"Tunggu, Anna!" teriak Darren berusaha menghentikan istrinya yang terus berjalan menuju lantai dua.
Akan tetapi oanggilan Darren tentu tidak kunjung mendapat respon sehingga lelaki itu pun secara refleks mengejarnya hingga masuk ke dalam kamar hendak menuntut penjelasan darinya atas kejadian hari ini.
"Kita harus bicara, Anna! Kau berhutang penjelasan padaku." Darren terus berjalan mengikuti langkahnya sampai wanita itu menghentikan langkahnya dan berbalik.
"Penjelasan?" Anna menatap suaminya dengan tajam, "Aku tidak harus menjelaskan apapun padamu, karena kaulah yang terlalu ikut campur urusanku."
Darren seketika mengerutkan kening, merasa heran dengan penuturannya yang membuat amarah Anna semakin membesar sampai-sampai wanita itu menatapnya dengan penuh amarah dan kebencian.
"Urusanmu? Apa kau lupa bahwa sekarang urusanmu juga urusanku, kau istriku dan kaulah yang harus menuruti kata-kataku, termasuk tidak pergi kemanapun tanpa seizinku. Bukankah sudah kuperingatkan tentang itu?" cecar Darren, "Sebenarnya apa yang ada di dalam pikiranmu? Dan apa yang kau lakukan pada Jason?"
Anna terlihat kesal dengan cecaran Darren yang bertubi-tubi namun sebelum wanita itu membuka suara dan melawan perkataannya, Darren pun lebih dulu menimpalinya.
"Tidak bisakah kamu mengerti sebentar saja? Dengan menjadi istri baik dan tidak membahayakan dirimu sendiri? Aku berjanji akan membawamu jalan-jalan kemanapun bahkan keliling dunia sekalipun, tapi tolong beri aku waktu sampai pekerjaanku selesai," ucapnya dengan nada bicara sedikit bergetar.
Bagaimana tidak? Darren berusaha meredam amarah serta kekhawatiran yang bercampur dalam dirinya karena kejadian hari ini. Dia bahkan rela meninggalkan rapat penting dan mempertaruhkan proyek besar yang senilai jutaan dollar hanya untuk bisa menyelamatkan Anna dari orang-orang yang membahayakannya.
Karena terlampau kesal, lelaki itupun memberondonginya dengan berbagai pertanyaan yang dia sendiri sudah tahu bahwa wanita itu tidak akan menjawab bahkan tidak akan peduli.
"Ck! Harusnya kau tanyakan itu pada dirimu sendiri. Karena kau mempekerjakan orang lemah seperti dia yang bahkan tidak pintar menyadari situasi, beruntung saja aku tidak menuangkan racun untuknya," jelas Anna tersenyum sinis, "Satu hal lagi, aku bukan anak kecil yang bisa kau atur-atur sesukamu. Aku bisa mengurus diriku sendiri."
Wanita itu pun tanpa segan membalas tatapan Darren seolah tidak berniat mematuhi ucapannya, bahkan tak ada sedikitpun ketakutan dalam diri perempuan itu. Terasa dingin dan penuh penekanan."Astaga! Sebenarnya dari mana sifat pembangkangmu muncul!? Kenapa kau sangat berbeda dengan tuan dan nyonya Donovan yang lebih ramah?" ucap Darren seraya menggeleng-gelengkan kepalanya.
Seketika saja Anna kembali mengerutkan keningnya dan menjawab, "Diam! Jangan pernah kau sebut orang tuaku dengan mulut licikmu! Kau tidak tahu apapun tentangku."
Darren pun terdiam melihat reaksinya yang selalu bertambah garang saat membahas kedua orang tuanya, namun dengan demikian lelaki itu jadi tertantang sesuatu karenanya.
Dengan tersenyum sinis Darren kembali berkata, "Kalau begitu cobalah buktikan! Renungi perbuatanmu hari ini."
Tanpa menunggu respon Anna, Darren mulai melangkah mundur dan mencabut kunci pintu kamar tersebut. Sementara itu Anna terlihat heran dengan tindakan suaminya yang dirasa mencurigakan baginya.
"Mau apa kau!?"
Akan tetapi Darren tidak menjawab dan hanya tersenyum sinis.
"Kau tidak boleh keluar sampai kau merenungi perbuatan konyolmu hari ini," tukas Darren seraya menutup pintu.
"Tidak! Darren-"
BLAM!
Darren segera menguncinya dari luar dan tidak mempedulikan Anna yang terus berteriak tak karuan bahkan sampai menggedor-gedor pintu.
"Pria gila! Berani kau mengurungku!" teriaknya dari dalam.
"Ck! Diamlah! Teriakkanmu sangat mengganggu, Nona muda."
Darren kemudian berjalan menjauh dari pintu tersebut sembari menekan-nekan pelipisnya berusaha meredakan sakit kepala yang menyerang. Betapa tidak? Pikirannya terasa begitu kalut karena kejadian hari ini yang berhasil membuatnya ketar-ketir, penampilannyapun terlihat lusuh sebab harus berpindah tempat dalam sekejap.
"Dimana Jason?" gumamnya pada diri sendiri dengan terus berjalan hendak mencari pria itu, namun langkahnya seketika terhenti kala melihat seseorang dari celah pintu balkon yang sedikit terbuka.
Darren lantas memperjelas penglihatannya seraya berjalan menuju balkon. Tiba-tiba dia tersentak melihat sosok pria yang tengah terbaring dengan posisi tak karuan di atas kursi santai.
"Jason!?" Darren mengernyit sembari berdecak kesal melihat pria yang telah kupercaya untuk menjaga Anna ternyata malah tertidur tanpa mengetahui kejadian genting yang baru saja terjadi.
"Jason, bangunlah ... "
Tanpa berlama-lama dia pun segera membangunkannya dengan menggoyangkan bahunya. Namun ternyata pria itu tidur cukup lelap sehingga butuh beberapa kali untuk membangunkannya.
"Ck! Merepotkan! JASON!!"
Dengan sedikit menaikkan volume suaranya Jason pun mengerjap, berusaha mengembalikan kesadarannya.
"Ah! I-iya, Tuan?" Jason segera berdiri saat menyadari siapa yang tengah berdiri di sampingnya, dia juga terlihat menyapukan pandangannya tampak panik, "D-dimana Nyonya??"
Melihat itu, Darren bertambah geram sembari menggeleng-gelengkan kelapanya, tak habis pikir dengan perbuatan yang dilakukan Anna hingga berhasil membuat Jason seperti itu.
"Apa yang terjadi padamu? Kenapa Anna bisa lolos begitu saja sementara kamu malah bersantai disini?" cecar Darren.
Jason pun terkejut mendengar Anna yang ternyata berhasil kabur dari pengawasannya, dia pun seolah mengingat-ngingat apa yang terjadi sebelumnya. Kedua matanya lantas melihat ke arah gelas kosong yang tersimpan di atas meja dan seketika saja dia terbelalak.
"M-maaf, Tuan. Saya mengaku salah, saya-"
"Aku kecewa padamu, Jason."
Ya! Rasa khawatir Darren yang belum mereda kini bertambah dengan rasa kecewanya pada Jason, dia berusaha menguasai diri namun sialnya rasa takut terhadap keselamatan Anna lebih besar.
Sementara Jason masih menundukkan kepalanya tanpa berani menatap lawan bicaranya, dia tampak merasa bersalah namun Darren sama sekali tidak peduli.
Dengan embusan napas kasar Darren pun kembali berkata, "Ini terkahir kalinya, kalau sampai hal ini terjadi lagi ... aku tidak akan memaafkanmu."
Jason tentu terkesiap mendengar penuturan majikannya, dia menampakkan ketakutannya melihat Darren yang menatap nyalang ke arahnya. Ketakutan pun terlihat jelas saat dia mendengar ancaman yang diberikan.
"Sekarang istriku ada di dalam kamarnya, jangan sekali-kali membukakan pintu untuknya. Awasi sampai aku kembali." Tanpa ingin mendengar perkataan apapun lagi Darren segera berlalu meninggalkan pria itu.
Setibanya di halaman rumah, Rhodes sudah tiba dengan mengendarai mobil Anna yang sebelumnya tertinggal di Kantor pengacara. Dia membungkukkan tubuh dan menyerahkan kunci mobil.
"Kita kembali ke Kantor," tegas Darren, dengan terus memasang wajah dinginnya.
Rhodes yang sudah mengerti keadaan pun tidak banyak berkomentar dan hanya menyanggupi perintah tuannya. Perjalanan pun terlewati dengan suasana hening, tetapi tidak dengan pikiran Darren yang berkecamuk. Rhodes pun terus memperhatikan majikannya dari kaca spion di bagian tengah, tampak kekhawatiran terlukis jelas di wajahnya.
"Bagaimana keadaannya?" tanya Darren tiba-tiba.
Akan tetapi Rhodes menggelengkan kepalanya, "Cukup parah, Tuan. Tapi tidak perlu khawatir karena kami sudah membawanya ke Rumah Sakit."
Darren lantas menghela napas lega, "Syukurlah."
Untuk sesaat dia kembali terdiam, pikirannya masih sibuk memikirkan beberapa cara untuk mencari dan menghadapi seseorang di balik semuanya.
"Rhodes, sepertinya kita harus lebih hati-hati lagi dan tidak meremehkan mereka, apalagi mereka berani melukai salah satu pengawalku," ucapnya lagi yang kali ini menatap Rhodes dengan lekat.
Rhodes mengangguk, "Tentu, kami akan melakukan yang terbaik untuk keselamatan Nyonya dan juga anda."
Ya! Keputusan Darren menempatkan beberapa pengawal untuk mengawasi dan menjaga Anna dari jarak jauh memanglah tepat, dari laporan mereka pula dia bisa mengetahui keberadaan Anna dengan mudah. Meski risikonya cukup besar dia juga akhirnya mengetahui bagaimana kekuatan lawan. Darren benar-benar tidak bisa membayangkan bahaya apa yang mengintai istrinya jika dia tidak menugaskan mereka.
Darren pun kembali memandang ke arah luar jendela dengan pikiran menerawang, "Maafkan aku tuan Donovan, ini kali terakhirnya aku lengah. Namun aku berjanji akan melakukan apapun untuk melindungi Anna, sesuai amanat anda."
"Tuan! Ada kabar buruk!" ujar Rhodes sesaat setelah Darren mempersilakannya untuk masuk ke dalam ruang kerjanya.Dia datang dengan masih memegangi ponsel di tangannya. Napasnya terengah-engah serta raut wajahnya begitu khawatir, sontak saja hal itu membuat konsentrasi Darren terganggu dan bergantikan menjadi rasa penasaran."Ck! Kau menggangguku, Rhodes. Tenanglah, ada apa?" tanya pria itu berusaha menenangkan asistennya."Maaf, Tuan. Tetapi ini tentang klien yang kemarin anda tinggalkan di tengah-tengah rapat. Beliau marah besar dan akan membatalkan kerja samanya dengan perusahaan kita," tuturnya dengan suara bergetar."Apa!?" Darren sontak terkesiap sampai-sampai bangkit dari duduknya lalu berusaha memikirkan jalan keluar dari masalah yang tengah dihadapi."Ya sudah, aku akan menemui mereka dan minta maaf secara langsung. Aku tidak ingin perusahaanku merugi karena hal kecil," jelasnya, "Kau juga harus bersiap dan temani aku."Tanpa berpikir panjang lelaki itu segera merapikan meja k
"Nyonya. Ada kiriman lagi," ucap Jason setelah tiba di balkon tempat Anna biasa menghabiskan waktu.Anna yang sedang serius membaca buku pun sontak terkejut seraya membelalakkan matanya, "Lagi?? Dari siapa?""Dari tuan Darren, Nyonya."Anna pun mendesis, menerima sebuah paper bag yang disodorkan oleh Jason. Sedangkan Jason sedikit meringis mendapati ekspresi majikkannya yang tak biasa.Betapa tidak? Ini merupakan kiriman yang kesekian kalinya padahal hari masih siang. Anna lantas membuka paper bag tersebut yang ternyata berisi sebuah Dress cantik berwarna merah serta satu kotak Redvelvet yang sudah dihias secantik mungkin.Tak hanya itu, di dalamnya pun terdapat sebuah kartu yang berisikan kata-kata manis yang justru membuat Anna semakin meringis kala ia membacanya"Cake manis dan Dress cantik untuk wanita yang manis. Semoga kau suka ... " tulisnya melalui kartu ucapan tersebut.Anna kemudian berdecih, "Wanita yang manis? Aku bahkan masih ingat saat kamu mencibirku dengan sebutan wani
"Oh! Akhirnya kau datang!" Darren pun menoleh dan bangkit dari kursinya, melayangkan senyuman manisnya seolah tak terjadi apapun.Pria itu menatap ke arah Anna yang berjalan mendekat, sama seperti Jason yang menatapnya tanpa berkata apapun lagi. Hal itu sungguh membuat Anna risih!"Ada apa? Kenapa menatapku seperti itu??" tanya Anna bernada ketus meski sedikit menahan rasa kesalnya.Darren lalu memicingkan matanya, "A-ah! Tidak, aku hanya merasa khawatir kamu tidak akan datang.""Khawatir?" Anna lantas menautkan alisnya, merasa konyol dengan pertanyaan Darren yang membuatnya semakin geram, "Kau sungguh khawatir padaku??"Anna lalu mendengkus kesal, sadar bahwa saat ini ia harus terus waspada dan tidak gegabah dalam bertindak. Hingga pada akhirnya wanita itu membuang napasnya dengan kasar mencoba menguasai dirinya yang sempat hilang kendali di depan suaminya."Kau hanya akan berdiri seperti itu?" cetus Anna hingga berhasil membuat Darren terkejut."Ah! Silakan duduk," ucap Darren lalu
"Makan dan habiskan saja dulu, setelah itu kita pulang." Darren berkata dengan nada dinginnya, lalu kembali memotong steak dan memasukkannya ke dalam mulut.Begitu tenang, tanpa memedulikan istrinya yang mulai menatapnya dengan nyalang. Kesal dengan sikap Darren yang seenaknya dan bahkan tidak mendengarkan keinginannya.Anna pun mendengkus kesal, "Kalau begitu aku pulang lebih dulu. Aku akan menghubungi Jason agar segera menjemputku," tukasnya bernada kesal.Namun ketika wanita itu merogoh tas hendak mengeluarkan ponselnya, tiba-tiba Darren meletakkan alat makannya dengan kasar sehingga menimbulkan suara.TAK!"Simpan kembali ponselmu, kita pulang," cetus Darren.Anna yang masih terkejut pun lantas menaikkan sebelah alisnya, heran dengan perkataan Darren yang tiba-tiba melarangnya menghubungi Jason, asisten pribadi yang ditugaskan sendiri olehnya."Kenapa? Kita memang pulang bersama tapi tidak satu mobil. Aku ingin-" "Kita pulang sekarang dengan mobilku, atau tetap tinggal sampai mak
"Kita sudah sampai, Tuan, Nyonya." Rhodes berkata setelah mematikan mesin mobil, menatap ke arah belakang yang ternyata disambut oleh tatapan Anna ya g menajam ke arahnya."Terima kasih!" ketus Anna.Rhodes pun meringis mendapati sahutan Anna yang terdengar sangat dingin dan menusuk. Ia melirik ke arah Darren yang bahkan ikut terdiam seraya menggelengkan kepalanya perlahan seolah memberi isyarat agar Rhodes tidak mempermasalahkan sikap perempuan itu.Tanpa menunggu Darren, Anna segera membuka pintu mobil dan keluar dengan langkah cepat menuju pintu depan. Tidak betah berlama-lama satu mobil dengan suaminya.Darren dan Rhodes lantas mengantar kepergian Anna hingga sesaat setelah Anna menapaki teras rumah dengan langkahnya yang cepat, Rhodes pun mendelik ke arah Darren."Apa yang sebenarnya terjadi?"Namun alih-alih mendapat jawaban, Rhodes justru melihat atasan sskaligus sahabatnya yang tampak terburu-buru melepas sabuk pengaman, "Nanti kujelaskan."Darren bergegas keluar dan menutup
"Jason baru saja tiba, perlukah kusuruh dia kemari atau kalian-""Suruh dia ke ruanganku," potong Darren, masih dengan posisinya yang menghadap ke kolam renang tanpa menoleh sedikit pun.Rhodes pun mengangguk, "Baiklah. Aku akan menyuruhnya segera kesana, tapi bisakah kau berhenti minum? Sepertinya kau sudah terlalu banyak minum," katanya sambil melihat bayangan sisa minuman pada botol yang mulai surut.Darren pun menghela napas, melirik meja di sampingnya serta gelas minuman yang dipegangnya. Lalu tanpa memberikan respon lagi lelaki itu mengibaskan tangannya sebagai isyarat kepada Rhodes untuk segera meninggalkannya.Melihat itu, Rhodes tentu mengerti. Ia akhirnya mendengus pelan dan kembali berkata, "Baiklah. Terserahmu saja ... aku hanya tidak ingin besok kau datang ke Kantor dengan pengar yang tersisa. Kau tahu sendiri besok kita-""Tsk! Iya, iyaa ... aku mengerti. Sekarng bisakah kau pergi? Aku ingin menghabiskan ini saja," sela Darren, berbalik badan sembari mengacungkan gelas y
"Hari ini aku akan mengunjungi tuan Freddy," cetus Anna setelah selesai dengan sarapannya.Darren sontak mendelik dan memasang raut wajah yang sedikit terkejut, "Lagi? Bukankah waktu itu kau sudah mengunjunginya dan menyelesaikan urusan kalian? Memangnya ada urusan apa lagi sampai harus terus berkunjung kesana?"Tanpa sadar, Darren memberondonginya dengan beberapa pertanyaan sekaligus setelah suasana sarapan pagi yang terasa sunyi di antara keduanya, bahkan Darren seperti tidak memedulikan sikap dingin yang ditunjukkan istrinya selama beberapa saat lalu, hal itu tentu membuat Anna gusar. Ia merasa Darren benar-benar laki-laki dingin yang bahkan tidak peduli dengan sikapnya.Sampai akhirnya Anna memancing Darren dengan rencananya terkait pertemuannya dengan tuan Freddy dan itu berhasil, Darren tampak ketar-ketir tentang hal itu.Anna lalu berdecih seraya meraih gelas dan meminumnya sedikit, "Selesai? Tch! Aku baru saja sampai disana dan kamu tiba-tiba datang menyeretku bahkan mempermal
"Apa maksud-" Rhodes menghentikan perkataannya, setelah sadar bahwa Darren ternyata sedang bergumam sendiri dan bahkan tidak menyadari keberadaannya.Rhodes lantas menghela napas panjangnya, memutuskan untuk diam sesaat dan memperhatikan gelagat yang ditunjukkan atasannya. Meski Rhodes belum tahu pasti penyebabnya tetapi dalam jarak yang cukup dekat Rhodes bisa melihat dengan jelas bahwa Darren tengah dilanda kegundahan, dengan pandangan kosong serta kepalan tangan yang erat."Apa mereka bertengkar? Lagi?" Rhodes menerka dalam hati."Yah, sudah pasti dia bereaksi seperti itu ... kepergianku memang membuatnya senang." Darren berkata dengan lirih lagi seraya tersenyum getir.Rhodes pun menautkan kedua alisnya, semakin dibuat bingung dengan tingkah Darren. Cukup lama pula Rhodes mendiamkan situasi tersebut meski sesekali ia melirik jam tangan yang sudah menunjuk angka 9, tetapi Darren masih sibuk dengan pikirannya sendiri.Hingga pada akhirnya Rhodes yang sudah tidak tahan dengan situasi
Hari-hari Anna tanpa Darren berjalan seperti yang ia bayangkan. Ia menikmati kebebasan yang baru, menjalani setiap momen tanpa perlu merasa terkekang. Tidak ada lagi Darren yang menegurnya karena pulang larut, tidak ada lagi perdebatan panjang tentang siapa yang ditemuinya, atau mengapa ia mengenakan pakaian tertentu. Anna merasa ringan, seperti beban yang selama ini menahannya telah terangkat.Seperti saat ini, wanita itu telah siap dengan pakaian ternyamannya dan menuruni tangga menuju ruang makan."Selamat pagi, Nyonya. Anda terlihat bersemangat sekali," sapa bu Ratna.Dengan mengembangkan senyumnya, Anna menjawab. "Apakah jelas terlihat? Aku hanya merasa kembali seperti dulu, menikmati waktu-waktu kesendirianku."Bu Ratna pun mengangguk pelan. "Saya turut senang melihatnya."Anna lalu memulai sarapannya dengan lahap, dengan asyik memainkan tab di sampingnya melihat beberapa tempat menyenangkan yang hendak ia kunjungi."Sepertinya tempat ini menyenangkan," gumamnya membayangkan. "
"Nyonya??"Terdengar suara Jason dari balik pintu berusaha membangunkan Anna sembari mengetuk pintu beberapa kali. Anna lalu mengerjap-ngerjapkan matanya, tubuhnya menggeliat di atas kasur besar."Ya, ya ... aku sudah bangun.""Baiklah. Sarapan juga sudah siap, sebentar lagi bu Lasmi juga izin masuk ke dalam untuk membersihkan kamar Nyonya."Anna lalu berdecih. "Ya, ya, ya ... aku mengerti.""Baiklah, saya pamit menunggu di bawah, Nyonya."Anna hanua berdeham, mengiyakan pernyataan Jason.Suasana pun hening mendandakan bahwa Jason sudah tidak ada di balik pintu itu lagi. Sedangkan Anna tidak langsung bangkit dari tempat tidurnya. Begitu Anna tersadar dari tidurnya yang tak nyenyak, hal pertama yang terlintas di benaknya adalah sosok Darren yang tiba-tiba menghilang tanpa pamit. Rasa marahnya masih tersisa, tetapi rasa penasaran yang lebih besar mendorongnya untuk segera mencari tahu lebih banyak. Ia berjalan cepat ke arah pintu, keluar dari kamar dan menuruni tangga menuju ruang depan
"Dia belum turun? Tumben sekali," gumam Anna, sembari mengunyah sarapannya.Wanita itu seketika menyapukan pandangannya ke seluruh ruang makan bahkan sesekali melirik ke arah pintu masuk ruang makan tersebut. Namun, ia tidak menemukan tanda-tanda keberadaan Darren."Apa dia berangkat pagi-pagi sekali?" terkanya lagi, kembali menyuapkan makanan ke dalam mulutnya, "kalau benar, aku tidak peduli."Ya, Anna akhirnya tidak terlalu mempedulikan keberadaan suaminya. Ia malah segera menyelesaikan sarapannya dan bergegas pergi bersama Jason karena hari ini ia akan mendatangi makam mendiang kedua orang tuanya. Di dalam mobil, Anna melihat ke arah luar jendela, entah mengapa perasaannya sedikit tak menentu. Ia pun melihat ke arah Jason yang tengah fokus di balik kemudinya."Jason?""Ya, Nyonya?" sahut Jason, sekilas melirik majikannya melalui kaca spion tengah."Kau tahu kemana Darren? Aku belum melihatnya pagi ini, apakah dia berangkat sejak pagi buta?" tanya Anna, tanpa sadar memberondingi Jas
"Ah! T-tidak apa-apa, Nyonga." Jason berusaha menutupi raut wajahnya setelah berbincang dengan Darren, "apakah anda sudah siap?"Anna mengangguk pelan, meski masih merasa penasaran dengan apa yang terjadi pada Jason.Ya, setiap pagi, Jason sudah menunggu Anna di depan pintu, siap mengantarnya ke berbagai tempat. Bagi Anna, kehadiran Jason adalah semacam pelarian, seseorang yang bisa ia ajak bicara tanpa perlu merasakan tekanan atau pengawasan yang selalu ia rasakan dari Darren. Meski Jason tetap menjaga profesionalisme sebagai pengawal, Anna mulai merasa lebih nyaman bersamanya, dan bahkan mulai menyadari betapa pentingnya Jason dalam rutinitas barunya."Jason, apakah Darren tidak bicara apapun padamu?" tanya Anna, setelah berada di dalam mobil.Ia masih merasa penasaran dengan sikap Jason yang tiba-tiba terlihat canggung bahkan cenderung tertekan. Walaupun Anna sudah menahan dan berusaha untuk tidak membahasnya, tetapi sikap Jason terlalu kentara untuk dilewatkan.Jason sejak tadi me
"Aku pergi dulu," ucap Darren, pamit setelah selesai menyantap sarapannya.Anna hanya diam tanpa menanggapi, lalu melihat sekilas kepergian suaminya yang langsung menghilang dari balik pintu.Betapa tidak? Setelah malam perdebatan keduanya malam itu, suasana di rumah tampak berbeda dari biasanya. Ada ketegangan yang terasa di antara mereka, seakan keduanya berada dalam dunia masing-masing tanpa saling menyapa. Darren yang akhir-akhir ini menghabiskan waktu di ruang kerjanya, sibuk dengan tumpukan dokumen dan menerima panggilan telepon, seolah-olah tidak ada waktu atau perhatian yang tersisa untuk Anna. Sebaliknya, Anna sibuk dengan kegiatannya sendiri, menghabiskan waktu di luar rumah, sering kali ditemani oleh Jason, pengawal yang kini lebih banyak mengisi kekosongan di hidupnya daripada suaminya sendiri.Sedangkan di luar rumah, begitu Darren muncul dari balik pintu dengan memasang wajah dinginnya, Rhodes dan Jason yang tengah asyik berbincang sambil duduk pun segera bangkit dan men
"Pesta sudah selesai, Tuan Putri." Darren berdiri dengan tatapan tegas di hadapan Anna."K-kau??" Anna terkejut bukan main seraya mengemhentikan gerakkan badannya yang sebelumnya meliuk-liuk menikmati musik.Suasana di sekeliling mereka mulai berubah tegang. Anna yang tadinya tersenyum dan menikmati waktunya, mendadak merasa terganggu oleh kehadiran suaminya yang tiba-tiba muncul di klub malam ini tanpa peringatan. Tatapan Darren tak lepas darinya, sorot matanya penuh dengan ketidaksetujuan yang tak tertutupi. Ia bahkan tak perlu bicara banyak, satu pandangannya saja cukup untuk menyingkirkan pria-pria yang mengelilingi Anna, membuat mereka pergi dengan wajah ragu-ragu."Kita pulang sekarang," ujar Darren, suaranya terdengar tegas tetapi rendah, lebih seperti perintah daripada ajakan.Anna yang sudah setengah mabuk dan dikuasai suasana malam yang menyenangkan, menatap Darren dengan wajah kesal dan menolak mentah-mentah. "Tidak. Aku belum ingin pulang. Aku sedang bersenang-senang, tol
"Ck! Kenapa kau tidak bisa diam dan hidup dengan tenang saja, Anna!?" lirih Darren. Darren duduk di belakang meja kerjanya, tangannya menggenggam ponsel erat-erat, mencoba menahan gejolak emosi yang terus membara dalam dirinya. Sudah beberapa kali ia mencoba fokus pada tumpukan dokumen di depannya, tetapi pikirannya terus melayang kepada istrinya, yang saat ini berada di luar kendalinya. Ia tahu betul sifat keras kepala Anna, tapi situasi kali ini benar-benar membuatnya gelisah. Apalagi dengan rencananya berangkat ke luar kota beberapa hari lagi, urusannya belum selesai, namun pikiran tentang Anna semakin mendominasi. "Haruskah aku sendiri yang membawanya pulang seperti waktu itu?" gumamnya menimbang-nimbang. Tetapi niatan itu cepat terurungkan mengingat bagaimana kejadian tersebut membuat hubungan keduanya semakin kacau dan Anna tidak menyukainya. Sementara di sudut ruangan, Rhodes, tangan kanannya yang sudah lama bekerja bersamanya, melihat dengan jelas kegelisahan Darren. Rhodes
"Ada apa? Apa terjadi sesuatu dengan wanita itu?" tanua Darren setelah menerima panggilan telepon dari salah satu pengawal yang bertugas mengawasi istrinya. Untuk seketika raut wajah Darren berubah, matanya terbelalak, terkejut setelah mendengar laporan bahwa Anna sedang menuju klub malam, wajahnya langsung berubah merah padam karena marah. Rahangnya mengeras, dan tangannya mengepal kuat. “Apa? Anna pergi ke klub?” Darren berbicara dengan nada dingin namun penuh kemarahan yang membara. “Dimana Jason? Kenapa dia tidak mengabariku? Apa dia membiarkannya begitu saja?” Sang pengawal di seberang telepon hanya bisa menjawab dengan nada takut-takut, “Jason sudah mencoba memperingatkan, Tuan, tapi Nyonya tidak mau mendengarkan.” Darren berdiri dari kursinya dengan kasar, melemparkan map di atas meja ke lantai. “Ck! Aki membayar kalian bukan untuk mendenhar laporan seperti ini. Bawa dia pulang sekarang! Aku tak ingin istriku berada di tempat seperti itu!” Amarah Darren seketika memunc
"Tunggu di sini dan bersikap baiklah, aku ada urusan dulu dengan pengacara keluargaku," ujar Anna setelah tiba di dalam Lobi Kantor tuan Freddy. Jason pun mengangguk dan menjawab, "Baik, Nyonyam hubungi saya jika butuh sesuatu." ia segera berjalan menuju tempat duduk yang sudah tersedia di sana. Sedangkan Anna melangkah masuk ke dalam ruangan tuan Freddy setelah mengonfirmasi kedatangannya kepada seorang resepsionis. Ruangan itu terasa sunyi, hanya terdengar bunyi detak jam di dinding. "Selamat siang, Nona muda." Tuan Freddy, seorang pria paruh baya dengan rambut yang mulai memutih itu pun menyambut kedatangan Anna dan mempersilakannya duduk. Wajahnya serius, tetapi ada sorot simpati di matanya. "Terima kasih, Tuan Freddy." Anna membuka pembicaraan dengan suara yang tegas, meski dalam hatinya, ia merasa bingung. "Sebelumnya saya mau minta maaf atas kejadian beberapa hari lalu, saya merasa malu karena Darren-" "Ah! Tidak apa-apa, Nona. Jangan terlalu dipikirkan, saya men