Abimanyu Basudewa tahu banyak hal tentang Aluna. Lelaki itu tahu pekerjaannya, hobinya, jurusan kuliahnya sampai kebiasaannya. Dengan track record seteliti itu, seharusnya nama 'Cakrawala' sudah hapal di luar kepala. Praduga kasar Aluna dibenarkan oleh tatapan menajam Bima ke arahnya. Ya, Bima mengenal Cakra. "Mantan pacar kamu itu?" tanya Bima memastikan. "Mantan calon suami," jawab Aluna tanpa menutup-nutupi apapun. Sejatinya, Aluna memang berpacaran untuk menikah. Aluna bahkan sampai menunggu sebelas tahun lamanya, kendati ujungnya Cakra berselingkuh dan membuat Aluna berakhir bersama Bima—lelaki yang background hidupnya lebih baik dari Cakra, tetapi kenyataannya sama saja dengan Cakra. Keduanya sama-sama membuat Aluna sakit hati karena menduakannya dengan perempuan lain—yang lebih anggun dan feminim. "Oh.""Iya."Bima mengangguk. Bima terlihat hendak pergi, tetapi tidak tahu kenapa lelaki itu
"Kamu kangen aku enggak Al?" tanya Bima dengan bola mata menatap Aluna. Tatapannya begitu lain, sarat frustasi seolah Aluna membuat lelaki itu tersiksa akan sesuatu. Aluna yang mendengar pertanyaan itu sontak terbatuk oleh oksigen yang dia hirup. "Seriously? Kamu pakai kalimat itu buat ngisi pertanyaan yang kamu dapatkan setiap 30 menit sekali?" salaknya lantang. Bima mengedikkan bahunya. "Itu penting buatku. Aku penasaran dengan itu.""Kamu ngerasa harus bertanya itu Bim disaat semuanya udah jelas?"Bima menaikkan sebelah alisnya. Lelaki itu menunggu. "Aku sama sekali enggak kangen," jawab Aluna menekan semua kata di kalimatnya agar kepala suaminya yang super pintar ini bisa mencerna ucapannya. "Oh."Aluna mendelik. Hening. Aluna jadi kikuk sendiri karena Bima seperti tak diam saja. "Lanjut enggak?" tanya Aluna. "Oke. Tapi taruhannya selesai.""Cih."
Bima tidak sedang ingin membatasi hubungan, justru ucapannya mengarah satu hal; lelaki itu mempersilahkan Aluna masuk ke dalam hatinya tanpa harus menyingkirkan Cassandra. Itu yang Aluna tangkap dari obrolannya dengan sang Suami. Analoginya, jika selama ini Bima hidup bersama Cassandra di dalam rumah, Aluna yang ada di luar lelaki itu persilahkan masuk tanpa harus mengusir Cassandra dari dalamnya. Tuk itulah, Bima meminta dirinya 'menghargai' Cassandra sebagai sosok baik yang bisa dipelajari kisah hidupnya—alih-alih mantan calon istri suaminya. Jika Aluna belum ke Bali, dan belum mendapat pencerahan atas perasaannya, mungkin sekarang Aluna akan bahagia sebab dia satu langkah lebih maju. Kalau Bima sudah mengizinkannya masuk, apapun bisa Aluna lakukan. Termasuk menendang Cassandra keluar. Sayangnya ... Aluna sudah apatis sekarang. Dia malah mentertawai permintaan Bima tuk mengenal Cassandra lebih lanjut. Baiklah, a
Jika hantu Cassandra benar-benar ada, maka dia salah langkah, sebab kedatangannya malah membuat Bima makin perhatian dengan Aluna. Lelaki itu memeluk Aluna dan menariknya dari kamar mandi. Petir menyambar dari luar. Cahayanya mampu menembus jendela yang bertirai sehingga kamar seketika terang benderang."Kamu enggak apa-apa?" tanya Bima menurunkan Aluna di pinggir ranjang. Aluna mengangguk. Dia buru-buru masuk ke dalam selimut dan meringkuk memeluk guling. Tempat favoritnya yang adalah ujung ranjang, sekarang dihindari sebab bayangan tangan putih pucat mencuat dari kolong ranjang benar-benar mengerikan. Aluna sangat takut tetapi dia tidak mau terkesan mencari perhatian Bima sehingga alih-alih mengatakan ketakutannya, Aluna hanya diam dan lekas tidur. "Kamu ternyata penakut ya Al ..." gumam Bima. Aluna sama sekali tidak menoleh. Dia mendengar suara ranjang bergerak, mungkin Bima sedang mencari posisi rebah yang nyaman.
Menurut Bima, mengenalkan Aluna kepada Cassandra akan membuat Aluna memahami alasan kenapa perempuan itu sulit dilupakan. Namun Aluna punya opini lain ketika langkahnya menjejak rumah mertuanya. Dia akan mencari tahu soal Cassandra dari mulut Mitha dengan tujuan; memperkuat hatinya untuk berpisah ketika hamil nanti. Pikir Aluna, kalau dia tahu sesempurna apa Sandra, barangkali sel-sel di tubuhnya akan makin kuat melindungi perasaannya. "Ngapain kamu tanya soal dia?"Tidak Aluna duga, tanggapan Mitha begitu 'ketus'."Udah ya Al, dia hanya masa lalu suami kamu. Enggak usah dibahas lagi," tambah Mitha mengangkat tangannya tuk meremas bahu Aluna yang dibalut kemeja kotak-kotak. Mitha melukis senyum simpul. "Kamu enggak perlu tahu dia siapa, bagaimana rupanya dan asalnya. Dia udah jauh. Enggak bakal jadi ancaman buat kamu."Memang tidak ada penelitian khusus berapa jarak dunia dan akhirat, tetapi Aluna tidak akan menjadi wartawan y
Selagi mengajari Bee matematika, Aluna sedikit salah tingkah karena Bima yang makan sore, sesekali melihat ke arahnya. Okay, Aluna memang berpikir dia aneh karena memakai riasan. Mungkin karena itu, Bima memandanginya terus-menerus. Hal serupa juga dilakukan Aluna. Membayangkan hidup pedih lelaki itu membuat Aluna terus menerus memandang lelaki itu. Aluna sedang menggelontorkan rasa bencinya dengan memandang iba. Rasa benci seperti kentang yang dia peluk, semakin lama akan membusuk di tangannya. Harus Aluna lepaskan agar dia bisa lekas hamil dan benar-benar meninggalkan Bima dengan lukanya. Aluna bukan Wonder Woman yang bisa menaklukan Abimanyu Basudewa. Bima telah terpuruk selama 5 tahun, disadarkan oleh orang tuanya saja tidak bisa, Aluna yang hanya 'orang baru' bisa apa? Nyatanya, sepasang suami istri yang sudah lama tak bermesraan itu telah salah dengan melirik satu sama lain. Ada yang terbangun dari dalam diri mereka d
"Kamu buat sarapan Al?"Sebuah tanya mengentikan gerakan Aluna membalik omelet. Mendongak, Aluna yang lagi ini terlihat 'fresh' dengan kaos oversize berwarna biru tua menyengir. Bima tak kuasa mengerjap melihat wajah Aluna begitu cerah. Dia tentu tak mau kehilangan moment ini sekalipun hanya sedetik. "Hooh," jawab Aluna. "Tapi buat diriku sendiri." Hal itu Aluna utarakan sembari mengangkat teflon dan menjatuhkan omeletnya yang tergulung ke atas piring. Ya, hanya satu piring. Bima pikir semalam sangat spesial sampai Aluna melupakan komitmennya tuk masing-masing di luar urusan ranjang. Namun ternyata, Aluna tetap konsisten. Jujur, Bima agak kecewa, kendati dia juga memahami sikap Aluna sangat logis. Dengan piring dikedua tangan, Aluna melewati tubuh Bima yang masih terpaku di lantai dapur. "Enggak disini makannya?" tanya Bima menyadari sang Istri melewati pintu dapur. "Di ruanganku aja," teriak Aluna sebab
Bima baru saja meminta maaf atas nama Aluna dan pergi ke dalam mobil saat seorang lelaki yang memakai kemeja hitam membungkuk di jendela. Tatapannya serta merta menajam sebab kepalanya mengenali lelaki ini. Prasasti. Teman Aluna yang dia ketahui masih berstatus sebagai mahasiswa di salah satu universitas swasta Kuningan. Pertemuan mereka singkat tetapi Bima tidak lupa bahwa Pras adalah lelaki yang menggendong Aluna di camp Palutungan Ciremai ketika Aluna terkilir. Lelaki ini benar-benar mengganggu Bima oleh karena kejadian itu sehingga Bima tentu hapal di luar kepala bagaimana perawakan Pras. Prasasti berpostur tinggi, sedikit berotot, punya rambut gondrong dan wajah tengil khas anak remaja yang belum mengenal susahnya hidup. "Ini kenapa?" tanya Bima meminta perhatian. Pras menoleh mendengar pernyataan itu. Lelaki itu serta merta menatap Bima tepat di muka. Tatapannya tidak mencerminkan anak muda yang belasan tahu
"Al jangan lari!"Aluna tidak mengindahkan teriakan itu. Dia tetap berlari. Dia menggunakan seluruh energinya untuk cepat sampai tangga dan naik ke kamarnya. Aluna akan mengunci pintu sehingga Bima tidak perlu ada di satu ruangan dengannya. Untuk malam ini saja, Aluna ingin sedikit egois. Dia lelah bertengkar. Situasi tegang tak bagus untuk bayinya, apalagi sekarang adalah jam tidur. Aluna tidak boleh stress. "Aku minta maaf Al ..."Di belakang, Bima masih saja meracau. "Selama 3 hari kemarin aku mikirin soal kita, aku mikirin bayi kita juga."Aluna tidak menyukai panggilan 'bayi kita' kendati faktanya bayi ini memang memiliki setengah gen dirinya dan Bima. "Al ..." Teriakan Bima menjadi suara terakhir yang Aluna ingat ketika rasa pening karena terlalu banyak berpikir membuatnya limbung. Dia hampir jatuh terguling di atas tangga, tetapi urung karena Bima tiba-tiba sudah ada di belakang
"Al, bangun! Ada A Bima jemput kamu pulang!" Aluna menggeliat karena diganggu tidurnya. Perempuan itu bergeming berpikir bisikan itu hanya potongan mimpinya. Namun, dengan tangan yang mengelus pipi, Aluna tahu suara itu nyata. Dibukanya mata, Aluna mendapati Lela menatapnya cemas. Tatapan perempuan berwajah manis ini terlihat pucat. Entah karena ini sudah tengah malam atau karena alasan lain."Ada A Bima di depan," bisik Lela mengulang informasi. "Bima?" tanya Aluna menekuk sikut sehingga dia bisa duduk. Aluna menatap kamar Lela yang serba pastel. Ternyata dia memang tidur di kamar Lela, pantas kasurnya terasa lain. Ditatapnya jam dinding yang menjadi dekorasi kamar, ternyata sudah pukul 10 malam."Kok aku bisa tidur disini La?" "Tadi teteh kan ketiduran di kamarnya A Kalis, terus sama Ibu diajak pindah kamar, enggak inget?"Aluna menggeleng. "Oke, oke, yang penting selamat. Yuk keluar?
Wajah Aluna sudah macam korban sengatan lebah. Aluna mengompres matanya yang bengkak di dapur. Dia melakukannya sembari menunggu air di dalam teko yang dia panaskan di kompor lekas mendidih. Desing teko menguar keras. Aluna terjerat dalam lamunan. Perempuan yang memakai kaos semalam itu masih melamun dengan es batu mencair di tangannya. Ketika suara desing teko mendidih makin konstan, Aluna terlonjak dan lekas mematikannya. Betapa terkejutnya Aluna mendapati teko itu sudah kehilangan banyak air. Lamanya waktu yang dia biarkan membuat air di dalamnya menguap hilang. Mendesah, Aluna kembali mengulang. Mungkin perempuan itu tidak sepenuhnya sadar, bahwa alam bawah sadar telah membuatnya berulang kali melihat pintu. Bima tidak pulang sampai pagi. Kemana lelaki itu pergi? "Udahlah Al, mending kamu kerja biar cepet selesai," gumam Aluna menepis rasa khawatirnya. Dia membawa nampan berisi susu hamil rasa strawb
"Kapan aku bilang begitu?" tanya Bima ketika Aluna menyindirnya soal suami tanpa perasaan. Nada suara Abimanyu Basudewa yang mendesis adalah pertanda, lelaki itu tidak sepenuhnya ingat soal kalimat lamarannya yang menyakitkan. "Waktu melamarku, kamu bilang bisa menghamiliku tanpa perasaan ..." jawab Aluna mengatakannya secara gamblang. Otak Bima tampaknya sedang mencerna, kening lelaki itu mengernyit. Lalu ketika hasilnya telah terproses, Abimanyu Basudewa termenung. "Al ...." lirihnya memanggil. Aluna menyeringai. "Semua kemarahan kamu di jalan tadi ... terlalu berlebihan Bim. Kamu keterlaluan karena hampir mencelakakan kita bertiga ...." maki Aluna.Bima mengerjap nanar mendengar kata 'bertiga'."Kamu harus malu marah-marah hanya karena telat dikasih tahu soal kehamilanku Bim, karena sebenarnya sejak awal, kamu udah ngomong ... hamilku itu bukan sesuatu yang bisa kita selebrasikan seperti pasutri pada umumnya!"
Ketika Bima tiba-tiba mengajak pulang dengan nada dingin, Aluna buru-buru menghampiri Bima dan mengajaknya bicara di kamar. Namun, Bima sepertinya mengalami hari buruk. Lelaki itu memaksa Aluna segera pulang. Begitu mutlak, tegas dan tak terbantahkan. "Aku udah izin mau nginep sama Mamah dan Ayah, sorry tadi enggak ngabarin karena ponselku ketinggalan lagi," jelas Aluna tersenyum tipis. "Kamu ikut nginep aja ya Bim?""Kamu enggak paham maksudku Al? Aku bilang pulang, ya pulang!!" Aluna melebarkan pupil terkejut bukan main mendengar nada tajam Bima. Aluna menoleh tuk melihat reaksi orang tuanya, syukurlah suara televisi menjadi peredam suara sehingga mereka tidak mendengar ucapan Bima yang begitu tajam. Aluna kemudian mengalihkan tatapan ke depan. Menatap suaminya. Aluna bukan pembaca ekpsresi, tetapi tajamnya sorot pandang Bima, tentu adalah hal buruk.Menghela nafas, Aluna pun terpaksa mengangguki permintaan Bima u
Rutenya selalu sama, apapun yang tidak diharapkan selalu Tuhan datangkan sebagai ujian. Seperti bakteri dan virus, yang lebih mahir membuat sistem imun belajar untuk kuat (Aluna)***Aluna pernah mendengar, jika kita sudah terlalu yakin akan suatu 'planning' maka akan ada saja sesuatu yang menggagalkannya. Aluna mengalaminya sekarang. Berniat mengabari keluarganya soal kehamilannya satu hari pasca USG, planningnya malah molor sampai 4 hari setelahnya. Ya, telat 3 hari. Dan itu semua tidak sengaja dia lewatkan. Aluna benar-benar lupa akan hal itu. Dia sibuk mengejar deadline pekerjaan setelah hari dimana Bima membawanya ke kampus lantas main ke bioskop.Disini, kadang Aluna sadar bahwa manusia jangan terlalu percaya diri. Aluna yang sudah memikirkan reaksi kedua orang tuanya ketika tahu dia hamil sejatinya sudah melampaui takdir. Dia melupakan Tuhan dalam proses memikirkan planning itu. Yeah, karena sekaran
"Astaga sekarang jam berapa?""Jam setengah 7.""Ya ampun aku belum makan," seru Aluna panik. Bima mengernyitkan dahinya. Aluna si Perempuan gila kerja yang suka mengurung diri tanpa makan sekarang panik hanya karena lupa makan? "Hati-hati Al!" tegur Bima ketika sang Istri hampir terjatuh karena belum sepenuhnya sadar pasca tidur berjam-jam. "Padahal aku setting alarm tahu.""Capek banget kayaknya kamu Al. Kerja dari tadi?""Enggak kerja sama sekali. Cuma duduk doang.""Ya udah jangan cemberut gitu, sekarang sholat dulu, kalau mau mandi pakai air hangat biar enggak masuk angin," kata Bima memberi saran lembut. Aluna mengangguk. Bima gemas sekali karena wajah Aluna yang berkeringat secara otomatis membuat kedua pipinya memerah alami. Sangat cantik. Terutama karena wajah habis bangun Aluna benar-benar menggemaskan dengan mata bengkak menyipit dan juga bibir menekuk.
Ternyata seperti ini rasanya ...Aluna duduk di kursi ruang Obgyn dengan seorang perempuan berkacamata mewawancarainya dengan banyak pertanyaan basic. Tujuan datang ke Obgyn? Kehamilan pertama atau bukan? Sudah cek pakai testpack lebih dulu atau belum? Dan lain sebagainya. Aluna menjawabnya dengan antusias. Sungguh, dia bahagia sekali bisa hamil sehingga setiap moment-nya dia nikmati dengan penuh sukacita. Aluna bahkan tidak insecure ketika ibu-ibu hamil yang datang ke klinik ini hampir semuanya diantar suaminya masing-masing. Fokus utama Aluna saat ini adalah kesehatan bayinya. "Bu Aluna, kayaknya bener deh kita udah pernah ketemu. Di The Jungle ...."Aluna ber-oh panjang. The Jungle adalah restoran milik ayahnya yang sekarang punya banyak cabang. "Iya itu memang punya ayah saja Dok.""Wah kebetulan, The Jungle itu tempat favorit saya.""Ya ampun, dunia sempit ya, lain kali kalau mampir bisa hubun
Testpack digital telah melakukan pekerjaannya. Di jendelanya, tertera 'yes' sebagai jawaban. Aluna menarik nafas dan menghembuskannya secara perlahan. Emosinya sudah tersedot kemarin malam sehingga subuh ini dia bisa mengontrol diri. Aluna keluar dari kamar dan mencengkram testpack digital itu untuk dia masukan ke dalam kotak. Abimanyu Basudewa yang masih terlelap, dia lewati begitu saja. Alih-alih memberitahu Bima soal ini, Aluna malah membuka laptop. Dia menghitung usia pekerjaannya selama mengambil dua pekerjaan freelance sekaligus. Aluna tidak boleh mengambil banyak pekerjaan selama hamil karena begadang tidak dianjurkan. Dia akan menawarkan pekerjaannya yang belum selesai—dengan kontrak yang lama, ke temannya sesama freelance. "Bisa enggak? Sekitar 113 bab lagi, itu optional, bisa diperpendek maupun diperpanjang kalau memang butuh duit banget," kata Aluna menggigiti ujung kukunya karena gugup. Aluna bahkan belum cuci m