Beranda / Romansa / Jodi Ruman / PERTANYAAN PREDIKSI

Share

PERTANYAAN PREDIKSI

Penulis: JihanMarc
last update Terakhir Diperbarui: 2021-06-25 22:35:23

Afi meringis sambil mencengkeram lutut yang membentang lurus. Badannya bengkok ke kanan dalam keadaan tegang.

“Perih banget, Bang,” keluhnya dengan mata terpejam erat.

“Namanya juga luka, Dek. Ya, pasti perih, lah, kalau dikasih obat merah.”

Dian bukan tipe pria yang akan mengumbar kata-kata prihatin untuk menenangkan istri atau adiknya yang sakit atau terluka. Dia memilih melontarkan kalimat realistis agar mereka sadar bahwa keluhannya sia-sia.

Lagipula tidak ada gunanya mengumbar kata seperti ‘bertahanlah’ atau semacamnya. Menurutnya, kata sejenis itu tidak akan membawa dampak apa pun bagi orang yang sedang kesakitan.

“Ya, Abang pelan-pelan, kek, ngolesnya. Jangan ditekan-tekan kayak gitu,” protes Afi.

“Enggak ada yang nekan, Fidyana Rosmalina .... Ini Abang ngolesnya udah selembut mungkin, loh! Kamunya aja yang lebay.”

Dian tetap fokus memoles obat merah di permukaan luka

Bab Terkunci
Membaca bab selanjutnya di APP

Bab terkait

  • Jodi Ruman   KELUHAN PENGACARA

    Banyaknya pertanyaan yang masuk tidak membuat Egi kebingungan untuk menjawabnya. Hanya saja, dia perlu waktu menyusun kalimat yang jelas dan lugas agar ke depannya tidak menimbulkan kesalahpahaman. Itulah sebabnya dia menggumam panjang sambil menggaruk pelipis.“Kalau soal--”“Dek!”Perhatian Egi dan Afi bermigrasi ke pintu. Dian melongokkan kepalanya di celah pintu yang tidak terbuka lebar.“Abang tinggal sebentar enggak apa-apa, ‘kan? Kakak sama keponakan kamu minta jemput. Katanya mau nengokin kamu juga.”‘Kakak’ berarti istri Dian. Afi hanya memiliki satu abang, yakni Dian. Afi terbiasa memanggil istri abangnya dengan sebutan ‘Kakak’. Menurutnya, panggilan ‘Mpok’ terkesan terlalu tua untuk perempuan yang usianya hanya beda beberapa bulan darinya.Afi segera mengangguk. Berharap bahwa abangnya bergegas pergi. Dia sudah tidak sabar ingin mendengar jawaban dari se

    Terakhir Diperbarui : 2021-06-26
  • Jodi Ruman   MENGHAPUS KESALAHAN

    Rentetan rasa sesal dan keluhan yang dicetuskan Egi membuat Afi terpangah. Bukan karena dia tidak menyangka kalau dosanya sebanyak itu. Namun, dia lebih terkejut karena ternyata Egi seekspresif itu mengungkapkan emosi. Cenderung menyerupai wanita.“Kalau saya minta maaf, apa kamu bisa maafin?” tanyanya ragu.“Kok, kamu nanyanya kayak gitu? Kayak enggak serius gitu pengin minta maaf.”Benar, ‘kan? Dia seperti wanita yang sedang merajuk.“Saya tanya kayak gitu karena saya pikir kesalahan saya mungkin enggak bisa dihapus hanya dengan kata maaf.”“Memangnya kamu sadar kalau itu salah?”Afi terdiam sejenak. Raut mukanya tetap tenang. “Awalnya enggak,” ungkapnya jujur.“Nah, ‘kan? Kalau gitu ngapain minta maaf kalau enggak merasa salah? Percuma!”“Berarti benar, ‘kan, kalau kesalahan saya enggak bisa dihapus hanya dengan permintaan maaf?&r

    Terakhir Diperbarui : 2021-06-26
  • Jodi Ruman   DEAL, TIDAK ADA NEGO

    Jika momen mendebarkan dan menyulut api gairah diinterupsi, kelanjutannya tidak akan sama lagi. Meskipun debaran masih ada, tapi api gairahnya telah padam. Tergantikan oleh tawa geli, bercampur sesal dan malu.Ya, bagaimana tidak malu jika bercumbu, tapi dipergoki pembantu? Namun, insiden barusan merupakan pembelajaran. Jika ingin sosor-menyosor, kuncilah pintu terlebih dahulu.“Saya sebenarnya mau lanjut, tapi kamu belum sarapan. Takutnya kalau disedot terus, kamu malah semaput gara-gara kehabisan tenaga,” kata Egi yang tentu saja hanya bercanda.Afi hanya menanggapinya dengan tawa. Membiarkan Egi keluar sebentar dan membawa masuk rak troli stainless berisi ragam menu sarapan. Mulai dari yang sweet sampai savory, berkabohidrat hingga junk food.“Banyak banget,” komentarnya sambil tertawa. “Kita cuma mau sarapan berdua, loh. Bukan makan siang sekeluarga besar.”“Saya enggak tau kamu lagi pengin makan apa. O

    Terakhir Diperbarui : 2021-06-28
  • Jodi Ruman   SEJUK JADI SUMUK

    “Pelan-pelan, Gi. Jangan buru-buru! Kamu, sih, enak. Nah, saya?”“Iya-iya. Ini saya pelanin, ya, biar kita sama-sama keenakan.” Pria itu mendesah dengan bibir gemetar.Melihat tingkah konyol pria yang sedang memapahnya keluar kamar, kedua alis Afi pun berkumpul menjadi satu. Ekspresi geli dan tidak habis pikir terpajang di wajahnya.“Kamu ngapain, sih?”“Gara-gara kamu ngomong pelan-pelan dan bahas enak, saya jadi ngebayangin make out sama kamu,” ungkap Egi dengan jujur.“Astaga ....” Afi menggeleng-gelengkan kepala. Menatap miris pada pria yang membantunya duduk ke sofa. “Kayaknya kamu enggak bisa lepas dari seks bebas, ya.”Egi tersenyum. Tidak menganggap kalinat Afi barusan sebagai penghinaan. Dia malah mengacak-acak rambut Afi seraya meminta pengertian.“Mohon dimaklumi, ya. Orang yang udah kecanduan rokok aja berhentinya harus bertahap. Apalagi saya yan

    Terakhir Diperbarui : 2021-06-28
  • Jodi Ruman   CALON DAN JANDA

    “Kamu enggak menganggap Ayah ini sebagai orang tua kamu?”Ketegangan masih berlanjut. Sulit menghentikan orang tua yang kekesalannya sudah tersulut.“Bukan begitu, Yah. Ayah satu-satunya orang tua yang Egi punya.” Egi meraih tangan tua itu dan menciumnya lagi. Kali ini cukup lama tangan keriput itu bertahan di permukaan bibirnya.“Egi minta maaf udah salah ngomong. Egi juga minta maaf jarang nengokin Ayah. Egi cuma ... malu ketemu Ayah,” tuturnya jujur tanpa melepaskan tangan itu.“Malu apa lagi? Kamu itu cuma banyak alasan!”Meskipun terdengar tidak sudi memaafkan, Ginanjar tidak sekalipun mencoba menarik tangannya. Penglihatannya yang tak lagi jernih mencoba memandangi helaian rambut Egi yang terkuncir rapi.“Egi tau Ayah selalu memantau apa yang Egi lakukan di luar sana. Ayah pasti tau Egi sering main-main sama banyak perempuan.”“Jangankan di luar sana, affair kamu

    Terakhir Diperbarui : 2021-06-28
  • Jodi Ruman   KEKASIH SEMU

    Keramaian di rumah Egi nyatanya tidak berlangsung sejam-dua jam. Bahkan satu per satu sepupu Afi berdatangan.Hingga menjelang makan siang, satu keluarga besar yang terdiri dari 18 orang telah berkumpul dengan dua alasan; pertama menengok Afi yang tertimpa dua musibah besar dalam satu minggu, dan ke dua bersilaturahmi dengan Egi.“Apes banget, ya, nasib kamu, Mbak. Rumah ludes kebakar. Sekarang malah kakinya luka-luka kayak gini.”Sepupu Afi yang bernama Dara berucap prihatin. Dia tengah memapah Afi berjalan menuju ruang makan.“Enggak apes-apes banget, kok, Ra.” Egi yang mengekor di belakang keduanya lantas menyahut. “Bahkan musibah yang menimpa dia jadi berkah buat orang lain,” tambahnya.“Siapa yang dapat berkah, Om? Apotek? Pak RT yang makan duit sumbangan? Enggak ada, ya, istilahnya musibah membawa berkah. Itu cuma ucapan orang biar enggak sedih aja.”Egi sempat panik karena kelalaian Dara

    Terakhir Diperbarui : 2021-06-29
  • Jodi Ruman   INISIAL D-E

    “Bang!” Afi mencolek Dian yang duduk di kursi sebelah. Posisi terhalang kursi kosong. Bekas tempat duduk Egi. Dian yang kala itu tengah mengobrol bersama sang istri segera menoleh. Kedua alisnya terangkat sebagai pengganti kata tanya ‘kenapa?’. “Anterin ke kamar bisa enggak? Pinggangku pegal, nih.” Afi memelas sambil memukul-mukul belakang pinggang. Dian hanya ber-oh pendek, kemudian bangkit. Dia membantu Afi berdiri. “Mau ke mana?” tanya Kikan di kursi seberang. “Ke kamar, Ma. Pinggangnya sakit,” jawab Dian. “Bukan sakit, Ma. Pegal.” Afi meralat jawaban abangnya. “Mau te mana, Tan?” Abri menghampiri dengan mulut belepotan air semangka. Bahkan ada bijinya yang menempel di bawah mata. Entah sengaja ditempelkan atau karena dia terlalu hectic memakan buah kesukaannya. “Ke kamar. Mau ikut?” Abri menggeleng. “Aku mau di tini aja. Main tama Hugo, Tela, dan Jelly.” Anak itu belum bisa menyebut huruf K, S, dan R

    Terakhir Diperbarui : 2021-06-29
  • Jodi Ruman   VIDEO CALL

    “Kayaknya ... dia punya feeling sama kamu,” ucap Egi gamang. Matanya menerawang menatap langit-langit kamar. Sebelah tangannya menjadi alas ke dua setelah bantal yang menopang kepala. “Enggak mungkin!” Afi menyangkal. Sama seperti Egi, matanya pun menatap kosong ke langit-langit. “Mas Denny itu cuma--” “Mulai sekarang, kamu harus panggil saya pakai embel-embel ‘Mas’,” serobot Egi sambil menoleh. Tadinya Afi ingin tertawa. Namun, setelah mendalami sorot mata dan ekspresi Egi, dia tidak menemukan adanya unsur candaan. Pria itu terlihat sangat serius. Apakah dia cemburu? Sebelumnya, Afi sudah memeriksa deretan nomor yang mengiriminya chat sejak dua hari silam. Tepatnya ketika dia mengiklankan mobil. Setelah memeriksa dan menyamakan satu per satu nomor dengan penelepon beberapa jam yang lalu, akhirnya Afi mendapatkan satu kesimpulan yang valid. Penelepon itu adalah Denny. Pembeli mobilnya, anak direktur, sekaligus kepala instalasi diklat d

    Terakhir Diperbarui : 2021-06-30

Bab terbaru

  • Jodi Ruman   KANGEN?

    Dalam perjalanan pulang, keheningan melanda keduanya. Afi ingin sekali berterima kasih karena Egi begitu peka dengan keadaan alerginya. Kalau saja pria itu tidak langsung membawanya ke klinik, mungkin obat pun tidak akan mempan. Dia pasti tidak akan bisa beraktifitas dengan tenang karena pengaruh rasa gatal.Sayangnya, niat mengucapkan terima kasih itu urung dilafalkan. Selain karena ekspresi Egi tidak enak dilihat--terlalu flat dan kaku, pria itu juga bungkam sejak di klinik. Afi curiga bahwa pria itu menyimpan kekesalan kepadanya.Sesampainya di rumah, keduanya diserbu Ani dan Yati yang ternyata belum pulang, padahal sekarang sudah jam 7 malam. Mereka disambangi tepat setelah melangkahi pintu masuk.“Kok, baru pulang, sih, Mas-Mbak? Kalian enggak apa-apa, ‘kan?” tanya Ani sambil memindai Egi dan Afi dari atas ke bawah.Afi tersenyum tipis dan menganggukkan kepala. "Kita enggak kenapa-kenapa, ko

  • Jodi Ruman   KLINIK

    “Jangan lama-lama. Kalau udah selesai, cepat pulang. Nanti kalau sakit kamu sendiri yang susah.” Begitulah pesan Egi sebelum meninggalkan warung tenda. Dia telah menandaskan sepiring nasi, ayam penyet dan lalapan, serta teh hangat. Ah, jangan lupakan setengah mangkuk ronde milik Afi. Dia meminta Afi pulang bersamanya. “Soal pembalut, kalau enggak urgent belinya besok aja. Titip ke Bu Ani. Mini marketnya masih jauh, ‘kan? Kamu bisa kebasahan kalau nekat ke sana jalan kaki.” Afi menggeleng, menolak ajakan dan bujuan Egi. “Saya mau ke apotek bentar. Cari obat alergi,” ungkapnya jujur. “Kamu alergi apa?” Pria itu kelihatan cemas dan panik. Memindai Afi dari kepala sampai ujung kaki. Afi menggeleng. “Sekarang belum. Enggak tau nanti.” Jawaban yang diberikan sambil mengunyah itu membuat Egi mengerutkan kening. “Maksudnya?” Tanpa menatap Egi, Afi pun menjawab. “Saya alergi dingin.” Mendengar informasi itu, kerutan di kenin

  • Jodi Ruman   HUJAN, RONDE, DAN PEMBALUT

    “Yaaaah ....” Kedua bahu Afi merosot lesu ketika membuka pintu. “Hujan ternyata.” Wajahnya berubah cemberut.Afi tidak tahu, material apa yang digunakan untuk membangun rumah megah ini sampai bunyi hujan deras pun tidak terdengar di lantai dua.“Duh, mana lagi lapar banget ini,” keluhnya sambil melangkah ke ujung teras. Memeriksa lebih dekat, seberapa besar intensitas air yang berguguran di bumi.Puas dengan tidur tambahan sampai jam 5 sore, perut Afi pun terasa amat sangat kosong. Dia heran, seberapa keras kerja metabolisme tubuhnya saat tidur sampai bangun-bangun sudah lapar lagi.Sebenarnya wajar, sih, kalau dia lapar. Dia, ‘kan, melewatkan makan siang.Sayangnya, ketika bangun tadi, baik teh ataupun kudapan ringan di meja sudah tidak ada. Mungkin dibereskan oleh Ani.Afi ingin makan nasi, tapi khawatir lauk pauknya belum tersedia. Ini, ‘kan, belum jam makan malam. Dia menebak kalau Ani dan

  • Jodi Ruman   MENGUPING

    “Jadinya nonton apa, nih, Mbak?” tanya Ani yang menyuguhkan sepiring pastel panas, potongan buah melon, dan teh panas ke meja.“Korea, Bu,” jawab Afi yang kini mengatur channel TV melalui remote di HP-nya.“Waduuuh. Enggak India aja, Mbak? Biar bisa nyanyi sama joget-joget.”Afi tertawa. “Emangnya Ibu punya rekomendasi film India apa?”“Chori-chori aja, Mbak. Rame, tuh. Cerita suami setia, tapi disuruh ‘asoy-geboy’ sama perempuan nakal.”Afi semakin tergelak. Sedikit tidak menyangka kalau wanita paruh baya yang lebih suka pakai daster itu mengetahui berbagai macam istilah yang menjurus ke arah seks bebas.“Oh, iya, Mbak. Mas Egi udah pulang, tuh.”Tawa Afi langsung berhenti. “Enggak nyariin saya, ‘kan?”“Nyariin, lah. Saya bilang aja lagi di sini.”Afi menghela napas, lalu meningkatkan volume TV. Mendengar na

  • Jodi Ruman   WEEKEND MURAH DAN AMAN

    Sepertinya Egi benar-benar kesal. Saat bangun tidur, dia tidak menyapa ataupun melirik Afi. Meloyor begitu saja ke kamar mandi.Seolah belum cukup, Egi pun enggan sarapan bersama, padahal Afi sudah menunggunya di kitchen island. Egi hanya menyeruput kopi sambil berdiri, menjumput sandwich, lalu pergi tanpa mengatakan apa-apa.“Lagi berantem, ya, Mbak?” tanya Ani yang menyaksikan dinginnya hubungan Afi dan Egi.Afi hanya merespons dengan senyum seadanya. Menurutnya, pertanyaan itu tidak perlu dijawab. Ani bisa mengambil kesimpulan sendiri.“Bu Ani hari ini ke pasar enggak?” tanyanya, mengalihkan topik.Rencananya, jika Ani ke pasar, Afi ingin ikut. Refreshing. Dia malas nonton ke bioskop sendirian.“Kayaknya enggak, deh. Bahan di dapur masih lengkap,” jawab Ani sembari mengambil cangkir kopi bekas Egi. “Ini saya minum aja, ya, Mbak. Sayang kalau dibuang. Mubazir,” ucapnya sambil memperlihatkan i

  • Jodi Ruman   JAHAT

    Setelah racauan Afi berakhir, suasana kamar sempat disinggahi keheningan. Egi yang masih berbaring menatap wanita itu sambil mengerjap. Cukip lama pria itu terpaku hingga beberapa saat kemudian, tawanya meledak sampai terpingkal-pingkal.Melihat Egi tertawa begitu lepas, Afi pun mengernyit. Bingung. Otaknya berpikir keras. Menebak satu per satu kata yang sebelumnya dia ucapkan. Di mana letak kelucuannya?Sebelum Afi sempat bertanya, pria itu bangun dan duduk menghadap dirinya. Setelah tawanya reda, Egi pun bertanya, “Jadi, kamu mau menikah sama saya?”Kerutan di kening Afi semakin bertambah. Kali ini bukan karena bingung, melainkan tersinggung.Jadi, pria itu hanya bercanda dalam menyematkan gelar ‘calon istri saya’ saat bicara dengan Tiara di telepon tadi? Jadi, pria itu hanya ingin membuat Tiara cermburu? Pria itu ingin mempermainkannya?Rasanya Afi ingin meledak saat itu juga. Dia ingin meminta klarifikasi dengan cara yan

  • Jodi Ruman   PILLOW TALK

    Jam digital di nakas sudah menunjukkan pukul 01:15. Seharusnya, pemilik ruangan sudah melayang ke negeri mimpi. Kenyataannya, sepasang penghuninya malah sibuk bersitatap. Berbaring miring di ranjang, saling berhadapan.“Kenapa harus pegangan tangan, sih?” tanya si wanita. Matanya tak mengerjap sedetik pun, terus menelisik lensa pekat di depannya.“Kamu mau yang lebih?” goda si pria sambil mengerling jail.“Enggak!” tegas si wanita sambil melotot ringan. Membuat si pria tertawa pelan.Saat ini, jemari keduanya saling bertaut di atas guling yang menjadi pembatas wilayah masing-masing. Guling itu tadinya diletakkan karena si pria terus saja menyerang wanitanya dengan ciuman menggebu. Kata si wanita, si pria tidak boleh melewati batas jika ingin dirinya menetap di kamar itu.“Besok mau ke mana?”“Tadinya, sih, mau nonton bioskop. Mumpung kamu enggak ada.”Si pria mengerutkan keni

  • Jodi Ruman   PERKARA MIE, TELUR, DAN MINYAK

    “Egi, please ....”Afi berupaya keras menarik kepala dan mendorong dada Egi. Gila! Dia nyaris kehilangan napas. Egi benar-benar menghukumnya!Sekitar jam setengah sepuluh malam, Egi tiba di rumah. Sempat menengok Afi ke kamar tamu, pria itu keluar lagi untuk menepati janji pada Tiara.Entah apa yang mereka bicarakan, tapi durasinya tidaklah lama. Mungkin tidak sampai sejam, Egi sudah kembali ke kamar tamu, menjemput Afi.Ya, menjemput! Pria itu menggendong Afi ke kamar atas, lalu mencium bibirnya secara brutal. Katanya, itu adalah hukuman karena membuatnya khawatir selama di Riau.“Kamu tau, gara-gara kamu, saya enggak keruan selama di bandara. HP saya sampai kececer,” ucap Egi dengan napas terengah sebelumkembali membubuhkan kecupan menggebu.Sebenarya bukan hanya Afi yang mengalami defisit oksigen dalam paru-paru, Egi pun sama. Namun, gejolak rindu yang begitu kuat membuatnya enggan melepaskan bibir itu barang

  • Jodi Ruman   HUKUMAN

    Afi merapatkan punggung ke sandaran. Napasnya dihela dengan pelan dan cukup dalam. Rasanya, ada satu beban besar yang menyesakkan dadanya. Entah apa.“Pertama, saya mau tanya dulu sama kamu. Boleh?”Tiara mengangguk. Kemudian mengambil piring puding. Bicara panjang lebar ternyata tidak hanya membuat kerongkongannya kering, tapi isi perutnya juga ikut terkuras.“Apa selama pacaran, kalian pernah berhubungan badan?”Pertanyaan Afi membuat puding yang ditelan Tiara keluar dari saluran pencernaan. Bahkan sepertinya tersesat ke saluran pernapasan. Wanita itu tersedak cukup parah sampai harus memukul-mukul dadanya.Anehnya, Afi tidak panik sedikit pun melihat reaksi tubuh Tiara. Dia diam saja melihat wanita itu terbatuk-batuk. Bahkan dia sudah bisa menarik satu kesimpulan dari reaksi itu.“Okay, enggak usah dijawab,” kata Afi setelah Tiara minum. “Saya udah dapat jawabannya.”Tiara menelan lud

DMCA.com Protection Status