"Ck! Menyebalkan! Darren benar-benar ingin mengurungku. Kenapa aku harus terjebak disini dan lagi ... dengan pria itu!?"
Mau tidak mau, Anna harus menunda rencananya untuk menemui tuan Freddy karena dia tertahan bersama Jason, pria itu benar-benar tidak melepaskan pengawasannya terhadap Anna.
Dia bahkan menyediakan apapun yang mungkin Anna butuhkan padahal yang butuhkannya hanyalah kebebasan. Selama beberapa saat wanita itu terus memikirkan cara untuk bisa mengelabuhi Jason.
"Berpikirlah, Anna! Kau harus segera bertindak sebelum pria licik itu berindak lebih jauh!" batinnya.
Anna pun kembali memutar otak, mengingat-ngingat dengan sesekali melihat Jason yang terus berdiri di dekat pintu balkon. Hingga pada menit berikutnya sebuah ide gila pun muncul memenuhi pikirannya.
"Ah! Sepertinya cara itu akan berhasil," gumamnya menyeringai.
Sembari berdeham Anna pun melirik ke arah Jason dan berkata, "Aku ingin jus, tolong bawakan itu untukku."
"Baik, Nyonya." Tanpa berlama-lama Jason segera berlalu mengambilkan pesanan majikannya.
Sementara Anna segera bangkit dan berjalan cepat menuju ruang tidur untuk mengambil sebuah barang yang disimpan di dalam tas kecil dengan cepat lalu kembali ke balkon sebelum Jason tiba lebih dulu.
Tepat saat Anna tiba di Balkon dan kembali duduk, Jason pun tiba dengan membawa jus jeruk segar. Anna lantas tersenyum saat pria itu meletakkan minuman tersebut di atas meja.
"Terima kasih!"
"Sama-sama, Nyonya. Selamat menikmati." Jason membungkuk dan kembali pada tempatnya berdiri.
Anna lantas meraih gelas itu dengan posisi membelakangi Jason yang kebetulan sedang sibuk dengan ponselnya. Dengan gerakkan cepat wanita itu segera menuangkan sesuatu ke dalam gelas tersebut dan mengaduknya secara perlahan.
Sandiwarapun dimulai, Anna meregangkan tubuhnya seraya menguap, "Sepertinya aku mengantuk, tapi aku belum menghabiskan jus ini sedikitpun," ucapnya lalu melirik Jason, "Buatmu saja, kau pasti lelah dan haus karena berjam-jam hanya berdiri tanpa memakan apapun."
Jason lalu terkesiap mendengar tawaran itu, tapi dia kembali bersikap tenang dan menjawab, "Ah! Saya tidak apa-apa, Nyonya. Nyonya bisa segera istirahat."
"Kau menolakku?"
Anna mengerutkan keningnya seolah memperlihatkan rasa kecewa, hingga membuat Jason terkejut dan merasa bersalah. Dia pun segera menggeleng-gelengkan kepalanya.
"T-tidak, Nyonya. Saya benar-benar tidak ber maksud seperti itu, saya-"
"Kalau begitu minumlah!" Anna menyodorkan gelas berisi jus tersebut, mengancam dengan wajah sinisnya.
Tanpa berlama-lama Jason segera mendekat dan mengambil gelas dari genggaman Anna dengan gemetar pada tangannya yang kentara.
"T-terima kasih, Nyonya," ucapnya dengan nada bicara sedikit bergetar.
Akan etapi Anna hanya tersenyum simpul lalu beranjak dari balkon setelah memastikan pria itu menenggak minuman tersebut, Anna pun tersenyum penuh kemenangan sebelum benar-benar meninggalkan pria itu untuk segera kembali ke kamar.
"Bagus! Tinggal tunggu beberapa saat saja sampai dia teler," gumamnya berusaha menahan tawa.
Di dalam kamar, Anna segera bersiap dan mengemas barang ke dalam tas kecil. Tak lupa pula menghampiri meja rias untuk mengecek penampilannya. Setelah dirasa sempurna, dia kembali keluar kamar dengan berjalan mengendap-endap menuju Balkon.
Tepat seperti prediksinya! Dalam hitungan menit Jason sudah terkapar di atas kursi santai dengan posisi tidak beraturan. Anna kembali menyeringai dan berjalan menghampirinya.
"Darren, ternyata orang-orangmu tidak ada apa-apanya."
Anna segera merogoh beberapa saku jas pria itu dan menemukan kunci mobil. Lalu bergegas pergi dengan memastikan bahwa tidak ada orang yang melihat kepergian dirinya.
Dengan kecepatan maksimal wanita itu mengendarai mobil sedan hitam yang ditinggalkan Darren, menyusuri jalan yang terlihat lenggang hingga tak sampai serengah jam dia pun tiba di sebuah kantor pengacara milik tuan Freddy.
Saat Anna memasuki gedung tersebut, dia segera mendapat sambutan baik dari para pegawai tuan Freddy karena keluarganya telah menjadi klien tetap disana, mereka bahkan memudahkan Anna untuk langsung menemui tuan Freddy tanpa harus melakukan janji terlebih dahulu.
Begitu melihat kehadirannya, tuan Freddy lantas bangkit dari kursi dengan senyuman ramah yang selalu ditorehkan olehnya, "Nona? A-apakah ini benar-benar anda?"
"Seperti yang anda lihat, saya masih hidup dan sampai di tempat ini," jawab Anna singkat setelah menduduki sofa.
Anna pun terdiam sesaat karena merasa heran dengan sikap diperlihatkan tuan Freddy, pria itu tampak terkejut karena melihat kehadiran Anna yang tiba-tiba seperti ini.
"Ah! Maaf, saya terlalu terkejut karena saya pikir saya tidak akan bisa bertemu lagi dengan Nona setelah menikah," ucapnya.
Anna hanya tersenyum dan kembali fokus dengan tujuannya
"Sudahlah, lupakan. Aku tidak ingin berbasa-basi lagi," ucapnya sembari membenahi posisi duduk dan menatap tuan Freddy dengan lekat, "Katakan! Siapa pria itu sebenarnya? Aku yakin tuan sudah menyelidikinya terlebih dahulu sebelum ayah saya merencanakan hal gila dengan pernikahan ini."
Tuan Freddy pun terkesiap! Mulanya dia tidak mempermasalahkan hal itu karena Anna tidak pernah suka berbasa-basi yang tidak penting, namun berbeda saat Anna tiba-tiba membahas Darren, laki-laki yang dijodohkan dengannya.
Tuan Freddy lantas berdeham tampak berpikir sebelum akhirnya menjelasjan latar belakang Darren dengan detail.
"Tuan Donovan sepertinya tidak sembarangan memilih tuan Darren sebagai suami anda, karena tuan Darren memang orang yang paling berpengaruh di bidang bisnis, bahkan beliau orang yang paling disegani di seluruh penjuru negeri hingga tidak ada satu orang pun yang berani berurusan dengannya," tutur tuan Freddy, "Dan lagi-"
"Cukup!" Anna tiba-tiba mengangkat sebelah tangannya hendak menghentikan penjelasan tuan Freddy yang tidak berhenti memuji Darren, "Aku hanya ingin mengetahui kelemahannya, aku bahkan tidak peduli kalau dia seorang yang menguasai dunia sekalipun."
Tuan Freddy pun terdiam, tampak heran dengan ekspresi Anna yang tidak puas bahkan geram dengan penjelasannya, pun terlihat heran dengan permintaannya yang sedikit terdengar aneh.
"Maaf? Maksud anda ... kelemahan?" Tuan Freddy memperjelas permintaannya lagi dengan sebelah alis yang terangkat.
Anna segera mengangguk dengan penuh percaya diri, "Iya, bukannya setiap orang pasti memiliki kelemahan? Lantas apa kelemahan yang membuatnya bisa terkalahkan dalam sekejap?"
Untuk sesaat mereka pun terdiam, menciptakan suasana hening dan terasa dingin mencekam. Tuan Freddy memandang kosong ke sembarang arah tampak sibuk dengan pikirannya sendiri. Begitu pula dengan Anna yang terus menunggu seolah tidak sabar dengan jawaban pria paruh baya di hadapannya
Di tengah-tengah itu, terdengar suara keributan yang berasal dari luar. Tetapi mereka tidak terlalu mempedulikannya karena terlalu fokus dengan pembahasan tersebut. Namun semakin lama suara keributan itu semakin terdengar jelas bahkan disertai dengan langkah kaki yang berjalan cepat, dan ...
BRAK!!
"Sedang apa kau disini!?"
Anna dan tuan Freddy menoleh dan terkejut setengah mati melihat sosok pria yang muncul dengan napas terengah-engah.
"Darren!?" ucap Anna lalu bangkit, "Kenapa kau bisa disini?"
Alih-alih menjawab, Darren justru menghampiri dan menarik tangan wanita itu, secara refleks Anna berontak dan melepaskan diri.
"Maaf, Tuan Freddy. Saya harus membawa istri saya karena ada hal penting yang harus kami selesaikan berdua, kami permisi!" tutur Darren kembali meraih tangan istrinya namun Anna kembali menepisnya
"Jangan coba-coba menyentuhku atau aku akan teriak!"
Akan tetapi Darren justru mendengkus kesal dan menatapnya dengan nyalang, "Ck! Kau sungguh merepotkan!"
Anna pun hendak menimpalinya namun seketika tubuhnya terasa ringan dan melayang karena tiba-tiba pria itu menggendongnya.
"Tidak, Darren! Lepaskan-" Ucapan wanita itu terhenti saat terdengar bisikkan orang di sekitar mereka yang ternyata tengah menyaksikan adegan konyol tersebut.
"Ah! Romantis sekali pasangan itu, aku sampai iri melihatnya."
"Kau benar! Apa mungkin mereka pengantin baru?"
Mereka sibuk membicarakan keduanya dan terhanyut dalam kesalah pahaman yang terjadi saat ini. Herannya Darren justru diam seolah menikmati situasi tersebut. Tentu saja Anna tak terima dan terus meronta berusaha melepaskan diri.
"Kubilang lepas! Aku-"
"Coba saja berteriak, tidak akan ada yang mau mendengarkan ocehanmu karena kau istriku."
"Tunggu, Anna!" teriak Darren berusaha menghentikan istrinya yang terus berjalan menuju lantai dua.Akan tetapi oanggilan Darren tentu tidak kunjung mendapat respon sehingga lelaki itu pun secara refleks mengejarnya hingga masuk ke dalam kamar hendak menuntut penjelasan darinya atas kejadian hari ini."Kita harus bicara, Anna! Kau berhutang penjelasan padaku." Darren terus berjalan mengikuti langkahnya sampai wanita itu menghentikan langkahnya dan berbalik."Penjelasan?" Anna menatap suaminya dengan tajam, "Aku tidak harus menjelaskan apapun padamu, karena kaulah yang terlalu ikut campur urusanku."Darren seketika mengerutkan kening, merasa heran dengan penuturannya yang membuat amarah Anna semakin membesar sampai-sampai wanita itu menatapnya dengan penuh amarah dan kebencian."Urusanmu? Apa kau lupa bahwa sekarang urusanmu juga urusanku, kau istriku dan kaulah yang harus menuruti kata-kataku, termasuk tidak pergi kemanapun tanpa seizinku. Bukankah sudah kuperingatkan tentang itu?" c
"Tuan! Ada kabar buruk!" ujar Rhodes sesaat setelah Darren mempersilakannya untuk masuk ke dalam ruang kerjanya.Dia datang dengan masih memegangi ponsel di tangannya. Napasnya terengah-engah serta raut wajahnya begitu khawatir, sontak saja hal itu membuat konsentrasi Darren terganggu dan bergantikan menjadi rasa penasaran."Ck! Kau menggangguku, Rhodes. Tenanglah, ada apa?" tanya pria itu berusaha menenangkan asistennya."Maaf, Tuan. Tetapi ini tentang klien yang kemarin anda tinggalkan di tengah-tengah rapat. Beliau marah besar dan akan membatalkan kerja samanya dengan perusahaan kita," tuturnya dengan suara bergetar."Apa!?" Darren sontak terkesiap sampai-sampai bangkit dari duduknya lalu berusaha memikirkan jalan keluar dari masalah yang tengah dihadapi."Ya sudah, aku akan menemui mereka dan minta maaf secara langsung. Aku tidak ingin perusahaanku merugi karena hal kecil," jelasnya, "Kau juga harus bersiap dan temani aku."Tanpa berpikir panjang lelaki itu segera merapikan meja k
"Nyonya. Ada kiriman lagi," ucap Jason setelah tiba di balkon tempat Anna biasa menghabiskan waktu.Anna yang sedang serius membaca buku pun sontak terkejut seraya membelalakkan matanya, "Lagi?? Dari siapa?""Dari tuan Darren, Nyonya."Anna pun mendesis, menerima sebuah paper bag yang disodorkan oleh Jason. Sedangkan Jason sedikit meringis mendapati ekspresi majikkannya yang tak biasa.Betapa tidak? Ini merupakan kiriman yang kesekian kalinya padahal hari masih siang. Anna lantas membuka paper bag tersebut yang ternyata berisi sebuah Dress cantik berwarna merah serta satu kotak Redvelvet yang sudah dihias secantik mungkin.Tak hanya itu, di dalamnya pun terdapat sebuah kartu yang berisikan kata-kata manis yang justru membuat Anna semakin meringis kala ia membacanya"Cake manis dan Dress cantik untuk wanita yang manis. Semoga kau suka ... " tulisnya melalui kartu ucapan tersebut.Anna kemudian berdecih, "Wanita yang manis? Aku bahkan masih ingat saat kamu mencibirku dengan sebutan wani
"Oh! Akhirnya kau datang!" Darren pun menoleh dan bangkit dari kursinya, melayangkan senyuman manisnya seolah tak terjadi apapun.Pria itu menatap ke arah Anna yang berjalan mendekat, sama seperti Jason yang menatapnya tanpa berkata apapun lagi. Hal itu sungguh membuat Anna risih!"Ada apa? Kenapa menatapku seperti itu??" tanya Anna bernada ketus meski sedikit menahan rasa kesalnya.Darren lalu memicingkan matanya, "A-ah! Tidak, aku hanya merasa khawatir kamu tidak akan datang.""Khawatir?" Anna lantas menautkan alisnya, merasa konyol dengan pertanyaan Darren yang membuatnya semakin geram, "Kau sungguh khawatir padaku??"Anna lalu mendengkus kesal, sadar bahwa saat ini ia harus terus waspada dan tidak gegabah dalam bertindak. Hingga pada akhirnya wanita itu membuang napasnya dengan kasar mencoba menguasai dirinya yang sempat hilang kendali di depan suaminya."Kau hanya akan berdiri seperti itu?" cetus Anna hingga berhasil membuat Darren terkejut."Ah! Silakan duduk," ucap Darren lalu
"Makan dan habiskan saja dulu, setelah itu kita pulang." Darren berkata dengan nada dinginnya, lalu kembali memotong steak dan memasukkannya ke dalam mulut.Begitu tenang, tanpa memedulikan istrinya yang mulai menatapnya dengan nyalang. Kesal dengan sikap Darren yang seenaknya dan bahkan tidak mendengarkan keinginannya.Anna pun mendengkus kesal, "Kalau begitu aku pulang lebih dulu. Aku akan menghubungi Jason agar segera menjemputku," tukasnya bernada kesal.Namun ketika wanita itu merogoh tas hendak mengeluarkan ponselnya, tiba-tiba Darren meletakkan alat makannya dengan kasar sehingga menimbulkan suara.TAK!"Simpan kembali ponselmu, kita pulang," cetus Darren.Anna yang masih terkejut pun lantas menaikkan sebelah alisnya, heran dengan perkataan Darren yang tiba-tiba melarangnya menghubungi Jason, asisten pribadi yang ditugaskan sendiri olehnya."Kenapa? Kita memang pulang bersama tapi tidak satu mobil. Aku ingin-" "Kita pulang sekarang dengan mobilku, atau tetap tinggal sampai mak
"Kita sudah sampai, Tuan, Nyonya." Rhodes berkata setelah mematikan mesin mobil, menatap ke arah belakang yang ternyata disambut oleh tatapan Anna ya g menajam ke arahnya."Terima kasih!" ketus Anna.Rhodes pun meringis mendapati sahutan Anna yang terdengar sangat dingin dan menusuk. Ia melirik ke arah Darren yang bahkan ikut terdiam seraya menggelengkan kepalanya perlahan seolah memberi isyarat agar Rhodes tidak mempermasalahkan sikap perempuan itu.Tanpa menunggu Darren, Anna segera membuka pintu mobil dan keluar dengan langkah cepat menuju pintu depan. Tidak betah berlama-lama satu mobil dengan suaminya.Darren dan Rhodes lantas mengantar kepergian Anna hingga sesaat setelah Anna menapaki teras rumah dengan langkahnya yang cepat, Rhodes pun mendelik ke arah Darren."Apa yang sebenarnya terjadi?"Namun alih-alih mendapat jawaban, Rhodes justru melihat atasan sskaligus sahabatnya yang tampak terburu-buru melepas sabuk pengaman, "Nanti kujelaskan."Darren bergegas keluar dan menutup
"Kau!? Mau apa kau datang kesini?" ucap Anna refleks bangkit dari meja rias dan mundur beberapa langkah.Wanita itu terlihat sangat terkejut saat mendengar suara pintu kamar yang tiba-tiba saja terbuka bahkan menampakkan sosok pria berwajah dingin yang dengan santainya berjalan memasuki ruangan itu begitu saja."Aku?" Pria itu menaikkan alisnya dan kembali berkata, "Aku kesini untuk menemui istriku, kau lupa kalau sekarang kita sudah resmi menjadi suami istri?"Mendengar penuturannya yang percaya diri lantas membuat Anna semakin geram, wanita itu pun menautkan alis seraya berdecih, "Ck! Jangan mimpi, Darren! Bukankah kita sudah sepakat tidak akan-BRAK!Tanpa aba-aba Darren menarik tubuh Anna dan memojokkannya hingga menyentuh dinding. Lelaki itu menatap lekat manik coklat yang tampak bergetar, tapi hal itu tidak lantas membuatnya tersadar bahwa perempuan di hadapannya tengah menunjukkan rasa takutnya.Bahkan Darren hanya memasang wajah sangar dan sedikit mengangkat sebelah bibirnya.
"Ah! Jadi benar kau ini pria licik yang berusaha mengambil keuntungan dari keluargaku!?" tuduh Anna seraya mengerutkan kening.Melihat raut wajah Darren yang tidak tersinggung dengan ucapannya lantas saja membuat Anna semakin yakin bahwa dia memanglah pria berbahaya. Anna pun mengembuskan napas kasar, "Jika kau berani macam-macam denganku, akan kupastikan kau menyesal," katanya dengan tegas.Akan tetapi alih-alih merasa terancam dengan perkataan itu, Darren tiba-tiba tertawa, "Menyesal katamu!?"Lelaki itu seolah meremehkan dan menganggap ancaman itu hanya sekadar bualan, Darren bahkan tidak gentar sedikitpun dan membuat amarah Anna semakin meluap dengan sikapnya yang arogan dan terlalu percaya diri.Akan tetapi saat Anna hendak kembali berkata sesuatu, Darren dengan cepat menimpali, "Sudahlah, apapun yang kamu pikirkan aku tidak peduli. Aku lelah dan hanya ingin beristirahat, aku akan tidur di ruang kerjaku," katanya seraya berbalik hendak pergi."Kau-" Ucapan Anna tiba-tiba terhent