Duh, mana yang mau senyum2 silakan dulu. Mood baik gak nih? Lanjut sih kalo rameee respons kalian... wkwkwk, yuk buruan tinggalin jejak cinta kalian dan bantuin vote dong, biar ceritanya bisa naek-naek ke puncak gunung... wkwkwk Sayang kalian semuaaa 😘😘😘
Kayla menunduk, wajahnya memerah karena ucapan William barusan. Ia mencoba menahan senyumnya, tapi tidak berhasil. Tangannya bergerak memainkan renda yang ada di ujung baju dengan telunjuknya, berusaha mengalihkan perhatian dari perasaan hangat yang merayap di dadanya. “Kak Will ini … suka sekali bikin aku malu,” gumam Kayla pelan, tapi cukup keras untuk didengar William. William tertawa kecil, meletakkan piring stik keju ke meja di depannya. Ia menatap Kayla dengan lembut, senyumnya penuh arti. “Bukannya aku bikin kamu malu, tapi aku cuma jujur.” “Jujur apanya? Itu kan jelas-jelas gombal!” Kayla mendengkus, mencoba mengusir rasa malunya dengan nada yang sedikit protes. William mendekatkan tubuhnya, membuat Kayla secara refleks bergeser sedikit ke samping. Tapi sofa itu terlalu sempit, hingga akhirnya Kayla tak punya ruang untuk menjauh lagi. “Kenapa mundur? Takut, ya?” goda William lagi, suaranya rendah, tapi nadanya terdengar main-main. Kayla mendongak, menatap William dengan a
Suara Walter terdengar tegas dan dingin, membuat William merasa terpojok sejak awal. Pagi itu, suasana hati William sudah kacau sejak telepon berdering. Dia tahu persis arah pembicaraan ini, terutama setelah dia memutuskan untuk menentang aturan kakeknya semalam dengan memberitahukan pada Laura kalau dia sudah menikah, sesuatu yang tidak pernah dia lakukan sebelumnya.“William! Katakan padaku, apa yang kamu perbuat sampai dia menjadi seperti itu?!” Walter kembali bertanya padanya dengan suara yang cukup tajam.William menghela napas panjang. Kali ini, dia tak berniat menyembunyikan ketidaksenangannya. “Aku tidak menyangka sepagi ini kakek menghubungiku hanya untuk bertanya hal yang tidak ada kepentingan mendesak terkait dengan pekerjaan.”“Apa kamu bilang?! Apa menurutmu ini tidak ada kepentingannya? Apa kamu sudah mulai bodoh setelah menikah, Will?” Suara Walter makin dingin, tetapi William bisa merasakan gejolak emosi yang cukup tinggi saat ini.“Soal suasana hati ini, Kakek tahu ban
Di sisi lain, William duduk di dalam mobil dengan ekspresi yang sulit ditebak. Gabriel melirik ke arahnya melalui kaca spion, mencoba menilai suasana hati atasannya.“Bos, sepertinya kalian sudah menyelesaikan masalah salah paham akibat gambar yang dikirimkan oleh sekretarismu itu ke Kayla, ya?” tanya Gabriel dengan santai, karena dia hanya ingin mencairkan suasana.William tidak menjawab dia hanya menghela napas dalam.“Kenapa lagi? Masih ada hal baru yang belum aku ketahui?” tanya Gabriel penasaran.“Kita ke rumah Kakek dulu.” William berkata singkat.Hal ini memicu pertanyaan yang makin membuat Gabriel penasaran. “Apa kamu mau membuat kekacauan di sana?!”Kembali William menghembuskan napas dengan kasar mendengar pertanyaan Gabriel barusan.“Kamu bicara apa sih?! Apa menurutmu ini bisa diselesaikan dengan membuat kekacauan?!” Nada bicara William terdengar tidak suka.“Maaf-maaf. lagipula, ditanya malah diam-diam begitu. Ingat aku ini bukan dukun atau jin yang bisa nebak isi otak ka
William tidak terlalu banyak berpikir tentang pembicaraannya dengan Daisy barusan. Yang terpikir olehnya saat ini adalah menghadapi sang kakek, Walter, yang pasti akan sangat marah padanya terkait pertemuannya dengan Laura semalam.Benar saja, ketika William membuka pintu ruang kerja Walter, pemandangan yang menyambutnya langsung membuat dadanya terasa sesak. Walter duduk di sofa dengan postur tegap, menatap cucunya dengan pandangan tajam penuh intimidasi. Suasana ruangan yang sudah dingin terasa semakin mencekam. Aura Walter yang kuat seolah menyerap setiap percik energi positif pagi itu.“William, kau datang tepat waktu. Duduklah,” ujar Walter dengan nada berat, menyiratkan bahwa ini bukan sekadar pertemuan biasa.William mengangguk tanpa banyak bicara, lalu mengambil tempat duduk di sofa yang berseberangan dengan kakeknya. Ia tahu, percakapan ini tidak akan berakhir baik.Walter memulai pembicaraan dengan suara rendah tetapi penuh tekanan. “Aku ingin tahu, apa yang sebenarnya ada d
Kayla terlihat sangat bersemangat saat akan memasak makan siang untuk dibawa ke kantor William, hal ini juga bisa dirasakan oleh Rose, yang saat ini sedang membantu Kayla memasak di dapur.“Nyonya sangat bahagia menyiapkan makan siang untuk Tuan William,” ucap Rose pada Kayla ditengah kesibukan mereka.Kayla tersenyum mendengarnya. “Karena semua ini harus disiapkan dengan hati yang bahagia, Bibi, dengan begitu makanan yang kita buat akan terasa nikmat, karena ada cinta di dalamnya.”“Nyonya, Anda benar-benar istri yang sangat baik.” Rose memujinya.Kayla tertawa rendah. “Bibi bisa saja. Bukankah kita tentunya harus menjadi istri yang baik untuk suami kita sendiri.”“Anda benar, Nyonya.” Rose berkata dengan penuh semangat.Tidak begitu lama kegiatan mereka selesai. Kayla memasukkan sendiri makanan itu ke dalam kotak makanan yang akan dibawa oleh Kayla kepada suaminya lalu meletakkannya di atas meja.“Bi, aku ke atas dulu,” ucap Kayla pada Rose lalu pergi ke kamarnya.Sesampainya di kama
“Nenek …?” gumam Kayla pelan nyaris tak terdengar.Daisy, dengan penampilan anggun berdiri di dekat pintu masuk, tatapannya tajam namun penuh wibawa. Wanita itu berjalan dengan langkah pasti mendekati Kayla, dia lalu melihat ke sekitar mereka. Baik satpam maupun resepsionis itu tertunduk melihat Daisy.“Kenapa kalian berlaku tidak sopan dengan keluarga kami?” Daisy berkata dengan nada dingin.“Ma-maaf Nyonya besar, kami benar-benar tidak tahu, karena … banyak wanita yang sering datang ke tempat ini dan mengaku-ngaku sebagai orang-orang yang dekat dengan Tuan William, kami hanya ingin menjalankan prosedur keamanan saja dan Nona ini mengaku sebagai istri dari Tuan William.” Resepsionis itu menjelaskanDaisy tidak menghiraukan penjelasan yang diberikan wanita muda itu, dia menghampiri Kayla dengan cepat.“Kayla, apa kamu tidak apa-apa?” tanya Daisy dengan nada khawatir dan penuh perhatian.Kayla diam sejenak, banyak hal yang berkecamuk dalam kepalanya yang dia tidak mengerti, nenek Willia
William berusaha untuk tetap tenang, tetapi baru kali ini dia benar-benar tak mampu menutupi rasa kekhawatirannya. Khawatir akan kesalahpahaman Kayla dengan kejadian barusan, dan juga kalimat yang dilontarkan oleh Laura sedikit banyak, jelas akan menimbulkan kesalahpahaman.Tanpa berkata apa-apa, William dengan cepat menggenggam tangan Kayla dan menariknya menuju ruangannya. Kayla sedikit terkejut dengan gerakan mendadak itu tetapi membiarkannya. Ia tahu suaminya sedang mencoba menjelaskan sesuatu.Begitu sampai di ruangannya, William menutup pintu dan memastikan tidak ada orang yang mendengar mereka. Ia menatap Kayla dengan ekspresi penuh penyesalan.“Kay, aku tahu apa yang kamu pikirkan, tapi dengar dulu,” ujar William, suaranya lembut tetapi tegas. Kayla memberikan respons dengan mengangguk-anggukan kepalanya perlahan.“Laura itu … dia hanya datang untuk memberikan penawaran kerjasama terkait proyek besar Ellysium dengan perusahaan mereka yang basenya ada di–”“Tidak perlu menjelask
“Nenek?!” seru keduanya.Nenek William berdiri di ambang pintu, menatap mereka dengan ekspresi tak terbaca. Ada sedikit senyum di sudut bibirnya, tetapi matanya menunjukkan sesuatu yang lebih dalam. Keduanya langsung membenarkan posisi mereka, karena saat ini keduanya terlihat sangat dekat dan sedikit intim.“Maaf mengganggu,” ujar sang nenek, melangkah masuk tanpa menunggu izin. “Tapi aku harus mendiskusikan hal ini denganmu William.”William dan Kayla saling berpandangan. “Apa yang ingin nenek diskusikan?” tanya William dengan nada yang sedikit lebih dalam, menatap neneknya dengan penuh kewaspadaan.Daisy duduk di kursi seberang mereka. Pandangannya beralih pada Kayla sesaat, senyum hangat tersungging di bibirnya.“Sebenarnya ini aku ingin bicara hanya denganmu, Will. Tapi karena Kayla ada di sini, mungkin akan lebih baik sekalian.”Kayla berusaha menyembunyikan kegugupannya dengan menundukkan pandangan, namun perasaannya seakan tertahan. Entah kenapa, setiap kalimat yang keluar dar
Extra Chapter. Ghafa Sandra 1. Pertemuan Kembali.Sandra melangkah masuk ke dalam kafe dengan wajah kusut. Rambutnya yang biasanya rapi terlihat berantakan, menandakan betapa kacau harinya. Ia baru saja berdebat sengit dengan ayahnya, seorang pebisnis sukses yang selalu memandang dunia seni sebagai hal remeh. Sang ayah menginginkan Sandra fokus pada perusahaan keluarga, namun hatinya menolak keras. Dunia seni adalah rumah bagi Sandra, tempat ia menemukan kebebasan dan ekspresi sejati dan itu sejak dulu tidak disukai oleh ayahnya.Dan ayahnya makin marah karena dia gagal membawa proposal kerjasama dengan Ellysium Luminar Indonesia. Sandra melewati kursi seseorang yang saat itu posisinya berada sedikit menghalangi jalan. Dia duduk di bangku pojok yang bisa melihat ke arah jalan. Beberapa kali Sandra menghela napasnya. Mencoba mengingat kejadian beberapa hari lalu. Pria yang bernama William itu ternyata juga sudah beristri dan istirnya mungkin memiliki hubungan yang rumit dan tidak baik
Setelah beberapa bulan penuh suka dan duka, bayi Kayla dan William kini telah berusia 6 bulan. Hari itu, mereka membawa bayi mereka untuk imunisasi di klinik langganan keluarga. Perjalanan mereka merawat bayi prematur ini tidaklah mudah. Kayla sempat hampir terkena baby blues syndrome karena kurangnya tidur dan kekhawatiran berlebih terhadap kondisi bayinya. Namun, berkat dukungan William yang selalu hadir, membantu bangun tengah malam, dan memberikan semangat, Kayla mampu melewati masa-masa sulit tersebut dengan cepat. Saat ini, Kayla merasa campur aduk antara lega dan sedikit gugup, tetapi kehadiran William di sisinya memberikan ketenangan yang ia butuhkan.Sore itu, sebuah mobil keluarga berhenti di depan rumah besar keluarga Drake. Di depan pintu, Hana, Andre, Risda, Anthony, Daisy, dan Walter sudah menunggu dengan antusias. Bahkan Ghafa, Kakak Kayla sudah datang bersama dengan kekasih hatinya.William memeluk tubuh sang istrinya dengan lembut. Di tangannya yang lain, ia menggendon
William segera pergi ke rumah sakit dimana tempat Kayla berada, dalam perjalan tersebut dia juga sudah menghubungi Hana dan juga Risda, yang kebetulan keduanya masih ada di sini saat ini. Mereka bergerak ke rumah sakit tersebut dengan cepat. Sesampainya di sana, dia bertemu dengan dokter yang langsung menanganinya.“Nyonya Kayla harus segera dilakukan tindakan operasi agar tidak membahayakan dirinya dan juga anak yang ada dalam kandungannya.” Itu yang dikatakan dokter saat itu.Hal ini tentu membuat Kepala William berputar dan terasa sangat sakit sekali, rasanya penyesalan sangat kuat menjalar dalam tubuhnya sekarang ini.“Bagaimana Kayla, Will?” tanya Hana saat bertemu dengan William yang terlihat cukup gugup di depan ruang operasi.“Kayla harus dilakukan tindakan segera, Ma.” William berkata dengan suara lemah.“Bagaimana bisa Kayla mengalami kecelakaan? Apa sopir kamu tidak membawa kendaraan dengan hati-hati?” Risda kali ini bicara dengan nada cemas.“Tadi ada kendaraan yang remnya
Kayla berdiri di depan cermin, mengamati bayangan dirinya sendiri dengan raut wajah penuh rasa ingin tahu. Perutnya yang kini membuncit lima bulan tampak menonjol di balik kaus longgar yang ia kenakan. Ia memutar tubuhnya perlahan, memandangi bentuk tubuhnya dari berbagai sisi, lalu tersenyum kecil.“Kak Will, ini bakalan besar banget, pasti ya?” katanya sambil menoleh ke arah William, yang baru saja keluar dari kamar mandi dengan rambut basah dan handuk melilit lehernya.William mendekat tanpa berkata apa-apa, menyelinap di belakang Kayla. Ia melingkarkan lengannya di pinggang istrinya, lalu menempelkan dagunya ke bahu Kayla. Tangan besarnya dengan lembut mengusap perut Kayla yang membuncit, seolah-olah mencoba menyapa bayi mereka.“Dia tentu akan membesar,” gumam William sambil tersenyum tipis, matanya memandangi bayangan mereka berdua di cermin. Ada kebahagiaan yang samar di matanya, meski bibirnya hanya melengkungkan senyum sederhana.Kayla berbalik dengan cepat, menyandarkan tanga
Saat kaki Kayla melangkah masuk ke dalam ruangan itu, dia benar-benar sangat merasa senang, semua nampak nyata, dia dan William akan diperkenalkan secara resmi sebagai pasangan suami istri dari Keluarga Drake yang tersohor dan terhormat.Acara satu per satu berjalan sesuai agenda, saat Walter Drake memperkenalkan keduanya sebagai pasangan resmi, para tamu undangan sangat terkesan dan kagum. Lalu, Walter juga mengumumkan tentang pengunduran dirinya dari kepemimpinan raksasa usaha Ellysium Luminar Group milik Keluarga Drake, dan menyatakan dengan tegas kalau saat ini, semuanya dipegang penuh oleh Kaisar William Drake, satu-satunya pewaris Keluarga Drake.Suasana makin meriah, walau begitu, sesekali William bertanya pada Kayla, apakah dia sudah lelah? Namun, Kayla tentu saja tidak lelah, dia malah senang dengan apa yang terjadi saat ini. William yang terkenal dingin sebelumnya terlihat cukup banyak tersenyum saat acaranya berlangsung. Kemudian satu momen dimana akhirnya William memutar s
Di kamar, setelah semuanya selesai, William duduk di tepi ranjang sambil memeriksa dokumen di laptopnya. Kayla duduk di sebelahnya, memandangi wajah William yang serius. Tanpa sadar, ia tersenyum kecil.“Kak Will,” panggil Kayla lembut.“Hm?” William menoleh.Kayla memeluk lengan suaminya, menyandarkan kepalanya di bahunya. “Aku benar-benar bahagia.”William tersenyum kecil, lalu menutup laptopnya. “Aku juga, Kay.” Tangannya membelai rambut Kayla dengan lembut, sebelum berbisik, “Terima kasih sudah memberiku kesempatan untuk menjadi ayah. Aku akan memastikan kamu dan anak kita selalu bahagia.”Kayla terdiam, tetapi hatinya berbunga-bunga. Saat William mengecup keningnya dengan penuh kasih, ia tahu bahwa kebahagiaan ini adalah awal dari perjalanan indah mereka bersama.*** Keesokan harinya, Kayla dikejutkan dengan kedatangan orang tuanya dan juga Ghafa di kediaman Keluarga Drake saat dia selesai konsultasi dengan dokter kandungannya.“Papa, mama?!” Kayla tidak percaya mereka sudah ada
Di ruang tunggu yang cukup ramai ini, William duduk dengan gelisah, jarinya mengetuk-ngetuk paha tanpa sadar. Pria yang biasanya memancarkan ketenangan seperti batu kini terlihat tidak sabar. Matanya terus melirik ke arah pintu ruangan dokter, lalu kembali ke Kayla yang tampak sibuk mengunyah camilannya.“Ini, minum dulu. Sebentar lagi giliran kita,” ujar William dengan nada pelan, hampir seperti bisikan. Tangannya menyodorkan botol air mineral ke arah Kayla, dia berkata dengan sangat hati-hati.Kayla menerima botol itu, menatap William sejenak sebelum tersenyum tipis. “Santai saja, Kak Will. Aku baik-baik saja.” Nada santainya membuat William sedikit lega, meski pikirannya tetap penuh dengan kekhawatiran, takut kalau-kalau nanti Kayla kembali meraung seperti di dalam mobil tadi.Bukan tanpa alasan dia khawatir, karena barusan saja, saat berjalan menuju ruang tunggu ini, Kayla hampir menangis hanya karena William berjalan mendahuluinya. Dia tidak mengira istrinya bisa sesensitif itu. B
Wajah Daisy dan Risda terlihat senang, dari cara William dan Kayla menatap ini seperti menunjukkan hal-hal bahagia yang sebentar lagi akan datang ke keluarga ini.“Bagaimana? Apa itu sudah cukup lama?” desak Daisy, sementara Risda, Ibu William lebih kalem dengan tidak banyak bicara.“Itu ….” Kayla diam dan menatap William.“Apa itu terakhir saat awal pernikahan kita?” tanya William cepat.Pernyataan yang dilontarkan William barusan membuat Kayla mengangguk malu-malu.“Ah! Sepertinya kita akan kedatangan tamu besar di keluarga kita.” Daisy berkata dengan penuh semangat lalu melihat ke arah Risda dengan senyum merekah.“Sebaiknya Will, coba kamu bawa Kayla ke dokter sekarang.” Giliran Risda yang penuh semangat kali ini menyuruh anaknya untuk segera mencari kepastian yang tentunya lebih akurat.“Nah, benar, cepatlah Will, nenek yakin kita pasti akan ada anggota baru di keluarga kita.”Lalu, kedua orang ini menyuruh William dan mendesak keduanya untuk segera pergi ke dokter.Sebelum Willi
Suasana sore di kediaman keluarga Drake dipenuhi canda tawa yang hangat. Walter, yang baru saja pulang dari rumah sakit, duduk di sofa ruang tengah dengan senyum lembut di wajahnya. Anthony, Risda, Daisy dan Kayla duduk di sekitarnya, berbagi cerita ringan yang menghangatkan hati. Ruangan itu dipenuhi aura nostalgia dan kebahagiaan.Kayla, yang biasanya lebih pendiam di hadapan anggota keluarga Drake lainnya, hari itu terlihat lebih santai. Senyumnya tak pernah lepas saat mendengarkan cerita-cerita Walter tentang masa mudanya. Ia sesekali melontarkan komentar yang membuat semuanya tertawa.“Jadi, Kakek benar-benar sempat mencoba drifting dengan mobil antik hanya untuk menghindari nenek yang sedang marah?” Kayla tertawa, membayangkan adegan yang diceritakan Walter.“Tentu saja,” Walter menjawab dengan nada bercanda. “Saat itu nenekmu benar-benar mengerikan jika sudah marah. Tapi lihat, aku masih hidup sampai sekarang, bukan?”Anthony dan Risda ikut tertawa. Rasanya sudah lama sekali mer