Syarif yang merasa nyaman saat memeluk tubuh Jasmin, namun tidak dengan Jasmin. Ia merasa sangat canggung, meskipun benar yang dikatakan oleh Syarif jantungnya terpacu lebih cepat tidak seperti biasanya.
" Mas... Sudah takut ada yang lihat " kilah Jasmin yang memang sudah lemas menghadapi sifat suaminya. Tangan Jasmin berusaha melepaskan tangan Syarif yang memeluknya.
" Sebentar saja " pinta Syarif.
" Ya Allah baru beberapa jam hamba menikah, rasanya badan panas dingin " batin Jasmin pasrah dengan perlakuan Syarif. Sayup terdengar suara Bi Ani mengetuk pintu.
" Mas ada yang ketuk pintu, sepertinya Bi Ani" Jasmin menyadarkan suaminya,
" Tunggu disini ... Cup " Syarif melepaskan pelukannya dan mencium pipi Jasmin. Ia berjalan menuju pintu, setelah pintu terbuka benar Bi Ani datang untuk menanyakan kondisi Syarif. Selepas kepergian Bi Ani, Syarif menghampiri Jasmin yang kini duduk di depan meja rias.
" Mas Syarif cium pipi ku, ini seperti mimpi" batin Jasmin seraya mengusap pipinya.
" Dek... Mas keluar sebentar ya, mau temuin ayah " izin Syarif yang berdiri tepat di belakang Jasmin, Jasmin menoleh ke arah suaminya.
" Iya mas " jawab Jasmin.
" Ya sudah mas tinggal " tutur Syarif seraya mengusap lembut kepala istrinya. Jasmin yang diperlakukan seperti itu pun hatinya sangat bahagia. Perempuan mana yang tidak luluh karena perilaku Syarif yang lembut.Setelah Syarif keluar dari kamar, Jasmin menopang wajahnya dengan kedua tangan. Ia menghembuskan nafas beratnya.
" Akhirnya suamiku keluar juga dari kamar " gumam Jasmin.
" Suamiku " ulang Jasmin merasa aneh ketika menyebut Syarif 'suamiku' dan tersenyum sendiri.
" Baik ... tapi bikin hati dag-dig-dug, lama-lama jantung ku lepas " keluh Jasmin, yang belum bisa beradaptasi dengan keadaan bahwa dirinya sekarang sudah mempunyai imam.
Hari semakin sore, semburat jingga kini sudah nampak melukiskan warna yang indah di langit. Waktu sendelekala pun tiba, menggiring para umat muslim untuk melaksanakan sholat Maghrib. Sore ini adalah pertama kalinya Syarif ke Masjid di dekat rumah Jasmin, ia berangkat bersama ayah mertuanya. Langkah demi langkah mereka ayunkan secara berirama, tak terasa mereka sudah sampai di serambi Masjid.
" Silakan Nak Syarif menjadi imam " ucap salah satu warga yang memang sudah mengenal Syarif.
" Bapak saja silakan " tolak Syarif ramah.
" Untuk kali ini, saya ingin kamu yang menjadi imam nak " pintanya.
" Baiklah pak, kalau bapak meminta " jawabnya seraya tersenyum.
Di rumah Jasmin yang hendak melaksanakan sholat Maghrib mendengar suara takbiratul ihram yang ia kenali. Tanpa aba-aba ia pun mengikuti suara imam Masjid, surat-surat yang dilantunkan terdengar merdu dan panjang. Meski berbeda tempat Jasmin mengikuti hingga raka'at terakhir.
" Alhamdulillah, terimakasih sudah mengirimkan imam yang Sholeh seperti Mas Syarif Ya Allah " batinnya selalu mengucapkan rasa syukur yang tak ada henti.
Meskipun keadaan rumah yang masih belum tertata rapih, di ruang makan Jasmin dan Fatimah menyiapkan makan malam, bertepatan dengan Syarif dan Ismail yang baru saja pulang dari Masjid.
" Assalamualaikum " salam Syarif dan Ismail bersama.
" Wa'alaikumus salam " jawab Fatimah dan Jasmin melihat ke arah orang yang baru saja datang.
" Ayo Nak Syarif ... kita makan dulu " ajak Fatimah seraya menyiapkan hidangan di meja makan.
" Ayah nggak di ajak bu ?" tanya Ismail tersenyum.
" Ayah ayo makan" sahut Jasmin tersenyum,
" Itu sudah yah " jawab Fatimah tersenyum.
" Biasanya .... Nggak diajak pun langsung duduk yah " imbuhnya tersenyum.
Malam ini Syarif merasakan kebahagiaan dari keluarga istrinya yang sangat ramah dan baik. Begitupun dengan Ismail, ia merasa tenang menitipkan putrinya pada laki-laki yang tepat. Mereka makan malam dengan nikmat dan hanya ada suara dentingan sendok yang mereka gunakan. Usai makan mereka berkumpul bersama di ruang tamu, meski hanya bertambah satu orang dalam keluarga mereka, membuat keluarga Jasmin semakin ramai.
Suara Adzan Isya berkumandang, Ismail pun meminta agar untuk sholat berjamaah di rumah. Di Mushola dalam rumah yang sering di gunakan Ismail, disana mereka sholat berjamaah dengan Syarif sebagai imam. Rakaat demi rakaat mereka lakukan dengan khusyuk.
" Assalamualaikum Warahmatullah "
" Assalamualaikum Warahmatullah "
Setelah berdzikir, Syarif kembali menuntun do'a untuk diaamiin kan. Dalam benak Fatimah ia merasa haru memiliki anak mantu yang menurutnya baik dalam segi agama.
" Alhamdulillah Ya Allah, engkau telah mengabulkan permintaan hamba. Ambilah nyawa hamba ketika engkau sudah hisab semua dosa-dosa hamba " batin Fatimah selalu berdoa seperti itu karena ia merasa tugas seorang ibu di dunia sudah selesai.
Ketika sudah memanjatkan doa, Syarif mencium punggung tangan Ismail dan Fatimah.
" Terimakasih sudah menerima saya dengan baik di keluarga ini " ucapnya seraya menunduk mencium tangan Fatimah.
" Ibu hanya berpesan, jaga putri ibu satu-satunya. Jangan buat dia bersedih " jawab Fatimah seraya menepuk bahu Syarif dengan pelan.
" Syarif janji bu, Syarif akan selalu jaga jantung hati Syarif dengan baik " ucapnya
" Iya ibu percaya nak " Syarif melepaskan tangan ibu mertuanya dan beralih mencium tangan Ismail.
Selepas sholat Isya semua kembali ke dalam kamar untuk istirahat, karena hari ini adalah hari yang melelahkan. Tidak dengan Jasmin sebelum ke kamarnya Jasmin kembali ke dapur untuk mengambil air minum di gelasnya. Sesampainya di dalam kamar Jasmin melihat Syarif yang sudah duduk menyandar di atas tempat tidur.
" Jantung ku kembali nggak normal " batin Jasmin terbayang bayang malam pertama yang konon sangat menyakitkan. Selesai gosok gigi Jasmin yang sudah berganti pakaian kini jalan ke arah saklar lampu.
" Mas lampunya sebagian matiin ya ?" tanya Jasmin menekan tombol saklar dan suasana kamar berubah menjadi temaram. Jasmin melepaskan hijabnya, tentu sorot mata Syarif ingin terus memandangi istrinya yang sangat cantik dengan rambut panjang terurai.
Jasmin merebahkan diri di samping suaminya, tangan Jasmin meraih guling untuk di letakkan di tengah-tengah tempat tidur. Tanpa rasa bersalah ia menarik selimut untuk menutupi badannya. Syarif yang jahil kini mengambil pembatas diantara mereka dan menaruh disisinya.
" Kenapa diambil mas ?" tanya Jasmin.
" Apa kamu tahu alasannya ?" tanya Syarif, Jasmin menggelengkan kepalanya.
" Mas ingin melihat wajah cantik istri mas saat tidur " jawab Syarif.
" Mendekat lah ... Mas nggak akan melakukan apapun " ucap Syarif
" Maaf mas ... Jasmin belum siap " jawabnya terdiam, Syarif mendekat kan tumbuhnya dan tanpa aba-aba ia mencium kening serta memeluk tubuh istrinya.
" Tidurlah atau kita jadikan malam ini malam yang panjang " ungkap Syarif. Jasmin yang kini bantalan lengan Syarif mencoba untuk memejamkan matanya.
Jasmin melihat arloji yang terpampang jelas di dinding kamarnya, terlihat sudah pukul dua belas malam namun matanya enggan untuk terpejam. Tidur disisi Syarif dengan jarak yang begitu dekat, bahkan hembusan nafas Syarif terasa di bulu-bulu halus wajahnya serta jarak wajah mereka yang saling berdekatan membuat Jasmin sangat canggung dan terus terjaga. Jasmin ingin sekali mengalihkan tangan Syarif yang berada di perut ratanya, dengan pelan Jasmin berusaha mengalihkan tangan Syarif.
" Sebaiknya aku shalat tahajud saja " batin Jasmin yang kini sudah duduk di sisi tempat tidur.
Jasmin memandangi wajah tampan Syarif, sekilas senyum terlihat di wajahnya. Ketika ingin beranjak dari duduknya tangan Syarif memegang tangan Jasmin.
" Hah " Jasmin terkejut karena tangannya di pegang oleh Syarif yang sedang tidur.
" Mau kemana ? " tanya Syarif dengan mata terpejam.
" Eemm ... Mau ambil wudhu mas " jawab Jasmin tentu dengan hati yang dag dig dug karena tiba-tiba Syarif memegang tangan Jasmin.
" Ya sudah duluan ambil wudhu, kita sholat berjamaah " Syarif duduk dan menetralkan rasa kantuknya.
" Heeemmm ketahuan, " batin Jasmin, lagi-lagi dia tidak bisa menghindar dari suaminya.
Sesuai perkataan Syarif, mereka sholat Sunnah berjamaah. Ketika sudah selesai Syarif menoleh ke belakang, mereka duduk berhadapan. Syarif melihat wajah istrinya yang cantik menggunakan balutan mukena." Kenapa, apa kamu belum bisa tidur ? " tanya Syarif mengusap lembut kedua tangan Jasmin, Jasmin pun mengangguk dan menunduk." Maaf mas, Jasmin belum terbiasa " Jawabnya, mendengar perkataan Jasmin, Syarif tersenyum" Itu hal yang wajar, apa lagi ini adalah pertama kalinya" ucap Syarif membuat pipi Jasmin merah merona." Tapi ... Harus dibiasakan " imbuh Syarif" Iya mas " jawab Jasmin, Syarif mengetahui bahwa istrinya sangat pemalu." Kenapa dengan pipi mu dek, merah seperti tomat bikin mas gemas mau gigit saja " goda Syarif tersenyum, Jasmin tersenyum dan menggelengkan kepalanya. Tangan Syarif mulai membuka mukena Jasmin, Jasmin yang mendapat perlakuan Syarif hanya diam. Syarif mulai merapikan rambut-rambut halus Jasmin yang berantakan dan m
Tepat pukul dua belas siang, mereka sampai dikediaman orangtua Syarif. Syarif memarkirkan mobilnya di halaman rumah, setelah melihat ke arah samping ternyata Jasmin masih tertidur pulas. Syarif keluar dari dalam mobil untuk menekan bel rumahnya. Selang beberapa menit Ayesha membuka pintu." Assalamualaikum Ummi, " Syarif mencium tangan ibunya." Wa'alaikumus salam, dimana istrimu nak ?" tanya Ayesha sembari menengok ke arah mobil Syarif." Tidur di dalam mobil mi.... tunggu sebentar ya mi " ucap Syarif kembali kedalam mobil untuk mengangkat tubuh istrinya." Ummi... bantu Syarif bukakan pintu kamar " ucapnya memohon sembari mengangkat tubuh Jasmin yang lumayan berat." Ayo Ummi cepat, berat " imbuh Syarif ketika sudah berada di depan pintu ia bicara tanpa suara." Sabar nak... Ummi sedang cari kunci cadangan " jawabnya sembari memilih kunci yang pas untuk dimasukkan ke dalam lubang pintu.Setelah beberapa menit Ayesha menemukan kunci
Usai berwudhu mereka duduk di atas sajadah berhadapan. Jasmin tidak mengenakan mukena ia menggunakan jilbab syar'i yang berwarna hitam. Syarif mulai membacakan ayat pertama di juz tiga puluh, setelah syarif ... Jasmin membaca ayat dua. Begitupun selanjutnya mereka menghafalkan bergantian. Hingga suara adzan Ashar berkumandang, menyadarkan mereka untuk melaksanakan salat berjamaah di kamarnya.Usai salat Syarif kembali mengecek laporannya yang belum selesai, kali ini Syarif memilih tempat duduk di luar kamar dengan sebotol minuman jus jeruk yang baru saja ia ambil dari lemari pendingin yang ada di dalam kamarnya. Syarif meletakkan minumannya di samping laptop, sedangkan Jasmin memutuskan untuk mandi karena siang ini cuacanya begitu panas. Jasmin pun tidak lupa membawa baju gamis untuk ganti di dalam kamar mandi.Lima belas menit sudah waktu berlalu, Jasmin keluar dari kamar mandi dengan handuk yang melilit di kepalanya. Syarif yang menyadari istrinya usai mandi pu
Selepas salat Maghrib sepasang pengantin baru kini keluar dari kamarnya, mereka menuruni anak tangga dengan tangan Jasmin yang bergelayut di tangan suaminya. Dari jarak yang lumayan jauh Jasmin dan Syarif samar-samar mendengarkan percakapan di ibu Ummi dan Abi nya." Bii ... kok Syarif nggak ngajakin istrinya makan ya ?" tanyanya sembari menyiapkan sayur matang ke dalam piring." Mungkin lagi bikin cucu buat kita miii... Kaya nggak pernah muda saja " jawabnya tanpa mereka tahu orang yang sedang di bicarakan sekarang ada di belakang mereka. Jasmin dan Syarif saling melemparkan senyuman, meski di hati Jasmin malu mengingat kejadian sore ini." Ummi lupa rasanya muda seperti... " ucapannya tidak dilanjutkan karena melihat kedatangan Jasmin dan Syarif." Ehh mantu Ummi duduk nak, yuk makan" ajak Ayesha." Maaf ya mi, Jasmin nggak bantuin Ummi masak " ucapnya seraya duduk di kursi yang telah ditarik oleh suaminya." Nggak apa-apa nak, pasti gara-
Suara ayat suci Al-Quran menggema di ruangan dimana Fatimah di baringkan, Jasmin pun turut mendoakan ibunya meski harus terus menyeka air matanya. Syarif sebagai menantu, ia pun ikut serta mengurus pemakaman Fatimah yang akan di makamkan selepas salat Dzuhur.Pukul satu siang, semua sudah siap mengantarkan Fatimah ke peristirahatan terakhir. Jasmin berjalan dengan Hana sahabatnya yang ada disisinya. Sedangkan Syarif ia ikut menggotong keranda jenazah. Jarak pemakaman dengan rumah tidaklah jauh, seperti halnya di perkampungan banyak dari kalangan tetangga serta ibu-ibu pengajian yang turut mengantarkan Fatimah.Sesampainya di pemakaman Syarif turun ke liang lahat bersama Ismail. Tubuh Jasmin tak lagi mampu menopang kesedihannya saat ismail mendoakan jenazah istrinya dengan suara parau.Prosesi pemakaman pun berjalan lancar dengan suasana matahari yang tak begitu terik. Semua orang yang berziarah kini sudah meninggalkan pemakaman. Sekarang hanya tinggal Syarif, Ja
Kedua bola mata Jasmin terpaku saat melihat tasbih ibunya yang bertaburan di atas tempat tidur dimana ibunya saat itu memeluk Al-Qur'an dan memegang tasbih tersebut untuk terakhir kalinya." Sesakit itukah bu, kedua malaikat mencabut nyawa ibu. Sampai-sampai tasbih ibu bertaburan " batin Jasmin, tangannya kembali memunguti butiran tasbih yang berhamburan. Butir demi butir Jasmin kumpulkan dan ia merangkainya kembali agar bisa ia gunakan untuk berdzikir." Dek apakah sudah selesai ?" tanya Syarif yang baru saja datang untuk melihat istrinya yang berada di dalam kamar ibunya." Sebentar lagi mas " jawab Jasmin tanpa melihat wajah suaminya, tangannya merapihkan tempat tidur yang masih terlihat bersih dan rapih. Setelah membereskan tempat tidur orangtuanya, Jasmin keluar dari kamar dengan di bantu Syarif membawa koper kecil yang berisi pakaian dan tangan Jasmin membawa Al-Qur'an serta tasbih yang berhasil ia susun kembali. Saat akan keluar dari kamar ibunya, pandang
Syarif masuk kedalam rumah bersama Jasmin disisinya." Assalamualaikum ... Bi Sumi ..." panggil Syarif, Bi Sumi datang dari arah dapur dengan lap di bahunya." Eehhh Wa'alaikum salam... Mas Syarif ...ini pasti istrinya ya " tebak Bi Sumi dengan ramah," Iya bi.. Saya Jasmin " Jasmin mencium tangan Bi Sumi yang sudah terlihat keriput," Bi nanti tolong ambilkan pisang di mobil saya ya " perintah Syarif" Siap mas " jawabnya" Ya sudah bi, saya ke kamar dulu " pamit Syarif, Jasmin mengangguk dan tersenyum di balik cadarnya. Syarif membawa Jasmin melihat kamar yang akan ia tempati bersamanya. Sesampainya di depan pintu Syarif, tangan Syarif memegang handel pintu. Perlahan terlihat ruangan yang sangat gelap." Mas ...kok gelap " Jasmin memandangi wajah suaminya." Yuk masuk " Syarif menggandeng tangan Jasmin dan membawanya masuk ke dalam ruangan yang terlihat sangat gelap dan menutup pintunya. Tangan Syarif mulai menekan sakl
Usai shalat tarawih Jasmin menyiapkan semua kebutuhan suaminya yang akan digunakan saat diluar kota nanti, termasuk pakaian." Mas Syarif mau pergi berapa hari ?" tanya Jasmin tanpa melihat suaminya, tangannya sibuk memilih pakaian kerja yang akan ia kemas kedalam koper milik Syarif. Syarif yang tengah duduk di atas ranjang, sesekali melihat istrinya." Paling dua Minggu, " jawabnya tangannya masih sibuk dengan ponsel." Hah " Jasmin terkejut karena waktu dua Minggu menurut Jasmin, waktu yang cukup lama. Jasmin menoleh ke arah suaminya." Kenapa ? " tanya Syarif, Jasmin pun menggelengkan kepalanya dan tersenyum kecil. Jasmin kembali menata baju suaminya dengan rapi dan mengecek kembali apa yang sudah di masukkan ke dalam koper. Serasa sudah lengkap Jasmin menutup kopernya. Beberapa kali Jasmin harus menghela nafas panjangnya, ia merasa bulan ramadhan kali ini sangat kesepian dan terlebih jauh dari orangtuanya." Terimakasih... Yuk tidur
Sepuluh bulan berlalu, hari-hari Jasmin di sibukkan dengan mengurus putranya dengan penuh kasih sayang. Di usianya yang akan menginjak satu tahun, Hanif bertambah aktif dengan segala tingkah lucu dan menggemaskan. Jasmin mengurus Hanif dengan bantuan Bi Sumi yang sudah ia anggap seperti ibunya sendiri, sesekali mereka bertukar tugas rumah untuk menjaga Hanif. Namun yang sering Jasmin lakukan dia lebih senang melakukan tugas rumah, melihat Bi Sumi yang sudah tua rasanya Jasmin tidak tega untuk terus menggunakan tenaganya. Seperti saat ini dari jarak yang tidak terlalu jauh Jasmin yang sedang menyiapkan makan siang untuk Hanif, ia melihat kearah Bi Sumi dan putranya yang sedang duduk. Hanif selalu senang saat bermain dengan Bi Sumi, melihat putranya tertawa terbahak layaknya anak kecil, Jasmin teringat suatu hal di hatinya." Seandainya ibu tahu, Jasmin sudah memiliki putra yang sangat lucu bu " batin Jasmin memang selalu merindukan kehadiran ibunya. Seketika air mata Jasmin su
Usai makan Rafa bercengkrama sejenak dengan keluarga Jasmin dan Syarif, sedangkan para wanita membereskan piring kotor dan membantu membereskan tempat yang digunakan mereka saat makan. Jasmin berjalan sambil memandangi perut Dokter Nina, merasa seperti ada yang aneh." Apa jangan-jangan dokter Nina hamil ?" batin Jasmin seraya menyerahkan piring kotor kearah Bi Sumi." Dok, kalau boleh tahu... Apakah dokter sedang hamil ?" tanya Jasmin menghampiri Dokter Nina yang kini sedang menata mangkok berisi lauk pauk. Dokter Nina tersenyum dan mengangguk kecil kearah Jasmin." Benarkah alhamdulillah ya Allah .... " seru Jasmin sembari memeluk tubuh Dokter Nina, kedekatan mereka kini sudah melebihi dari persahabatan. Jasmin menganggap Dokter Nina sebagaimana saudara perempuan yang saling berbagi ilmu dan menyayangi." Semoga baby-nya sehat terus ya " lanjut Jasmin, tangannya mulai mengelus perut Dokter Nina yang mulai membuncit. Dokter Nina memegang tangan Jasmin ya
Gelapnya malam yang terasa sunyi, membuat semua insan tertidur pulas. Kehadiran Hanif membawa perubahan bagi Jasmin dan Syarif. Malam ini mereka mengubah posisi tidurnya, mereka saling memeluk Hanif yang kini berada di tengah-tengah mereka. Jasmin sengaja tidak memberikan guling sebagai batasan antara Syarif dan Hanif, karena Jasmin tahu suaminya sangat menyayangi putranya. Tengah malam Syarif merasakan gerakan Hanif, kaki mungilnya terus menendang-nendang tangan Syarif yang tepat berada di bawahnya. Perlahan Syarif mulai membuka matanya, Syarif melihat putranya yang tengah terjaga. Pandangannya beralih ke arah Jasmin yang masih terlelap dan tidak merasakan putranya yang kini bangun, senyuman terlihat di wajah Syarif kala melihat istrinya." Dia pasti sangat lelah " batin Syarif beralih menggendong putranya yang kini sudah berada di tangannya, awalnya Syarif merasa takut saat menggendong buah hatinya yang masih terlihat sangat kecil namun ia menyadari tidak mungkin membangun
Usai mengadzani putranya, melalui sambungan telepon Syarif memberikan kabar bahagia kepada orang - orang yang selama ini menunggu kehadiran buah hatinya. Rona bahagia tak lepas dari wajah tampannya yang terus mengucapkan syukur dan terima kasih kepada istrinya yang sudah berjuang." Mas .... Putra kita belum diberi nama " ucap Jasmin sembari memegangi tangan suaminya yang hendak pergi keluar ruangan." Mas, serahkan kepada kamu sayang karena kamu yang sudah berjuang " lirih Syarif kembali duduk di sisi Jasmin" Mas saja, Mas Syarif kan sekarang sudah jadi kepala keluarga " Jasmin tersenyum begitupun dengan Syarif." Mas beri nama Hanif Yasser Syathibi, bagaimana apa kamu setuju sayang ?" tanyanya yang dianggukki oleh Jasmin." Iya mas, nama yang bagus "jawab Jasmin tersenyum.Tepat pukul sembilan malam Ayesha, Musa dan Ismail tiba di rumah sakit dimana Jasmin berada, mereka tiba secara bersamaan disaat Syarif sedang melaksanakan shalat
Empat bulan berlalu .....Kini usia kandungan Jasmin memasuki usia delapan bulan, Jasmin sering mengeluh kesulitan saat tidur dan sering merasa panas di tubuhnya. Malam pun ia sering terbangun karena sering buang air kecil, tak jarang Syarif selalu dibangunkan di malam hari untuk menemaninya makan karena perutnya terasa lapar. Syarif pun menyadari bahwa istrinya sedang berbadan dua, dengan senang Syarif selalu menemani istrinya. Akhir-akhir ini Syarif harus menjadi suami yang siap siaga. Pagi ini adalah terakhir kalinya Jasmin cek kandungan, Syarif selalu antusias saat mengantarkan Jasmin karena ia sangat senang ketika melihat perkembangan buah hatinya di layar monitor." Alhamdulillah ... Tinggal tunggu waktu saja, posisi baby-nya sudah pas " ucap Dokter Nina sembari menggerakkan alat USG di atas perut Jasmin." Alhamdulillah... Semoga dilancarkan " doa Jasmin yang masih terbaring" Aamiin " sahut Syarif dan Dokter Nina bersamaan.Usai cek kandung
Ba'da Maghrib semua warga mulai berkumpul di rumah Syarif, Syarif memang terkenal dengan sikapnya yang ramah di kalangan masyarakat sekitar. Jasmin yang hendak keluar menyapa para tamu pun di halangi oleh Syarif." Sayang diluar kan laki-laki semua, lebih baik temani Ummi saja di kamar " jelas Syarif, Jasmin pun mengangguk mengerti." Mas tidak rela, jika bidadari mas dipandang oleh banyak orang " tutur Syarif tersenyum seraya memegangi dagu Jasmin, sekilas terlihat senyuman manis di wajah Jasmin. Syarif menggandeng tangan Jasmin, untuk diantarkan ke kamar Ayesha. Setibanya di depan pintu, tangan Syarif memegang handel pintu." Ummi, Syarif titip istri kesayangan Syarif ya mi " ujar Syarif menitipkan Jasmin seperti anak kecil. Ayesha yang kini sedang menonton berita di televisi pun tersenyum." Duduk sini nak, Syarif memang terkadang protektif nya kelewatan " sahut Ayesha yang tahu sekali sikap putranya. Ayesha meminta Jasmin untuk duduk di de
Malam ketika Jasmin sudah tertidur pulas, Syarif masih terjaga karena merasa haus. Ia melihat gelas kosong yang berada diatas meja, Syarif pun beranjak dari tempat tidurnya dan dengan pelan membuka pintu kamarnya. Namun ada yang ia lupakan, Syarif tidak menggunakan kembali kaos yang tadi ia lepas. Sesampainya di dapur, masih ada Aira yang juga sama hendak mengambil air minum untuk ia bawa ke dalam kamarnya." Sejak kapan Mas Syarif tidur telanjang dada, apa jangan-jangan nggak di kasih jatah ya... Sama Mba Jasmin ?" tanya Aira dengan nada menggoda kakaknya dan memegang gelas di tangannya." Berisik dek, anak kecil mau tahu saja " jawab Syarif dengan acuh, namun bukan Aira kalau tidak terus-menerus bertanya. Aira mendekati Syarif dengan arah sedikit berjinjit." Mas nikah itu, enak nggak sih ?" tanya Aira penasaran, tentu saja dengan suara lirih seperti sedang berbisik. Syarif pun tersenyum jahil, sebelum menjawab pertanyaan adik perempuannya ia menengguk air min
Sore hari ketika sang Surya sudah mulai terbenam dan menggambarkan semburat jingga yang disuguhkan dengan indahnya langit sore menjelang malam. mobil Jasmin dan Syarif kini memasuki sebuah rumah sakit dimana disana mereka sudah berjanjian dengan seseorang, siapa lagi kalau bukan Dokter Nina. Saat memasuki rumah sakit Syarif menggandeng tangan istrinya. Setibanya di depan pintu ruangan Nina, Syarif dengan sopan mengetuk pintu, setelah mendapatkan sahutan dari dalam Jasmin dan Syarif masuk. Syarif pun mengatakan niat kedatangannya, dengan cekatan Dokter Nina mengarahkan pasangan pasutri itu ke sebuah ruangan khusus dimana Jasmin akan melakukan cek USG.Jasmin dan Syarif memasuki ruangan yang menurutnya sangat asing, Jasmin diarahkan untuk berbaring di sebuah Brankar yang mana akan dilakukan USG. Syarif terus mendampingi istrinya dan duduk di samping Jasmin. Sedangkan dokter Nina, ia mulai menuangkan cairan di atas perut Jasmin. Dokter Nina mengarahkan Syarif dan Jasmin untuk me
Malam hari Aira dan Ayesha sibuk di dapur untuk membuat hidangan menuju hari Idul Fitri. Keberadaan Bi Sumi jangan ditanyakan, Bi Sumi diizinkan pulang ke kampung halamannya untuk beberapa waktu yang kemungkinan cukup lama. Kepulangan Bi Sumi membuat Ayesha meminta bantuan kepada Aira, putrinya untuk memasak berbagai menu khas lebaran." Ummi ... Aira panggil Mba Jasmin untuk bantuin kita ya mi " ujar Aira tangannya sibuk memegang sendok, memasukkan beras yang sudah dicuci bersih ke dalam ketupat." Jangan ganggu mereka nak, biarkan mereka melepas kangen " jawab Ayesha sembari mengaduk sayur di atas kompor." Iya iya mi " sahut Aira, merasa kecewa tidak bisa bertemu dengan kakak iparnya.Di balkon kamar Jasmin yang hendak keluar dari kamar terus dihalangi oleh suaminya dengan alasan ingin terus bersamanya di sepanjang malam ini. Terpaksa Jasmin harus mengikuti kemauan suaminya." Mas lepas... Jasmin mau duduk " Sampai detik ini Syarif b