Cassie baru saja merebahkan bokong di kursi kerjanya, panggilan dari ruangan si bos membuatnya tak berkutik. Tidak mungkin untuk tidak memenuhi apa yang diinginkan lelaki itu, karena Bisma sekarang punya dua kedudukan dalam hidup Cassie.
Sebagai bos sekaligus calon suami.Cassie bangkit lalu dengan malas melangkah menuju ke ruang keramat tersebut. Bagaimana tidak malas, melihat wajah ganteng Bisma mungkin bisa menyegarkan otak, tetapi kalau kumat galaknya itu yang mana tahan.Ia mengetuk tiga kali, lalu masuk saat suara bariton itu memerintahkannya untuk masuk.“Duduk, Cassie!” perintah Bisma, tanpa melihat ke arah gadis di hadapannya.“Ada apa, Pak?” tanya Cassie yang kemudian harus menunggu sampai lelaki perfeksionis itu menyelesaikan pekerjaan yang ada di hadapannya. Baru beberapa hari Cassie menjadi pegawai magang di sana, lalu dua hari menyandang status calon istri Bisma, ia sudah hafal kelakuan lelaki itu.Bisma tidak akan pernah menunda atau meninggalkan pekerjaan yang sudah ia kerjakan. Sekali ia lakukan, maka harus sampai tuntas.Cassie nyaris kehilangan kesabaran saat akhirnya Bisma selesai dengan berkas-berkas yang harus ia tanda tangani. Lelaki itu menyingkirkan kertas dan map dari hadapannya, lalu mulai menyibukkan diri dengan gadis yang dalam waktu dekat akan menjadi istrinya.“Oke, jadi gini, Cassie.” Lelaki itu menjeda kalimatnya, membuat Cassie makin tak sabar. “Mama kamu sudah bilang sama kamu?”Cassie menggeleng.Memangnya tentang apa dan ke mana arah pembicaraan mereka? Cassie bahkan belum bicara dengan ayah dan ibunya. Biasa, lah ... ini dalam rangka ngambek karena keputusan sepihak dari kedua orang tuanya.“Memangnya ada apa, Pak? Apa ada masalah?” tanya Cassie, memastikan kalau semua baik-baik saja. Ia mau saja berharap kalau perjodohan mereka dibatalkan karena alasan pribadi kedua orang tua mereka, tetapi bukan itu yang terjadi dan harus didengar olehnya.“Saya harap kamu bisa kooperatif dan bekerja sama dengan saya,” ucapnya, membuat Cassie makin bingung. Namun, ia tak ingin menginterupsi lelaki itu. “Orang tua kita sudah mengatur acara pertunangannya. Mulai hari, tanggal, bahkan tema seperti apa yang mereka mau.”Cassie tak tahu harus memberi respon yang bagaimana, tetapi Bisma kembali melanjutkan kalimatnya.“Mereka mau kita tinggal terima jadi. Bahkan cincin dan semua sudah ready.”“Wow! Gercep banget, ya! Terus kooperatif yang seperti apa yang bapak mau?” tanya Cassie, yang masih belum paham dengan kemauan bos galak yang perfeksionis ini.“Saya sudah bilang sama mereka untuk nentukan sendiri untuk pernikahan kita nanti hari dan tanggalnya, apa-apa aja yang harus disiapkan, dan di mana kita tinggal setelahnya. Dan saya mau kamu nanti ikut saya sepulang kerja,” terangnya.“Ke mana?”“Meriksa kondisi rumah. Kalau perlu sekalian mencicil memindahkan barang-barang dari apartemen,” jawab Bisma.Mendengar penjelasan Bisma yang hanya menjawab sesuai yang ditanyakan, ingin rasanya Cassie melontarkan pertanyaan untuk lelaki itu. Apartemen siapa yang dimaksud? Kalau apartemen miliknya, mengapa harus pindah ke rumah?Cassie tak akan masalah tinggal di mana pun, tak harus besar atau megah, yang terpenting sebenarnya kehidupan pernikahan itu sendiri nantinya.Pernikahan? Membayangkan kata itu saja rasanya Cassie sudah putus asa duluan.Dan untuk masalah tempat tinggal, Cassie menahan diri agar tidak bertanya. Jadi istri saja belum, masak sudah kepo!?“Lain-lainnya nanti bisa sambil jalan. Nanti saya gak mau kamu lelet lagi! Sekarang kamu bisa balik kerja!” titah Bisma, sembari bangkit dari kursinya untuk mengambil berkas lain di dalam lemari kabinet di ruangannya.Cassie manut saja, lalu mengangguk dan keluar dari ruangan Bisma setelah seluruh mandat diterima dan diingatnya dengan baik.***Cassie sudah tiba di rumah yang katanya akan mereka tempati nanti setelah menikah. Bangunan megah yang ada di sebuah perumahan elite itu sudah separuh terisi. Hanya kamar dan beberapa perlengkapan rumah tangga yang harus mereka tambahkan.Hari ini, Cassie menolak memindahkan barang-barangnya. Mereka belum resmi menikah, bukan? Ia juga masih berharap kalau perjodohan itu akan gagal atau dibatalkan.Ia sedang mencari tahu bagaimana caranya.Sang ibu dan keluarga Bisma tampaknya sangat bersikeras menikahkan mereka, dan tidak menerima penolakan dalam bentuk apa pun. Itu sebabnya hingga kini, Cassie masih belum bisa menemukan cara untuk menghindar.Semua mungkin akan bilang ‘kenapa harus ditolak? Bisma ganteng, mapan, kaya, apa sih yang gak dia punya?’, tetapi kalau sudah bicara perasaan memang susah. Apa lagi mereka tidak tahu seperti apa keanehan sikap dan jalan pikiran Bisma.Bukankah aneh kalau ada lelaki yang dijodohkan, terlihat menerima, tetapi malah membuat Cassie menanda tangani surat kontrak pranikah?“Kamu kenapa tadi gak mau bawa barang kamu sekalian? Kalau seperti ini kan jadi dua kali kerja nantinya!” gerutu Bisma. Bukan, itu bukan gerutuan, melainkan omelan yang sudah terbiasa Cassie dengar.Kalau pun tiodak tahan, ya tetap harus dibiasakan untuk terbiasa.“Gak usah, Pak. Saya nanti akan cicil sendiri kalau kita sudah resmi aja,” tolak Cassie, tegas. Jangan dikira Cassie akan takut dengan omelan dia. Patuh mungkin ia, tapi kalau tidak sesuai juga dengan kemauan dan prinsip hidupnya, Cassie tak akan segan membantah.“Kemu itu keras kepala, tahu? Padahal saya juga puny alasan kenapa ngajak kamu mindahin barang lebih awal.”“Apa alasannya?” todong Cassie.“Supaya kelihatan kalau kita mengusahakan hubungan ini juga. Lagi pula, akan memudahkan kamu nantinya, jadi gak usah mindahin barang sendiri. Tapi terserah!” Lelaki itu kemudian memutar tubuh dan keluar dari ruangan yang katanya akan menjadi kamar Cassie nantinya.Cassie tidak antusias.Orang-orang benar. Secara tampilan fisik, memang menyenangkan melihat Bisma dari ujung kaki sampai rambut, tetapi Cassie nyatanya gelisah terus-terusan sejak dirinya dan Bisma resmi dijodohkan.Bahkan kedua orang tua mereka telah mengatur pertunangan. Dalam dua hari ini, katanya.“Kalau begitu kita ke apartemen saya untuk ambil beberapa barang. Saya gak mau nunda pekerjaan,”Cassie mengangguk. Kemudian mengekor langkahnya meninggalkan rumah yang sedang dibersihkan oleh beberapa cleaning service yang Bisma pesan.Setelah menempuh perjalanan yang hanya memakan waktu sekitar sepuluh menit, bos dan pegawai magang yang sebentar lagi akan bertambah status menjadi suami-istri itu tiba di apartemen Bisma.Cassie memutuskan untuk ikut dengan lelaki itu ke kamar miliknya untuk membantu membawa beberapa barang dari sana ke mobil.“Nanti kamu bawa barang yang ringan-ringan saja. Jangan pegang apa pun yang ada di kamar saya. Itu biar saya yang bawa!” titah Bisma pada sang calon istri tercinta. Cassie hanya mengangguk, sembari tetap mengekor langkah lelaki itu.Tiba di apartemen, Bisma membuka kunci dan mempersilakan Cassie untuk masuk. Cassie langsung menuju ke kamar-kamar lain untuk mengambil beberapa barang yang sudah dimasukkan ke dalam kardus, seperti instruksi Bisma.Namun, tiba di sebuah ruangan, Cassie bingung karena tak ada satu kardus pun yang berisikan barang-barang milik lelaki itu.“Pak ... di sini gak ada barang apa-apa!” teriak Cassie yang langsung keluar dan mencari Bisma.Cassie tidak menemukan Bisma di mana pun. Tidak juga ada jawaban dari lelaki itu ketika Cassie memanggilnya berulang kali. Ia akhirnya memutuskan untuk langsung menuju ke kamar lelaki itu dan terkejut saat tanpa sengaja menemukan Bisma tengah berciuman dengan seorang perempuan.Ia tak ingin tahu siapa perempuan itu. Namun, jika perempuan itu ada di apartemen Bisma, berarti mereka tinggal bersama. Atau bisa jadi perempuan itu adalah mantan istri Bisma.Tanpa banyak bicara, Cassie memutuskan untuk pergi dari tempat itu.Persetan dengan perjodohan maupun pernikahan! Ia akan bicara pada kedua orang tuanya agar membatalkan semuanya!Untuk gadis yang belum pernah disentuh oleh lelaki mana pun, menyaksikan adegan beberapa jam lalu tentu saja membuat Cassie kena mental. Terlebih yang melakukan itu adalah laki-laki yang sebentar lagi akan menjadi suaminya. Oke, memang dia akui kalau pernikahan mereka hasil perjodohan dan tidak ada cinta di dalamnya, tetapi tidak seharusnya Bisma melakukan itu juga. Lelaki itu seharusnya menjaga nama baik kedua orang tuanya. Persetan apakah mereka tinggal bersama atau tidak, tetap saja apa yang dilakukan Bisma sangat tidak pantas. “Duh, ngapain sih nih orang telepon-telepon terus?” gerutu Cassie yang mulai ilfil dan malas menerima panggilan atau apa pun dari laki-laki itu. Apalagi untuk bertemu langsung dan melihat wajahnya. Lebih baik tidak sama sekali. Namun, lama-kelamaan ia tak tahan juga, akhirnya diterimanya telepon dari bosnya itu, sebelum si bos kumat galaknya lalu mencak-mencak. “Ya, Pak? Ada yang bisa saya bantu?” tanya Cassie, berusaha mengendalikan nada bicaranya agar
Pada mulanya memang, Cassie ingin membatalkan semuanya. Tetapi ketika ia bangun keesokan paginya, melihat seisi rumah sudah tertata rapi dengan hiasan di sana sini, Cassie kembali didera kegamangan. Mimpi apa ia semalam, sampai-sampai tujuannya untuk menghentikan rencana orang tuanya, malah justru jadi bumerang. Bisma sudah mengatakan kalau pihak orang tua ingin pertunangan dimajukan. Namun, ini lebih cepat dari yang Cassie bayangkan. “Ini buat apa, Ma? Kok ada hiasan-hiasan gini?” tanya Cassie, hanya sekadar memastikan. Ia berharap bukan seperti apa yang ia pikirkan. “Lho, gimana, sih? Bisma gak bilang sama kamu kalau acara pertunangannya malam ini?” Mama menghentikan langkahnya, menatap Cassie dengan alis berkerut. “Apa kamu yang gak ngeuh pas Bisma ngasih tahu?” Demi apa pun, Cassie ingin sekali pura-pura pingsan atau sekalian pura-pura gila karena ini. Namun, jelas itu ide yang konyol. Satu hal yang harus ia lakukan hanya menerima, dan bersiap. Menerima perjodohan yang mana Bi
Cassie ada janji bertemu ketiga sahabatnya sepulang bekerja. Sudah sejak beberapa hari lalu tetapi ia tak sempat mengabari karena urusan pertunangan yang mendadak seperti tukang tahu bulat. Sekarang Vira dan Bibi mempertanyakan tentang acara pertunangannya yang tanpa kabar dan sama sekali tidak mengundang mereka. “Lo jahat banget, Cas. Padahal kita sohiban udah dari jaman apaan, tapi gak diundang sama sekali,” protes Vira saat Cassie sudah tiba di kafe langganan mereka. “Iya, nih. Gak bilang-bilang tahu-tahunya udah mau nikah aja. Padahal kan dia dulu cewek goa.” Bibi menimpali. Cassie yang mendapat protes hanya diam sembari menikmati makanan dan minumannya. Ia kemudian memerhatikan kedua sahabatnya. “Guys, mumpung si Bryan belum dateng, gue boleh cerita gak sama kalian?” tanya Cassie, yang disambut anggukan dari Vira dan Bibi. Keduanya mencondongkan tubuh, mendekat ke arah meja. “Ada apa, Cas? Kok wajah lo sendu gitu?” “Gue gak excited sama pernikahan ini, bukan karena gak cint
“Jangan mancing-mancing, deh ....” Cassie menyuarakan protesnya saat Bryan mulai memberondongnya dengan pertanyaan yang tak mampu ia jawab. Mereka sedang berbincang melalui saluran jarak jauh. Kedua orang tua Cassie tak membolehkan gadis itu bertemu Bryan kemarin, dengan alasan ‘pamali’ karena Cassie sebentar lagi akan menikah. Jadi ceritanya dirinya harus mulai dipingit mulai beberapa minggu sebelum pernikahan. Dan tentu saja, hal itu menimbulkan pertanyaan di benak Cassie, memangnya kapan pernikahannya akan diadakan? “Aku serius, Cas. Aku pengen tahu, kalau kamu dijodohkannya sama aku, apa kamu akan nolak? Atau malah nerima dengan senang hati?” Pertanyaan itu ... haruskah Cassie jawab? Padahal mustahil Bryan tak tahu kalau selama beberapa lama persahabatan mereka telah berubah wujud menjadi sesuatu yang berbeda di hati Cassie. Ada yang berbeda, Cassie akui itu. Pastinya bukan lagi rasa sayang sebagai dua orang sahabat apa lagi antara kakak dan adik, karena mereka tak punyai ik
Cukup sudah kejutan yang diberikan oleh kedua orang tua Cassie, termasuk Bisma. Cassie mungkin akan kena serangan jantung jika terus-menerus seperti ini. Ia baru saja mengadakan acara pertunangan, dan kemudian Bisma mengatakan kalau mereka akan menikah dalam dua minggu. Itu sungguh rekor luar biasa. “Bagaimana bisa nikah dalam dua minggu? Itu gila, Mas!” omel Cassie yang tidak mendapat respon dari Bisma yang sejak tadi hanya menikmati makanannya. “Lebih baik kamu makan dulu, orang lapar biasanya gampang marah.” Tenang sekali ... seolah tidak ada beban dalam hidupnya karena harus menikah dengan perempuan yang tidak ia cintai. Apa sebenarnya yang ada di kepala lelaki itu? Seharusnya ia berontak dan marah, terlebih dia memiliki kekasih. Bukannya malah tenang dan seakan menikmati semua yang telah diatur oleh kedua orang tua mereka. “Lakukan sesuatu, Mas! Memangnya kamu mau kedua orang tua kita mengambil alih otoritas kita?” “Otoritas apa? Kamu bicara apa? Mereka punya hak kok, kare
Cassie terbangun saat secercah sinar mentari tampak menyeruak masuk ke dalam kamar di mana ia dan Bisma berada. Ia ingat, dirinya baru saja resmi menjadi istri dari Bisma Pramadipta dan itu artinya ia sudah harus bersikap selayaknya wanita dewasa yang sudah menikah dan memiliki suami.Dan ... apakah ia semalam sudah melakukan kewajiban malam pertama?Sayangnya belum. Tidur saja harus diberi batas agar ia dan Bisma tak ada yang melanggar wilayah teritorial masing-masing. Namun, sayangnya, mereka berdua sama-sama melanggar.Entah bagaimana ceritanya, Cassie yang semula di sebelah kanan, kini berpindah di sebelah kiri, begitu pula Bisma. Dan sekarang posisinya adalah nyaman dalam dekapan lengan kekar suami tercintanya.Cassie menyadari dan segera bangkit sebelum suaminya yang masih lelap itu terbangun dan menyadari bahwa mereka tidur nyenyak dalam kondisi berpelukan.Sayangnya, Bisma justru mempererat dekapannya ketika Cassie berusaha melepaskan diri dan turun dari ranjang.“Kamu mau ke
Raut wajah Cassie berubah seketika saat mendengar perkataan Rindi, yang seolah dengan sengaja ingin membuat Cassie cemburu dengan menunjukkan kedekatannya dengan Bisma. Namun, segera, Cassie mengubah ekspresinya kembali netral, mencegah senyum sinis di wajah Rindi berubah menjadi senyum kemenangan. Cassie menarik dan menggamit lengan Bisma, kemudian maju dan berhadapan dengan Rindi. “Maaf, Mbak Rindi. Kami mau nemui tamu dulu. Masalah main ke apartemen Mbak Rindi, nanti pasti mas Bisma bakal mampir bareng sama aku. Makasih untuk undangannya, ya.” Cassie kemudian menoleh pada Bisma. “Ayo, Mas, jangan ngelamun!” Cassie tidak peduli apakah Bisma sudah dalam mode sadar ataukah masih memandang ke arah Rindi, Cassie sudah menariknya menuju ke ruangan di mana semua tamu yang datang sudah berada di sana. Benar saja, mereka berpamitan, begitu pula Cassie dan Bisma yang harus segera pulang dan merapikan rumah mereka yang masih seperti kapal pecah. Beberapa barang milik Cassie hanya diletakka
Bisma sudah tidak terdengar lagi suaranya. Pastinya ia sudah tidur di kamarnya sendiri, sementara Cassie kini menuruni tangga untuk menuju ke luar, karena Bryan akan datang untuk mengunjunginya sebentar.Cassie bergegas membuka gerbang untuk Bryan. Namun, dengan cepat tangan Bryan meraih pergelangan tangan Cassie dari luar gerbang.“Gak usah, Cas. Gak pantes aku masuk malam-malam. Dari sini aja, kamu bisa cerita apa aja.” Bryan menjelaskan. Niatnya agar Cassie tidak salah mengartikan penolakannya.“Ya, apa bedanya, Bre? Lo mau masuk atau gak, tetap aja, lo udah datang malam-malam dan nemuin istri orang!”Bryan terdengar mendesah. Cassie benar. Ia sudah datang dan bagaimana pun, pasti akan ada orang yang melihat mereka bertemu.“Seenggaknya aku gak melanggar etika yang lebih. Cas ... aku pengen kamu bahagia. Tapi kalau kamu justru jadi gak happy—““Cas ... kamu ngobrol sama siapa?” Suara Bisma dari kejauhan terdengar mendekat. Bryan hampir melarikan diri dan bersembunyi, tetapi Cassie
“Hey, Bisma, Cassie. Kita ketemu lagi. Gimana kabar kalian?” sapa Rindi yang langsung memandang kedua sejoli di hadapannya dengan tatapan tak suka, seketika ekspresinya berubah dan Cassie tidak bisa pastikan apa yang sedang dipikirkan perempuan itu. “Kalian berdua ....”“Apa? Mbak Rindi mau ngomong apa?” tanya Cassie dengan raut wajah tenang. Ia sepertinya tahu apa yang sedang mengganggu pikiran Rindi, dan itu membuat Cassie makin semringah. Kemalasannya untuk mengeringkan rambut hari ini ternyata membawa hikmah. Terlebih Bisma juga lupa memakai gel rambutnya. “Mau makan bareng, Mbak? Aku sama Mas Bisma pengen sarapan nasi campur.”“Ehm ... boleh. Mau makan di mana?”Belum sempat Cassie menjawab pertanyaan Rindi, Bisma sudah menyenggol lengan Cassie. Gadis itu sontak mendekatkan kepalanya ke arah Bisma.“Kamu kenapa sih, Cas? Hobi banget ngajakin dia makan. Kenapa kita gak makan sendiri aja?” omel Bisma setengah berbisik.“Emang kenapa? Kamu terganggu, ya? Kalau gak ada hubungan atau
Cassie tahu, dirinya tidak mungkin menolak keinginan Bisma. Mereka sudah menikah cukup lama, tetapi baru kali ini ia melihat kilat berbeda di mata sang suami. Cassie bisa melihat bahwa Bisma sangat menginginkannya malam ini. Bukankah ia juga menantikan momen ini? Terlebih ketika mendengar perkataan Rindi yang seolah memperoloknya karena belum melakukan hubungan ranjang dengan Bisma, seolah Bisma tidak menginginkannya sama sekali. Padahal tidak seperti itu kenyataannya.“Mas Bisma yakin?” tanya gadis itu, memastikan. “Kan Mas Bisma bilang gak mau nyentuh aku karena aku belum cukup umur.”“Saya tarik kata-kata saya. Saya mau kamu dan gak bisa nahan lagi,” jawab lelaki yang masih berada di atas tubuh Cassie.“Apa ini karena perkataan Rindi?” tembaknya.“Saya gak peduli dia mau ngomong apa. Saya Cuma mau mengambil dan menikmati apa yang jadi milik saya. Bukannya kamu juga gak sabar kita ngelakukan ini?”Perkataan Bisma membuat Cassie menelan saliva yang tercekat di batang tenggorokan yan
Cassie dan Bisma berjalan memasuki aula dengan bergandengan. Cassie semula menggamit lengan Bisma, tetapi dengan cepat lelaki itu menarik tangan Cassie dan menggenggam tangannya. Meski bukan hal yang aneh bagi Cassie, tetap saja gadis itu memerhatikan sang suami dengan tatapan penuh tanya.“Kenapa liatin saya kayak gitu?” tanya Bisma. “Jangan ngerasa aneh kalau saya genggam kayak gini. Ini supaya kamu gak kabur.”“Aku gak pernah kabur dari kamu!” jawab Cassie ketus.Bisma mengangguk. Ia tahu, sang istri masih marah atas kejadian pertemuan mereka dengan Rindi, bahkan tak percaya kalau dirinya tidak memiliki hubungan dengan perempuan itu selain status sebagai mantan suami-istri. Namun, memang suli8t untuk menjelaskan semua itu pada Cassie kalau ngambeknya mulai kumat.“Duduk di sini dulu, saya ambilkan minum,” ujar Bisma yang kemudian hendak pergi setelah menarik kursi untuk Cassie. Namun, baru memutar tubuh, ia sudah mengalami hal yang bisa menjadi masalah baru kalau Cassie kumat sikap
Bisma melepaskan kecupannya yang mulai memanas. Ia tahu dan sadar bahwa dirinya menginginkan gadis itu sekarang., tetapi sisi lain dirinya yang masih berpegang teguh pada prinsip, akhirnya memilih untuk menyudahinya hari ini. Menyakitkan, pasti. Namun, ia masih punya stok kesabaran dan ketahanan setidaknya untuk hari ini, karena mereka punya jadwal yang padat.Cassie sendiri sesungguhnya kecewa karena Bisma masih bertahan dengan prinsip konyolnya dan memilih untuk menghentikan aktivitas mereka. Namun, ia tak ingin larut pada rasa kecewa, karena mereka ada di tempat ini bukan dalam rangka untuk berbulan madu, melainkan perjalanan bisnis. Ia masih punya lain waktu untuk berjuang lagi meruntuhkan dinding prinsip Bisma yang sejauh ini susah untuk dirobohkan.“Kamu sudah siap, kan? Kita berangkat sekarang, yuk.” Bisma mengulurkan tangan agar Cassie meraihnya dan bergandengan, tetapi gadis itu justru cemberut dan enggan beranjak dari ranjang. “Kenapa lagi?”“Mas Bisma bohong. Katanya sayang
Bisma tidak memikirkan perkataan Rindi. Baginya hanyalah angin lalu. Ia memang pernah mencintai perempuan itu, meski kadarnya hanya sedikit. Kala itu, ia sudah memupuskan harapan terhadap Cassie karena berbagai pertimbangan. Dan pada akhirnya bertemulah ia dengan model papan atas itu di sebuah pesta yang diadakan oleh perusahaan. Rindi diundang karena menanamkan saham di perusahaan kolega bisnis Bisma. Dari sanalah keduanya berkenalan hingga menjalin hubungan. Dan seperti yang Rindi katakan, tidak semudah itu ia menerima lamaran Bisma. Itu memang benar. “Kamu ngapain beres-beres pakaian, Mas?” tanya Cassie yang tiba-tiba masuk ke kamar sang suami. “Kamu mau pergi ke mana?” “Bukan Cuma saya, tapi kamu juga. Bereskan pakaian kamu, karena minggu depan kita berangkat ke Lombok,” ucap Bisma sembari membereskan beberapa barang. “Honeymoon lagi?” tanya Cassie sembari merebahkan bokongnya di kasur. “Kamu tuh, pikirannya kenapa ke situ terus, sih? Bukan honeymoon, melainkan untuk pesta y
“Mas, Mas Bisma harus bilang donk sama mama kalau aku tuh Cuma sakit biasa!” omel Cassie yang kini berada di kamar Bisma. Karena sang ibu mertua tak juga pulang, maka ia memutuskan untuk memindahkan barang-barangnya ke kamar sang suami. “Kasian kan kalau mama salah paham gitu.”“Iya saya tahu. Tapi gimana cara jelasin ke mama? Tetap aja nanti mama kecewa kalau tahu ternyata kamu gak hamil,” jawab Bisma. “Intinya kita serba salah. Maju kena, mundur kena.”“Ya udah maju aja kalo gitu!” rengek Cassie tanpa merasa berdosa.“Apa maksudnya?” tanya Bisma dengan alis berkerut, tanda bahwa ia tidak memahami maksud perkataan sang istri. Wajar saja, secara zaman, keduanya berbeda terlalu jauh. Jadi bisa saja perkataan Cassie itu mwmiliki arti lain. Bisma tak ingin salah menafsirkan yang membuat dia malu sendiri nantinya.“Ya gimana caranya Mas Bisma buat aku hamil, lah!”Bisma terbelalak mendengar ucapan Cassie yang tidak pakai rem. Sejak awal menikah, Cassie memang selalu menggodanya dengan hal
Cassie tertegun di tempatnya kala mendengar apa yang Bisma ucapkan? Apa maksud lelaki itu? Apakah ia meminta sesuatu yang seharusnya jadi miliknya sejak mereka menikah? Bukankah Bisma sendiri yang mengatakan kalau dia tidak akan menyentuh Cassie?Cassie berubah gugup. Ia menatap sepasang bola mata beriris gelap milik sang suami dan menemukan kilat berbeda di sana. “Tanpa cinta?” tanyanya.Bisma menggeleng. “Saya harus ngomong dulu, ya?” Cassie meresponnya dengan anggukan.“Mad Bisma kan tahu, aku bahkan rela kasi meski itu tanpa cinta. Tapi, bukannya Mas Bisma sendiri yang bilang gak akan nyentuh aku?”“Gimana kalau semuanya berubah?” Bisma bertanya, memastikan. “Kan kamu belum tahu apa yang mau saya omongin?”“Ua udah kalo gitu ngomong dulu aja.”Bisma mengangguk lagi. Keterdiaman menjeda cukup lama sebelum akhirnya Bisma mulai buka suara. “Kamu tahu gak kalau saya udah lama menyimpan perasaan sama kamu?”Cassie tanpa sadar ternganga. Ia menggeleng tak percaya, tetapi dengan cepat Bi
Gagal sudah rencana Bisma untuk mengatakan yang sejujurnya pada Cassie. Semua ini jelas karena Cassie yang mencari perkara, atau mungkin justru sebaliknya, Bisma yang terlalu terbawa cemburu.Lelaki itu memang sejak dulu tak pernah bisa mengekang sikap posesif dan rasa cemburunya, dan itu semakin menjadi seiring waktu bertambah usia pernikahannya dan Cassie. Perjanjian yang seharusnya ia laksanakan dan berhasil membuatnya sabar menunggu hingga waktunya tiba, ternyata malah berbalik menyerangnya.Jika ayah dan ibunya mengetahui ini, habislah Bisma. Karena sejak awal perempuan itu tak setuju dengan rencana konyol putranya.“Tuh, kan! Apa mama bilang! Kamu itu memang ngeyelan, Bis. Mama kan sering ngomong, Cassie itu gak sama kayak perempuan-perempuan lain yang pernah dekat sama kamu. Apalagi Rindi. Bilangnya gak mau punya anak, tapi udah berapa laki-laki yang tidru sama dia sebelum nikah sama kamu!” omel Diana ketika mendengar kabar kalau menantunya mengambek gara-gara sikap kasar Bisma
Bisma masih tak habis pikir dengan apa yang Cassie minta. Ia kini masih termenung di pesisir pantai, memandang jauh ke lautan dengan deburan ombak yang tenang. Berbanding terbalik dengan hatinya saat ini. Ia biarkan sang istri dengan gemuruh di hati, pergi meninggalkannya sendiri.Mungkin Cassie membutuhkan ketenangan, pikirnya. Pernikahan mereka yang baru berjalan beberapa bulan, sudah seperti roller coaster rasanya. Hanya masalah kecil, tetapi menjadi layaknya bola salju jika itu berurusan dengan Cassie.Gadis itu memang keras kepala, gegabah dalam mengambil tindakan. Namun, perkataannya sudah melucuti ego Bisma yang masih ingin bertahan dalam status palsu mereka hanya demi sesuatu.Palsu? Benarkah? Atau justru itu yang Bisma ingin orang tahu tentang mereka. Bahkan di hadapan Cassie.“Kamu masih ngotot mau mempertahankan ide konyol ini, Bis? Kasihan Cassie,” ujar sang bunda yang sudah kesal dengan sikap Bisma yang keras kepala, tidak kalah dengan Cassie. Wajar saja kalau pernikahan