“Apa maumu, Bily? Kenapa kau menggangguku lagi?” sergah Raihan ketika pria itu melepaskan tangannya.
“Sssstttt!” Bily meminta agar Raihan memelankan suaranya. “Aku cuma ingin memberi tahumu bahwa aku merindukanmu, Raihan.”
Raihan terlihat tak percaya. “Omong kosong! Untuk apa kau ke sini? Kau membuntutiku? Hingga mencari tahu ulang tahun suamiku?”
Bily menatap serius Raihan. “Aku akan melakukan apa saja untukmu! Termasuk membuntutimu!”
“Termasuk mencari tahu hari ulang tahun suamiku?”
“Jangan katakan kalau dia suamimu!” sergah Bily tak terima, “bagiku, kau masih belum miliknya…”
Raihan tertawa sembari menatap aneh Bily. “Apa itu penting bagiku? Aku
“Hah… hah…”Nafas mereka saling memburu di antara kecupan. Lipstick di bibir Raihan tampak berantakan di sekitar bibirnya. Nico melepaskan jas dan dasinya lalu kembali mencengkram pinggang Raihan dan mengajaknya kembali berciuman. Raihan melingkarkan lengannya ke leher Nico sedangkan tangan Nico satunya masuk melalui ujung bawah dress Raihan dan meraba paha hingga meremas bongkahan di sana.Cukup lama mereka melakukannya di depan pintu hingga Nico berinisiatif mengangkat Raihan hingga kedua kakinya mengapit ke pinggang Nico. Sambil terus saling bercumbu, Nico membaringkan tubuh Raihan. Selanjutnya, yang terdengar hanyalah desahan-desahan kenikmatan yang berbaur dnegan hentakan-hentakan yang membuat suasana kamar itu semakin memanas.***“Nanti aku mau ke rumahnya kak Barack, ada barang yang
Bily mengernyit heran, bukannya di telpon tadi wanita itu berbicara baik-baik memintanya bertemu. Tapi, kenapa sikapnya kembali kasar?“Kenapa?”“Kenapa? Ya, karena aku ini istri orang!” sahut Raihan menekankan jawabannya, “apa alasan itu tidak cukup?”“Lalu, untuk apa yang mencariku?”“Aku mau tahu untuk apa kau bekerja di tempat suamiku?”Bily mendecih, dipikirnya wanita itu memintanya bertemu karena sedang merindukannya dan mereka akan kembali seperti dulu. Ternyata…“Aku ingin melihat langsung, pria macam apa yang sudah kau nikahi,” jawab Bily.“Ho… sepenting itukah sampai kau bekerja di sana juga?”
“Nico…”Suara Olive di seberang yang begitu lembut membuat Nico senang sekaligus risau karena begitu merindukan suara itu. Namun, Nico berusaha untuk bersikap biasa saja. “Ya, ada apa?”“Bisakah kita bertemu…”Nico terdiam sebentar. Gadis itu mau bertemu, untuk apa?“Ya, boleh. Kapan?”“Hari ini…”Deg, jantung Nico langsung terasa berdetak lebih keras karena hari ini ia akan bertemu lagi dengan Olive setelah mereka bertemu terakhir kali saat gadis itu memutuskan hubungan mereka.“Baiklah, kita makan siang di restoran biasa.”“Oke, jam berapa?”“Mu
Setelah bertemu dengan Olive, suasana hati Nico menjadi semakin kacau. Ia sebenarnya merasa kecewa dengan keadaan yang seakan mempermainkan dia dan Olive. Kembali ia teringat akan Olive, bagaimana gadis itu menitikkan air mata karenanya. Rasanya, hati Nico juga terasa sakit melihat Olive terluka seperti itu. Hujan di luar semakin lebat, yang terdengar suara derasnya air yang jatuh ke tanah, kadang-kadang suara petir bergerumuh seakan memecah langit.“Ah… andaikan dulu aku menurunkan egoku dan berinisiatif mengejar Olive untuk memintanya kembali ke pelukanku,” kata Nico dalam hati.Nico mulai berandai-andai, jika dia menemui Olive dan memintanya untuk kembali pada dirinya sebelum pernikahan itu dilaksanakan, pastilah mereka sudah bersama saat ini atau pun ia berusaha menggagalkan pertunangan Olive saat itu, pasti yang menjadi istrinya kini adalah Olive. Namun, takdir suda
“Nico?”“Ya, ada apa?”“Kamu jangan makan di luar ya sebelum aku datang! Nanti kita makan berdua.”“Oh, baiklah… apa sih yang tak bisa untuk istriku tersayang…”Segera Raihan mencari resep bekal makan siang melalui internet. Sejak kemarin melihat Nico yang terlihat sedih dan tak semangat membuat Raihan memutar otak untuk mencari cara agar suaminya kembali semangat lagi. Entah ide dari mana ia berinisiatif membuatkan makan siang untuk suaminya. Raihan merasa Nico selama ini sangat baik memperlakukannya dan memperlihatkan betapa pria itu menyukainya. Oleh karena itu, Raihan merasa ia juga harus berusaha membalasnya.Raihan ingin memberi kejutan dengan tiba-tiba datang ke kantor suaminya dengan membawa bekal makan siang. Sebenarnya, Raihan belum tahu makanan apa kesukaan Nico, hampir sebulan ia hidup bersama suaminya namun ia tidak pernah menanyakan apa saja hobi dan makanan kesukaan Nico a
“Apa yang kamu bawa?” tanya Nico.Raihan menoleh dan melemparkan senyum manisnya ke arah Nico. “Aku bawa makan siang untukmu… tadi aku memasak….”“Oh, ya? Coba kita lihat!” kata Nico semangat sembari membuka isi tas bekalnya.Raihan terdiam tidak menanggapi. Menyadari ketiga karyawannya masih ada di depan mereka, Nico berdehem. “Silahkan kalian kembali ke ruangan kalian!”“Baik…”Bily dan karyawan lainnya lalu beranjak dari sana. Sebelum keluar dari pintu, Billy menoleh sekali ke arah Raihan, wanita itu kini berpindah tempat dan duduk di pangkuan Nico. Tidak hanya itu, Raihan juga menyuapi Nico. Bily seakan terbakar api cemburu, ia marah, sangat marah, seakan tak tahan ia memandang wanita yang ia cintai sedang bermesraan tepat di matanya. Namun, ia tidak bisa berbuat apa-apa karena dia bukan lagi siapa-siapa wanita itu.***“Bagaimana? Enak ti
“Apa yang kau lakukan di sini, Bily? Bukannya CEO kita mencarimu? Kembalilah ke dalam!” perintah Jeremy.Bily tampak kesal namun terpaksa mematuhi perintah Jeremy. Kini tinggal Jeremy dan Raihan, beberapa menit mereka hanya terdiam saja. Raihan yang masih shock karena ulah Bily tak tahu harus mengatakan apa ke Jeremy, ia hanya tertunduk bingung.“Raihan… maukah kau mengatakan ada hubungan apa kau dengan Bily?” tanya Jeremy penasaran tapi berusaha untuk tidak membuat wanita itu takut.“Tidak ada,” sahut Raihan, suaranya terdengar parau dan matanya mengerjap-ngerjap menatap lantai.“Oh ya?” kata Jeremy tak percaya, “baiklah, aku akan menceritakan ke Nico apa yang aku lihat barusan….”“Jeremy!” Barusan Jerem
Perasaan Jeremy mendadak tak enak, ia khawatir jika Nico mencari tahu informasi mengenai Bily dan Raihan karena kemarin ia mengetahui hubungan mantan pasangan sejoli itu. “Untuk apa kau memanggil Adrian?”“Ya… untuk mencari tahu tentang Bily.”Jeremy mengambil duduk di depan Nico, menyandarkan punggungnya sembaru menyilangkan kakinya. “Lalu, apa yang kau temukan?”“Sesuatu yang menarik,” jawab Nico, “aku baru tahu kalau Barack memiliki adik ipar dan ternyata Bily dan adik ipar Barack Adhinata itu adalah sepasang kekasih.”“Hah?” Jeremy terperangah, merasa ada yang janggal dari ucapan Nico. “Apa kau tidak salah informasi?”“Itu dari Adrian,” jawab Nico apa adanya.
"Kakak!" seorang gadis cantik dengan rambut pendek model wolf cut-nya berlari-lari sambil menarik kopernya untuk menghampiri Barack, matanya bulat dengan softlens berwarna kelabu. Tubuh langsingnya yang tinggi langsung memeluk Barack dengan hebohnya. Barack pun tersenyum dan membalas pelukan gadis itu."Kangennya sama Kak Barack," kata gadis itu, "kenapa Kak Barack tidak mengabariku kalau Kakak sakit?" protesnya dengan bibir yang dimanyunin, "aku bahkan tahu dari salah satu asisten rumah tangga." "Siapa itu?" tanya Barack. "Secret," jawab sang gadis sambil menempelkan jari telunjuknya di bibirnya, "ia lalu mengedarkan pandangannya seperti mencari-cari seseorang. "Dimana ya dia?" "Kau mencari siapa, Shiena?" tanya Barack pada adiknya yang bernama Shiena."Raihan," sahut Shiena, "kudengar dia sempat pulang dan tidak lama itu dia menikah." Barack terdiam sejenak, agak kaget darimana Shiena tahu bahwa Raihan sudah menikah. "Siapa yang memberitahumu?" tanya Barack. "Kak Ginanjar," j
Nico berjalan mengitari ruang keluarga mansion keluarga Adhinata. Setapak demi setapak kakinya melangkah, pandangannya menatap tiap foto-foto yang menghiasi dinding ruangan itu. Pertama, ia melihat foto Barack remaja yang merangkul seorang gadis kecil yang Nico tahu persis bahwa gadis itu adalah adik Barack, dia cinta masa kecil Nico.Nico menatap raut wajah gadis itu, tak ada sedikit pun kesamaan dengan wajah Raihan. Tapi, bukankah banyak orang yang mengalami perubahan yang signifikan ketika ia beranjak dewasa? Nico terus mengamati foto-foto di dinding itu. Ada foto Barack semasa ia kuliah bersama gadis cantik yang juga beranjak remaja dan juga orang tua Barack Adhinata. Tapi, jika diperhatikan dengan seksama, gadis itu bukanlah Raihan. Nico mengalihkan pandangannya ke foto keluarga yang paling besar terpampang di sana, foto Barack Adinata bersama istrinya, Raihan dan ada gadis cantik yang Nico tak kenal siapa gadis itu. Tapi, gadis itu berdiri di samping Barack sementara Raihan dan
"Nic ... ada apa?" tanya Jeremy yang tampak begitu penasaran. "Aku ....." Nico masih tampak tak percaya dengan apa yang barusan ia dengar dari Adrian. "Nic?" "Aku harus pergi dulu." Nico mematikan panggilan telepon Adrian lalu bergegas cepat keluar dari ruangannya, meninggalkan Jeremy yang tampak terheran-heran melihat tingkah sahabatnya yang tak biasa itu. "Kau mau kemana?" seru Jeremy"Memastikan sesuatu yang penting!" balas Nico.*** Nico berlari menuju mobilnya dan segera meluncur ke arah apartemennya dengan kecepatan tinggi. Ia bahkan tak peduli lagi dengan keselamatannya hingga ia mengabaikan untung memasang sabuk pengamannya, mobil yang melaju di depannya ia klakson tanpa ampun. Ia bahkan hampir dua kali menambrak mobil yang melaju di depannya hingga ia akhirnya menepi dan berusaha menenangkan pikirannya terlebih dahulu namun ucapan dari Adrian tidak dapat lenyap di otaknya bahwa adik ipar Barack Adhinata ternyata adalah istrinya. Nico merasa ditipu oleh keluarga Adhinata.
Nico menatap tajam ke arah Bily saat pria itu menghampirinya bersama Raihan. Nico lalu berdiri, menyambut istrinya. Raihan lalu melangkah ke samping Nico. "Kau sudah lama menunggu?" tanya Raihan pada suaminya. "Tidak, kok," jawab Nico, "aku langsung meneleponmu saat sampai di sini. Raihan mengangguk paham. "Bily, kami pulang dulu, ya," ucap Raihan pada pria itu, "tolong jaga Wulan, besok aku ke sini lagi, pungkasnya." Bily hanya mengangguk sekali. Nico lalu menggenggam erat tangan Raihan lalu pergi meninggalkan Bily sendirian di sana. *** "Kau tidak bilang kalau Bily ada di sana juga," kata Nico saat mereka berada di dalam mobil. Pria itu tampak serius, ia menatap ke arah Raihan dengan kening mengerut."Ya, kau tidak tanya, kan?" balas Raihan, "lagi pula kau pasti bisa menebaknya kalau dia pasti ada untuk menjaga Wulan. Bagaimana pun mereka sudah seperti saudara," terang Raihan. "Aku hanya ingin kau memberitahuku biar aku tidak salah paham ...," ujar Nico. "Kau cemburu?" tuduh
Nico duduk terdiam di ranjang sambil memandang istrinya yang kini memejamkan matanya di sampingnya. Ia terus memikirkan pertemuan terakhir ia dan Olive, ada rasa kecewa karena Raihan mengijinkan Olive untuk membujuknya bercerai dengannya. "Apa segitu tak inginnya kau membuka hatimu padaku, Raihan?" ucap Nico dalam hati. Tiba-tiba Raihan membuka matanya, ia mengernyit karena mendapati suaminya tengah memandangnya dalam hening. "Kau belum tidur?" tanya Raihan sambil membangunkan tubuhnya. "Um ... iya," jawab Nico. "Kau lagi banyak pikiran?" tanya Raihan, wajahnya agak khawatir memandang Nico. Nico terdiam sejenak sebelum ia bersuara. "Raihan, apa kau ingin meninggalkanku?" tanya Nico tiba-tiba. Raihan terhenyak mendengar pertanyaan Nico. "Kenapa kau bisa bilang seperti itu?" "Aku takut kehilanganmu," ucap Nico jujur. Raihan terdiam sejenak lalu ia berusaha tersenyum. "Jangan berpikir terlalu banyak, aku akan selalu bersamamu selama kau menginginkannya," kata Raihan. "Raihan ap
Nico terdiam membaca begitu banyak berkas di mejanya hingga keningnya mengerut tajam. Agak lama ia berkutat dengan berkas-berkas itu, ia lantas mengambil pena dan mulai menandatangi berkas di hadapannya. "Wah, kau rajin sekali," ujar Jeremi. Nico menoleh ke arah sahabatnya itu, ia bahkan tak menyadari ketika pria itu masuk ke ruangannya. Jeremi berjalan menuju sofa dan duduk santai di sana. Bagaimana sekarang hubungan kau dan istrimu itu?" tanya Jeremi. "Sangat baik," jawab Nico santai, "kami bahkan makin mesra." "Syukurlah kalau begitu," gumam Jeremi. Tiba-tiba handphone Nico berdering, tanda ada panggilan masuk. Mata Nico mendelik saat melihat nama Olive terpampang di layar handphone-nya. Nico terdiam sejenak, ia ragu antara ingin menerima panggilan itu atau membiarkannya. Tapi Nico tak tega pada gadis itu, ia pun memutuskan untuk menerima panggilan telepon itu. "Ya, halo?" sapa Nico. "Nico," suara lembut Olive di seberang, "bisakah kita bertemu hari ini?" Nico terdiam, ia
"Ngg ... Nico ... Ahh!" desah Raihan saat lidah Nico menyapu milik Raihan yang mulai basah. Tangan wanita itu mencengkran bantal, sesekali ia menengok untuk memandang suaminya yang tengah menyantap nikmat miliknya. "Ahh! Nic ..." desahnya saat Nico mengisap miliknya, seakan menyesap nektar madu di sana. Kini tangan Nico tak tinggal diam, ia memasukkan jari tengah dan manisnya ke dalam rongga nikmat itu. "Nico! Ngg ... ahh ... sshhh ...." Raihan mulai meracau saat gerakan kedua jari semakin cepat, belum lagi permainan lidah dan isapannya di bawah sana. "Nico ... aku ... aku tidak ta ... ahh!" Akhirnya Raihan mengalami klimaksnya, tubuhnya mengejang dan napasnya terdengar memburu. Nico tersenyum puas saat menyaksikan istrinya mengalami orgasme. Ia lalu memeluk tubuh Raihan dan mengajaknya berciuman. "Bisakah kau memegangnya?" bisik Nico penuh gairah. Raihan lalu memegang milik Nico dan memerasnya dengan lembut. "Ah ... nikmat sekali," desah Nico. Ia lalu mengajak Raihan berciuma
"Nyonya, sudah sampai ...." Raihan tersadar dari lamungannya begitu mendengar suara supir. Ia langsung melemparkan pandangannya ke jendela, ternyata ia susah berada di depan restoran mewah. Ia lalu mengambil tas kecil dengan hiasan manik permata yang indah lalu segera membuka pintu mobil dan turun dari mobil. Semua orang terpana begitu memandang Raihan yang begitu cantik dan anggunnya masuk ke dalam gedung restoran. Ia pun acuh tak acuh dengan pandangan pria-pria yang terpesona pada dirinya, melenggang begitu anggun tanpa menoleh. "Aku sudah ada janji dengan Pak Nicolas Kuiper," ucap Raihan pada seorang resepsionis wanita. "Sebentar, saya cek dulu." Resepsionis itu pun membuka mengecek di monitor. "Baik, Nyonya. Pak Nicalas sedang menunggu anda di ruang VIP, sebentar saya panggilkan pelayan untuk mengantar anda ke sana." Resepsionis itu pun menelepon seseorang dan tidak lama kemudian seorang pria menghampiri Raihan. "Mari, saya antar, Nyonya!" kata pria itu. Raihan mengangguk se
Raihan terdiam saat mendengar suara lembut gadis itu. Tiba-tiba kekhawatiran melandanya. Ia belum lupa bahwa Nico pernah begitu mencintainya hingga berebut gadis itu dengan pria lain di apartemen mereka. Raihan khawatir, apakah cinta yang diucapkan Nico akan sirna oleh kehadiran Olive? "Ya, Olive?" tanya Raihan. "Raihan, bisakah kita bertemu hari ini?" Raihan diam, menimbang-nimbang permintaan bertemu dengannya. Apalagi kalau bukan menyangkut Nico? "Baiklah. Kau mau bertemu di mana?" *** Brak! Nico tersentak dan langsung memandang ke arah pintu. Tampak Hasya berdiri dan memandangnya dengan tatapan geram. Sambil mendengus, gadis itu melangkah mendatangi Nico yang masih terkejut memandangnya. Hasya langsung memukul meja di hadapan Nico. "Kau kenapa, sih?" sergah Nico. "Kakak yang kenapa?" balas Hasya tak kalah sengitnya, "kenapa Kakak memecat Bily?" Nico memutar kesal bola matanya. "Oh, pria itu ... ku kira apa sampai kau terlihat marah begitu tapi baguslah dia sudah tidak ke