“Jangan, itu bahaya, aku nggak mau diantara kamu atau Nayara nanti terjadi sesuatu. Si Ilyas pasti tahu kalau Lastri sedang dirasuki jika memang cara itu yang mau kita gunakan. Si Ilyas itu pinter, apalagi kata Nayara dia sekarang sedang mendalami ilmu hitam,” ucap Mas Bimo.
“Tapi waktu itu si Ilyas pernah nggak ngeh saat Indah ngerasuki tubuh aku,” bela Nayara.“Aku tetep nggak setuju,” jawab Rangga pada akhirnya.Mendengar Mas Bimo tak setuju, akhirnya aku diam. Bagaimana pun aku juga harus hati-hati.“Gimana kalo aku aja? Nggak usah Indah. Aku udah tahu semuanya tentang Ilyas dan apa kelemahannya,” ucap Nayara pada Rangga.Rangga diam.“Boleh, kan?” pinta Nayara pada Rangga.“Tapi siapa yang bisa bantu kamu bertukar jiwa sama Lastri?” tanya Rangga yang menyangsikannya.Nayara melihat ke arahku,”Sama orang yang dulu p“Aku nggak apa-apa,” jawabku pada Mas Bimo. Aku nggak mau mengganggu Mahfud yang sekarang masih sibuk berdoa. Tapi aku heran, apa yang kulihat barusan? Kenapa itu bisa terbayang dalam ingatanku. Apakah aku pernah berada di sana? Entahlah, mungkin nanti setelah Mahfud selesai berdoa aku bisa sekalian menanyakan itu padanya.Rupanya Mahfud sudah selesai berdoa. Dia kembali duduk bersama kami.“Aku sudah mencoba mencari keberadaannya, tapi aku tidak berhasil,” ucap Mahfud,”sepertinya Ilyas sudah memiliki ilmu yang cukup kuat hingga bila aku mendekat ke sebuah pintu, pintu yang hampir terbuka itu tertutup kembali,” lanjut Mahfud.“Terus, sekarang kita harus bagaimana? Apa boleh langsung tukarkan jiwaku dengan jiwa Lastri?” tanya Nayara.Mahfud menatap Nayara dengan bingung.“Bisa saja, tapi kita harus memikirkan bagaimana jika Lastri ada di tubuh kamu nanti?” ucap Mahfud.
“Aku di mana?” tanyaku pada kakek itu.Kakek itu hanya diam. Setelah kuamati baik-baik wajahnya, tiba-tiba aku mengingat sewaktu kakek itu mendatangiku saat aku di rumah sakit.“Tolong jawab aku, kek?” pintaku padanya. Tiba-tiba aku merasakan hembusan angin yang begitu dingin.“Kenapa masih ada yang menggunakan ilmu itu?” tanya kakek.Aku heran apa maksudnya?“Ilmu apa, Kek?” tanyaku yang masih bingung.“Meraga sukma. Ilmu tak boleh digunakan manusia. Itu sangat berbahaya,” ucap Kakek itu.“Maafkan aku, kek. Aku terpaksa meminta bantuan pada Mahfud untuk mencari bukti kejahatan Ilyas yang sudah banyak melakukan kejahatan padaku,” ucapku.“Meskipun ilmu itu dilakukan untuk kebaikan, tapi tetap saja tak boleh digunakan,” ucapnya la
“Kenapa? Kau masih ragu? Memangnya kau tidak mau kita kaya raya? Sudah banyak yang aku korbankan demi untuk mendapatkan semuanya. Kita sudah menghancurkan hidup keluarga Bimo dan keluarga Indah hingga mereka bangkrut. Kita juga sudah membunuh Isabel sahabat Indah agar Nayara mudah merasuki Indah. Bahkan dukun tua itu sudah mati gara-gara kita,” ucap Ilyas.Aku menyembunyikan kemarahanku padanya saat mendengar itu. Rupanya memang Ilyas yang membunuh Isabel selama ini.“Aku pipis dulu ya, Mas,” pintaku.Ilyas mengangguk. Lalu aku segera pergi ke toilet yang sangat sederhana. Di sana kututup pintu toilet dan segera kusimpan hasil rekaman pengakuan Ilyas tadi. Lalu saat aku hendak mengirimnya ke nomor Mas Bimo, rupanya sinyal tak ada di sana. Aku pun diam-diam keluar dari rumah itu melalui pintu belakang. Kulihat di ujung sana ada tempat yang begitu tinggi. Aku yakin di sana pasti ada sinyal.Aku segera berlari ke sana.
“Selama bersama Bimo lagi, kamu nggak pernah kan berhubungan sama si Bimo?” tanya Ilyas mendadak yang membahas hal begitu lagi.Aku tidak tahu apa yang terjadi antara Lastri dan Mas Bimo. Akupun mengangguk, hanya itu yang bisa kulakukan untuk menjawab pertanyaannya.“Berarti sudah lama juga kamu nggak berhubungan sama aku, setelah kita berpisah cukup lama dan setelah kita bertemu lagi malah aku berpuasa empat puluh hari,” ucap Ilyas.Aku diam saja.Ilyas selesai makan malam. Di luar tampak sudah gelap. Ilyas meminum lalu tangannya menyentuh tanganku yang baru selesai makan dan menatapku penuh nafsu.“Malam ini kamu harus puasin aku ya?” pintanya.Aku berpura-pura mengangguk.“Karena aku harus puasa tujuh hari lagi setelahnya. Habis itu kita bisa ngelakuinnya kapan pun kita mau,” ucap Ilyas lagi.Ilyas melepas tanganya dari tanganku. Aku pun meneguk
“Kamu nggak apa-apa kan? Si Ilyas nggak jahatin kamu kan?” tanya Mas Bimo memastikan.Aku tak mau menceritakannya pada Mas Bimo kalau aku hampir saja mau diperkosa lagi oleh Ilyas.“Aku nggak apa-pa, Mas,” ucapku,”Tadi Lastri gimana?”“Dia berhasil kita kurung di kamar ini. Dia berontak meminta kita untuk mengembalikan dia ke Ilyas. Karena Mahfud tak bisa melihat kamu di sana, akhirnya saya minta dia untuk mengembalikan jiwa kamu ke sini,” ucap Mas Bimo.Setelah itu kami kembali berkumpul di ruang tamu. Kuceritakan sebagaian soalku saat berada di dekat Ilyas, aku tak mau menceritakan semuanya mereka. Aku tak mau membuat Mas Bimo semakin geram mendengarnya. Semua tampak bingung saat aku bercerita kalau di sana tidak ada sinyal dan aku tidak bisa mengirimkan rekaman itu ke Mas Bimo.Akhirnya aku teringat lagi akan pertemuanku dengan kakek itu di alam lain. Sepertinya hanya cara itu a
“Ilmu itu dari Iblis! Mereka yang membantumu! Dan suatu saat tubuhmu akan jadi menjadi tumbal pada Iblis! Meskipun kamu gunakan untuk kebaikan sekalipun!” jawabku dengan penuh amarah.“Aku tak percaya kalau ilmu ini dari Iblis. Ini ilmu turun temurun dari nenek moyangku,” ucap Mahfud.Rangga, Nayara dan Mas Bimo masih diam memperhatikan kami.“Iya benar, memang ilmu itu dari nenek moyangmu. Apakah kau tahu bagaimana nasib nenek moyangmu sekarang gara-gara memiliki ilmu itu? Mereka sekarang menjadi budak Iblis! Kalau kau tak mau menjadi budak Iblis nantinya, buang segera ilmu itu!” teriakku lagi.Tak berapa lama kemudian, kulihat Mahfud seperti kerasukan. Tiba-tiba dia mengeluarkan jurus bela diri yang aku tak tahu itu jenis bela diri apa. Dia seperti sedang mengeluarkan energi di tangannya untuk menyerangku. Lalu tiba-tiba kedua tanganku bergerak ke arahnya, seperti hendak mengeluarkan energi juga. Tak l
“Kita harus keluar dari sini,” pinta Mas Bimo pada kami.“Iya, Mas,” jawabku.Lalu kami sama-sama melangkah menuju pintu utama hendak keluar. Belum kami sampai ke pintu, kudengar teriakan Nayara. Dia diseret oleh makhluk tak bisa aku lihat itu ke arah dinding.“Aaaagh! Ranggaaa!!!” teriak Nayara.“Nayaraaa!” teriak Rangga yang begitu khawatirnya.Siapa itu? Kenapa sekarang aku tak bisa melihatnya? Bisikku. Tak lama setelah itu Rangga yang hendak menolong Nayara tampak kehabisan napas, seperti ada yang mencekiknya. Dia memegangi lehernya seolah hendak melepas sesuatu yang mencekik leherna. Aku heran kenapa aku tak bisa melihatnya.“To... to...” ucap Rangga terbata.Mas Bimo langsung mendekat dan memegangi Rangga, tapi tak lama kemudian Mas Bimo malah terpental jauh.“Aaaagh!”Aku berteriak melihat Mas Bimo terpental
Lalu aku kelelahan. Aku tersungkur di atas aspal. Kulihat arwah nenek-nenek itu kini berada di atas atap mobil itu, dia menoleh ke arahku sesaat sambil tersenyum sinis. Percuma saja untuk mengejar mereka, kini mereka telah menghilang bersama arwah nenek-nenek itu.Mas Bimo berlari mendekat kepadaku.“Indah!” teriaknya padaku.Aku menoleh pada Mas Bimo dengan kesal. Aku bangkit dan mendekat padanya.“Kenapa Mas Bohong sama aku?” teriakku.“Maafin aku, Indah,” ucapnya padaku.Lalu beberapa saat kemudian, Mahfud datang dengan terheran-heran.“Mas jahat sama aku. Kenapa mas nggak bilang kalo batu itu belum mas buang?” teriakku.“Mas khilaf, Indah. Aku pikir dengan batu itu kita bisa merubah nasib kita yang sekarang sedang begini,” ucap Mas Bimo penuh penyesalan.