Share

5. Beri aku saran

"Tuan! Ada kabar buruk!" ujar Rhodes sesaat setelah Darren mempersilakannya untuk masuk ke dalam ruang kerjanya.

Dia datang dengan masih memegangi ponsel di tangannya. Napasnya terengah-engah serta raut wajahnya begitu khawatir, sontak saja hal itu membuat konsentrasi Darren terganggu dan bergantikan menjadi rasa penasaran.

"Ck! Kau menggangguku, Rhodes. Tenanglah, ada apa?" tanya pria itu berusaha menenangkan asistennya.

"Maaf, Tuan. Tetapi ini tentang klien yang kemarin anda tinggalkan di tengah-tengah rapat. Beliau marah besar dan akan membatalkan kerja samanya dengan perusahaan kita," tuturnya dengan suara bergetar.

"Apa!?" Darren sontak terkesiap sampai-sampai bangkit dari duduknya lalu berusaha memikirkan jalan keluar dari masalah yang tengah dihadapi.

"Ya sudah, aku akan menemui mereka dan minta maaf secara langsung. Aku tidak ingin perusahaanku merugi karena hal kecil," jelasnya, "Kau juga harus bersiap dan temani aku."

Tanpa berpikir panjang lelaki itu segera merapikan meja kerja dan beranjak hendak bersiap menemui klien saat itu juga, namun gerakannya tiba-tiba terhenti saat melihat raut wajah Rhodes yang penuh dengan keraguan.

"Tapi, Tuan-"

Darren pun menatap Rhodes dengan kening lantas, "Ada apa lagi? Kita tidak punya banyak waktu."

"Mereka menolak bertemu lagi dengan kita, Tuan. Karena mereka menganggap kita sudah meremehkan mereka."

"Sial!" Darren pun bertolak pinggang merasa begitu frustasi dengan situasi tersebut, "Ini semua karena wanita itu, kalau saja dia menurut padaku dan tidak membuat masalah. Aku tidak akan mengalami hal seperti ini."

Seketika saja dadanya bergemuruh merasakan amarah yang cukup besar menguasai dirinya hingga tidak bisa berpikir jernih bahkan untuk menemukan solusi dari permasalahan perusahaan saat ini.

"Ck! Kupikir semuanya akan berjalan dengan mudah, aku tinggal menikahi wanita itu dan membuatnya patuh padaku saja sampai dia bisa mengurus diri sendiri. Tapi nyatanya?" Darren berkacak pinggang seraya menggeleng-gelengkan kepala merasa tak habis pikir, "Dia benar-benar membuat ketenangan hidupku terganggu!"

Bagaimana tidak? Mulanya hidup pria itu terasa sangat tenang bahkan berjalan dengan semestinya, namun semenjak kehadiran Anna dalam hidupnya, tidak sedetikpun dia merasakan ketenangan.

Tanpa sadar Darren terus merutuki nasibnya tanpa menghiraukan keberadan Rhodes yang masih berada di dalam ruangan tersebut dan turut menyaksikan amarah atasannya yang meledak begitu saja.

Darren lantas mendelik ke arah asistennya, "Apa yang harus aku lakukan, Rhodes? Apa kau hanya akan menyaksikan kesengsaraanku tanpa membantuku berpikir!?"

Rhodes pun mengerjap, dia tampak terkejut melihat amukan Darren yang bahkan bukan karena dirinya.

"M-maaf, Tuan. Saya hanya-"

"Apa aku harus berbuat kasar padanya agar dia patuh!?" tanya Darren pada dirinya sendiri.

Akan tetapi hal itu membuat Rhodes kembali terkesiap.

"Sepertinya itu bukan cara yang tepat, Tuan," tanggap Rhodes tiba-tiba.

"Apa maksudmu?" Darren menatap Rhodes seraya menaikkan kedua alisnya yang terangkat.

Rhodes pun membungkukkan tubuhnya, "Maaf, Tuan. Saya tidak bermaksud menggurui tetapi jika Tuan mmemikirkan cara itu sepertinya tidak akan berhasil."

Darren terdiam seketika saat mendengar penuturan asistennta, dia berusaha mengatur pernapasannya yang terasa menyesakkan. Pria itu kembali menatap Rhodes dengan lekat seolah menanti penjelasan dari penuturannya.

"Apa kamu punya cara?" tanyanya pada Rhodes dengan datar.

Mulanya Rhodes masih terdiam seolah ragu untuk mengungkapkan pendapatnya, namun tatapan tajam atasannya kembali membuat Rhodes merasa terintimidasi hingga akhirnya dia pun berkata, "Mungkin Tuan harus membuat nyonya merasa nyaman terlebih dahulu."

Darren kembali mengerutkan kening, sedikit belum mengerti dengan perkataan asistennya. Rhodes pun mengerti dengan kebingungan itu, dia lantas tersenyum dan kembali menjelaskan beberapa cara yang bisa dipilih. Meski hal itu sedikit membuat Darren terkejut karena saran yang Rhodes sebutkan terdengar asing baginya

Dengan mata menyipit Darren kembali berkata, "Bunga? Ck! Kau pikir dia orang mati?"

Akan tetapi Rhodes seketika terkekeh, "Astaga! Kenapa Tuan bisa berpikir seperti itu? Wanita mana di dunia ini yang tidak menyukai bunga?"

"Atau Tuan bisa membelikannya makanan kesukaan nyonya, atau bisa juga perhiasan?" ucapnya kembali menyarankan.

Darren pun terdiam, jujur saja dia tidak terlalu paham dengan beberapa hal mengenai wanita karena lelaki itu terlalu sibuk dengan pekerjaannya sehingga tidak punya waktu untuk mengenal wanita dan semua tentangnya. Terlebih Anna? Dia sungguh belum memahami wanita itu sebab mereja belum sempat mengenal satu sama lain sebelum menikah.

"Bagaimana, Tuan? Apa saran saya masih kurang?" Suara Rhodes kembali membuyarkan lamunan sang CEO yang tengah tenggelam dalam pikirannya sendiri.

"Ah! Ya, terima kasih atas saranmu ... aku akan kembali memikirkannya," ucapnya.

Rhodes pun mengangguk, "Sama-sama, Tuan." Dia tersenyum mendengar respon Darren dan cukup memahami keadaannya yang tidak terlalu memahami wanita karena dia merupakan saksi perjalanan hidup Darren yang hanya dipenuhi urusan mengenai perusahaan.

Darren juga tidak terlalu terkejut mendengar pemahaman Rhodes tentang wanita, karena di balik pengabdiannya, Rhodes tetaplah seorang lelaki yang cukup handal dalam urusan mengenai wanita. Dia selalu berhasil membuat wanita terpesona dengan paras tampan yang dimilikinya.

Sedangkan Darren? Selama ini dua selalu acuh terhadap makhluk bernamakan wanita meski beberapa wanita selalu mengejarnya tanpa harus berusaha keras, namun kini keadaan rasanya berbalik. Dia harus mulai berjuang untuk meluluhkan hari wanita keras kepala yang tinggal satu atap dengannya.

Setelah Rhodes pamit meninggalkan ruangan, Darren kembali dengan kesibukkannya sembari memikirkan saran dari Rhodes. Tak dapat disangka hal itu membuatnya cukup pusing hingga tak bisa fokus dengan pekerjaan yang sedang dia kerjakan.

"Apakah bunga dan coklat bisa membuatnya merasa lebih baik?" lirihnya saat sedanf melamun sembari duduk memutar kursi kerja memandangi pemandangan kota melalui jendela ruangan tersebut.

"Sepertinya itu ide bagus, Tuan. Bunga akan membuatnya merasa tersanjung sedangkan coklat akan membuat suasana hatinya merasa lebih baik."

"Benarkah? Lalu-" Ucapannta seketika terhenti saat mendengar suara aneh dari arah belakang, Darren pun sontak berbalik, "Kau!"

Betapa terkejutnya aku saat menyadari Rhodes yang tiba-tiba berada di ruanganku dan menyahutiku.

"Sejak kapan kau disini!?"

Rhodes menundukkan kepalanya sembari tersenyum, "Maaf karena saya sudah lancang, Tuan. Saya sudah mengetuk pintu terlebih dahulu tapi Tuan tidak menjawab, saya khawatir takut terjadi sesuatu jadi saya masuk untuk memastikan keadaan Tuan," tuturnya.

Seketika saja Darren menghela napas panjang merasa malu dengan sikapnya yang tak biasa bahkan di hadapan asistennya.

"Ya sudah, setelah ini tolong carikan buket bunga dan satu kotak coklat yang bagus," titahnya pada Rhodes, "Pastikan kau membungkusnya sebagus mungkin."

"Baik, Tuan!" Rhodes menyeringai dan segera berlalu dengan penuh semangat.

Sementara CEO itu kembali menyandarkan punggung memikirkan keputusan yang baru saja dia ambil, yaitu dengan memberi Anna hadiah meski dia sendiri ragu wanita itu akan menerimanya atau bahkan akan menolaknya mentah-mentah.

"Yah, anggap saja ini sebagai hadiah perdamaian."

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status