"Tunggu, Anna!" teriak Darren berusaha menghentikan istrinya yang terus berjalan menuju lantai dua.
Akan tetapi oanggilan Darren tentu tidak kunjung mendapat respon sehingga lelaki itu pun secara refleks mengejarnya hingga masuk ke dalam kamar hendak menuntut penjelasan darinya atas kejadian hari ini.
"Kita harus bicara, Anna! Kau berhutang penjelasan padaku." Darren terus berjalan mengikuti langkahnya sampai wanita itu menghentikan langkahnya dan berbalik.
"Penjelasan?" Anna menatap suaminya dengan tajam, "Aku tidak harus menjelaskan apapun padamu, karena kaulah yang terlalu ikut campur urusanku."
Darren seketika mengerutkan kening, merasa heran dengan penuturannya yang membuat amarah Anna semakin membesar sampai-sampai wanita itu menatapnya dengan penuh amarah dan kebencian.
"Urusanmu? Apa kau lupa bahwa sekarang urusanmu juga urusanku, kau istriku dan kaulah yang harus menuruti kata-kataku, termasuk tidak pergi kemanapun tanpa seizinku. Bukankah sudah kuperingatkan tentang itu?" cecar Darren, "Sebenarnya apa yang ada di dalam pikiranmu? Dan apa yang kau lakukan pada Jason?"
Anna terlihat kesal dengan cecaran Darren yang bertubi-tubi namun sebelum wanita itu membuka suara dan melawan perkataannya, Darren pun lebih dulu menimpalinya.
"Tidak bisakah kamu mengerti sebentar saja? Dengan menjadi istri baik dan tidak membahayakan dirimu sendiri? Aku berjanji akan membawamu jalan-jalan kemanapun bahkan keliling dunia sekalipun, tapi tolong beri aku waktu sampai pekerjaanku selesai," ucapnya dengan nada bicara sedikit bergetar.
Bagaimana tidak? Darren berusaha meredam amarah serta kekhawatiran yang bercampur dalam dirinya karena kejadian hari ini. Dia bahkan rela meninggalkan rapat penting dan mempertaruhkan proyek besar yang senilai jutaan dollar hanya untuk bisa menyelamatkan Anna dari orang-orang yang membahayakannya.
Karena terlampau kesal, lelaki itupun memberondonginya dengan berbagai pertanyaan yang dia sendiri sudah tahu bahwa wanita itu tidak akan menjawab bahkan tidak akan peduli.
"Ck! Harusnya kau tanyakan itu pada dirimu sendiri. Karena kau mempekerjakan orang lemah seperti dia yang bahkan tidak pintar menyadari situasi, beruntung saja aku tidak menuangkan racun untuknya," jelas Anna tersenyum sinis, "Satu hal lagi, aku bukan anak kecil yang bisa kau atur-atur sesukamu. Aku bisa mengurus diriku sendiri."
Wanita itu pun tanpa segan membalas tatapan Darren seolah tidak berniat mematuhi ucapannya, bahkan tak ada sedikitpun ketakutan dalam diri perempuan itu. Terasa dingin dan penuh penekanan."Astaga! Sebenarnya dari mana sifat pembangkangmu muncul!? Kenapa kau sangat berbeda dengan tuan dan nyonya Donovan yang lebih ramah?" ucap Darren seraya menggeleng-gelengkan kepalanya.
Seketika saja Anna kembali mengerutkan keningnya dan menjawab, "Diam! Jangan pernah kau sebut orang tuaku dengan mulut licikmu! Kau tidak tahu apapun tentangku."
Darren pun terdiam melihat reaksinya yang selalu bertambah garang saat membahas kedua orang tuanya, namun dengan demikian lelaki itu jadi tertantang sesuatu karenanya.
Dengan tersenyum sinis Darren kembali berkata, "Kalau begitu cobalah buktikan! Renungi perbuatanmu hari ini."
Tanpa menunggu respon Anna, Darren mulai melangkah mundur dan mencabut kunci pintu kamar tersebut. Sementara itu Anna terlihat heran dengan tindakan suaminya yang dirasa mencurigakan baginya.
"Mau apa kau!?"
Akan tetapi Darren tidak menjawab dan hanya tersenyum sinis.
"Kau tidak boleh keluar sampai kau merenungi perbuatan konyolmu hari ini," tukas Darren seraya menutup pintu.
"Tidak! Darren-"
BLAM!
Darren segera menguncinya dari luar dan tidak mempedulikan Anna yang terus berteriak tak karuan bahkan sampai menggedor-gedor pintu.
"Pria gila! Berani kau mengurungku!" teriaknya dari dalam.
"Ck! Diamlah! Teriakkanmu sangat mengganggu, Nona muda."
Darren kemudian berjalan menjauh dari pintu tersebut sembari menekan-nekan pelipisnya berusaha meredakan sakit kepala yang menyerang. Betapa tidak? Pikirannya terasa begitu kalut karena kejadian hari ini yang berhasil membuatnya ketar-ketir, penampilannyapun terlihat lusuh sebab harus berpindah tempat dalam sekejap.
"Dimana Jason?" gumamnya pada diri sendiri dengan terus berjalan hendak mencari pria itu, namun langkahnya seketika terhenti kala melihat seseorang dari celah pintu balkon yang sedikit terbuka.
Darren lantas memperjelas penglihatannya seraya berjalan menuju balkon. Tiba-tiba dia tersentak melihat sosok pria yang tengah terbaring dengan posisi tak karuan di atas kursi santai.
"Jason!?" Darren mengernyit sembari berdecak kesal melihat pria yang telah kupercaya untuk menjaga Anna ternyata malah tertidur tanpa mengetahui kejadian genting yang baru saja terjadi.
"Jason, bangunlah ... "
Tanpa berlama-lama dia pun segera membangunkannya dengan menggoyangkan bahunya. Namun ternyata pria itu tidur cukup lelap sehingga butuh beberapa kali untuk membangunkannya.
"Ck! Merepotkan! JASON!!"
Dengan sedikit menaikkan volume suaranya Jason pun mengerjap, berusaha mengembalikan kesadarannya.
"Ah! I-iya, Tuan?" Jason segera berdiri saat menyadari siapa yang tengah berdiri di sampingnya, dia juga terlihat menyapukan pandangannya tampak panik, "D-dimana Nyonya??"
Melihat itu, Darren bertambah geram sembari menggeleng-gelengkan kelapanya, tak habis pikir dengan perbuatan yang dilakukan Anna hingga berhasil membuat Jason seperti itu.
"Apa yang terjadi padamu? Kenapa Anna bisa lolos begitu saja sementara kamu malah bersantai disini?" cecar Darren.
Jason pun terkejut mendengar Anna yang ternyata berhasil kabur dari pengawasannya, dia pun seolah mengingat-ngingat apa yang terjadi sebelumnya. Kedua matanya lantas melihat ke arah gelas kosong yang tersimpan di atas meja dan seketika saja dia terbelalak.
"M-maaf, Tuan. Saya mengaku salah, saya-"
"Aku kecewa padamu, Jason."
Ya! Rasa khawatir Darren yang belum mereda kini bertambah dengan rasa kecewanya pada Jason, dia berusaha menguasai diri namun sialnya rasa takut terhadap keselamatan Anna lebih besar.
Sementara Jason masih menundukkan kepalanya tanpa berani menatap lawan bicaranya, dia tampak merasa bersalah namun Darren sama sekali tidak peduli.
Dengan embusan napas kasar Darren pun kembali berkata, "Ini terkahir kalinya, kalau sampai hal ini terjadi lagi ... aku tidak akan memaafkanmu."
Jason tentu terkesiap mendengar penuturan majikannya, dia menampakkan ketakutannya melihat Darren yang menatap nyalang ke arahnya. Ketakutan pun terlihat jelas saat dia mendengar ancaman yang diberikan.
"Sekarang istriku ada di dalam kamarnya, jangan sekali-kali membukakan pintu untuknya. Awasi sampai aku kembali." Tanpa ingin mendengar perkataan apapun lagi Darren segera berlalu meninggalkan pria itu.
Setibanya di halaman rumah, Rhodes sudah tiba dengan mengendarai mobil Anna yang sebelumnya tertinggal di Kantor pengacara. Dia membungkukkan tubuh dan menyerahkan kunci mobil.
"Kita kembali ke Kantor," tegas Darren, dengan terus memasang wajah dinginnya.
Rhodes yang sudah mengerti keadaan pun tidak banyak berkomentar dan hanya menyanggupi perintah tuannya. Perjalanan pun terlewati dengan suasana hening, tetapi tidak dengan pikiran Darren yang berkecamuk. Rhodes pun terus memperhatikan majikannya dari kaca spion di bagian tengah, tampak kekhawatiran terlukis jelas di wajahnya.
"Bagaimana keadaannya?" tanya Darren tiba-tiba.
Akan tetapi Rhodes menggelengkan kepalanya, "Cukup parah, Tuan. Tapi tidak perlu khawatir karena kami sudah membawanya ke Rumah Sakit."
Darren lantas menghela napas lega, "Syukurlah."
Untuk sesaat dia kembali terdiam, pikirannya masih sibuk memikirkan beberapa cara untuk mencari dan menghadapi seseorang di balik semuanya.
"Rhodes, sepertinya kita harus lebih hati-hati lagi dan tidak meremehkan mereka, apalagi mereka berani melukai salah satu pengawalku," ucapnya lagi yang kali ini menatap Rhodes dengan lekat.
Rhodes mengangguk, "Tentu, kami akan melakukan yang terbaik untuk keselamatan Nyonya dan juga anda."
Ya! Keputusan Darren menempatkan beberapa pengawal untuk mengawasi dan menjaga Anna dari jarak jauh memanglah tepat, dari laporan mereka pula dia bisa mengetahui keberadaan Anna dengan mudah. Meski risikonya cukup besar dia juga akhirnya mengetahui bagaimana kekuatan lawan. Darren benar-benar tidak bisa membayangkan bahaya apa yang mengintai istrinya jika dia tidak menugaskan mereka.
Darren pun kembali memandang ke arah luar jendela dengan pikiran menerawang, "Maafkan aku tuan Donovan, ini kali terakhirnya aku lengah. Namun aku berjanji akan melakukan apapun untuk melindungi Anna, sesuai amanat anda."
"Tuan! Ada kabar buruk!" ujar Rhodes sesaat setelah Darren mempersilakannya untuk masuk ke dalam ruang kerjanya.Dia datang dengan masih memegangi ponsel di tangannya. Napasnya terengah-engah serta raut wajahnya begitu khawatir, sontak saja hal itu membuat konsentrasi Darren terganggu dan bergantikan menjadi rasa penasaran."Ck! Kau menggangguku, Rhodes. Tenanglah, ada apa?" tanya pria itu berusaha menenangkan asistennya."Maaf, Tuan. Tetapi ini tentang klien yang kemarin anda tinggalkan di tengah-tengah rapat. Beliau marah besar dan akan membatalkan kerja samanya dengan perusahaan kita," tuturnya dengan suara bergetar."Apa!?" Darren sontak terkesiap sampai-sampai bangkit dari duduknya lalu berusaha memikirkan jalan keluar dari masalah yang tengah dihadapi."Ya sudah, aku akan menemui mereka dan minta maaf secara langsung. Aku tidak ingin perusahaanku merugi karena hal kecil," jelasnya, "Kau juga harus bersiap dan temani aku."Tanpa berpikir panjang lelaki itu segera merapikan meja k
"Nyonya. Ada kiriman lagi," ucap Jason setelah tiba di balkon tempat Anna biasa menghabiskan waktu.Anna yang sedang serius membaca buku pun sontak terkejut seraya membelalakkan matanya, "Lagi?? Dari siapa?""Dari tuan Darren, Nyonya."Anna pun mendesis, menerima sebuah paper bag yang disodorkan oleh Jason. Sedangkan Jason sedikit meringis mendapati ekspresi majikkannya yang tak biasa.Betapa tidak? Ini merupakan kiriman yang kesekian kalinya padahal hari masih siang. Anna lantas membuka paper bag tersebut yang ternyata berisi sebuah Dress cantik berwarna merah serta satu kotak Redvelvet yang sudah dihias secantik mungkin.Tak hanya itu, di dalamnya pun terdapat sebuah kartu yang berisikan kata-kata manis yang justru membuat Anna semakin meringis kala ia membacanya"Cake manis dan Dress cantik untuk wanita yang manis. Semoga kau suka ... " tulisnya melalui kartu ucapan tersebut.Anna kemudian berdecih, "Wanita yang manis? Aku bahkan masih ingat saat kamu mencibirku dengan sebutan wani
"Oh! Akhirnya kau datang!" Darren pun menoleh dan bangkit dari kursinya, melayangkan senyuman manisnya seolah tak terjadi apapun.Pria itu menatap ke arah Anna yang berjalan mendekat, sama seperti Jason yang menatapnya tanpa berkata apapun lagi. Hal itu sungguh membuat Anna risih!"Ada apa? Kenapa menatapku seperti itu??" tanya Anna bernada ketus meski sedikit menahan rasa kesalnya.Darren lalu memicingkan matanya, "A-ah! Tidak, aku hanya merasa khawatir kamu tidak akan datang.""Khawatir?" Anna lantas menautkan alisnya, merasa konyol dengan pertanyaan Darren yang membuatnya semakin geram, "Kau sungguh khawatir padaku??"Anna lalu mendengkus kesal, sadar bahwa saat ini ia harus terus waspada dan tidak gegabah dalam bertindak. Hingga pada akhirnya wanita itu membuang napasnya dengan kasar mencoba menguasai dirinya yang sempat hilang kendali di depan suaminya."Kau hanya akan berdiri seperti itu?" cetus Anna hingga berhasil membuat Darren terkejut."Ah! Silakan duduk," ucap Darren lalu
"Makan dan habiskan saja dulu, setelah itu kita pulang." Darren berkata dengan nada dinginnya, lalu kembali memotong steak dan memasukkannya ke dalam mulut.Begitu tenang, tanpa memedulikan istrinya yang mulai menatapnya dengan nyalang. Kesal dengan sikap Darren yang seenaknya dan bahkan tidak mendengarkan keinginannya.Anna pun mendengkus kesal, "Kalau begitu aku pulang lebih dulu. Aku akan menghubungi Jason agar segera menjemputku," tukasnya bernada kesal.Namun ketika wanita itu merogoh tas hendak mengeluarkan ponselnya, tiba-tiba Darren meletakkan alat makannya dengan kasar sehingga menimbulkan suara.TAK!"Simpan kembali ponselmu, kita pulang," cetus Darren.Anna yang masih terkejut pun lantas menaikkan sebelah alisnya, heran dengan perkataan Darren yang tiba-tiba melarangnya menghubungi Jason, asisten pribadi yang ditugaskan sendiri olehnya."Kenapa? Kita memang pulang bersama tapi tidak satu mobil. Aku ingin-" "Kita pulang sekarang dengan mobilku, atau tetap tinggal sampai mak
"Kita sudah sampai, Tuan, Nyonya." Rhodes berkata setelah mematikan mesin mobil, menatap ke arah belakang yang ternyata disambut oleh tatapan Anna ya g menajam ke arahnya."Terima kasih!" ketus Anna.Rhodes pun meringis mendapati sahutan Anna yang terdengar sangat dingin dan menusuk. Ia melirik ke arah Darren yang bahkan ikut terdiam seraya menggelengkan kepalanya perlahan seolah memberi isyarat agar Rhodes tidak mempermasalahkan sikap perempuan itu.Tanpa menunggu Darren, Anna segera membuka pintu mobil dan keluar dengan langkah cepat menuju pintu depan. Tidak betah berlama-lama satu mobil dengan suaminya.Darren dan Rhodes lantas mengantar kepergian Anna hingga sesaat setelah Anna menapaki teras rumah dengan langkahnya yang cepat, Rhodes pun mendelik ke arah Darren."Apa yang sebenarnya terjadi?"Namun alih-alih mendapat jawaban, Rhodes justru melihat atasan sskaligus sahabatnya yang tampak terburu-buru melepas sabuk pengaman, "Nanti kujelaskan."Darren bergegas keluar dan menutup
"Kau!? Mau apa kau datang kesini?" ucap Anna refleks bangkit dari meja rias dan mundur beberapa langkah.Wanita itu terlihat sangat terkejut saat mendengar suara pintu kamar yang tiba-tiba saja terbuka bahkan menampakkan sosok pria berwajah dingin yang dengan santainya berjalan memasuki ruangan itu begitu saja."Aku?" Pria itu menaikkan alisnya dan kembali berkata, "Aku kesini untuk menemui istriku, kau lupa kalau sekarang kita sudah resmi menjadi suami istri?"Mendengar penuturannya yang percaya diri lantas membuat Anna semakin geram, wanita itu pun menautkan alis seraya berdecih, "Ck! Jangan mimpi, Darren! Bukankah kita sudah sepakat tidak akan-BRAK!Tanpa aba-aba Darren menarik tubuh Anna dan memojokkannya hingga menyentuh dinding. Lelaki itu menatap lekat manik coklat yang tampak bergetar, tapi hal itu tidak lantas membuatnya tersadar bahwa perempuan di hadapannya tengah menunjukkan rasa takutnya.Bahkan Darren hanya memasang wajah sangar dan sedikit mengangkat sebelah bibirnya.
"Ah! Jadi benar kau ini pria licik yang berusaha mengambil keuntungan dari keluargaku!?" tuduh Anna seraya mengerutkan kening.Melihat raut wajah Darren yang tidak tersinggung dengan ucapannya lantas saja membuat Anna semakin yakin bahwa dia memanglah pria berbahaya. Anna pun mengembuskan napas kasar, "Jika kau berani macam-macam denganku, akan kupastikan kau menyesal," katanya dengan tegas.Akan tetapi alih-alih merasa terancam dengan perkataan itu, Darren tiba-tiba tertawa, "Menyesal katamu!?"Lelaki itu seolah meremehkan dan menganggap ancaman itu hanya sekadar bualan, Darren bahkan tidak gentar sedikitpun dan membuat amarah Anna semakin meluap dengan sikapnya yang arogan dan terlalu percaya diri.Akan tetapi saat Anna hendak kembali berkata sesuatu, Darren dengan cepat menimpali, "Sudahlah, apapun yang kamu pikirkan aku tidak peduli. Aku lelah dan hanya ingin beristirahat, aku akan tidur di ruang kerjaku," katanya seraya berbalik hendak pergi."Kau-" Ucapan Anna tiba-tiba terhent
"Ck! Menyebalkan! Darren benar-benar ingin mengurungku. Kenapa aku harus terjebak disini dan lagi ... dengan pria itu!?"Mau tidak mau, Anna harus menunda rencananya untuk menemui tuan Freddy karena dia tertahan bersama Jason, pria itu benar-benar tidak melepaskan pengawasannya terhadap Anna.Dia bahkan menyediakan apapun yang mungkin Anna butuhkan padahal yang butuhkannya hanyalah kebebasan. Selama beberapa saat wanita itu terus memikirkan cara untuk bisa mengelabuhi Jason."Berpikirlah, Anna! Kau harus segera bertindak sebelum pria licik itu berindak lebih jauh!" batinnya.Anna pun kembali memutar otak, mengingat-ngingat dengan sesekali melihat Jason yang terus berdiri di dekat pintu balkon. Hingga pada menit berikutnya sebuah ide gila pun muncul memenuhi pikirannya."Ah! Sepertinya cara itu akan berhasil," gumamnya menyeringai.Sembari berdeham Anna pun melirik ke arah Jason dan berkata, "Aku ingin jus, tolong bawakan itu untukku.""Baik, Nyonya." Tanpa berlama-lama Jason segera b