Home / Romansa / Jodi Ruman / KELILIPAN

Share

KELILIPAN

Author: JihanMarc
last update Last Updated: 2021-06-22 22:24:17

“Ha ... lo,” sapa Afi penuh keraguan.

Pada akhirnya, Afi menjawab panggilan yang masuk ke nomor Egi. Panggilan itu berasal dari Tiara.

Afi tidak menempelkan HP itu ke telinga. Dia mengapungkan benda pipi itu di tengah jarak antara dirinya dan Egi.

Dia mengaktifkan loudspeaker agar Egi juga bisa mendengar apa yang dikatakan Tiara. Kalau perlu, pria itu harus mengambil alih jawaban jika dia tidak bisa menjawabnya.

“Afi?”

Suara di seberang juga terdengar ragu. Penuh kehati-hatian. Takut salah menebak. Namun, juga tidak ingin tebakannya benar.

“Iya. Ini saya. Eginya lagi nyetir. Ini saya loudspeaker. Egi bisa dengar, kok, kamu ngomong apa,” papar Afi cukup detail agar Tiara tidak salah paham soal kenapa dia yang menjawab panggilan. Afi tidak ingin dituduh sebagai wanita posesif yang selalu ingin tahu tentang siapa yang berhubungan dengan pasangan.

“Ooh. Aku cuma mau ketemu. Sebentar lagi kalian sa

Locked Chapter
Continue to read this book on the APP

Related chapters

  • Jodi Ruman   TANGAN KOTOR

    “Hati-hati, ya, Bu,” pesan Afi kepada Yati dan Ani yang hendak menaiki taksi online.Beberapa menit yang lalu, Egi hendak turun dari mobil untuk membuka gerbang. Namun, belum sempat kakinya menginjak tanah, seseorang sudah membukakan gerbang dari dalam. Ternyata orang itu adalah Ani yang hendak pergi ke toko elektronik bersama Yati.Masih dalam mobil, Egi memberikan kartu kreditnya kepada Ani. Dia juga menyebutkan warna, merek, dan satu barang lagi yang harus dibeli, yakni dispenser.Selain kartu kredit, Egi juga memberikan beberapa lembar uang seratus ribuan sebagai ongkos dan uang jajan untuk keduanya. Tentu saja uang itu disambut keduanya dengan penuh suka cita.Setelah taksi yang dinaiki Ani dan Yati melaju, Egi pun tancap gas masuk ke halaman rumah. Dia menurunkan Afi di depan tangga teras.“Gerbangnya biar saya yang tutup. Kamu masuk aja duluan,” pesan Egi sebelum berlalu menuju garasi.Tadinya Afi hendak

    Last Updated : 2021-06-23
  • Jodi Ruman   NONTON LIVE

    Benarkah cinta mengubah seseorang menjadi bodoh dan dungu? Jika iya, berarti Afi sudah terjangkit.Definisi bodoh dan dungu yang Afi rasakan adalah ketika dia menuruti permintaan Egi untuk menyuapinya makan mie. Selain itu, dia juga tunduk dan patuh ketika Egi memintanya membasuhkan tangan yang kotor akibat perbuatan binal bersama wanita lain.“Nanti malam buatkan mie lagi, ya,” pinta pria itu ketika Afi menggosok tangannya menggunakan sabun cair.Afi mengangguk saja. Tidak ada keinginan untuk menolak ataupun mengabaikan. Sayangnya, dia tidak bisa mengukir senyum setipis pun. Hatinya terlalu perih untuk biaa mencetak senyuman.“Are you okay?” tanya Egi sambil memeluk Afi dari belakang. Kedua tangannya selesai dibasuh dan dikeringkan. Namun, posisi mereka masih di depan wastafel toilet dapur.“Iya.” Afi menjawab seadanya sambil menatap pantulan dirinya dan Egi di balik cermin.“Kamu merasa dikhianati?

    Last Updated : 2021-06-23
  • Jodi Ruman   TELEPON DAN TAMU

    Afi sedang membaca novel di teras depan rumah ketika HP-nya berdering. Panggilan dari Dian, abangnya.“Halo, Bang!” sapanya tanpa melepaskan buku yang terbuka.“Kamu jual mobil, Dek?” tanya Dian to the point. Terdengar nada shock dalam suaranya.Afi mengiakan dengan tenang. “Abang tau dari mana?”Dian menyebutkan situs jual-beli barang bekas yang mewadahi iklan mobil Afi kemarin. “Kenapa, Dek? Kamu butuh uang? Mobilnya udah laku?”Afi baru ingat kalau dia belum menghapus iklan itu. Pantas saja hingga saat ini masih banyak yang menanyakan soal mobilnya.Afi menggaruk kepala. Bingung harus menjawab apa.Kalau dia mengatakan mobilnya sudah laku dan uangnya digunakan untuk tambahan membeli rumah, Afi yakin Dian akan mengontrol rumah itu. Sayangnya, rumah itu tidak jadi ditempati karena bujukan Egi. Rumah itu terpaksa diiklankan untuk kontrak atau sewa.Sekarang dia harus menjawab apa?

    Last Updated : 2021-06-23
  • Jodi Ruman   PAPAN YANG RAWAN

    Afi mengekori ke mana pun Egi melangkah. Pria itu menuju kulkas, dia mengiringi. Masuk toilet, dia pun menunggui. Mencuci mug, dia berdiri di belakang.Sayangnya, meskipun sudah menempel seperti permen karet, Egi tampaknya tidak terganggu sama sekali. Pria itu tetap diam. Bahkan menatap Afi pun enggan.“Saya salah apa?” tanya Afi pada akhirnya. Dia nyaris putus asa menjadi bayang-bayang yang tidak dianggap keberadaannya.Sejak obrolan bersama Dian berakhir, sikap Egi berubah. Dia tidak berbicara sepatah kata pun, baik kepada Afi maupun Dian yang kini beristirahat di kamar tamu. Bahkan dia tidak melirik Afi barang hanya sedetik.Tentu saja Afi menyadari perubahan yang begitu signifikan. Egi yang biasa selalu menempel, tiba-tiba menjauh. Egi yang selalu mengumbar kalimat manis dan membuat hatinya menghangat mendadak bungkam tanpa alasan. Egi yang selalu menatapnya penuh kekaguman kini enggan melakukan kontak mata dengannya.Hanya ada satu

    Last Updated : 2021-06-24
  • Jodi Ruman   AKTING TIDAK AKTING

    “Udah, dong, Dek. Jangan nangis mulu! Malu sama umur,” ledek Dian setelah memasangkan plester luka untuk mengunci perban yang membalut betis Afi.Setelah terperosok di antara papan yang patah, kaki kanan Afi mendapatkan banyak luka dan memar. Mulai dari mata kaki, betis depan dan belakang, lutut dan pertengahan paha. Luka yang paling parah terdapat di betis depan. Luka itu cukup banyak mengeluarkan darah. Bahkan ada serpihan kayu yang sempat menancap.Dengan semua luka yang didapat tentu saja membuat Afi tersiksa. Dia menangis sepanjang Dian mengobati lukanya. Bahkan ingusnya sampai meler, tidak terkira banyaknya.“Sakit, Bang.” Afi membela diri. Dia tidak akan menangis separah ini kalau lukanya tidak seberapa.“Iya. Abang tau. Tapi, nangismu itu, loh. Kayak anak kecil. Jaga image dikitlah. Udah tua juga.”“Sakit kayak gini mana bisa peduliin image dan usia, Bang. Ini kakiku udah kayak mau copot aja rasanya

    Last Updated : 2021-06-24
  • Jodi Ruman   SURYANI BAGASKARA

    “Mbak Afi!” pekik Ani dengan mata terbelalak. Sapu di tangannya dilempar begitu saja. Dia berlari menuruni tangga teras untuk membantu Dian yang memapah Afi berjalan.“Mbak kenapa? Kok, bisa kayak gini?” tanyanya sambil memindai kaki Afi. Dimulai dari paha sampai ujung kaki yang sudah tidak memakai sendal.Baru saja Afi hendak menjawab, suara lain yang jauh lebih besar dan sedikit serak menginterupsi perhatiannya. “Oleh-oleh dari mana itu?” tanya pria itu sambil menuruni tangga tergesa. Raut wajahnya tidak santai sama sekali. Gurat kekhawatiran menghambur di mana-mana.Sama seperti yang dilakukan Ani, pria itu memindai kaki Afi penuh ketelitian saat mereka berhadapan. Bedanya, Egi memindai mulai ujung kaki hingga paha.“Jadi ini alasan kamu enggak jawab pertanyaan saya di telepon?” Egi mulai menyerang Dian yang mengangguk apa adanya.Egi membuang napas sambil meraup kasar wajahnya. Sebenarnya dia ingi

    Last Updated : 2021-06-24
  • Jodi Ruman   BARANG TEMUAN

    “Mas cuma mau kasih tau kalau malam ini Mas nginap di rumah Om Egi. Afi lagi sakit.” Dian sedang menelepon istrinya sambil mengelus kepala Afi yang sudah tertidur.“Loh? Sakit apa, Mas?” Suara wanita di seberang sana terdengar cemas.Dian menceritakan kronologi kejadian versi dirinya. Banyak bagian yang miss karena dia sendiri tidak menyaksikan bagaimana kaki Afi bisa terperosok di papan kayu. Dia juga tidak sempat menanyakan apa pun kepada Afi terkait penyebab pasti patahnya papan.“Aku boleh ke sana enggak, Mas? Aku pengin jenguk,” rengek wanita di seberang sambungan.“Jangan, Sayang!” Dian melarang dengan lembut. “Udah malam. Mending kamu istirahat aja.”“Kalau gitu besok boleh, ya.”“Iya.”“Terus sekarang Afinya gimana? Udah mendingan?”Dian melirik adiknya yang tertidur dengan mulut sedikit terbuka. Kernyitan tipis di dahinya me

    Last Updated : 2021-06-25
  • Jodi Ruman   PERTANYAAN PREDIKSI

    Afi meringis sambil mencengkeram lutut yang membentang lurus. Badannya bengkok ke kanan dalam keadaan tegang.“Perih banget, Bang,” keluhnya dengan mata terpejam erat.“Namanya juga luka, Dek. Ya, pasti perih, lah, kalau dikasih obat merah.”Dian bukan tipe pria yang akan mengumbar kata-kata prihatin untuk menenangkan istri atau adiknya yang sakit atau terluka. Dia memilih melontarkan kalimat realistis agar mereka sadar bahwa keluhannya sia-sia.Lagipula tidak ada gunanya mengumbar kata seperti ‘bertahanlah’ atau semacamnya. Menurutnya, kata sejenis itu tidak akan membawa dampak apa pun bagi orang yang sedang kesakitan.“Ya, Abang pelan-pelan, kek, ngolesnya. Jangan ditekan-tekan kayak gitu,” protes Afi.“Enggak ada yang nekan, Fidyana Rosmalina .... Ini Abang ngolesnya udah selembut mungkin, loh! Kamunya aja yang lebay.”Dian tetap fokus memoles obat merah di permukaan luka

    Last Updated : 2021-06-25

Latest chapter

  • Jodi Ruman   KANGEN?

    Dalam perjalanan pulang, keheningan melanda keduanya. Afi ingin sekali berterima kasih karena Egi begitu peka dengan keadaan alerginya. Kalau saja pria itu tidak langsung membawanya ke klinik, mungkin obat pun tidak akan mempan. Dia pasti tidak akan bisa beraktifitas dengan tenang karena pengaruh rasa gatal.Sayangnya, niat mengucapkan terima kasih itu urung dilafalkan. Selain karena ekspresi Egi tidak enak dilihat--terlalu flat dan kaku, pria itu juga bungkam sejak di klinik. Afi curiga bahwa pria itu menyimpan kekesalan kepadanya.Sesampainya di rumah, keduanya diserbu Ani dan Yati yang ternyata belum pulang, padahal sekarang sudah jam 7 malam. Mereka disambangi tepat setelah melangkahi pintu masuk.“Kok, baru pulang, sih, Mas-Mbak? Kalian enggak apa-apa, ‘kan?” tanya Ani sambil memindai Egi dan Afi dari atas ke bawah.Afi tersenyum tipis dan menganggukkan kepala. "Kita enggak kenapa-kenapa, ko

  • Jodi Ruman   KLINIK

    “Jangan lama-lama. Kalau udah selesai, cepat pulang. Nanti kalau sakit kamu sendiri yang susah.” Begitulah pesan Egi sebelum meninggalkan warung tenda. Dia telah menandaskan sepiring nasi, ayam penyet dan lalapan, serta teh hangat. Ah, jangan lupakan setengah mangkuk ronde milik Afi. Dia meminta Afi pulang bersamanya. “Soal pembalut, kalau enggak urgent belinya besok aja. Titip ke Bu Ani. Mini marketnya masih jauh, ‘kan? Kamu bisa kebasahan kalau nekat ke sana jalan kaki.” Afi menggeleng, menolak ajakan dan bujuan Egi. “Saya mau ke apotek bentar. Cari obat alergi,” ungkapnya jujur. “Kamu alergi apa?” Pria itu kelihatan cemas dan panik. Memindai Afi dari kepala sampai ujung kaki. Afi menggeleng. “Sekarang belum. Enggak tau nanti.” Jawaban yang diberikan sambil mengunyah itu membuat Egi mengerutkan kening. “Maksudnya?” Tanpa menatap Egi, Afi pun menjawab. “Saya alergi dingin.” Mendengar informasi itu, kerutan di kenin

  • Jodi Ruman   HUJAN, RONDE, DAN PEMBALUT

    “Yaaaah ....” Kedua bahu Afi merosot lesu ketika membuka pintu. “Hujan ternyata.” Wajahnya berubah cemberut.Afi tidak tahu, material apa yang digunakan untuk membangun rumah megah ini sampai bunyi hujan deras pun tidak terdengar di lantai dua.“Duh, mana lagi lapar banget ini,” keluhnya sambil melangkah ke ujung teras. Memeriksa lebih dekat, seberapa besar intensitas air yang berguguran di bumi.Puas dengan tidur tambahan sampai jam 5 sore, perut Afi pun terasa amat sangat kosong. Dia heran, seberapa keras kerja metabolisme tubuhnya saat tidur sampai bangun-bangun sudah lapar lagi.Sebenarnya wajar, sih, kalau dia lapar. Dia, ‘kan, melewatkan makan siang.Sayangnya, ketika bangun tadi, baik teh ataupun kudapan ringan di meja sudah tidak ada. Mungkin dibereskan oleh Ani.Afi ingin makan nasi, tapi khawatir lauk pauknya belum tersedia. Ini, ‘kan, belum jam makan malam. Dia menebak kalau Ani dan

  • Jodi Ruman   MENGUPING

    “Jadinya nonton apa, nih, Mbak?” tanya Ani yang menyuguhkan sepiring pastel panas, potongan buah melon, dan teh panas ke meja.“Korea, Bu,” jawab Afi yang kini mengatur channel TV melalui remote di HP-nya.“Waduuuh. Enggak India aja, Mbak? Biar bisa nyanyi sama joget-joget.”Afi tertawa. “Emangnya Ibu punya rekomendasi film India apa?”“Chori-chori aja, Mbak. Rame, tuh. Cerita suami setia, tapi disuruh ‘asoy-geboy’ sama perempuan nakal.”Afi semakin tergelak. Sedikit tidak menyangka kalau wanita paruh baya yang lebih suka pakai daster itu mengetahui berbagai macam istilah yang menjurus ke arah seks bebas.“Oh, iya, Mbak. Mas Egi udah pulang, tuh.”Tawa Afi langsung berhenti. “Enggak nyariin saya, ‘kan?”“Nyariin, lah. Saya bilang aja lagi di sini.”Afi menghela napas, lalu meningkatkan volume TV. Mendengar na

  • Jodi Ruman   WEEKEND MURAH DAN AMAN

    Sepertinya Egi benar-benar kesal. Saat bangun tidur, dia tidak menyapa ataupun melirik Afi. Meloyor begitu saja ke kamar mandi.Seolah belum cukup, Egi pun enggan sarapan bersama, padahal Afi sudah menunggunya di kitchen island. Egi hanya menyeruput kopi sambil berdiri, menjumput sandwich, lalu pergi tanpa mengatakan apa-apa.“Lagi berantem, ya, Mbak?” tanya Ani yang menyaksikan dinginnya hubungan Afi dan Egi.Afi hanya merespons dengan senyum seadanya. Menurutnya, pertanyaan itu tidak perlu dijawab. Ani bisa mengambil kesimpulan sendiri.“Bu Ani hari ini ke pasar enggak?” tanyanya, mengalihkan topik.Rencananya, jika Ani ke pasar, Afi ingin ikut. Refreshing. Dia malas nonton ke bioskop sendirian.“Kayaknya enggak, deh. Bahan di dapur masih lengkap,” jawab Ani sembari mengambil cangkir kopi bekas Egi. “Ini saya minum aja, ya, Mbak. Sayang kalau dibuang. Mubazir,” ucapnya sambil memperlihatkan i

  • Jodi Ruman   JAHAT

    Setelah racauan Afi berakhir, suasana kamar sempat disinggahi keheningan. Egi yang masih berbaring menatap wanita itu sambil mengerjap. Cukip lama pria itu terpaku hingga beberapa saat kemudian, tawanya meledak sampai terpingkal-pingkal.Melihat Egi tertawa begitu lepas, Afi pun mengernyit. Bingung. Otaknya berpikir keras. Menebak satu per satu kata yang sebelumnya dia ucapkan. Di mana letak kelucuannya?Sebelum Afi sempat bertanya, pria itu bangun dan duduk menghadap dirinya. Setelah tawanya reda, Egi pun bertanya, “Jadi, kamu mau menikah sama saya?”Kerutan di kening Afi semakin bertambah. Kali ini bukan karena bingung, melainkan tersinggung.Jadi, pria itu hanya bercanda dalam menyematkan gelar ‘calon istri saya’ saat bicara dengan Tiara di telepon tadi? Jadi, pria itu hanya ingin membuat Tiara cermburu? Pria itu ingin mempermainkannya?Rasanya Afi ingin meledak saat itu juga. Dia ingin meminta klarifikasi dengan cara yan

  • Jodi Ruman   PILLOW TALK

    Jam digital di nakas sudah menunjukkan pukul 01:15. Seharusnya, pemilik ruangan sudah melayang ke negeri mimpi. Kenyataannya, sepasang penghuninya malah sibuk bersitatap. Berbaring miring di ranjang, saling berhadapan.“Kenapa harus pegangan tangan, sih?” tanya si wanita. Matanya tak mengerjap sedetik pun, terus menelisik lensa pekat di depannya.“Kamu mau yang lebih?” goda si pria sambil mengerling jail.“Enggak!” tegas si wanita sambil melotot ringan. Membuat si pria tertawa pelan.Saat ini, jemari keduanya saling bertaut di atas guling yang menjadi pembatas wilayah masing-masing. Guling itu tadinya diletakkan karena si pria terus saja menyerang wanitanya dengan ciuman menggebu. Kata si wanita, si pria tidak boleh melewati batas jika ingin dirinya menetap di kamar itu.“Besok mau ke mana?”“Tadinya, sih, mau nonton bioskop. Mumpung kamu enggak ada.”Si pria mengerutkan keni

  • Jodi Ruman   PERKARA MIE, TELUR, DAN MINYAK

    “Egi, please ....”Afi berupaya keras menarik kepala dan mendorong dada Egi. Gila! Dia nyaris kehilangan napas. Egi benar-benar menghukumnya!Sekitar jam setengah sepuluh malam, Egi tiba di rumah. Sempat menengok Afi ke kamar tamu, pria itu keluar lagi untuk menepati janji pada Tiara.Entah apa yang mereka bicarakan, tapi durasinya tidaklah lama. Mungkin tidak sampai sejam, Egi sudah kembali ke kamar tamu, menjemput Afi.Ya, menjemput! Pria itu menggendong Afi ke kamar atas, lalu mencium bibirnya secara brutal. Katanya, itu adalah hukuman karena membuatnya khawatir selama di Riau.“Kamu tau, gara-gara kamu, saya enggak keruan selama di bandara. HP saya sampai kececer,” ucap Egi dengan napas terengah sebelumkembali membubuhkan kecupan menggebu.Sebenarya bukan hanya Afi yang mengalami defisit oksigen dalam paru-paru, Egi pun sama. Namun, gejolak rindu yang begitu kuat membuatnya enggan melepaskan bibir itu barang

  • Jodi Ruman   HUKUMAN

    Afi merapatkan punggung ke sandaran. Napasnya dihela dengan pelan dan cukup dalam. Rasanya, ada satu beban besar yang menyesakkan dadanya. Entah apa.“Pertama, saya mau tanya dulu sama kamu. Boleh?”Tiara mengangguk. Kemudian mengambil piring puding. Bicara panjang lebar ternyata tidak hanya membuat kerongkongannya kering, tapi isi perutnya juga ikut terkuras.“Apa selama pacaran, kalian pernah berhubungan badan?”Pertanyaan Afi membuat puding yang ditelan Tiara keluar dari saluran pencernaan. Bahkan sepertinya tersesat ke saluran pernapasan. Wanita itu tersedak cukup parah sampai harus memukul-mukul dadanya.Anehnya, Afi tidak panik sedikit pun melihat reaksi tubuh Tiara. Dia diam saja melihat wanita itu terbatuk-batuk. Bahkan dia sudah bisa menarik satu kesimpulan dari reaksi itu.“Okay, enggak usah dijawab,” kata Afi setelah Tiara minum. “Saya udah dapat jawabannya.”Tiara menelan lud

DMCA.com Protection Status