"Kamu enggak makan Bim?" tanya Aluna setelah sekian lama dia menghitung hari apakah harus menyapa Bima atau tidak. Keputusan akhir, jari kelingkingnya memberi keputusan paling bijak; dia harus menanyakan soal kondisi perut lelaki itu. Semata hanya agar dia terlihat manusiawi bukan karena perhatian. Akan kentara menghindar, jika Aluna benar-benar menutup mata dari lelaki tersebut. Bima yang belum tidur dan sedang memangku laptop di pahanya, mendongak mendengar pertanyaan Aluna. Lelaki itu melepas kacamata dan mengurut pangkal hidungnya. Aluna menunggu jawaban. Dia masih mematung di depan pintu. "Kalau enggak makan, aku masukin ayam kamu ke kulkas," tambah Aluna. Bima melongo dibuatnya. Mungkin lelaki itu berpikir pertanyannya berkonteks khawatir, padahal Aluna hanya 'khawatir' ke ayamnya. Lebih aman bagi ayam madu itu di dalam kulkas dengan suhu dingin alih-alih di microwave semalaman. "Biarin aja nanti a
"Kamu terlalu kurus Al."Kalimat itu lagi. Aluna mengeratkan belitan tangannya di leher Bima—sedikit mencekik, agar suaminya ini lekas tutup mulut. Ya, setelah 3 kali permainan yang menghabiskan waktu kurang lebih 90 menit, akhirnya Aluna melompat ke punggung Bima agar menggendongnya ke lantai atas. Bima menghentikan langkahnya di tengah tangga karena dia kesulitan bernafas. Aluna melonggarkan belitan tangannya karena jika Bima pingsan, sudah dipastikan dia juga ikut terguling. Tangan Bima yang menahan bokong Aluna sedikit mendorongnya agar tidak merosot. Lelaki itu tanpa kesulitan membawa Aluna naik ke lantai atas. Aluna diturunkan di atas ranjang. Namun belum sampai disana, Aluna lagi-lagi menyiksa sang Suami dengan membelit lehernya—sengaja—keras. "Aku jadi mikir kamu cuma ngeles aja sengaja kalah biar bisa gendong aku Bim.""Kenapa emangnya?" tanya Bima kesulitan berbicara dengan leher dibelit dari belakang. "Al, longgarin tangannya! Kamu enggak bakal jatuh!"Aluna melakukan
Abimanyu Basudewa tahu banyak hal tentang Aluna. Lelaki itu tahu pekerjaannya, hobinya, jurusan kuliahnya sampai kebiasaannya. Dengan track record seteliti itu, seharusnya nama 'Cakrawala' sudah hapal di luar kepala. Praduga kasar Aluna dibenarkan oleh tatapan menajam Bima ke arahnya. Ya, Bima mengenal Cakra. "Mantan pacar kamu itu?" tanya Bima memastikan. "Mantan calon suami," jawab Aluna tanpa menutup-nutupi apapun. Sejatinya, Aluna memang berpacaran untuk menikah. Aluna bahkan sampai menunggu sebelas tahun lamanya, kendati ujungnya Cakra berselingkuh dan membuat Aluna berakhir bersama Bima—lelaki yang background hidupnya lebih baik dari Cakra, tetapi kenyataannya sama saja dengan Cakra. Keduanya sama-sama membuat Aluna sakit hati karena menduakannya dengan perempuan lain—yang lebih anggun dan feminim. "Oh.""Iya."Bima mengangguk. Bima terlihat hendak pergi, tetapi tidak tahu kenapa lelaki itu
"Kamu kangen aku enggak Al?" tanya Bima dengan bola mata menatap Aluna. Tatapannya begitu lain, sarat frustasi seolah Aluna membuat lelaki itu tersiksa akan sesuatu. Aluna yang mendengar pertanyaan itu sontak terbatuk oleh oksigen yang dia hirup. "Seriously? Kamu pakai kalimat itu buat ngisi pertanyaan yang kamu dapatkan setiap 30 menit sekali?" salaknya lantang. Bima mengedikkan bahunya. "Itu penting buatku. Aku penasaran dengan itu.""Kamu ngerasa harus bertanya itu Bim disaat semuanya udah jelas?"Bima menaikkan sebelah alisnya. Lelaki itu menunggu. "Aku sama sekali enggak kangen," jawab Aluna menekan semua kata di kalimatnya agar kepala suaminya yang super pintar ini bisa mencerna ucapannya. "Oh."Aluna mendelik. Hening. Aluna jadi kikuk sendiri karena Bima seperti tak diam saja. "Lanjut enggak?" tanya Aluna. "Oke. Tapi taruhannya selesai.""Cih."
Bima tidak sedang ingin membatasi hubungan, justru ucapannya mengarah satu hal; lelaki itu mempersilahkan Aluna masuk ke dalam hatinya tanpa harus menyingkirkan Cassandra. Itu yang Aluna tangkap dari obrolannya dengan sang Suami. Analoginya, jika selama ini Bima hidup bersama Cassandra di dalam rumah, Aluna yang ada di luar lelaki itu persilahkan masuk tanpa harus mengusir Cassandra dari dalamnya. Tuk itulah, Bima meminta dirinya 'menghargai' Cassandra sebagai sosok baik yang bisa dipelajari kisah hidupnya—alih-alih mantan calon istri suaminya. Jika Aluna belum ke Bali, dan belum mendapat pencerahan atas perasaannya, mungkin sekarang Aluna akan bahagia sebab dia satu langkah lebih maju. Kalau Bima sudah mengizinkannya masuk, apapun bisa Aluna lakukan. Termasuk menendang Cassandra keluar. Sayangnya ... Aluna sudah apatis sekarang. Dia malah mentertawai permintaan Bima tuk mengenal Cassandra lebih lanjut. Baiklah, a
Jika hantu Cassandra benar-benar ada, maka dia salah langkah, sebab kedatangannya malah membuat Bima makin perhatian dengan Aluna. Lelaki itu memeluk Aluna dan menariknya dari kamar mandi. Petir menyambar dari luar. Cahayanya mampu menembus jendela yang bertirai sehingga kamar seketika terang benderang."Kamu enggak apa-apa?" tanya Bima menurunkan Aluna di pinggir ranjang. Aluna mengangguk. Dia buru-buru masuk ke dalam selimut dan meringkuk memeluk guling. Tempat favoritnya yang adalah ujung ranjang, sekarang dihindari sebab bayangan tangan putih pucat mencuat dari kolong ranjang benar-benar mengerikan. Aluna sangat takut tetapi dia tidak mau terkesan mencari perhatian Bima sehingga alih-alih mengatakan ketakutannya, Aluna hanya diam dan lekas tidur. "Kamu ternyata penakut ya Al ..." gumam Bima. Aluna sama sekali tidak menoleh. Dia mendengar suara ranjang bergerak, mungkin Bima sedang mencari posisi rebah yang nyaman.
Menurut Bima, mengenalkan Aluna kepada Cassandra akan membuat Aluna memahami alasan kenapa perempuan itu sulit dilupakan. Namun Aluna punya opini lain ketika langkahnya menjejak rumah mertuanya. Dia akan mencari tahu soal Cassandra dari mulut Mitha dengan tujuan; memperkuat hatinya untuk berpisah ketika hamil nanti. Pikir Aluna, kalau dia tahu sesempurna apa Sandra, barangkali sel-sel di tubuhnya akan makin kuat melindungi perasaannya. "Ngapain kamu tanya soal dia?"Tidak Aluna duga, tanggapan Mitha begitu 'ketus'."Udah ya Al, dia hanya masa lalu suami kamu. Enggak usah dibahas lagi," tambah Mitha mengangkat tangannya tuk meremas bahu Aluna yang dibalut kemeja kotak-kotak. Mitha melukis senyum simpul. "Kamu enggak perlu tahu dia siapa, bagaimana rupanya dan asalnya. Dia udah jauh. Enggak bakal jadi ancaman buat kamu."Memang tidak ada penelitian khusus berapa jarak dunia dan akhirat, tetapi Aluna tidak akan menjadi wartawan y
Selagi mengajari Bee matematika, Aluna sedikit salah tingkah karena Bima yang makan sore, sesekali melihat ke arahnya. Okay, Aluna memang berpikir dia aneh karena memakai riasan. Mungkin karena itu, Bima memandanginya terus-menerus. Hal serupa juga dilakukan Aluna. Membayangkan hidup pedih lelaki itu membuat Aluna terus menerus memandang lelaki itu. Aluna sedang menggelontorkan rasa bencinya dengan memandang iba. Rasa benci seperti kentang yang dia peluk, semakin lama akan membusuk di tangannya. Harus Aluna lepaskan agar dia bisa lekas hamil dan benar-benar meninggalkan Bima dengan lukanya. Aluna bukan Wonder Woman yang bisa menaklukan Abimanyu Basudewa. Bima telah terpuruk selama 5 tahun, disadarkan oleh orang tuanya saja tidak bisa, Aluna yang hanya 'orang baru' bisa apa? Nyatanya, sepasang suami istri yang sudah lama tak bermesraan itu telah salah dengan melirik satu sama lain. Ada yang terbangun dari dalam diri mereka d