"Ah! Jadi benar kau ini pria licik yang berusaha mengambil keuntungan dari keluargaku!?" tuduh Anna seraya mengerutkan kening.
Melihat raut wajah Darren yang tidak tersinggung dengan ucapannya lantas saja membuat Anna semakin yakin bahwa dia memanglah pria berbahaya. Anna pun mengembuskan napas kasar, "Jika kau berani macam-macam denganku, akan kupastikan kau menyesal," katanya dengan tegas.
Akan tetapi alih-alih merasa terancam dengan perkataan itu, Darren tiba-tiba tertawa, "Menyesal katamu!?"
Lelaki itu seolah meremehkan dan menganggap ancaman itu hanya sekadar bualan, Darren bahkan tidak gentar sedikitpun dan membuat amarah Anna semakin meluap dengan sikapnya yang arogan dan terlalu percaya diri.
Akan tetapi saat Anna hendak kembali berkata sesuatu, Darren dengan cepat menimpali, "Sudahlah, apapun yang kamu pikirkan aku tidak peduli. Aku lelah dan hanya ingin beristirahat, aku akan tidur di ruang kerjaku," katanya seraya berbalik hendak pergi.
"Kau-" Ucapan Anna tiba-tiba terhenti saat pria itu mengangkat tangannya tanpa menoleh sedikitpun.
"Kau juga sebaiknya istirahat dan tenangkan pikiranmu, bukankah kau pun harus mengumpulkan tenaga untuk melawanku?"
Belum sempat Anna menjawab, Darren telah lebih dulu berkata, "Selamat malam!" lalu pergi dengan langkah kasar meninggalkan istrinya dan kekesalan yang masih menggebu-gebu dalam diri perempuan itu.
"Sial! Apa dia berniat menantangku?" umpatnya menerka-nerka.
Seketika saja perasaan wanita itu tidak nyaman, Anna semakin takut dengan hal yang akan terjadi dalam hidupnya di dalam rumah itu. Tanpa sadar Anna pun hanya berjalan mondar-mandir berusaha memikirkan beberapa cara untuk bisa bertahan hidup.
"Tidak! Aku harus segera merencanakan sesuatu untuk mengalahkannya, aku tidak akan membiarkan dia mendapatkan apapun dari keluargaku."
Malam semakin larut, namun Anna tidak bisa menenangkan pikirannya meski sudah membersihkan diri dan berbaring di atas ranjang. Anna mencoba memejamkan mata berharap akan terlelap tetapi tidak semudah itu karena pikirannya kali ini terlalu kalut.
Bagaimana tidak? Kejadian demi kejadian buruk terus menimpanya. Bahkan kesedihan yang terasa belum sepenuhnya pulihpun harus ditambah dengan kehadiran Darren yang terus menganggu pikirannya hingga mengancam keselamatan wanita tersebut.
"Mah, pah ... aku tidak tahu apa yang kalian rencanakan dengan membuatku harus hidup bersama pria itu, tapi mohon ... lindungi aku dari sana."
Anna melewati malam dengan penuh keresahan sampai-sampai tidak bisa tidur nyenyak meski berada di dalam ruangan yang luas serta tidur di atas ranjang empuk. Anna benar-benar merasa seperti di dalam neraka hingga saat dia terbangunpun tubuh dan pikirannya terasa tidak segar.
"Aku harus segera bersiap dan melakukan sesuatu," gumamnya beranjak dari tempat tidur.
Anna bersiap dengan pakaian yang dibawa dari rumah, tidak lupa merias diri meski sedikit kesulitan karena rambut panjangnya yang sedikit bergelombang.
"Ck! Apa yang harus kulakukan dengan rambut sialan ini!?" umpatnya kesal karena tidak rambut itu tidak kunjung rapi, "Aku tidak mungkin meminta tolong pada salah satu pelayan pria itu, bukannya tertolong mereka malah berusaha mencelakaiku nanti."
Setelah menghabiskan hampir satu jam, akhirnya dia selesai meski tidak berhasil mengikat rambutnya dan hanya mengenakan bando kecil berwarna ungu dan membiarkannya tergerai begitu saja.
Betapa tidak? Anna yang lahir dari keluarga konglomerat dan tidak pernah kurang kasih sayang hingga memiliki beberapa pelayan khusus untuk sekadar mengurus semua keperluan dirinya. Namun ketika menikah dengan Darren, wanita itu tidak diperbolehkan membawa para pelayannya hingga membuatnya sedikit kesulitan. Untung saja Anna masih bisa mengurus dirinya meski memerlukan waktu yang sedikit lama.
Ingatannya pun melompat pada saat-saat kehidupannya yang dulu. Betapa bahagianya ketika keluarganya masih lengkap dan selalu menghabiskan waktu bersama, kecuali saat orang tuanya tengah melaksanakan perjalanan bisnis, Anna tidak pernah ingin ikut serta karena menurutnya itu adalah hal yang membosankan, bertemu orang-orang munafik yang berusaha bersikap baik di depan keluarganya. Hingga pada suatu waktu, alih-alih menyambut kepulangan orang tuanya dengan suka cita, Anna justru berlinang air mata dan menyambutnya dengan duka saat kedua orang tuanya mengalami kecelakaan tragis hingga meninggal saat dalam perjalanan bisnis.
Anna menangis berhari-hari dan tidak ingin menemui satu orang pun. Sampai saat itu, tuan Freddy datang untuk mengurus beberapa dokumen salah satunya terkait surat wasiat. Bahkan yang lebih mencengangkan lagi, pria itu datang bersama pria bernama Darren Alexander. Pria yang ditunjuk tuan Donovan untuk menikahi Anna sebagaimna yang tertukis dalam surat wasiat peninggalan ayahnya. Meskipun Anna menentang keras pernikahannya, hal itu hanya akan sia-sia karena suka atau pun tidak, wanita itu akhirnya harus mengabulkan permintaan tersebut semata-mata tidak ingin membuat orang tuanya kecewa padanya.
Ingatan itu masih begitu melekat dalam benaknya. Di tengah-tengah itu tiba-tiba suara ketukkan pintu pun terdengar.
"Maaf, Nyonya? Apakah anda sudah bersiap? Tuan sudah menunggu anda di ruang makan," ujar seseorang dari balik pintu.
Anna pun mendengkus kesal dengan panggilan yang tiba-tiba seperti itu bahkan dalam keadaan dirinya belum selesai bersiap, "Ck! Ya, ya. Aku turun sekarang!" sahutnya bernada kesal.
"Baiklah, saya akan menyampaikannya pada tuan."
Anna pun bergegas menyelesaikan riasannya dengan gerakkan kasar, "Apa-apaan orang itu!? Apa dia berusaha membuatku luluh? dan lagi ... aku tidak pernah berharap melewati sarapan dengan pria itu."
Wanita itu mencebik kesal dan terus menggerutu tidak jelas, "Sepertinya aku harus menemui tuan Freddy, mungkin dia akan membantuku."
Saat ia baru saja beranjak dari meja rias, gerakkannya terhenti saat seseorang kembali mengetuk pintu kamar tersebut. Hal itu tentu membuatnya kembali geram.
"Astaga, tidak bisakah dia menunggu sebentar saja!?" umpatnya dalam hati.
"Ya, ya, sebentar. Aku sudah-"
"Ini aku."
Suara bariton itupun sontak membuatnya terkejut dan diam mematung tanpa berkata apapun. Suara yang membuat kebenciannya semakin besar kala ia mendengarnya.
"Apa saja yang kamu lakukan sehingga menghabiskan waktu lama?" cecarnya dari balik pintu, "Segeralah turun, jangan berbuat seenaknya di rumahku, aku tidak suka menunggu."
Anna tiba-tiba mengepalkan tangannya, mendengar perkataan suaminya yang sangat mengesalkan. Dia hendak menimpalinya dengan berbagai cercaan namun dia pikir itu tidak akan berguna, wanita itu hanya akan membuang energi jika berdebat dengan Darren.
Anna lantas menghela napas panjang berusaha menguasai diri, "Baik, aku akan segera keluar. Tunggulah satu menit lagi," jawabnya berusaha bicara dengan nada yang amat rendah meski kekesalannya menggebu-gebu.
Tanpa menunggu lama, Anna segera menuntaskan riasannya dan pergi dari meja rias dengan langkah kasar. Begitu ia membuka pintu, sosok pria bersetelan rapi tengah menatapnya dengan nyalang. Dia berpangku tangan sembari memposisikan badannya tepat di depan pintu kamarku.
"Apa kau sudah selesai dengan dandananmu, Tuan putri? Aku sudah menunggumu begitu lama," ucapnya bernada menyindir.
"Tidak ada yang memintamu untuk menungguku," balas Anna singkat.
Wanita itu pun segera berlalu berjalan melewatinya, tanpa menghiraukan ekspresi kesal yang tengah diperlihatkan oleh suaminya. Bahkan saat pria itu menyusul Anna dan berusaha berjalan sejajar dengannya, Anna dengan sengaja mempercepat langkah kakinya karena tidak ingin bersampingan dengan suaminya sendiri.
"Ck! Apa kau menganggapku virus? Sampai-sampai kau tidak sudi berjalan bersamaku?" Darren mendengkus kesal karena tidak berhasil menyusul, pun tidak mendapat tanggapan dari istrinya.
Sedangkan Anna terus berjalan menyusuri lorong menuju tangga dengan sesekali menoleh ke arah belakang, namun dia ternyata kurang mengontrol langkah kakinya sehingga tak menyadari bahwa langkahnya telah menyentuh bibir tangga.
"Awas di depanmu!" Darren tiba-tiba terpekik hingga membuat Anna terkejut sampai-sampai keseimbangan tubuhnya mulai terganggu dan terhuyung karena mendengar teriakkan dari pria itu. Anna lantas mencoba meraih pegangan tangga namun yang dirasakannya ternyata sebuah tangan kekar tengah meraih tangan serta menangkap tubuhnya.
Dalam sekejap mata, tubuh wanita yang ringkih tersebut kini berada dalam dekapan Darren. Saat itu pula pikirannya kembali dibayangi oleh ingatan singkat mengenai tubuh kekar yang memiliki dada bidang serta perut berkotak-kotak bak roti sobek milik pria itu.
"Apa kau terkesima dengan wajah tampanku sampai ekspresimu seperti itu?"
Suara itu lantas membuyarkan lamunan Anna, dia segera mengerjapkan mata berusaha menyadarkan diri. Belum sempat menjawab, Darren pun kembali menimpalinya.
"Ah! Atau kau berusaha menggodaku agar aku kembali menerjangmu, seperti semalam?" beo Darren.
"Apa!?" Secara refleks Anna melepaskan diri dan menjauh dari lelaki itu lalu membenahi dirinya yang sedikit berantakkan, dia pun kembali menatap Darren yang tersenyum seolah membanggakan dirinya, "Ck! Harapanmu terlalu tinggi!"
Melihat reaksi Anna dengan wajahnya yang memerah tentu semakin membuat Darren terpancing untuk terus menggodanya, pria itu berdecih seraya menyapukan pandangannya pada setiap lekukan wajah perempuan di hadapannya.
"Tapi sayang sekali aku tidak memiliki hasrat padamu, atau mungkin lain waktu aku akan mengajarkan beberapa hal terkait-"
"Sialan! Omong kosong macam apa itu!?" Anna tiba-tiba menyela perkataan Darren sembari melepaskan diri dengan kasar. Tanpa menunggu tanggapan darinya Anna pun kembali berjalan meninggalkannya dan menuruni tangga, meski saat ini gemuruh di dadanya terasa sesak dan bergetar hebat, juga merasakan panas di sekitar wajahnya. Anna yakin saat ini wajahnya tengah memerah.
Sedangkan Darren? Lelaki itu hanya tersenyum sinis seraya memicingkan matanya melihat Anna yang berjalab menuruni tangga dengan langkah kasar dan terdengar beberapa umpatan.
Setelah tiba di ruang makan, mereka melewati sarapan pagi ini dengan hening karena hanya ada Anna dan Darren yang berada di dalam ruang makan itu, Sepanjang sarapan berlangsung hanya terdengar suara alat makan yang saling beradu tanpa perbincangan apapun.
Anna pun menghela napas panjang, meski ruang makan itu terlihat luas namun entah mengapa dia merasa pengap dan tidak bebas bergerak karena mungkin tempat itu masih asing baginya.
"Kendalikan dirimu, Anna! Kau harus bersikap biasa dan jangan pernah memperlihatkan kelemahanmu pada musuh yang duduk di hadapanmu, seperti tadi," titahnya pada diri sendiri.
"Makanlah dengan tenang, tidak akan ada yang menyerang atau meracunimu karena rumahku aman," ucap Darren tiba-tiba.
Anna hanya mendengkus tanpa menanggapi ocehannya, lalu kembali menyantap makanannya karena sebelumnya dia hanya mengaduk-aduk makanan itu tanpa memakannya.
"Ck! Menyebalkan!" umpat Anna berusaha menguasai diri dan kembali menyantap makanan sampai habis.
"Sebelum kau pergi, tolong tinggalkan kunci mobil untukku, aku ada urusan," ujarnya tanpa basa-basi.
Darren tampak terkejut dan menaikkan kedua alisnya, "Mobil? Memangnya kamu mau kemana? Harusnya kau tidak memerlukan itu. Kau cukup diam saja di rumah."
"Bukan urusanmu," jawab Anna singkat tanpa memandang ke arah lawan bicaranya.
Darren pun terdiam dan menatap Anna dengan heran seolah memikirkan sesuatu dengan pikirannya. Lalu pada detik berikutnya lelaki itu menggelengkan kepalanya dengan cepat.
"Tidak, kamu tidak boleh pergi kemana-mana tanpa seizinku atau tanpa ditemani olehku," jelasnya.
Anna tentu terkejut dengan perkataan Darren yang seolah benar-benar ingin mengekang dirinya. Bahkan saat hendak menanggapinya, Darren terlebih dulu menimpalinya.
"Kebetulan ada yang ingin kuperkenalkan padamu," ucapnya lagi lalu menoleh ke arah pintu, "Bawa dia kemari!"
"Ah! B-baik, Tuan!" sahut seseorang dari balik pintu.
Tak lama kemudian muncullah sosok pria berpostur tubuh tinggi dan mengenakan setelan rapi memasuki ruang makan. Dia membungkukkan tubuh memberi hormat pada dua orang yang duduk di meja makan.
"Dia Jason, dia akan menemani dan menjagamu selama di rumah. Kalau kau benar-benar ingin berjalan-jalan bawalah dia, aku yakin dia akan berguna untukmu," ungkap Darren dengan begitu santai.
"Apa!?"
Kekesalan Anna kembali mencuat setelah mendengar tindakkannya yang semena-mena terhadapnya, namun detik berikutnya raut wajah Anna berubah muram dengan kerutan di kening yang menandakan rasa heran.
"Menjagaku katanya? Ck! Bilang saja kalau kamu memakai dia untuk mengawasiku," batin Anna menduga-duga. "Aku masih ingat bagaimana perilaku kasarnya semalam terhadapku. Tapi sekarang? Dia bersikap seolah mengkhawatirkanku. Tch! Menjijikkan!"
"Aku tidak mau! Aku bukan anak kecil dan bukan pula putri rapunzel yang terkurung di Menara," tolak Anna dengan tegas.
Akan tetapi Darren sama sekali tidak mendengarkan penolakkan itu dan malah bangkit dari kursi setelah menghabiskan sarapannya.
"Disini aku tuan rumahnya, jadi turuti saja dan jangan banyak protes. Aku masih banyak urusan di Kantor dari pada harus mendengar ocehanmu," tukasnya lalu beranjak pergi.
Melihat sikapnya yang seperti itu tentu membuat Anna gusar, tetapi dia tidak sempat menahan kepergian suaminya karena pria itu lebih dulu berkata pada Jason.
"Jaga dan awasi wanita itu, kalau ada apa-apa segera hubungi aku," titahnya.
Jason pun mengangguk paham, "Baik, Tuan. Saya akan menjaga istri anda dengan baik."
"Ck! Menyebalkan! Darren benar-benar ingin mengurungku. Kenapa aku harus terjebak disini dan lagi ... dengan pria itu!?"Mau tidak mau, Anna harus menunda rencananya untuk menemui tuan Freddy karena dia tertahan bersama Jason, pria itu benar-benar tidak melepaskan pengawasannya terhadap Anna.Dia bahkan menyediakan apapun yang mungkin Anna butuhkan padahal yang butuhkannya hanyalah kebebasan. Selama beberapa saat wanita itu terus memikirkan cara untuk bisa mengelabuhi Jason."Berpikirlah, Anna! Kau harus segera bertindak sebelum pria licik itu berindak lebih jauh!" batinnya.Anna pun kembali memutar otak, mengingat-ngingat dengan sesekali melihat Jason yang terus berdiri di dekat pintu balkon. Hingga pada menit berikutnya sebuah ide gila pun muncul memenuhi pikirannya."Ah! Sepertinya cara itu akan berhasil," gumamnya menyeringai.Sembari berdeham Anna pun melirik ke arah Jason dan berkata, "Aku ingin jus, tolong bawakan itu untukku.""Baik, Nyonya." Tanpa berlama-lama Jason segera b
"Tunggu, Anna!" teriak Darren berusaha menghentikan istrinya yang terus berjalan menuju lantai dua.Akan tetapi oanggilan Darren tentu tidak kunjung mendapat respon sehingga lelaki itu pun secara refleks mengejarnya hingga masuk ke dalam kamar hendak menuntut penjelasan darinya atas kejadian hari ini."Kita harus bicara, Anna! Kau berhutang penjelasan padaku." Darren terus berjalan mengikuti langkahnya sampai wanita itu menghentikan langkahnya dan berbalik."Penjelasan?" Anna menatap suaminya dengan tajam, "Aku tidak harus menjelaskan apapun padamu, karena kaulah yang terlalu ikut campur urusanku."Darren seketika mengerutkan kening, merasa heran dengan penuturannya yang membuat amarah Anna semakin membesar sampai-sampai wanita itu menatapnya dengan penuh amarah dan kebencian."Urusanmu? Apa kau lupa bahwa sekarang urusanmu juga urusanku, kau istriku dan kaulah yang harus menuruti kata-kataku, termasuk tidak pergi kemanapun tanpa seizinku. Bukankah sudah kuperingatkan tentang itu?" c
"Tuan! Ada kabar buruk!" ujar Rhodes sesaat setelah Darren mempersilakannya untuk masuk ke dalam ruang kerjanya.Dia datang dengan masih memegangi ponsel di tangannya. Napasnya terengah-engah serta raut wajahnya begitu khawatir, sontak saja hal itu membuat konsentrasi Darren terganggu dan bergantikan menjadi rasa penasaran."Ck! Kau menggangguku, Rhodes. Tenanglah, ada apa?" tanya pria itu berusaha menenangkan asistennya."Maaf, Tuan. Tetapi ini tentang klien yang kemarin anda tinggalkan di tengah-tengah rapat. Beliau marah besar dan akan membatalkan kerja samanya dengan perusahaan kita," tuturnya dengan suara bergetar."Apa!?" Darren sontak terkesiap sampai-sampai bangkit dari duduknya lalu berusaha memikirkan jalan keluar dari masalah yang tengah dihadapi."Ya sudah, aku akan menemui mereka dan minta maaf secara langsung. Aku tidak ingin perusahaanku merugi karena hal kecil," jelasnya, "Kau juga harus bersiap dan temani aku."Tanpa berpikir panjang lelaki itu segera merapikan meja k
"Nyonya. Ada kiriman lagi," ucap Jason setelah tiba di balkon tempat Anna biasa menghabiskan waktu.Anna yang sedang serius membaca buku pun sontak terkejut seraya membelalakkan matanya, "Lagi?? Dari siapa?""Dari tuan Darren, Nyonya."Anna pun mendesis, menerima sebuah paper bag yang disodorkan oleh Jason. Sedangkan Jason sedikit meringis mendapati ekspresi majikkannya yang tak biasa.Betapa tidak? Ini merupakan kiriman yang kesekian kalinya padahal hari masih siang. Anna lantas membuka paper bag tersebut yang ternyata berisi sebuah Dress cantik berwarna merah serta satu kotak Redvelvet yang sudah dihias secantik mungkin.Tak hanya itu, di dalamnya pun terdapat sebuah kartu yang berisikan kata-kata manis yang justru membuat Anna semakin meringis kala ia membacanya"Cake manis dan Dress cantik untuk wanita yang manis. Semoga kau suka ... " tulisnya melalui kartu ucapan tersebut.Anna kemudian berdecih, "Wanita yang manis? Aku bahkan masih ingat saat kamu mencibirku dengan sebutan wani
"Oh! Akhirnya kau datang!" Darren pun menoleh dan bangkit dari kursinya, melayangkan senyuman manisnya seolah tak terjadi apapun.Pria itu menatap ke arah Anna yang berjalan mendekat, sama seperti Jason yang menatapnya tanpa berkata apapun lagi. Hal itu sungguh membuat Anna risih!"Ada apa? Kenapa menatapku seperti itu??" tanya Anna bernada ketus meski sedikit menahan rasa kesalnya.Darren lalu memicingkan matanya, "A-ah! Tidak, aku hanya merasa khawatir kamu tidak akan datang.""Khawatir?" Anna lantas menautkan alisnya, merasa konyol dengan pertanyaan Darren yang membuatnya semakin geram, "Kau sungguh khawatir padaku??"Anna lalu mendengkus kesal, sadar bahwa saat ini ia harus terus waspada dan tidak gegabah dalam bertindak. Hingga pada akhirnya wanita itu membuang napasnya dengan kasar mencoba menguasai dirinya yang sempat hilang kendali di depan suaminya."Kau hanya akan berdiri seperti itu?" cetus Anna hingga berhasil membuat Darren terkejut."Ah! Silakan duduk," ucap Darren lalu
"Makan dan habiskan saja dulu, setelah itu kita pulang." Darren berkata dengan nada dinginnya, lalu kembali memotong steak dan memasukkannya ke dalam mulut.Begitu tenang, tanpa memedulikan istrinya yang mulai menatapnya dengan nyalang. Kesal dengan sikap Darren yang seenaknya dan bahkan tidak mendengarkan keinginannya.Anna pun mendengkus kesal, "Kalau begitu aku pulang lebih dulu. Aku akan menghubungi Jason agar segera menjemputku," tukasnya bernada kesal.Namun ketika wanita itu merogoh tas hendak mengeluarkan ponselnya, tiba-tiba Darren meletakkan alat makannya dengan kasar sehingga menimbulkan suara.TAK!"Simpan kembali ponselmu, kita pulang," cetus Darren.Anna yang masih terkejut pun lantas menaikkan sebelah alisnya, heran dengan perkataan Darren yang tiba-tiba melarangnya menghubungi Jason, asisten pribadi yang ditugaskan sendiri olehnya."Kenapa? Kita memang pulang bersama tapi tidak satu mobil. Aku ingin-" "Kita pulang sekarang dengan mobilku, atau tetap tinggal sampai mak
"Kita sudah sampai, Tuan, Nyonya." Rhodes berkata setelah mematikan mesin mobil, menatap ke arah belakang yang ternyata disambut oleh tatapan Anna ya g menajam ke arahnya."Terima kasih!" ketus Anna.Rhodes pun meringis mendapati sahutan Anna yang terdengar sangat dingin dan menusuk. Ia melirik ke arah Darren yang bahkan ikut terdiam seraya menggelengkan kepalanya perlahan seolah memberi isyarat agar Rhodes tidak mempermasalahkan sikap perempuan itu.Tanpa menunggu Darren, Anna segera membuka pintu mobil dan keluar dengan langkah cepat menuju pintu depan. Tidak betah berlama-lama satu mobil dengan suaminya.Darren dan Rhodes lantas mengantar kepergian Anna hingga sesaat setelah Anna menapaki teras rumah dengan langkahnya yang cepat, Rhodes pun mendelik ke arah Darren."Apa yang sebenarnya terjadi?"Namun alih-alih mendapat jawaban, Rhodes justru melihat atasan sskaligus sahabatnya yang tampak terburu-buru melepas sabuk pengaman, "Nanti kujelaskan."Darren bergegas keluar dan menutup
"Kau!? Mau apa kau datang kesini?" ucap Anna refleks bangkit dari meja rias dan mundur beberapa langkah.Wanita itu terlihat sangat terkejut saat mendengar suara pintu kamar yang tiba-tiba saja terbuka bahkan menampakkan sosok pria berwajah dingin yang dengan santainya berjalan memasuki ruangan itu begitu saja."Aku?" Pria itu menaikkan alisnya dan kembali berkata, "Aku kesini untuk menemui istriku, kau lupa kalau sekarang kita sudah resmi menjadi suami istri?"Mendengar penuturannya yang percaya diri lantas membuat Anna semakin geram, wanita itu pun menautkan alis seraya berdecih, "Ck! Jangan mimpi, Darren! Bukankah kita sudah sepakat tidak akan-BRAK!Tanpa aba-aba Darren menarik tubuh Anna dan memojokkannya hingga menyentuh dinding. Lelaki itu menatap lekat manik coklat yang tampak bergetar, tapi hal itu tidak lantas membuatnya tersadar bahwa perempuan di hadapannya tengah menunjukkan rasa takutnya.Bahkan Darren hanya memasang wajah sangar dan sedikit mengangkat sebelah bibirnya.