Home / Fiksi Remaja / Jodoh Dadakan Wasiat dari Ayah / Bab 15 : Terpaksa Menikah

Share

Bab 15 : Terpaksa Menikah

Author: Vanilla_Nilla
last update Last Updated: 2024-11-12 11:44:41

Rania memasuki kamar keponakannya dengan hati-hati. Saat pintu terbuka, matanya langsung tertuju pada Veline, yang duduk diam di depan cermin. Gaun pengantin putih berlengan panjang berbahan renda membalut tubuhnya dengan sempurna, menonjolkan keanggunan sekaligus keindahan mudanya. Rambut hitamnya disanggul sederhana, dihiasi oleh untaian mutiara yang membentuk mahkota kecil, membuat penampilan gadis itu tampak seperti seorang putri dari negeri dongeng. Namun, sesuatu terasa janggal.

Rania memperhatikan ekspresi Veline. Meskipun penampilannya begitu memukau, matanya redup, terpancar kesedihan yang tak bisa disembunyikan. Rania mendekat, duduk di samping keponakannya, lalu mengusap lembut bahu gadis itu.

"Sayang ...."

Veline mengangkat kepalanya, sambil mencoba tersenyum meski seperti dipaksakan. "Tante .…"

"Kenapa wajah kamu sedih? Hari ini seharusnya jadi hari yang membahagiakan untukmu."

Veline terdiam sejenak, menundukkan kepalanya sebelum akhirnya berkata lirih, "Tante,
Locked Chapter
Continue to read this book on the APP

Related chapters

  • Jodoh Dadakan Wasiat dari Ayah   Bab 16 : Keberanian Veline

    Veline dan Hero berdiri berhadapan di hadapan penghulu, dengan suasana ruangan yang begitu sakral. Hero mengenakan setelan jas berwarna gelap yang pas di tubuhnya, sementara Veline tampil anggun dengan gaun pengantin putih berhias renda dan kerudung panjang yang menjuntai di punggungnya. Mata Veline sedikit menunduk, menyembunyikan perasaan sedihnya di balik tatapan sendu. Hero perlahan mengambil cincin dari sebuah kotak kecil yang disodorkan oleh Amanda. Tangannya sedikit gemetar saat ia menyematkan cincin itu di jari manis Veline. Kemudian giliran Veline. Dengan tangan yang nyaris kaku, ia mengambil cincin lain dari kotak yang sama, lalu menyematkannya di jari manis Hero. Meski hatinya berat, ia menyelesaikan prosesi itu dengan sebaik mungkin. Sepasang cincin yang kini melingkar di jari mereka seolah menjadi simbol dari takdir baru yang harus mereka jalani, meski tak pernah terlintas sebelumnya. Setelah sesi ijab kabul selesai, Veline merasa tenggorokannya kering. Ia melangk

  • Jodoh Dadakan Wasiat dari Ayah   Bab 17 : Pembalasan Veline

    Tubuh Hero seperti membeku, tak mampu digerakkan ketika Veline dengan santainya terus membuka kancing kemejanya. Matanya menatap gadis itu dengan bingung. Entah dari mana datangnya keberanian Veline, tapi wanita itu tampak sangat santai, bahkan terlalu santai untuk seseorang yang katanya menikah karena terpaksa. Padahal, Veline pernah berkata bahwa ia tak punya pilihan lain selain menikah dengannya. Namun, sekarang, alih-alih menunjukkan rasa terpaksa, Veline justru terlihat seperti pihak yang paling agresif. Tangan mungilnya dengan lincah membuka satu per satu kancing kemeja Hero, hingga tiga kancing terlepas begitu saja. Namun, tiba-tiba terdengar suara lantang dari luar. "Veline!" panggil Rania dari luar kamar. Veline tersentak. Tangannya yang semula sibuk di dada Hero langsung berhenti. Ia menoleh ke arah pintu dengan sedikit panik. "Iya, Tante!" jawabnya cepat, sebelum bergegas keluar dari kamar Hero tanpa menoleh lagi. Rania berdiri di depan pintu dengan senyum hangat. "S

  • Jodoh Dadakan Wasiat dari Ayah   Bab 18 : Nafkah Lahir

    Hero langsung membilas wajahnya dengan air begitu ia menyadari wajahnya dipenuhi tinta hitam. Veline benar-benar sudah membuat darahnya mendidih. Bagaimana bisa wanita itu dengan santainya menggambar hal tak jelas di wajahnya? Namun, bukannya tinta itu luntur, malah semakin melebar dan membuat wajah Hero terlihat lebih gelap. Hero bertambah kesal. Buru-buru ia meraih botol sabun pencuci muka dari rak. Ia menuangkan sabun itu lebih banyak dari biasanya, dan mulai menggosok wajahnya dengan cepat. Setelah merasa wajahnya bersih, ia mengambil handuk wajah yang tergantung di sebelah wastafel. Handuk itu ia gunakan dengan cepat untuk mengeringkan wajahnya, lalu membuangnya ke sisi wastafel. Selesai dengan semua itu, Hero bergegas keluar dari kamar mandi dengan langkah berat. Tanpa membuang waktu, lelaki itu berjalan menuju kamar Veline. Sesampainya di depan pintu, ia mengetuk dengan keras. Tok! Tok! Tok! "Veline, keluar lo!" "Apaan sih? Ribut banget pagi-pagi," sahut Veline dar

  • Jodoh Dadakan Wasiat dari Ayah   Bab 19 : Perhatian Yudha

    Hero mencengkeram setir mobilnya semakin erat saat melihat sebuah motor berhenti tepat di depan Veline. Rahangnya mengeras, giginya bergemeletuk menahan emosi. Ia mencoba tetap tenang, tapi matanya tak bisa lepas dari pantulan kaca spion, memantau setiap gerakan gadis itu. Dari kejauhan, Yudha menghentikan motornya di depan Veline. "Vel, lo ngapain sendirian di sini?" tanyanya. "Oh, Yudha, gue kira siapa," jawab Veline, sambil mengangkat wajahnya ke arah lelaki itu. "Lo belum jawab pertanyaan gue. Kenapa lo ada di sini sendirian?" Veline terkekeh kecil, ia menggaruk tengkuknya yang tak gatal. "Em … tadi gue naik ojek, tapi bannya bocor. Jadi gue terpaksa turun di sini," alibinya. Yudha mengangguk paham. "Oh, ya udah. Yuk, berangkat bareng aja. Nanti lo telat lagi." Veline menggeleng. "Gak perlu deh, Yud. Ntar gue malah ngerepotin lo." Yudha tersenyum. "Gak ada yang ngerepotin, Vel. Daripada lo telat, mending bareng aja." Setelah ragu sejenak, Veline akhirnya mengangguk. "Mm …

  • Jodoh Dadakan Wasiat dari Ayah   Bab 20 : Jangan Diulangi Lagi

    "Yud .…" Veline menatap Yudha bingung, terlebih ketika lelaki itu menyentuh tangannya dengan tatapan yang begitu dalam. Ia merasa suasana jadi tidak nyaman. Dengan perlahan, Veline melepaskan tangan Yudha dari lengannya. "Yudha, gue baik-baik aja, kok. Jangan khawatir, ya." "Tapi gue beneran khawatir, Vel. Gue gak mau ada apa-apa sama lo." Beberapa sahabat Hero—Raka, Noval, dan Adrian—yang baru saja tiba di parkiran segera mendekati mereka. Mereka langsung merasa panik begitu melihat Yudha berdiri dekat dengan Hero. Semua orang di sekolah tahu kalau Hero dan Yudha tidak pernah akur, selalu saja ada perselisihan setiap kali mereka bertemu. Raka berjalan lebih dulu dan menghampiri Hero. "Kenapa, Ro? Ada masalah lagi sama Yudha?" Hero hanya menggeram pelan tanpa menjawab, tapi sorot matanya jelas menunjukkan amarah yang tertahan. "Kalian lebih baik nasehatin sahabat kalian ini supaya gak asal ngebahayain nyawa orang lagi," ancam Yudha. Adrian yang masih bingung dengan situasi

  • Jodoh Dadakan Wasiat dari Ayah   Bab 21 : Bertemu Zahira

    Veline bingung saat Hero tiba-tiba membelokkan mobil ke kiri, Alih-alih ke kanan. "Hero, kok belok kiri? Bukannya ke kanan, ya?" tanyanya. "Nanti juga lo tahu." Veline semakin bingung, tapi memilih diam. Sekitar 15 menit kemudian, Hero memarkir mobilnya di depan sebuah rumah sakit. Veline membaca tulisan di plang besar itu dengan saksama. "Rumah Sakit Jiwa." Matanya langsung terbelalak. "Hero! Lo mau masukin gue ke rumah sakit jiwa?" "Iya, biar lo sadar dan gak bikin ulah terus," jawab Hero santai sambil melepas seatbelt-nya. "Hero, lo tega banget sih! Masa istri lo sendiri mau lo masukin ke rumah sakit jiwa?" Veline mengomel, merasa kesal dan tak habis pikir. Hero tak menggubris. Dia membuka pintu mobil dan turun. "Turun," perintahnya tegas. Dengan mendengkus kesal, Veline melepas seatbelt-nya dan keluar dari mobil sambil menggerutu. "Dasar gak punya hati," gumamnya pelan, tapi cukup untuk didengar Hero. Hero berjalan menuju pintu masuk rumah sakit, sementara Veline

  • Jodoh Dadakan Wasiat dari Ayah   Bab 22 : Kekhawatiran Veline

    Veline memperhatikan Hero yang sudah memasuki hotel, entah apa yang lelaki itu lakukan di dalam sana, yang jelas Veline merasa kesal, Hero bilang bahwa ia ingin pergi main atau mungkin … main yang dimaksud Hero …. "Tidak, gak mungkin dia sampai sewa perempuan lain, kan?" Veline menggelengkan kepala, ia berusaha sekuat tenaga agar tidak berpikiran negatif, tapi melihat Hero yang pergi begitu saja membuat Veline bertanya-tanya. Wanita yang memiliki rambut panjang sebahu itu hanya bisa menggigit bibir bawahnya, sambil mencengkram erat setir mobil. "Apa gue turun dan cek sendiri? Tapi kalau dia tahu, dia bakal marah gak, ya?" Akhirnya, karena rasa gelisah yang tak tertahankan membuat Veline memutuskan untuk turun dari mobil. Setelah memastikan pintu mobil terkunci, dia berjalan menuju pintu masuk hotel. Begitu masuk, Veline langsung mengedarkan pandangannya ke segala arah. Lobi hotel yang luas dengan lampu-lampu kristal menggantung di langit-langit tampak elegan, tapi itu tidak

  • Jodoh Dadakan Wasiat dari Ayah   Bab 23 : Kembalinya Masa Lalu

    Veline menaiki anak tangga untuk menuju ke kelasnya yang berada di lantai tiga. Namun, ketika ia sudah berada di lantai tiga, ia tak sengaja berpapasan dengan Hero, semenjak kejadian di kolam renang kemarin, Veline selalu menghindari lelaki itu karena ia masih kesal. Sementara itu, Hero memperhatikan Veline dengan saksama. Sudah berkali-kali ia mencoba mendekati dan meminta maaf, tetapi Veline tetap bersikap dingin dan keras kepala, bahkan mendiamkannya hingga sekarang. Tanpa sedikitpun menoleh ke arah Hero, Veline langsung masuk ke kelas. "Kenapa dia?" tanya Adrian heran ketika melihat Veline menjadi pendiam. Hero hanya menghela napas berat. Begitu bel masuk berbunyi, mereka pun segera masuk ke kelas. Semua siswa mulai duduk di kursi masing-masing ketika melihat guru mereka memasuki kelas. "Pagi, anak-anak," sapa Bu Tejo. "Pagi, Bu!" jawab para siswa serempak. "Sebelum kita melanjutkan pelajaran, Ibu ingin memperkenalkan murid baru dulu kepada kalian." Bu Tejo lalu m

Latest chapter

  • Jodoh Dadakan Wasiat dari Ayah   Bab 33 : Ada Yang Aneh

    "Daripada bagi link, mending kita praktek aja," ujar Hero santai, sambil menyandarkan tubuhnya di kursi. Mulut Veline langsung menganga lebar mendengar kalimat itu. Tubuhnya menegang seketika, bulu kuduknya berdiri seperti kena sengatan listrik. "Praktek?" Hero mengangkat alis, memandang Veline bingung. "Kenapa? Kok lo gugup gitu?" tanya Hero sambil memiringkan kepala. "Kita kan udah nikah. Emang gak boleh praktek?" "Hah?!" Veline semakin terkejut. Pikirannya langsung melayang entah ke mana. "Ih, tapi ... gue belum siap." Hero melipat tangan di dada. "Siap apaan?" "Itu ... praktek." Wajah Veline sudah mulai merah. Hero menyipitkan mata. "Besok kan kita praktek." "Apa? Besok?! Tapi gue masih datang bulan!" Hero mengerutkan kening. "Emang kenapa kalau datang bulan?" "Ya nggak boleh lah, Hero! Kalau datang bulan tuh gak boleh praktek!" Hero hanya menggelengkan kepala pelan, lalu bangkit dari tempat duduknya. Dengan langkah santai, ia berjalan mendekati Veline. Sesam

  • Jodoh Dadakan Wasiat dari Ayah   Bab 32 : Teman Luck Nut Asli

    Kamar Hero tampak redup, hanya diterangi oleh cahaya biru dari lampu LED di sudut ruangan. Di atas meja, sebuah monitor menyala terang, memancarkan kilatan cahaya dari permainan yang sedang berlangsung. Malam ini, Hero mengenakan hoodie putih yang terlihat kontras dengan suasana kamar yang gelap. Di kepalanya terpasang headphone berwarna putih yang menutupi telinganya dengan sempurna. Tangannya begitu cekatan menggerakkan mouse dan menekan keyboard, sementara matanya fokus menatap layar monitor. Sesekali, bibirnya bergerak, mungkin memberikan perintah kepada rekan timnya melalui mikrofon. Di tengah intensitas permainan, Hero meraih cangkir putih di sampingnya. Ia menyesap isinya perlahan, membiarkan cairan hangat itu melewati tenggorokannya sebelum meletakkan cangkir itu kembali di meja. Wajahnya tetap fokus, meskipun matanya sedikit menyipit. Di belakangnya, beberapa poster tergantung di dinding. Sebuah rak kecil di pojok kamar menampung koleksi figure dan game favoritnya. Mes

  • Jodoh Dadakan Wasiat dari Ayah   Bab 31 : Kekonyolan Theo

    Veline terkejut saat Leona tiba-tiba menepuk tangannya ketika mereka baru saja keluar dari cafe. "Ada apa sih, Le?" tanya Veline yang terlihat bingung. "Vel, lihat ke sana!" jawab Leona sambil menunjuk ke arah salah satu sudut area cafe. Veline mengikuti arah yang ditunjuk Leona, ia seketika menghela napas panjang. Matanya menangkap sosok adik sepupunya, Theo, yang sedang duduk santai bersama teman-temannya. Yang membuat suasana semakin menyebalkan, Theo mulai berdiri dan berjalan menghampiri mereka. "Eh, ada kakak-kakakku yang cantik," sapa Theo sambil tersenyum lebar. Leona membalas dengan senyum ramah, sementara Veline memutar matanya jengah. Bertemu Theo di saat seperti ini? Veline sudah siap-siap untuk naik darah. "Lo ngapain di sini, bocil?" tanya Veline ketus. Theo langsung cemberut. "Jangan panggil gue bocil dong, Kak. Gue udah SMA." "Yaelah, baru juga SMA kelas satu. Tetep aja masih bocil," balas Veline sambil melipat tangan di dada. Theo menyeringai licik.

  • Jodoh Dadakan Wasiat dari Ayah   Bab 30 : Cafe

    "Emang lo sama dia mau ketemuan di mana?" tanya Hero saat melihat Veline yang cemberut "Di halte." "Rumah dia kan jauh dari halte. Kita pasti nyampe duluan. Gue cuma nganter sampe halte, kok." Veline menghela napas panjang, ia akhirnya mengangguk. "Ya udah deh." Akhirnya, dengan sedikit enggan, Veline menerima tawaran Hero. Ia mengambil helm dari motor lelaki itu, lalu mengenakannya. Hero sudah lebih dulu naik ke motor, menyalakan mesin, lalu menoleh ke Veline. "Yuk, naik." Veline menaiki motor dengan hati-hati, duduk agak jauh dari Hero. Tapi begitu motor mulai melaju, ia terpaksa memegang pinggiran jaket Hero agar tidak kehilangan keseimbangan. Sepanjang jalan, Veline menggerutu dalam hati, merasa ini situasi paling canggung yang pernah ia alami. Namun, di sisi lain, ia juga tak bisa memungkiri bahwa ada sedikit rasa aman ketika berada di dekat Hero, meskipun ia takkan pernah mengakuinya. Beberapa saat kemudian, mereka tiba di halte. Veline segera turun dari motor Hero

  • Jodoh Dadakan Wasiat dari Ayah   Bab 29 : Jalan Bareng

    Hero meraih ponsel yang tergeletak di atas meja, lalu menekan tombol hijau. "Halo, Le. Ada apa?" "Ro, lo ada di mana?" "Gue di rumah," jawab Hero sambil menyandarkan tubuhnya ke meja. "Lo hari ini ada acara nggak?" "Mm ... gue udah janji kumpul sama anak-anak. Kenapa?" Leona terdiam sejenak sebelum akhirnya berkata, "Oh, gitu ya. Nggak apa-apa, kok. Tadinya gue kira lo kosong. Gue mau ngajak lo ke toko buku, soalnya udah lama banget nggak jalan bareng." "Wah, maaf ya, Le. Gue udah janji sama anak-anak dari kemarin. Kalau nggak, pasti gue temenin lo." "Iya, nggak apa-apa, Ro. Santai aja. Nanti gue ajak Veline aja, biar dia nemenin gue ke toko buku." "Oh, ya udah." Leona tersenyum meski Hero tidak bisa melihatnya. "Ya udah, Ro, gue nggak ganggu lo lagi. Have fun, ya." "Oke, Le." Setelah panggilan berakhir, Hero meletakkan ponselnya kembali di meja, kemudian, ia langsung duduk di kursi untuk segera sarapan, sementara Veline sedari tadi masih sibuk di dapur. ***

  • Jodoh Dadakan Wasiat dari Ayah   Bab 28 : Belajar Masak

    Pagi ini udara terasa dingin, kabut tipis masih menyelimuti taman di luar. Dengan mata yang masih terkantuk, Veline menuruni anak tangga menuju dapur. Langkahnya pelan, sesekali ia menguap sambil menggosok matanya. Sepanjang perjalanan, ia mengedarkan pandangannya ke seluruh sudut rumah, tapi tak menemukan siapapun di sana. Namun, setelah berada di dapur, ia melihat Bi Ranti yang tengah sibuk mencuci piring. "Pagi, Bi," sapanya. "Oh, pagi, Non! Udah bangun?" jawab Bi Ranti sambil tersenyum hangat menoleh ke arah gadis itu. "Iya, Bi. Yang lain pada ke mana? Kok rumah sepi banget." "Oh, Pak Dimas lagi pergi main golf sama teman-temannya, kalau Bu Amanda sedang pergi arisan," jelas Bi Ranti sambil terus menggosok panci yang kotor di wastafel. Veline manggut-manggut. "Oh … Bibi udah masak?" "Udah, Non. Tadi bibi masak nasi goreng, tapi kayaknya udah habis. Mau bibi masakin lagi?" Veline menggeleng sambil tersenyum kecil. "Nggak usah, Bi. Biar Veline aja yang masak sendiri."

  • Jodoh Dadakan Wasiat dari Ayah   Bab 27 : Jarang Nongkrong

    Kening Veline berkerut saat mendengar perkataan Hero barusan. Apakah lelaki itu serius atau hanya bercanda? Sikapnya yang belakangan ini begitu perhatian benar-benar membuat Veline bingung. Biasanya, Hero selalu bersikap dingin dan ketus, tapi sekarang ... dia terlihat berbeda. Veline sendiri tak mengerti mengapa tiba-tiba Hero berubah seperti ini. Perhatian yang ia berikan terasa aneh. Namun di sisi lain, ada sesuatu yang membuatnya nyaman. "Kenapa lo diem?" Veline tergugah dari lamunannya. Lelaki itu menatapnya dengan serius, seolah tahu ada banyak hal yang berkecamuk di kepala Veline. Tangan Hero terulur, merapikan helaian rambut Veline yang jatuh menutupi wajahnya. "Gue serius. Dengan begitu, lo nggak perlu ngalamin ini lagi, kan?" Veline tersentak dari pikirannya. Dengan kesal, ia memukul lengan Hero. "Elo kesambet apaan, sih?" Hero tertawa kecil, melihat wajah Veline yang merona karena malu. Tatapan jahil di matanya semakin membuat Veline gemas. "Santai aja, gue c

  • Jodoh Dadakan Wasiat dari Ayah   Bab 26 : Perhatian Hero

    Veline menatap lekat lelaki yang ada di hadapannya, matanya tak berkedip sedikitpun saat manik Hero terus saja menatapnya dengan tajam. Tanpa aba-aba, Hero tiba-tiba menyentuh pergelangan tangan Veline dan menarik gadis itu pergi bersamanya, sampai membuat Veline terkejut. Bukan hanya Veline yang kaget, beberapa pasang mata di lapangan juga terbelalak melihat perlakuan Hero yang tak biasa. Veline sempat menoleh ke arah Arnold dan Yudha, sebelum pergi dari lapangan, sepertinya kedua lelaki itu juga tampak bingung saat Hero tiba-tiba membawa Veline pergi. "Wuah, gue nggak salah lihat, kan? Itu Hero ...." "Bukannya mereka sering berantem, ya? Kok Hero jadi sweet gitu sih sama Veline?" "Tapi kalau dilihat-lihat, mereka cocok juga." Bisik-bisik para siswi sudah terdengar. Para siswa yang memperhatikan Veline dan Hero merasa heran. Selama ini, Hero dikenal sebagai sosok dingin yang jarang sekali menunjukkan perhatian, apalagi kepada seorang wanita. Namun kini, ia terlihat

  • Jodoh Dadakan Wasiat dari Ayah   Bab 25 : Direbutin Dua Cowok

    "Kenapa lo jadi nyalahin gue?" Veline menatap Leona dengan ekspresi tak percaya. "Gue gak minta mereka duel, Le! Mereka aja yang sok jagoan." Leona mendesah, lalu melirik ke arah lapangan. "Ya, ya, gue gak nyalahin lo kok," ujarnya gugup. "Em, Vel, lo pilih siapa? Yudha atau Arnold?" Veline hanya terdiam, matanya fokus memperhatikan duel sengit di lapangan. Melihat Veline yang diam, Leona semakin penasaran. "Gue tahu, lo kan lagi marah sama Arnold. Jadi sekarang, lo pasti pilih Yudha, kan?" Veline menghela napas panjang, lalu mengangguk. "Ya iyalah gue pilih Yudha. Ngapain juga gue pilih Arnold?" Pernyataan Veline membuat Leona bersorak kegirangan. Tanpa pikir panjang, gadis itu langsung berteriak lantang. "Yudha, semangat mainnya! Tenang aja, Veline pilih elo kok. Dia yakin lo pasti menang!" Suara heboh Leona langsung menarik perhatian para siswa di lapangan. Mereka mulai berbisik-bisik, dan sadar bahwa pertandingan itu untuk merebutkan hati Veline. Yudha yang mendengar

DMCA.com Protection Status