Di kamar Jasmin nampak cantik dengan balutan kebaya pengantin, tentunya dengan gaun yang tertutup dan menghindari baju yang ketat agar lekuk tubuhnya tidak terlihat. Dengan di bantu MUA untuk merias wajah, Jasmin berpesan agar tidak mencukur alisnya. Setelah sudah selesai semuanya, Hana datang ke kamar Jasmin. Sebagai sahabat yang baik, Hana tidak ingin melewatkan acara sakral sahabatnya.
" Assalamualaikum " salam Hana masuk ke dalam kamar Jasmin, dan melihat Jasmin yang usai dirias.
" Wa'alaikumus salam " jawab Jasmin yang kini masih duduk di depan cermin.
" Masya Allah... Alhamdulillah wa syukurillah, akhirnya sahabatku akan melepas masa lajangnya " ucap Hana seraya memeluk tubuh Jasmin dari belakang, yang kini duduk menghadap ke cermin. Wajah haru Hana terlihat jelas di cermin.
" Alhamdulillah... Terimakasih atas supportnya, kamu memang sahabat terbaik ku Hana " jawab Jasmin seraya mengusap lembut pipi Hana yang kini menyandar di bahunya.
" Doakan agar semuanya berjalan lancar Hana " pinta Jasmin dengan air mata yang sudah mengumpul di pelupuk.
" Pasti, pasti aku doakan untuk mu sayang " jawab Hana.
" Sudah kenapa suasananya jadi melow begini, pengantin yang sudah cantik nggak boleh sedih " imbuh Hana seraya menghapus air mata Jasmin menggunakan tisu, dengan pelan Hana menyeka air mata Jasmin dan tetap menjaga make up Jasmin tidak berantakan.
" Terimakasih " ucap Jasmin, mereka pun saling melemparkan senyuman.
" Ceklek ! " pintu terbuka.
" Nak... Calon imam mu sudah datang, ayo Nak Hana bantu Jasmin untuk keluar " ucap Fatimah yang baru saja datang. Fatimah dan Hana membantu Jasmin untuk keluar dari kamarnya, Jasmin dituntun oleh dua wanita yang memang sangat berarti dalam hidupnya. Dengan balutan gaun kebaya putih, hijab yang senada serta riasan wajah yang sederhana membuat Jasmin semakin memancarkan aura kecantikannya. Semua mata terpana saat Jasmin menuruni anak tangga, Jasmin sadar dirinya kini menjadi pusat perhatian. Jantungnya terus berdetak kencang seperti genderang yang tak mampu berhenti. Sesekali ia menetralkan rasa geroginya dengan mengambil nafas panjang.
" Tenang " lirih Hana, Jasmin hanya bisa mengangguk dan tetap tersenyum. Hana yang mengetahui sahabatnya kini sedang nervous berusaha menenangkannya karena tangan Jasmin terasa dingin saat Hana menggenggamnya.
Sesampainya di depan penghulu, Jasmin duduk disamping Syarif.
" Bismillah Ya Allah, semoga ini langkah terbaik hamba untuk meminangnya " batin Syarif.
Tangan Syarif mulai menjabat tangan tangan Ismail, Syarif mulai mengucapkan ijab kabul dengan tenang dan lantang.
" Sah ?" tanya pak penghulu.
" Sah " jawab riuh para saksi.
" Alhamdulillah" seru semua orang.
Semua orang yang ada di aula pernikahan meng Aamiin kan doa penghulu, air mata Jasmin kembali keluar di mata cantiknya. Dengan segera ia menghapusnya dengan tisu di tangannya. Setelah doa selesai di panjatkan, Jasmin mencium tangan laki-laki yang kini sudah sah menjadi suaminya. Dengan berdoa dan pelan Syarif pun mencium kening istrinya untuk pertama kali.
Sesi berfoto pun tiba, sepasang pengantin yang baru saja halal kini di minta berdiri untuk mengambil dokumentasi dengan memegang buku nikah. Usai berfoto, mereka saling menyematkan cincin di jari pasangannya. Cukup nervous bagi dua insan yang kini baru saja saling mengenal, tangan Jasmin terlihat jelas gemetar dan mengubah suasana haru kini berubah menjadi tawa di hari bahagianya.
" Bismillah" Jasmin berusaha menenangkan hatinya yang terus berdebar, hingga akhirnya cincin pernikahan tersemat di jari manis Jasmin. Saat Jasmin akan menyematkan jari di tangan Syarif terdengar suara ribut di depan rumah Jasmin. Dengan cepat Jasmin menyematkan cincin di jari manis suaminya. Semua tamu yang berada di dalam rumah kini berhamburan melihat keributan yang terjadi di luar begitupun dengan Jasmin dan Syarif yang ingin mengetahui apa yang terjadi.
" Jasssmiiiiin !!! "seru Rafa kedua lengannya di cengkram oleh dua satpam yang menjaga rumahnya.
" Jasmiiiiin kamu harus membatalkan pernikahan ini Jasmin ! " seru Rafa.
" Siapa dia ya ? "
" Mungkin itu temanya Jasmin "
" Itukan anak kampung sebelah " ucap para tetangga yang berusaha menebak apa yang terjadi.
" Bapak-bapak dan ibu-ibu silahkan kembali masuk dan nikmati hidangan yang sudah tersedia. Biarkan mereka menyelesaikan masalahnya " jelas Ismail menggiring kembali tamunya untuk masuk.
" Ada perlu apa datang kesini mas ?" tanya Jasmin dengan pandangan lurus
" Jasmin, aku mohon... Menikahlah denganku " pinta Rafa, Syarif yang berdiri di sebelah Jasmin hanya tersenyum melihat Rafa.
" Aku tahu aku salah, aku menyesal sudah mengabaikan mu Jasmin. Aku janji akan menceraikan istri ku Jasmin " ucapnya dengan nada memohon...
" Dengan mudahnya kamu mengatakan cerai mas, bertaubatlah mas. Dan ... Jalani kembali rumah tangga yang sudah kamu pilih. Bawalah istrimu untuk hijrah, meskipun tidak sepi dari ujian. Jangan mengharapkan aku, karena aku sudah menikah " jawab Jasmin, Syarif menghampiri Rafa.
" Bersabarlah" Syarif menepuk bahu Rafa.
" Pak, lepaskan. Biarkan dia pergi " pinta Syarif ramah. Kedua satpam itupun melepaskan lengan Rafa dan kembali ke pos. Saat Syarif ingin menghampiri istrinya hal tak diinginkan pun terjadi
" Aaakkkhhh ini semua gara-gara kamu !" seru Rafa seraya mengayunkan pukulan kepada Syarif membuat Jasmin histeris karena Syarif terjatuh pingsan.
" Mas... Mas bangun mas " Jasmin berusaha menyadarkan Syarif dan memangku kepala suaminya. Rasa cemas menyelimuti hati Jasmin.
" Ayah tolong Jasmin.... Ayah !" teriak Jasmin seraya membantu suaminya yang tak sadarkan diri. Rafa kembali diamankan oleh satpam.
" Suami kamu kenapa nak ?" tanya Ismail yang baru saja keluar dari dalam rumah bersama Musa.
" Dia yah... Dia sudah memukulnya " Jasmin menunjuk kearah Rafa yang kini terdiam.
" Plak ! beraninya kau menyentuh putra ku " Musa menampar keras pipi Rafa.
" Amankan dia " perintah Ismail.
" Siap pak !" jawab kedua satpam membawa Rafa ke pihak yang berwajib.
Jasmin memandangi wajah suaminya yang tak sadarkan diri, entah kenapa hatinya sedih melihat perlakuan Rafa ke suaminya.
Diruang kamar yang terlihat indah layaknya kamar pengantin. Jasmin, Musa dan Ayesha menunggu hasil dokter yang sedang memeriksa Syarif. Sedangkan orangtua Jasmin menyambut para tamu yang berdatangan. Jasmin terus meneteskan air matanya, ia tidak menyangka Rafa setega ini merusak hari bahagianya.
" Sudah nak, Syarif pasti sembuh " Ayesha terus menenangkan mantunya yang duduk di sisi Syarif.
" Apa yang dikatakan oleh ibu mertuamu benar nak, suamimu hanya tidak sadarkan diri. Sebentar lagi pasti siuman " jelas dokter yang memang turut hadir dalam akad tadi.
" Alhamdulillah " lirih Jasmin.
" Apakah benar ?" tanya Musa, seorang dokter pun mengangguk dan tersenyum ramah.
" Benar pak, jika ada keluhan lain segera hubungi saya " perintahnya.
" Terimakasih dok " jawab Jasmin.
" Saya permisi karena harus kembali ke rumah sakit " jelasnya.
" Mari saya antar " Musa dengan senang hati mengantarkan dokter pribadi keluarga Jasmin. Di dalam ruangan kini tinggallah Jasmin dan Ayesha.
" Bu ... Maafkan semua yang terjadi, semua karena Jasmin" lirih Jasmin menatap wajah Ayesha dengan genangan air mata yang akan jatuh.
" Kamu nggak bersalah nak, ummi bersyukur mempunyai mantu seperti mu sayang. Umi berdoa agar rumah tangga anak-anak umi selalu bahagia " ucap Ayesha mengusap pipi Jasmin.
" Aamiin, terimakasih bu " jawab Jasmin.
" Jangan panggil ibu, panggil saya ummi seperti Syarif memanggil saya " Jasmin pun mengangguk.
" Ya sudah ummi tinggal dulu ya, ummi mau keluar sebentar " Ayesha sengaja meninggalkan Jasmin berdua dengan Syarif.
" Iya ummi " jawab Jasmin tersenyum. Selepas kepergian Ayesha, Jasmin berganti pakaian dan membersihkan riasan di wajahnya. Setelah selesai Jasmin mengambil kursi untuk menyandarkan kepalanya disisi tempat tidur. Rasa lelah karena menangisi kejadian pagi tadi, Jasmin tak terasa memejamkan matanya. Tak lama Jasmin terpejam, Syarif siuman dan melihat kedatangan Ayesha yang membawa nampan berisi makanan untuk putra dan menantunya.
" Hussssstttt tidur ummi " lirih Syarif dengan mengarahkan telunjuknya di depan bibirnya. Ayesha yang tahu kode fisik yang diberikan oleh Syarif dengan hati-hati Ayesha meletakkan nampan di atas meja.
" Apa kamu sudah baikan nak ?" tanya Ayesha dengan suara lirih.
" Ummi jangan cemas, Syarif baik-baik saja mi " jawab Syarif lirih.
" Ya sudah kalau begitu Ummi sama Abi pamit untuk pulang ya, " pamit Ayesha, Syarif tersenyum dan mengangguk.
" Istri mu pasti baru saja terlelap nak, sejak tadi dia terus menangis, kasian. Biarkan istirahat " lirih Ayesha sambil memandangi wajah Jasmin yang terlelap.
" Iya ummi " jawab Syarif.
" Ya sudah, Ummi pulang dulu ya nak. Jaga istri mu ... Assalamualaikum" ucap Ayesha.
" Wa'alaikumus salam, pasti Ummi " Syarif mencium punggung tangan Uminya.
Setelah Ummi nya meninggalkan kamar, Syarif coba melihat wajah Jasmin tanpa make up.
" Cantik " gumam Syarif seraya membelai lembut kepala Jasmin. Tangan Syarif mulai pindah membelai lembut wajah Jasmin, Jasmin yang merasa wajahnya di sentuh pun terperanjat bangun dari tidurnya dan memegang pipinya dengan kedua tangannya.
" Mas Syarif ... Alhamdulillah Mas Syarif sudah siuman, tunggu sebentar Ummi pasti senang " ucap Jasmin yang berniat akan memberitahu ibu mertuanya seraya beranjak dari tempat duduknya, namun tangan Syarif mencegah tangan Jasmin lebih dulu. Syarif menggelengkan kepalanya seraya memejamkan matanya sejenak. Entah kenapa jantung Jasmin kembali tidak normal saat tangannya disentuh oleh Syarif.
" Duduklah, Ummi sudah pulang waktu kamu tidur dek " lirih Syarif, Jasmin hanya mengangguk dan menunduk. Syarif terus mengusap lembut tangan Jasmin yang lentik.
" Kenapa kamu terus menunduk, bukankah aku sudah halal dimata Allah " Jasmin mengangkat dagunya bola mata mereka saling bertemu dan menatap wajah satu sama lain. Syarif duduk tepat di hadapan Jasmin.
" Kenapa wajah mu sembab ? jangan pernah bersedih lagi " ucap Syarif mengelus pipi Jasmin, Jasmin pun tersenyum.
" Apa Mas Syarif ada yang sakit ?" tanya Jasmin.
" Ada " jawab Syarif.
" Biar Jasmin panggilkan dokter " Jasmin yang hendak berdiri lagi-lagi tangannya di tahan oleh Syarif.
" Kenapa dengan jantung ku, apa aku sudah jatuh cinta padanya. itu nggak mungkin secepat ini " batin Jasmin terdiam.
" Kenapa diam, duduklah " perintah Syarif, Jasmin kembali duduk.
" Aku hanya belum makan sejak pagi, jangan cemas aku baik-baik saja. Yuk kita makan, tadi Ummi bawakan makanan untuk kita " ucap Syarif. Mendengar ucapan Syarif, Jasmin langsung berjalan kearah meja dimana Ayesha menaruh makanan. Jasmin mengambil satu piring nasi beserta lauk pauknya. Jasmin kembali duduk berhadapan dengan suaminya.
" Minumlah mas " Jasmin mengulurkan gelas di tangannya, setelah Syarif meminum air dalam gelas, Jasmin meletakkan kembali gelas di atas meja.
" Makanlah " Jasmin menyuapi suaminya dengan l penuh perhatian.
" Alhamdulillah punya istri cantik, perhatian pula " puji Syarif membuat Jasmin tersipu malu. Syarif mengambil piring di tangan Jasmin saat Jasmin menyendok nasi.
" Kamu juga harus makan, ayo buka mulutnya " Syarif mengarahkan sendok ke mulut Jasmin, Jasmin menerima suapan dari Syarif.
Mereka menghabiskan nasi dalam satu piring bersama, setelah menunggu beberapa menit Jasmin dan Syarif melaksanakan sholat Dzuhur untuk pertama kalinya berjamaah. Hari ini Syarif mengurungkan niatnya untuk tidak ke Masjid karena sudah telat untuk mengikuti Sholat Jum'at.
Setelah melaksanakan sholat Jasmin mencium tangan suaminya, ia beralih ingin membenahi baju suaminya yang mungkin akan menginap beberapa hari di rumahnya.
" Boleh aku bertanya ? " ucap Syarif seraya berdiri melipat sajadahnya.
" Boleh mas, tapi Jasmin sambil beresin baju ya mas " jawab Jasmin yang tangannya kini sudah meraih koper kecil milik suaminya.
" Laki-laki tadi siapa ?" tanya Syarif Jasmin menengok ke arah suaminya.
" Dia laki-laki yang berjanji akan menikahi Jasmin, tapi setelah lulus kuliah dia sudah beristri " jelas Jasmin sambil menata baju milik suaminya ke dalam lemari pakaian. Jika menyebut nama Rafa, entah kenapa hati Jasmin masih menyimpan rasa sangat kecewa.
Syarif disuguhi pemandangan yang jarang ia lihat, ini adalah pertama kalinya Syarif melihat pakaian milik istrinya yang tersusun rapih dan wangi. Syarif yang tengah duduk kini berjalan mendekati istrinya.
" Izinkan aku memeluk mu, sebentar saja " pinta Syarif, Jasmin pun mengangguk. Setelah mendapatkan izin tanpa menunggu lama Syarif memeluk tubuh istrinya dari belakang.
" Terima kasih, ini adalah pertama kalinya aku memeluk orang asing yang kini sudah menjadi istri ku. Aku yakin, jantung kita sama-sama terpacu lebih cepat. Mari kita menerima kekurangan satu sama lain." ucap Syarif, Syarif merasa nyaman saat memeluk Jasmin rasanya.... Ia enggan untuk melepaskan pelukannya.
Syarif yang merasa nyaman saat memeluk tubuh Jasmin, namun tidak dengan Jasmin. Ia merasa sangat canggung, meskipun benar yang dikatakan oleh Syarif jantungnya terpacu lebih cepat tidak seperti biasanya. " Mas... Sudah takut ada yang lihat " kilah Jasmin yang memang sudah lemas menghadapi sifat suaminya. Tangan Jasmin berusaha melepaskan tangan Syarif yang memeluknya. " Sebentar saja " pinta Syarif. " Ya Allah baru beberapa jam hamba menikah, rasanya badan panas dingin " batin Jasmin pasrah dengan perlakuan Syarif. Sayup terdengar suara Bi Ani mengetuk pintu. " Mas ada yang ketuk pintu, sepertinya Bi Ani" Jasmin menyadarkan suaminya, " Tunggu disini ... Cup " Syarif melepaskan pelukannya dan mencium pipi Jasmin. Ia berjalan menuju pintu, setelah pintu terbuka benar Bi Ani datang untuk menanyakan kondisi Syarif. Selepas kepergian Bi Ani, Syarif menghampiri Jasmin yang kini duduk di depan meja rias. " Mas Syarif cium pipi ku, ini s
Sesuai perkataan Syarif, mereka sholat Sunnah berjamaah. Ketika sudah selesai Syarif menoleh ke belakang, mereka duduk berhadapan. Syarif melihat wajah istrinya yang cantik menggunakan balutan mukena." Kenapa, apa kamu belum bisa tidur ? " tanya Syarif mengusap lembut kedua tangan Jasmin, Jasmin pun mengangguk dan menunduk." Maaf mas, Jasmin belum terbiasa " Jawabnya, mendengar perkataan Jasmin, Syarif tersenyum" Itu hal yang wajar, apa lagi ini adalah pertama kalinya" ucap Syarif membuat pipi Jasmin merah merona." Tapi ... Harus dibiasakan " imbuh Syarif" Iya mas " jawab Jasmin, Syarif mengetahui bahwa istrinya sangat pemalu." Kenapa dengan pipi mu dek, merah seperti tomat bikin mas gemas mau gigit saja " goda Syarif tersenyum, Jasmin tersenyum dan menggelengkan kepalanya. Tangan Syarif mulai membuka mukena Jasmin, Jasmin yang mendapat perlakuan Syarif hanya diam. Syarif mulai merapikan rambut-rambut halus Jasmin yang berantakan dan m
Tepat pukul dua belas siang, mereka sampai dikediaman orangtua Syarif. Syarif memarkirkan mobilnya di halaman rumah, setelah melihat ke arah samping ternyata Jasmin masih tertidur pulas. Syarif keluar dari dalam mobil untuk menekan bel rumahnya. Selang beberapa menit Ayesha membuka pintu." Assalamualaikum Ummi, " Syarif mencium tangan ibunya." Wa'alaikumus salam, dimana istrimu nak ?" tanya Ayesha sembari menengok ke arah mobil Syarif." Tidur di dalam mobil mi.... tunggu sebentar ya mi " ucap Syarif kembali kedalam mobil untuk mengangkat tubuh istrinya." Ummi... bantu Syarif bukakan pintu kamar " ucapnya memohon sembari mengangkat tubuh Jasmin yang lumayan berat." Ayo Ummi cepat, berat " imbuh Syarif ketika sudah berada di depan pintu ia bicara tanpa suara." Sabar nak... Ummi sedang cari kunci cadangan " jawabnya sembari memilih kunci yang pas untuk dimasukkan ke dalam lubang pintu.Setelah beberapa menit Ayesha menemukan kunci
Usai berwudhu mereka duduk di atas sajadah berhadapan. Jasmin tidak mengenakan mukena ia menggunakan jilbab syar'i yang berwarna hitam. Syarif mulai membacakan ayat pertama di juz tiga puluh, setelah syarif ... Jasmin membaca ayat dua. Begitupun selanjutnya mereka menghafalkan bergantian. Hingga suara adzan Ashar berkumandang, menyadarkan mereka untuk melaksanakan salat berjamaah di kamarnya.Usai salat Syarif kembali mengecek laporannya yang belum selesai, kali ini Syarif memilih tempat duduk di luar kamar dengan sebotol minuman jus jeruk yang baru saja ia ambil dari lemari pendingin yang ada di dalam kamarnya. Syarif meletakkan minumannya di samping laptop, sedangkan Jasmin memutuskan untuk mandi karena siang ini cuacanya begitu panas. Jasmin pun tidak lupa membawa baju gamis untuk ganti di dalam kamar mandi.Lima belas menit sudah waktu berlalu, Jasmin keluar dari kamar mandi dengan handuk yang melilit di kepalanya. Syarif yang menyadari istrinya usai mandi pu
Selepas salat Maghrib sepasang pengantin baru kini keluar dari kamarnya, mereka menuruni anak tangga dengan tangan Jasmin yang bergelayut di tangan suaminya. Dari jarak yang lumayan jauh Jasmin dan Syarif samar-samar mendengarkan percakapan di ibu Ummi dan Abi nya." Bii ... kok Syarif nggak ngajakin istrinya makan ya ?" tanyanya sembari menyiapkan sayur matang ke dalam piring." Mungkin lagi bikin cucu buat kita miii... Kaya nggak pernah muda saja " jawabnya tanpa mereka tahu orang yang sedang di bicarakan sekarang ada di belakang mereka. Jasmin dan Syarif saling melemparkan senyuman, meski di hati Jasmin malu mengingat kejadian sore ini." Ummi lupa rasanya muda seperti... " ucapannya tidak dilanjutkan karena melihat kedatangan Jasmin dan Syarif." Ehh mantu Ummi duduk nak, yuk makan" ajak Ayesha." Maaf ya mi, Jasmin nggak bantuin Ummi masak " ucapnya seraya duduk di kursi yang telah ditarik oleh suaminya." Nggak apa-apa nak, pasti gara-
Suara ayat suci Al-Quran menggema di ruangan dimana Fatimah di baringkan, Jasmin pun turut mendoakan ibunya meski harus terus menyeka air matanya. Syarif sebagai menantu, ia pun ikut serta mengurus pemakaman Fatimah yang akan di makamkan selepas salat Dzuhur.Pukul satu siang, semua sudah siap mengantarkan Fatimah ke peristirahatan terakhir. Jasmin berjalan dengan Hana sahabatnya yang ada disisinya. Sedangkan Syarif ia ikut menggotong keranda jenazah. Jarak pemakaman dengan rumah tidaklah jauh, seperti halnya di perkampungan banyak dari kalangan tetangga serta ibu-ibu pengajian yang turut mengantarkan Fatimah.Sesampainya di pemakaman Syarif turun ke liang lahat bersama Ismail. Tubuh Jasmin tak lagi mampu menopang kesedihannya saat ismail mendoakan jenazah istrinya dengan suara parau.Prosesi pemakaman pun berjalan lancar dengan suasana matahari yang tak begitu terik. Semua orang yang berziarah kini sudah meninggalkan pemakaman. Sekarang hanya tinggal Syarif, Ja
Kedua bola mata Jasmin terpaku saat melihat tasbih ibunya yang bertaburan di atas tempat tidur dimana ibunya saat itu memeluk Al-Qur'an dan memegang tasbih tersebut untuk terakhir kalinya." Sesakit itukah bu, kedua malaikat mencabut nyawa ibu. Sampai-sampai tasbih ibu bertaburan " batin Jasmin, tangannya kembali memunguti butiran tasbih yang berhamburan. Butir demi butir Jasmin kumpulkan dan ia merangkainya kembali agar bisa ia gunakan untuk berdzikir." Dek apakah sudah selesai ?" tanya Syarif yang baru saja datang untuk melihat istrinya yang berada di dalam kamar ibunya." Sebentar lagi mas " jawab Jasmin tanpa melihat wajah suaminya, tangannya merapihkan tempat tidur yang masih terlihat bersih dan rapih. Setelah membereskan tempat tidur orangtuanya, Jasmin keluar dari kamar dengan di bantu Syarif membawa koper kecil yang berisi pakaian dan tangan Jasmin membawa Al-Qur'an serta tasbih yang berhasil ia susun kembali. Saat akan keluar dari kamar ibunya, pandang
Syarif masuk kedalam rumah bersama Jasmin disisinya." Assalamualaikum ... Bi Sumi ..." panggil Syarif, Bi Sumi datang dari arah dapur dengan lap di bahunya." Eehhh Wa'alaikum salam... Mas Syarif ...ini pasti istrinya ya " tebak Bi Sumi dengan ramah," Iya bi.. Saya Jasmin " Jasmin mencium tangan Bi Sumi yang sudah terlihat keriput," Bi nanti tolong ambilkan pisang di mobil saya ya " perintah Syarif" Siap mas " jawabnya" Ya sudah bi, saya ke kamar dulu " pamit Syarif, Jasmin mengangguk dan tersenyum di balik cadarnya. Syarif membawa Jasmin melihat kamar yang akan ia tempati bersamanya. Sesampainya di depan pintu Syarif, tangan Syarif memegang handel pintu. Perlahan terlihat ruangan yang sangat gelap." Mas ...kok gelap " Jasmin memandangi wajah suaminya." Yuk masuk " Syarif menggandeng tangan Jasmin dan membawanya masuk ke dalam ruangan yang terlihat sangat gelap dan menutup pintunya. Tangan Syarif mulai menekan sakl
Sepuluh bulan berlalu, hari-hari Jasmin di sibukkan dengan mengurus putranya dengan penuh kasih sayang. Di usianya yang akan menginjak satu tahun, Hanif bertambah aktif dengan segala tingkah lucu dan menggemaskan. Jasmin mengurus Hanif dengan bantuan Bi Sumi yang sudah ia anggap seperti ibunya sendiri, sesekali mereka bertukar tugas rumah untuk menjaga Hanif. Namun yang sering Jasmin lakukan dia lebih senang melakukan tugas rumah, melihat Bi Sumi yang sudah tua rasanya Jasmin tidak tega untuk terus menggunakan tenaganya. Seperti saat ini dari jarak yang tidak terlalu jauh Jasmin yang sedang menyiapkan makan siang untuk Hanif, ia melihat kearah Bi Sumi dan putranya yang sedang duduk. Hanif selalu senang saat bermain dengan Bi Sumi, melihat putranya tertawa terbahak layaknya anak kecil, Jasmin teringat suatu hal di hatinya." Seandainya ibu tahu, Jasmin sudah memiliki putra yang sangat lucu bu " batin Jasmin memang selalu merindukan kehadiran ibunya. Seketika air mata Jasmin su
Usai makan Rafa bercengkrama sejenak dengan keluarga Jasmin dan Syarif, sedangkan para wanita membereskan piring kotor dan membantu membereskan tempat yang digunakan mereka saat makan. Jasmin berjalan sambil memandangi perut Dokter Nina, merasa seperti ada yang aneh." Apa jangan-jangan dokter Nina hamil ?" batin Jasmin seraya menyerahkan piring kotor kearah Bi Sumi." Dok, kalau boleh tahu... Apakah dokter sedang hamil ?" tanya Jasmin menghampiri Dokter Nina yang kini sedang menata mangkok berisi lauk pauk. Dokter Nina tersenyum dan mengangguk kecil kearah Jasmin." Benarkah alhamdulillah ya Allah .... " seru Jasmin sembari memeluk tubuh Dokter Nina, kedekatan mereka kini sudah melebihi dari persahabatan. Jasmin menganggap Dokter Nina sebagaimana saudara perempuan yang saling berbagi ilmu dan menyayangi." Semoga baby-nya sehat terus ya " lanjut Jasmin, tangannya mulai mengelus perut Dokter Nina yang mulai membuncit. Dokter Nina memegang tangan Jasmin ya
Gelapnya malam yang terasa sunyi, membuat semua insan tertidur pulas. Kehadiran Hanif membawa perubahan bagi Jasmin dan Syarif. Malam ini mereka mengubah posisi tidurnya, mereka saling memeluk Hanif yang kini berada di tengah-tengah mereka. Jasmin sengaja tidak memberikan guling sebagai batasan antara Syarif dan Hanif, karena Jasmin tahu suaminya sangat menyayangi putranya. Tengah malam Syarif merasakan gerakan Hanif, kaki mungilnya terus menendang-nendang tangan Syarif yang tepat berada di bawahnya. Perlahan Syarif mulai membuka matanya, Syarif melihat putranya yang tengah terjaga. Pandangannya beralih ke arah Jasmin yang masih terlelap dan tidak merasakan putranya yang kini bangun, senyuman terlihat di wajah Syarif kala melihat istrinya." Dia pasti sangat lelah " batin Syarif beralih menggendong putranya yang kini sudah berada di tangannya, awalnya Syarif merasa takut saat menggendong buah hatinya yang masih terlihat sangat kecil namun ia menyadari tidak mungkin membangun
Usai mengadzani putranya, melalui sambungan telepon Syarif memberikan kabar bahagia kepada orang - orang yang selama ini menunggu kehadiran buah hatinya. Rona bahagia tak lepas dari wajah tampannya yang terus mengucapkan syukur dan terima kasih kepada istrinya yang sudah berjuang." Mas .... Putra kita belum diberi nama " ucap Jasmin sembari memegangi tangan suaminya yang hendak pergi keluar ruangan." Mas, serahkan kepada kamu sayang karena kamu yang sudah berjuang " lirih Syarif kembali duduk di sisi Jasmin" Mas saja, Mas Syarif kan sekarang sudah jadi kepala keluarga " Jasmin tersenyum begitupun dengan Syarif." Mas beri nama Hanif Yasser Syathibi, bagaimana apa kamu setuju sayang ?" tanyanya yang dianggukki oleh Jasmin." Iya mas, nama yang bagus "jawab Jasmin tersenyum.Tepat pukul sembilan malam Ayesha, Musa dan Ismail tiba di rumah sakit dimana Jasmin berada, mereka tiba secara bersamaan disaat Syarif sedang melaksanakan shalat
Empat bulan berlalu .....Kini usia kandungan Jasmin memasuki usia delapan bulan, Jasmin sering mengeluh kesulitan saat tidur dan sering merasa panas di tubuhnya. Malam pun ia sering terbangun karena sering buang air kecil, tak jarang Syarif selalu dibangunkan di malam hari untuk menemaninya makan karena perutnya terasa lapar. Syarif pun menyadari bahwa istrinya sedang berbadan dua, dengan senang Syarif selalu menemani istrinya. Akhir-akhir ini Syarif harus menjadi suami yang siap siaga. Pagi ini adalah terakhir kalinya Jasmin cek kandungan, Syarif selalu antusias saat mengantarkan Jasmin karena ia sangat senang ketika melihat perkembangan buah hatinya di layar monitor." Alhamdulillah ... Tinggal tunggu waktu saja, posisi baby-nya sudah pas " ucap Dokter Nina sembari menggerakkan alat USG di atas perut Jasmin." Alhamdulillah... Semoga dilancarkan " doa Jasmin yang masih terbaring" Aamiin " sahut Syarif dan Dokter Nina bersamaan.Usai cek kandung
Ba'da Maghrib semua warga mulai berkumpul di rumah Syarif, Syarif memang terkenal dengan sikapnya yang ramah di kalangan masyarakat sekitar. Jasmin yang hendak keluar menyapa para tamu pun di halangi oleh Syarif." Sayang diluar kan laki-laki semua, lebih baik temani Ummi saja di kamar " jelas Syarif, Jasmin pun mengangguk mengerti." Mas tidak rela, jika bidadari mas dipandang oleh banyak orang " tutur Syarif tersenyum seraya memegangi dagu Jasmin, sekilas terlihat senyuman manis di wajah Jasmin. Syarif menggandeng tangan Jasmin, untuk diantarkan ke kamar Ayesha. Setibanya di depan pintu, tangan Syarif memegang handel pintu." Ummi, Syarif titip istri kesayangan Syarif ya mi " ujar Syarif menitipkan Jasmin seperti anak kecil. Ayesha yang kini sedang menonton berita di televisi pun tersenyum." Duduk sini nak, Syarif memang terkadang protektif nya kelewatan " sahut Ayesha yang tahu sekali sikap putranya. Ayesha meminta Jasmin untuk duduk di de
Malam ketika Jasmin sudah tertidur pulas, Syarif masih terjaga karena merasa haus. Ia melihat gelas kosong yang berada diatas meja, Syarif pun beranjak dari tempat tidurnya dan dengan pelan membuka pintu kamarnya. Namun ada yang ia lupakan, Syarif tidak menggunakan kembali kaos yang tadi ia lepas. Sesampainya di dapur, masih ada Aira yang juga sama hendak mengambil air minum untuk ia bawa ke dalam kamarnya." Sejak kapan Mas Syarif tidur telanjang dada, apa jangan-jangan nggak di kasih jatah ya... Sama Mba Jasmin ?" tanya Aira dengan nada menggoda kakaknya dan memegang gelas di tangannya." Berisik dek, anak kecil mau tahu saja " jawab Syarif dengan acuh, namun bukan Aira kalau tidak terus-menerus bertanya. Aira mendekati Syarif dengan arah sedikit berjinjit." Mas nikah itu, enak nggak sih ?" tanya Aira penasaran, tentu saja dengan suara lirih seperti sedang berbisik. Syarif pun tersenyum jahil, sebelum menjawab pertanyaan adik perempuannya ia menengguk air min
Sore hari ketika sang Surya sudah mulai terbenam dan menggambarkan semburat jingga yang disuguhkan dengan indahnya langit sore menjelang malam. mobil Jasmin dan Syarif kini memasuki sebuah rumah sakit dimana disana mereka sudah berjanjian dengan seseorang, siapa lagi kalau bukan Dokter Nina. Saat memasuki rumah sakit Syarif menggandeng tangan istrinya. Setibanya di depan pintu ruangan Nina, Syarif dengan sopan mengetuk pintu, setelah mendapatkan sahutan dari dalam Jasmin dan Syarif masuk. Syarif pun mengatakan niat kedatangannya, dengan cekatan Dokter Nina mengarahkan pasangan pasutri itu ke sebuah ruangan khusus dimana Jasmin akan melakukan cek USG.Jasmin dan Syarif memasuki ruangan yang menurutnya sangat asing, Jasmin diarahkan untuk berbaring di sebuah Brankar yang mana akan dilakukan USG. Syarif terus mendampingi istrinya dan duduk di samping Jasmin. Sedangkan dokter Nina, ia mulai menuangkan cairan di atas perut Jasmin. Dokter Nina mengarahkan Syarif dan Jasmin untuk me
Malam hari Aira dan Ayesha sibuk di dapur untuk membuat hidangan menuju hari Idul Fitri. Keberadaan Bi Sumi jangan ditanyakan, Bi Sumi diizinkan pulang ke kampung halamannya untuk beberapa waktu yang kemungkinan cukup lama. Kepulangan Bi Sumi membuat Ayesha meminta bantuan kepada Aira, putrinya untuk memasak berbagai menu khas lebaran." Ummi ... Aira panggil Mba Jasmin untuk bantuin kita ya mi " ujar Aira tangannya sibuk memegang sendok, memasukkan beras yang sudah dicuci bersih ke dalam ketupat." Jangan ganggu mereka nak, biarkan mereka melepas kangen " jawab Ayesha sembari mengaduk sayur di atas kompor." Iya iya mi " sahut Aira, merasa kecewa tidak bisa bertemu dengan kakak iparnya.Di balkon kamar Jasmin yang hendak keluar dari kamar terus dihalangi oleh suaminya dengan alasan ingin terus bersamanya di sepanjang malam ini. Terpaksa Jasmin harus mengikuti kemauan suaminya." Mas lepas... Jasmin mau duduk " Sampai detik ini Syarif b