“Apa yang kamu bawa?” tanya Nico.
Raihan menoleh dan melemparkan senyum manisnya ke arah Nico. “Aku bawa makan siang untukmu… tadi aku memasak….”
“Oh, ya? Coba kita lihat!” kata Nico semangat sembari membuka isi tas bekalnya.
Raihan terdiam tidak menanggapi. Menyadari ketiga karyawannya masih ada di depan mereka, Nico berdehem. “Silahkan kalian kembali ke ruangan kalian!”
“Baik…”
Bily dan karyawan lainnya lalu beranjak dari sana. Sebelum keluar dari pintu, Billy menoleh sekali ke arah Raihan, wanita itu kini berpindah tempat dan duduk di pangkuan Nico. Tidak hanya itu, Raihan juga menyuapi Nico. Bily seakan terbakar api cemburu, ia marah, sangat marah, seakan tak tahan ia memandang wanita yang ia cintai sedang bermesraan tepat di matanya. Namun, ia tidak bisa berbuat apa-apa karena dia bukan lagi siapa-siapa wanita itu.
***
“Bagaimana? Enak ti
“Apa yang kau lakukan di sini, Bily? Bukannya CEO kita mencarimu? Kembalilah ke dalam!” perintah Jeremy.Bily tampak kesal namun terpaksa mematuhi perintah Jeremy. Kini tinggal Jeremy dan Raihan, beberapa menit mereka hanya terdiam saja. Raihan yang masih shock karena ulah Bily tak tahu harus mengatakan apa ke Jeremy, ia hanya tertunduk bingung.“Raihan… maukah kau mengatakan ada hubungan apa kau dengan Bily?” tanya Jeremy penasaran tapi berusaha untuk tidak membuat wanita itu takut.“Tidak ada,” sahut Raihan, suaranya terdengar parau dan matanya mengerjap-ngerjap menatap lantai.“Oh ya?” kata Jeremy tak percaya, “baiklah, aku akan menceritakan ke Nico apa yang aku lihat barusan….”“Jeremy!” Barusan Jerem
Perasaan Jeremy mendadak tak enak, ia khawatir jika Nico mencari tahu informasi mengenai Bily dan Raihan karena kemarin ia mengetahui hubungan mantan pasangan sejoli itu. “Untuk apa kau memanggil Adrian?”“Ya… untuk mencari tahu tentang Bily.”Jeremy mengambil duduk di depan Nico, menyandarkan punggungnya sembaru menyilangkan kakinya. “Lalu, apa yang kau temukan?”“Sesuatu yang menarik,” jawab Nico, “aku baru tahu kalau Barack memiliki adik ipar dan ternyata Bily dan adik ipar Barack Adhinata itu adalah sepasang kekasih.”“Hah?” Jeremy terperangah, merasa ada yang janggal dari ucapan Nico. “Apa kau tidak salah informasi?”“Itu dari Adrian,” jawab Nico apa adanya.
Olive dan Ellen menoleh ke arah Nico, tidak lama kemudian Olive menangis begitu menangkap tatapan kekhawatiran Nico. Nico berjalan menghampiri Olive dan memeluknya, dielusnya rambut Olive dengan lembut. Tampak jelas bahwa ia sangat menyayangi gadis itu, rasanya ia pun tak tahan melihat Olive kesakitan.“Nico… aku tidak mau dioperasi… aku takut….” rengek Olive seakan mengadu kepada Nico.Nico melepaskan pelukannya, dipegangnya pipi Olive sembari menatapnya lekat-lekat. “Olive… ini demi kebaikanmu, operasi itu tidak bahaya sama sekali.”“Tapi….”“Stttt… kau tidak perlu takut, aku pasti menemanimu. Bagaimana? Kamu mau, kan?”“Janji, kau akan menemaniku?” Olive terlihat berharap.
Nico diam sejenak menatap istrinya yang berusaha menginterogasinya, tak disangkanya bahwa istrinya akan peduli padanya, bahkan mungkin mencurigainya. “Itu karena…” ragu-ragu Nico menjawab, “aku juga masuk di ruang operasi,” lanjutnya, “maaf ya, Raihan… aku tidak sempat menelfon tadi karena aku capek….” Raihan menatap Nico seakan mencari kebenaran melalui sorot matanya namun yang dapat ia tangkap hanyalah wajah lelah Nico. “Istirahatlah kalau begitu! Jangan terlalu memaksakan diri untuk orang lain,” ucapnya, “besok kau kerja, kan? Biar aku siapkan air hangat untukmu….” “Ya….” Nico lalu berjalan menuju kamar dan menghempaskan tubuhnya di ranjang. Hari ini adalah hari yang begitu melelahkan bagi Nico, memang bukan lelah karena bekerja keras namun menunggu hingga operasi usus buntu Olive selesai ternyata begitu melelahkan
“Ya, Nyonya Raihan?”“Om Sam, bisa ke apartemenku sekarang? Ya, sekarang juga!”Langkah kaki jenjang Raihan terlihat agak cepat begitu keluar dari gedung apartemen menuju mobil sedan Mercedes berwarna hitam yang terparkir tepat di depan gedung apartemen. Mobil itu adalah mobil keluarga milik Barack, sengaja ia memakai mobil kakaknya karena ia tak ingin diketahui oleh orang-orang di kantor Nico. Untuk itu, Raihan meminta tolong ke supir keluarga Barack untuk membantunya kali ini.“Kita ke mana, Nyonya?”“Kita ke kantor suamiku, Om tahu kan tempatnya?”“Baik, Nyonya….” Pria yang disebut Om Sam itu, mengenakan kaca mata hitamnya sebelum melajukan mobilnya menuju gedung kantor perusahaan milik Nico.
Malam itu Raihan tidak banyak bicara saat Nico pulang bahkan tak mengubrisnya ketika Nico pulang walau malam itu Nico pulang kebih cepat. Ia lebih memilih bermain handphone-nya dibandingkan sekedar menanyakan apakah suaminya sudah makan di luar atau belum. Untungnya Nico terlalu sibuk dengan dirinya sendiri hingga tidak merasakan ada yang beda dari sikap Raihan.Kini Raihan berbaring sembari merenung. Tatapannya mengarah pada jendela besar yang mengarah ke balkon, tepat sisi ranjangnya. Ia berusaha mencoba untuk tidur namun pikirannya penuh dengan kekalutan karena bertambah persoalan dalam hidupnya, yang awalnya ia hanya memikirkan perasaan kesalnya pada mantannya lalu bertambah juga rasa kesalnya pada suaminya.Raihan berpikir, sebelumnya ia dikecewakan oleh kekaish dan sahabatnya sendiri dan kini ia baru mengetahui kenyataan bahwa suaminya mencintai gadis lain di luar. Semua itu membuatn
Nico menjambak rambutnya sendiri, pikirannya saat ini benar-benar seperti benang kusut. Ia menyadari bahwa luapan-luapan emosinya kini sudah tidak pada tempatnya, Ia menjadi uring-uringan dan lebih sensitif.Tidak lama kemudian seseorang membuka pintu.“Siapa lagi itu?!” teriak Nico, “kenapa pegawai di sini tidak tahu sopan santun!”“Hei hei hei…” ternyata orang itu tak lain adalah Jeremy, iya terheran-heran memandang Nico, “kenapa kau ini? Kau sampai membuat Stefani menangis di luar.”Nico tidak menjawab, ia hanya menatap tajam Jeremy.“Apa kau ada masalah dengan Olive? Atau dengan istrimu?”“Dengan Raihan mungkin….” sahut Nico kesal.
“Jangan!” sahut Raihan cepat-cepat lalu mengambil buket bunga indah itu dari tangan Nico, “sayang kalau dibuang!” Raihan menghirup wangi bunga-bunga dalam buket dan Nico tampak senang karena sepertinya Raihan menyukai bunga pemberiannya.“Tumben kau membelikanku bunga,” ujar Raihan dingin.“Ya… sekali-sekali aku juga ingin membuatmu senang,” ucap Nico sembari mengusap tengkuknya dengan salah tingkah.Akhirnya, hampir seminggu wanita itu bersikap dingin pada Nico dan kini senyuman manisnya kembali menghias wajah jelitanya. Rasanya Nico ingin sekali mengangkat istrinya lalu membawanya ke dalam kamar tapi tidak, kali ini ia ingin sedikit mengalah pada egonya sebagai pria dan berusaha menahan nafsunya. Ia ingin agar istrinya tahu bahwa ia benar-benar menyayanginya.Kedua tangan Nico meraih pundak Raihan, ditatapnya mata indah Raihan lekat-lekat. “Raihan… aku… akan berusaha menjadi pria