menyeka pipi Jasmin yang basah. Namun ucapan Syarif membuat Jasmin semakin sedih dan menutup wajahnya dengan kedua tangannya.
" Hussssstttt sayang " Syarif membawa tubuh Jasmin kedalam pelukannya.
" Ada.. Ada hal yang... belum bisa Jasmin Kat..katakan mas " ucapan Jasmin dengan isakan.
" Iya mas nggak memaksamu untuk mengatakannya sekarang dek " Syarif melepaskan pelukannya dan kembali menatap wajah istrinya.
" Jika itu hal buruk, berdoalah meminta kepada Allah agar semua tidak terjadi sayang " kedua tangan Syarif meraba pipi Jasmin, Jasmin mengangguk. Perlahan Syarif mendekatkan wajahnya, Jasmin yang mendapat perlakuan itupun memejamkan matanya dan disinilah kesempatan Syarif mengecup dua kelopak mata Jasmin bergantian.
" Jangan menangis lagi, nanti mas yang kena marah sama Ummi " tutur Syarif tersenyum
" Iya " jawab Jasmin singkat, Syarif pun melepaskan tangannya.
" Bismillah kita lanjutkan perjalanan lagi, semoga saja, jalanan nggak macet " ucap Syarif kembali melajukan mobilnya.
" Aamiin " sahut Jasmin berusaha tersenyum, Syarif menyelipkan jari jemarinya di tangan Jasmin. Sesekali Syarif mencium tangan istrinya yang lembut dan lentik.
" Ternyata Mas Syarif orangnya romantis dan pengertian " batin Jasmin sekilas melihat wajah suaminya yang fokus ke jalan.
" Kenapa dek ?" tanya Syarif yang sadar Jasmin melihat ke arahnya.
" Boleh bertanya mas ?" Jasmin ingin sekali mengetahui privasi seseorang yang kini sudah menjadi suaminya.
" Boleh, tanya semaunya dan sepuasnya karena gratis " jawab Ismail tersenyum
" Apakah Mas Syarif pernah punya pacar ?" tanya Jasmin
" Emm nggak pernah," jawab Syarif
" Nggak pernah lebih dari satu hehehe " imbuh Syarif tersenyum
" Iiiihhh orang nanya serius " reflek Jasmin memukul lengan suaminya.
" Menurut mu... apa mukaku ada nampak playboy ?" tanya Syarif sesekali fokus dengan jalan
" Emm nggak tahu, Mas Syarif kan tampan siapa tahu punya simpanan " jawab Jasmin tersenyum.
" Emang mas tampan ?" tanya Syarif
" Emmm " jawab Jasmin seraya menganggukkan kepala.
" Nggak ada niat untuk punya simpanan dek " jawab Syarif seraya mencubit pipi Jasmin.
" Sakit mas " keluhnya seraya mengelus pipinya yang perih, Syarif hanya tersenyum. Dalam hatinya ia berhasil membuat Jasmin lupa akan kesedihannya.
Lamanya perjalanan menuju rumah mertua, membuat Jasmin terlelap saat memandangi jalan.
" Masya Allah... pulasnya " gumam Syarif terlihat jelas senyum yang mengembang di wajahnya. Syarif tidak menyangka Allah akan mendekatkan dirinya dengan Jasmin secepat ini.
Tepat pukul dua belas siang, mereka sampai dikediaman orangtua Syarif. Syarif memarkirkan mobilnya di halaman rumah, setelah melihat ke arah samping ternyata Jasmin masih tertidur pulas. Syarif keluar dari dalam mobil untuk menekan bel rumahnya. Selang beberapa menit Ayesha membuka pintu." Assalamualaikum Ummi, " Syarif mencium tangan ibunya." Wa'alaikumus salam, dimana istrimu nak ?" tanya Ayesha sembari menengok ke arah mobil Syarif." Tidur di dalam mobil mi.... tunggu sebentar ya mi " ucap Syarif kembali kedalam mobil untuk mengangkat tubuh istrinya." Ummi... bantu Syarif bukakan pintu kamar " ucapnya memohon sembari mengangkat tubuh Jasmin yang lumayan berat." Ayo Ummi cepat, berat " imbuh Syarif ketika sudah berada di depan pintu ia bicara tanpa suara." Sabar nak... Ummi sedang cari kunci cadangan " jawabnya sembari memilih kunci yang pas untuk dimasukkan ke dalam lubang pintu.Setelah beberapa menit Ayesha menemukan kunci
Usai berwudhu mereka duduk di atas sajadah berhadapan. Jasmin tidak mengenakan mukena ia menggunakan jilbab syar'i yang berwarna hitam. Syarif mulai membacakan ayat pertama di juz tiga puluh, setelah syarif ... Jasmin membaca ayat dua. Begitupun selanjutnya mereka menghafalkan bergantian. Hingga suara adzan Ashar berkumandang, menyadarkan mereka untuk melaksanakan salat berjamaah di kamarnya.Usai salat Syarif kembali mengecek laporannya yang belum selesai, kali ini Syarif memilih tempat duduk di luar kamar dengan sebotol minuman jus jeruk yang baru saja ia ambil dari lemari pendingin yang ada di dalam kamarnya. Syarif meletakkan minumannya di samping laptop, sedangkan Jasmin memutuskan untuk mandi karena siang ini cuacanya begitu panas. Jasmin pun tidak lupa membawa baju gamis untuk ganti di dalam kamar mandi.Lima belas menit sudah waktu berlalu, Jasmin keluar dari kamar mandi dengan handuk yang melilit di kepalanya. Syarif yang menyadari istrinya usai mandi pu
Selepas salat Maghrib sepasang pengantin baru kini keluar dari kamarnya, mereka menuruni anak tangga dengan tangan Jasmin yang bergelayut di tangan suaminya. Dari jarak yang lumayan jauh Jasmin dan Syarif samar-samar mendengarkan percakapan di ibu Ummi dan Abi nya." Bii ... kok Syarif nggak ngajakin istrinya makan ya ?" tanyanya sembari menyiapkan sayur matang ke dalam piring." Mungkin lagi bikin cucu buat kita miii... Kaya nggak pernah muda saja " jawabnya tanpa mereka tahu orang yang sedang di bicarakan sekarang ada di belakang mereka. Jasmin dan Syarif saling melemparkan senyuman, meski di hati Jasmin malu mengingat kejadian sore ini." Ummi lupa rasanya muda seperti... " ucapannya tidak dilanjutkan karena melihat kedatangan Jasmin dan Syarif." Ehh mantu Ummi duduk nak, yuk makan" ajak Ayesha." Maaf ya mi, Jasmin nggak bantuin Ummi masak " ucapnya seraya duduk di kursi yang telah ditarik oleh suaminya." Nggak apa-apa nak, pasti gara-
Suara ayat suci Al-Quran menggema di ruangan dimana Fatimah di baringkan, Jasmin pun turut mendoakan ibunya meski harus terus menyeka air matanya. Syarif sebagai menantu, ia pun ikut serta mengurus pemakaman Fatimah yang akan di makamkan selepas salat Dzuhur.Pukul satu siang, semua sudah siap mengantarkan Fatimah ke peristirahatan terakhir. Jasmin berjalan dengan Hana sahabatnya yang ada disisinya. Sedangkan Syarif ia ikut menggotong keranda jenazah. Jarak pemakaman dengan rumah tidaklah jauh, seperti halnya di perkampungan banyak dari kalangan tetangga serta ibu-ibu pengajian yang turut mengantarkan Fatimah.Sesampainya di pemakaman Syarif turun ke liang lahat bersama Ismail. Tubuh Jasmin tak lagi mampu menopang kesedihannya saat ismail mendoakan jenazah istrinya dengan suara parau.Prosesi pemakaman pun berjalan lancar dengan suasana matahari yang tak begitu terik. Semua orang yang berziarah kini sudah meninggalkan pemakaman. Sekarang hanya tinggal Syarif, Ja
Kedua bola mata Jasmin terpaku saat melihat tasbih ibunya yang bertaburan di atas tempat tidur dimana ibunya saat itu memeluk Al-Qur'an dan memegang tasbih tersebut untuk terakhir kalinya." Sesakit itukah bu, kedua malaikat mencabut nyawa ibu. Sampai-sampai tasbih ibu bertaburan " batin Jasmin, tangannya kembali memunguti butiran tasbih yang berhamburan. Butir demi butir Jasmin kumpulkan dan ia merangkainya kembali agar bisa ia gunakan untuk berdzikir." Dek apakah sudah selesai ?" tanya Syarif yang baru saja datang untuk melihat istrinya yang berada di dalam kamar ibunya." Sebentar lagi mas " jawab Jasmin tanpa melihat wajah suaminya, tangannya merapihkan tempat tidur yang masih terlihat bersih dan rapih. Setelah membereskan tempat tidur orangtuanya, Jasmin keluar dari kamar dengan di bantu Syarif membawa koper kecil yang berisi pakaian dan tangan Jasmin membawa Al-Qur'an serta tasbih yang berhasil ia susun kembali. Saat akan keluar dari kamar ibunya, pandang
Syarif masuk kedalam rumah bersama Jasmin disisinya." Assalamualaikum ... Bi Sumi ..." panggil Syarif, Bi Sumi datang dari arah dapur dengan lap di bahunya." Eehhh Wa'alaikum salam... Mas Syarif ...ini pasti istrinya ya " tebak Bi Sumi dengan ramah," Iya bi.. Saya Jasmin " Jasmin mencium tangan Bi Sumi yang sudah terlihat keriput," Bi nanti tolong ambilkan pisang di mobil saya ya " perintah Syarif" Siap mas " jawabnya" Ya sudah bi, saya ke kamar dulu " pamit Syarif, Jasmin mengangguk dan tersenyum di balik cadarnya. Syarif membawa Jasmin melihat kamar yang akan ia tempati bersamanya. Sesampainya di depan pintu Syarif, tangan Syarif memegang handel pintu. Perlahan terlihat ruangan yang sangat gelap." Mas ...kok gelap " Jasmin memandangi wajah suaminya." Yuk masuk " Syarif menggandeng tangan Jasmin dan membawanya masuk ke dalam ruangan yang terlihat sangat gelap dan menutup pintunya. Tangan Syarif mulai menekan sakl
Usai shalat tarawih Jasmin menyiapkan semua kebutuhan suaminya yang akan digunakan saat diluar kota nanti, termasuk pakaian." Mas Syarif mau pergi berapa hari ?" tanya Jasmin tanpa melihat suaminya, tangannya sibuk memilih pakaian kerja yang akan ia kemas kedalam koper milik Syarif. Syarif yang tengah duduk di atas ranjang, sesekali melihat istrinya." Paling dua Minggu, " jawabnya tangannya masih sibuk dengan ponsel." Hah " Jasmin terkejut karena waktu dua Minggu menurut Jasmin, waktu yang cukup lama. Jasmin menoleh ke arah suaminya." Kenapa ? " tanya Syarif, Jasmin pun menggelengkan kepalanya dan tersenyum kecil. Jasmin kembali menata baju suaminya dengan rapi dan mengecek kembali apa yang sudah di masukkan ke dalam koper. Serasa sudah lengkap Jasmin menutup kopernya. Beberapa kali Jasmin harus menghela nafas panjangnya, ia merasa bulan ramadhan kali ini sangat kesepian dan terlebih jauh dari orangtuanya." Terimakasih... Yuk tidur
Jasmin masuki rumah setelah mobil yang di tumpangi suaminya hilang dari pandangannya. Saat Jasmin berjalan menuju kamarnya ia berpapasan dengan Bi Sumi." Mba Jasmin, sehat ?" tanya Bi Sumi merasa ada yang berubah dari wajah Jasmin," Emm nggak bi, bibi lagi sibuk ?" tanya Jasmin" Nggak juga mba..." jawabnya tersenyum" Boleh Jasmin bertanya tentang Mas Syarif ke bibi ?" tanya Jasmin dengan wajah sedikit sendu." Boleh " jawabnya tersenyumJasmin memilih tempat duduk di taman, pagi ini taman dihiasi bunga-bunga mawar yang bermekaran. Mereka duduk bersebelahan," Bibi .. . selain saya, apakah ada wanita lain yang pernah bersama Mas Syarif ?" tanya Jasmin dengan hati sedikit ragu." Setahu saya, nggak ada mba " jawab Bi Sumi" Tapi... bibi juga nggak tahu diluar sana ya mba, soalnya Mas Syarif kan juga kuliah di luar negeri " imbuhnya." Tenang saja mba, Mas Syarif orang yang baik dan tahu agama. Pasti dia le
Sepuluh bulan berlalu, hari-hari Jasmin di sibukkan dengan mengurus putranya dengan penuh kasih sayang. Di usianya yang akan menginjak satu tahun, Hanif bertambah aktif dengan segala tingkah lucu dan menggemaskan. Jasmin mengurus Hanif dengan bantuan Bi Sumi yang sudah ia anggap seperti ibunya sendiri, sesekali mereka bertukar tugas rumah untuk menjaga Hanif. Namun yang sering Jasmin lakukan dia lebih senang melakukan tugas rumah, melihat Bi Sumi yang sudah tua rasanya Jasmin tidak tega untuk terus menggunakan tenaganya. Seperti saat ini dari jarak yang tidak terlalu jauh Jasmin yang sedang menyiapkan makan siang untuk Hanif, ia melihat kearah Bi Sumi dan putranya yang sedang duduk. Hanif selalu senang saat bermain dengan Bi Sumi, melihat putranya tertawa terbahak layaknya anak kecil, Jasmin teringat suatu hal di hatinya." Seandainya ibu tahu, Jasmin sudah memiliki putra yang sangat lucu bu " batin Jasmin memang selalu merindukan kehadiran ibunya. Seketika air mata Jasmin su
Usai makan Rafa bercengkrama sejenak dengan keluarga Jasmin dan Syarif, sedangkan para wanita membereskan piring kotor dan membantu membereskan tempat yang digunakan mereka saat makan. Jasmin berjalan sambil memandangi perut Dokter Nina, merasa seperti ada yang aneh." Apa jangan-jangan dokter Nina hamil ?" batin Jasmin seraya menyerahkan piring kotor kearah Bi Sumi." Dok, kalau boleh tahu... Apakah dokter sedang hamil ?" tanya Jasmin menghampiri Dokter Nina yang kini sedang menata mangkok berisi lauk pauk. Dokter Nina tersenyum dan mengangguk kecil kearah Jasmin." Benarkah alhamdulillah ya Allah .... " seru Jasmin sembari memeluk tubuh Dokter Nina, kedekatan mereka kini sudah melebihi dari persahabatan. Jasmin menganggap Dokter Nina sebagaimana saudara perempuan yang saling berbagi ilmu dan menyayangi." Semoga baby-nya sehat terus ya " lanjut Jasmin, tangannya mulai mengelus perut Dokter Nina yang mulai membuncit. Dokter Nina memegang tangan Jasmin ya
Gelapnya malam yang terasa sunyi, membuat semua insan tertidur pulas. Kehadiran Hanif membawa perubahan bagi Jasmin dan Syarif. Malam ini mereka mengubah posisi tidurnya, mereka saling memeluk Hanif yang kini berada di tengah-tengah mereka. Jasmin sengaja tidak memberikan guling sebagai batasan antara Syarif dan Hanif, karena Jasmin tahu suaminya sangat menyayangi putranya. Tengah malam Syarif merasakan gerakan Hanif, kaki mungilnya terus menendang-nendang tangan Syarif yang tepat berada di bawahnya. Perlahan Syarif mulai membuka matanya, Syarif melihat putranya yang tengah terjaga. Pandangannya beralih ke arah Jasmin yang masih terlelap dan tidak merasakan putranya yang kini bangun, senyuman terlihat di wajah Syarif kala melihat istrinya." Dia pasti sangat lelah " batin Syarif beralih menggendong putranya yang kini sudah berada di tangannya, awalnya Syarif merasa takut saat menggendong buah hatinya yang masih terlihat sangat kecil namun ia menyadari tidak mungkin membangun
Usai mengadzani putranya, melalui sambungan telepon Syarif memberikan kabar bahagia kepada orang - orang yang selama ini menunggu kehadiran buah hatinya. Rona bahagia tak lepas dari wajah tampannya yang terus mengucapkan syukur dan terima kasih kepada istrinya yang sudah berjuang." Mas .... Putra kita belum diberi nama " ucap Jasmin sembari memegangi tangan suaminya yang hendak pergi keluar ruangan." Mas, serahkan kepada kamu sayang karena kamu yang sudah berjuang " lirih Syarif kembali duduk di sisi Jasmin" Mas saja, Mas Syarif kan sekarang sudah jadi kepala keluarga " Jasmin tersenyum begitupun dengan Syarif." Mas beri nama Hanif Yasser Syathibi, bagaimana apa kamu setuju sayang ?" tanyanya yang dianggukki oleh Jasmin." Iya mas, nama yang bagus "jawab Jasmin tersenyum.Tepat pukul sembilan malam Ayesha, Musa dan Ismail tiba di rumah sakit dimana Jasmin berada, mereka tiba secara bersamaan disaat Syarif sedang melaksanakan shalat
Empat bulan berlalu .....Kini usia kandungan Jasmin memasuki usia delapan bulan, Jasmin sering mengeluh kesulitan saat tidur dan sering merasa panas di tubuhnya. Malam pun ia sering terbangun karena sering buang air kecil, tak jarang Syarif selalu dibangunkan di malam hari untuk menemaninya makan karena perutnya terasa lapar. Syarif pun menyadari bahwa istrinya sedang berbadan dua, dengan senang Syarif selalu menemani istrinya. Akhir-akhir ini Syarif harus menjadi suami yang siap siaga. Pagi ini adalah terakhir kalinya Jasmin cek kandungan, Syarif selalu antusias saat mengantarkan Jasmin karena ia sangat senang ketika melihat perkembangan buah hatinya di layar monitor." Alhamdulillah ... Tinggal tunggu waktu saja, posisi baby-nya sudah pas " ucap Dokter Nina sembari menggerakkan alat USG di atas perut Jasmin." Alhamdulillah... Semoga dilancarkan " doa Jasmin yang masih terbaring" Aamiin " sahut Syarif dan Dokter Nina bersamaan.Usai cek kandung
Ba'da Maghrib semua warga mulai berkumpul di rumah Syarif, Syarif memang terkenal dengan sikapnya yang ramah di kalangan masyarakat sekitar. Jasmin yang hendak keluar menyapa para tamu pun di halangi oleh Syarif." Sayang diluar kan laki-laki semua, lebih baik temani Ummi saja di kamar " jelas Syarif, Jasmin pun mengangguk mengerti." Mas tidak rela, jika bidadari mas dipandang oleh banyak orang " tutur Syarif tersenyum seraya memegangi dagu Jasmin, sekilas terlihat senyuman manis di wajah Jasmin. Syarif menggandeng tangan Jasmin, untuk diantarkan ke kamar Ayesha. Setibanya di depan pintu, tangan Syarif memegang handel pintu." Ummi, Syarif titip istri kesayangan Syarif ya mi " ujar Syarif menitipkan Jasmin seperti anak kecil. Ayesha yang kini sedang menonton berita di televisi pun tersenyum." Duduk sini nak, Syarif memang terkadang protektif nya kelewatan " sahut Ayesha yang tahu sekali sikap putranya. Ayesha meminta Jasmin untuk duduk di de
Malam ketika Jasmin sudah tertidur pulas, Syarif masih terjaga karena merasa haus. Ia melihat gelas kosong yang berada diatas meja, Syarif pun beranjak dari tempat tidurnya dan dengan pelan membuka pintu kamarnya. Namun ada yang ia lupakan, Syarif tidak menggunakan kembali kaos yang tadi ia lepas. Sesampainya di dapur, masih ada Aira yang juga sama hendak mengambil air minum untuk ia bawa ke dalam kamarnya." Sejak kapan Mas Syarif tidur telanjang dada, apa jangan-jangan nggak di kasih jatah ya... Sama Mba Jasmin ?" tanya Aira dengan nada menggoda kakaknya dan memegang gelas di tangannya." Berisik dek, anak kecil mau tahu saja " jawab Syarif dengan acuh, namun bukan Aira kalau tidak terus-menerus bertanya. Aira mendekati Syarif dengan arah sedikit berjinjit." Mas nikah itu, enak nggak sih ?" tanya Aira penasaran, tentu saja dengan suara lirih seperti sedang berbisik. Syarif pun tersenyum jahil, sebelum menjawab pertanyaan adik perempuannya ia menengguk air min
Sore hari ketika sang Surya sudah mulai terbenam dan menggambarkan semburat jingga yang disuguhkan dengan indahnya langit sore menjelang malam. mobil Jasmin dan Syarif kini memasuki sebuah rumah sakit dimana disana mereka sudah berjanjian dengan seseorang, siapa lagi kalau bukan Dokter Nina. Saat memasuki rumah sakit Syarif menggandeng tangan istrinya. Setibanya di depan pintu ruangan Nina, Syarif dengan sopan mengetuk pintu, setelah mendapatkan sahutan dari dalam Jasmin dan Syarif masuk. Syarif pun mengatakan niat kedatangannya, dengan cekatan Dokter Nina mengarahkan pasangan pasutri itu ke sebuah ruangan khusus dimana Jasmin akan melakukan cek USG.Jasmin dan Syarif memasuki ruangan yang menurutnya sangat asing, Jasmin diarahkan untuk berbaring di sebuah Brankar yang mana akan dilakukan USG. Syarif terus mendampingi istrinya dan duduk di samping Jasmin. Sedangkan dokter Nina, ia mulai menuangkan cairan di atas perut Jasmin. Dokter Nina mengarahkan Syarif dan Jasmin untuk me
Malam hari Aira dan Ayesha sibuk di dapur untuk membuat hidangan menuju hari Idul Fitri. Keberadaan Bi Sumi jangan ditanyakan, Bi Sumi diizinkan pulang ke kampung halamannya untuk beberapa waktu yang kemungkinan cukup lama. Kepulangan Bi Sumi membuat Ayesha meminta bantuan kepada Aira, putrinya untuk memasak berbagai menu khas lebaran." Ummi ... Aira panggil Mba Jasmin untuk bantuin kita ya mi " ujar Aira tangannya sibuk memegang sendok, memasukkan beras yang sudah dicuci bersih ke dalam ketupat." Jangan ganggu mereka nak, biarkan mereka melepas kangen " jawab Ayesha sembari mengaduk sayur di atas kompor." Iya iya mi " sahut Aira, merasa kecewa tidak bisa bertemu dengan kakak iparnya.Di balkon kamar Jasmin yang hendak keluar dari kamar terus dihalangi oleh suaminya dengan alasan ingin terus bersamanya di sepanjang malam ini. Terpaksa Jasmin harus mengikuti kemauan suaminya." Mas lepas... Jasmin mau duduk " Sampai detik ini Syarif b