“Bawa dia ke dalam lalu hantarkan dia ke dunianya,” pinta lelaki penunggang tadi pada kedua lelaki berjubah yang barus datang itu.
Setelahnya, lelaki penunggang burung itu kembali terbang bersama burungnya. Lalu aku dibawa menuju air terjun.“Aku mau dibawa kemana?” tanyaku.“Jangan takut, kami akan mengembalikanmu ke duniamu, karena kau masih hidup,” ucapnya padaku. Aku pun mengangguk lalu mengikuti langkah mereka menuju barisan arwah manusia yang mengantri memasuki air terjun itu.Aku dan para arwah manusia lainnya itu pun memasuki air terjun itu. Dapat kurasakan derasnya air berjatuhan ke tubuhku. Dingin air terjun itu pun bisa kurasakan. Akhirnya kamu memasuki lorong gua yang diterangi oleh cahaya-cahaya yang beterbangan seperti kunang-kunang. Namun cahaya-cahayanya itu cukup besar. Lalu tibalah kami ke dalam rongga gua yang cukup besar berdinding bebatuan hitam. Di ujung sana kulihat lelaki berjubah putih“Siapa kamu?” tanyaku.“Aku yang menjaga Mas Bimomu,” ucapnya.“Pergi kamu dari dia, jangan ganggu dia lagi,” ucapku.Perempuan yang berpakaian pengantin itu tertawa padaku. Lalu entah kenapa, tangan kananku tiba-tiba seperti kesemutan, lalu tiba-tiba saja tangan kananku bergerak dan kuarahkan ke arwah yang berpakaian pengantin itu. Perempuan itu menjerit.“Tolong! Jangan lakukan itu! Berhenti!” teriaknya.Aku masih tak percaya akan apa yang aku lakukan. Telapak tanganku terbuka dan masih mengarah pada perempuan itu. Di telapak tanganku kurasakan seperti ada getaran yang keluar darinya. Tak lama kemudian arwah perempuan itu seperti tersedot ke arah dinding lalu dia menghilang. Tak lama kemudian tanganku lemas kembali. Lalu dengan tak percaya kuperhatikan tanganku yang tiba-tiba saja memunculkan kekuatan itu. Kenapa ini bisa terjadi? Apa gara-gara aku pergi ke dunia lain itu? Atau g
“Mas udah bilang ke Ayah dan Ibu. Mereka shock mendengarnya, tapi mereka sudah membuang batu yang mereka miliki yang diberikan seorang dukun pada mereka,” ucap Mas Bimo lagi.“Sudah dibuang?”“Iya, mereka membuangnya ke lautan, katanya jika dibuang kelautan itu artinya ilmu itu sudah dikembalikan ke yang memberinya,” jawab Mas Bimo.Aku lega mendengarnya. Tiba-tiba aku teringat akan Papah Mamahku.“Dimana papah sama mamah?” tanyaku.“Mereka juga sudah membuangnya ke lautan berbarengan sama papa dan mama. Ternyata kedua orang tua kita itu teman lama. Mereka sama-sama datang ke dukun yang sama.”Aku terkejut mendengar itu, darimana kedua orang tuaku tahu, apa kemarin aku juga bilang kepada mereka. Entahlah, yang penting sekarang aku sudah tenang kalau mereka sudah membuang batu itu, si Ilyas pasti tak akan bisa menemukannya lagi kalau sudah dibuang ke laut.
Dua bulan kemudian. Pernikahanku dengan Mas Bimo sebentar lagi akan dilangsungkan. Tapi ada kabar buruk yang datang sebelum pernikahan kami. Mendadak perusahaan papah dan ayah Mas Bimo bangkrut. Banyak penanam saham yang menarik sahamnya dari perusahan papah dan ayah Mas Bimo. Papah dan Mamah sangat sedih menghadapi itu, begitupun dengan kedua orang tua Mas Bimo. Aku yakin itu semua karena mereka telah melepas ilmu yang mereka lalukan dulu untuk kekayaan. Kini semua harta dan segala yang didapat dari bekerjasama dengan setan itu telah lenyap. Papa dan Mamah terpaksa membeli rumah sederhana di daerah Lebak Bulus. Kedua orang tua Mas Bimo pun sama. Mereka memilih tingga di rumah sederhana yang berdekatan dengan rumah kedua orang tuaku. Dan pernikahan aku dan Mas Bimo pun berlangsung sederhana di sana.Setelah kami selesai menikah, Mas Bimo kembali membawaku ke Sentul. Kembali ke rumah lamanya dulu yang belum dijualnya. Sementara rumahku yang lebih dulu kujual sudah ditempat
“Kenapa, Indah?” tanya Mas Bimo padaku.“Rangga?” ucapku.Rangga tersenyum padaku.“Iya, Indah. Sorry, tadi aku sengaja ngetuk rumah buat minta tolong sama Mas Bimo nembak burung itu,” ucap Rangga.Aku langsung menarik tangan Mas Bimo dan mengajaknya ke dalam. Ketika kami sudah tiba di dalam rumah, Mas Bimo heran.“Kenapa?”“Jangan deket-deket dia, dia itu psikopat,” pintaku pada Mas Bimo.Mas Bimo tertawa.“Kata Siapa?”“Aku udah tahu semuanya, Mas. Keluarganya itu gunain ilmu kekayaan gitu. Dan Nayara jadi inceranya selama ini,” jelasku pada Mas Bimo.“Kalo dia mau bunuh Nayara, kenapa Nayara udah jadi istrinya sekarang? Dia pindah ke sini, di depan rumah kita sama Nayara,” ucap Mas Bimo.Aku terbelalak mendengarnya.“Rangga sama Nayara udah nikah?&rd
“Jangan, itu bahaya, aku nggak mau diantara kamu atau Nayara nanti terjadi sesuatu. Si Ilyas pasti tahu kalau Lastri sedang dirasuki jika memang cara itu yang mau kita gunakan. Si Ilyas itu pinter, apalagi kata Nayara dia sekarang sedang mendalami ilmu hitam,” ucap Mas Bimo.“Tapi waktu itu si Ilyas pernah nggak ngeh saat Indah ngerasuki tubuh aku,” bela Nayara.“Aku tetep nggak setuju,” jawab Rangga pada akhirnya.Mendengar Mas Bimo tak setuju, akhirnya aku diam. Bagaimana pun aku juga harus hati-hati.“Gimana kalo aku aja? Nggak usah Indah. Aku udah tahu semuanya tentang Ilyas dan apa kelemahannya,” ucap Nayara pada Rangga.Rangga diam.“Boleh, kan?” pinta Nayara pada Rangga.“Tapi siapa yang bisa bantu kamu bertukar jiwa sama Lastri?” tanya Rangga yang menyangsikannya.Nayara melihat ke arahku,”Sama orang yang dulu p
“Aku nggak apa-apa,” jawabku pada Mas Bimo. Aku nggak mau mengganggu Mahfud yang sekarang masih sibuk berdoa. Tapi aku heran, apa yang kulihat barusan? Kenapa itu bisa terbayang dalam ingatanku. Apakah aku pernah berada di sana? Entahlah, mungkin nanti setelah Mahfud selesai berdoa aku bisa sekalian menanyakan itu padanya.Rupanya Mahfud sudah selesai berdoa. Dia kembali duduk bersama kami.“Aku sudah mencoba mencari keberadaannya, tapi aku tidak berhasil,” ucap Mahfud,”sepertinya Ilyas sudah memiliki ilmu yang cukup kuat hingga bila aku mendekat ke sebuah pintu, pintu yang hampir terbuka itu tertutup kembali,” lanjut Mahfud.“Terus, sekarang kita harus bagaimana? Apa boleh langsung tukarkan jiwaku dengan jiwa Lastri?” tanya Nayara.Mahfud menatap Nayara dengan bingung.“Bisa saja, tapi kita harus memikirkan bagaimana jika Lastri ada di tubuh kamu nanti?” ucap Mahfud.
“Aku di mana?” tanyaku pada kakek itu.Kakek itu hanya diam. Setelah kuamati baik-baik wajahnya, tiba-tiba aku mengingat sewaktu kakek itu mendatangiku saat aku di rumah sakit.“Tolong jawab aku, kek?” pintaku padanya. Tiba-tiba aku merasakan hembusan angin yang begitu dingin.“Kenapa masih ada yang menggunakan ilmu itu?” tanya kakek.Aku heran apa maksudnya?“Ilmu apa, Kek?” tanyaku yang masih bingung.“Meraga sukma. Ilmu tak boleh digunakan manusia. Itu sangat berbahaya,” ucap Kakek itu.“Maafkan aku, kek. Aku terpaksa meminta bantuan pada Mahfud untuk mencari bukti kejahatan Ilyas yang sudah banyak melakukan kejahatan padaku,” ucapku.“Meskipun ilmu itu dilakukan untuk kebaikan, tapi tetap saja tak boleh digunakan,” ucapnya la
“Kenapa? Kau masih ragu? Memangnya kau tidak mau kita kaya raya? Sudah banyak yang aku korbankan demi untuk mendapatkan semuanya. Kita sudah menghancurkan hidup keluarga Bimo dan keluarga Indah hingga mereka bangkrut. Kita juga sudah membunuh Isabel sahabat Indah agar Nayara mudah merasuki Indah. Bahkan dukun tua itu sudah mati gara-gara kita,” ucap Ilyas.Aku menyembunyikan kemarahanku padanya saat mendengar itu. Rupanya memang Ilyas yang membunuh Isabel selama ini.“Aku pipis dulu ya, Mas,” pintaku.Ilyas mengangguk. Lalu aku segera pergi ke toilet yang sangat sederhana. Di sana kututup pintu toilet dan segera kusimpan hasil rekaman pengakuan Ilyas tadi. Lalu saat aku hendak mengirimnya ke nomor Mas Bimo, rupanya sinyal tak ada di sana. Aku pun diam-diam keluar dari rumah itu melalui pintu belakang. Kulihat di ujung sana ada tempat yang begitu tinggi. Aku yakin di sana pasti ada sinyal.Aku segera berlari ke sana.
“Apa harus aku lakukan ketika menghadapnya?” tanyaku. “Kau akan mendapatkan kekuatan yang luar bisa. Kau akan mengurus mereka-mereka yang menjadi pengikut setia Tuan Raja di alammu. Kau akan menjadi dukun yang sangat sakti,” ucapnya. “Apa yang harus aku lakukan jika aku menjadi dukun sakti?” tanyaku penasaran. “Nanti kau akan tahu sendiri jika sudah menghadap Tuan Raja,” ucapnya. Lalu kuda yang membawa kereta kencana yang kunaiki perlahan mendekati sebuah gerbang istana. Di sana kulihat banyak pengawal seram yang menjaga gerbang itu. Pengawal itu langsung membuka gerbang istana untuk kami. Kami pun masuk ke dalam gerbang itu. Kulihat istananya begitu megah terbuat dari batu. Aku seperti melihat banyak candi di sana. Peri-peri kulihat beterbangan di atasnya. Tak lama kemudian kuda itu berhenti. “Turunlah dan masuklah ke dalam istana itu,” pinta perempuan yang sangat meny
Saat Mobil itu melaju kencang di jalanan. Kulihat Mas Bimo menangis. Aku ikut menangis melihatnya.“Terima kasih, Mas. Terima kasih kamu masih setia sama aku,” ucapku.Sekarang aku benar-benar yakin kalau Mas Bimo memang sangat mencintaiku. Lelaki mana yang masih setia pada istrinya yang sudah gila dan akan menunggunya sampai sembuh, meski tak ada yang tahu apakah istrinya itu benar-benar bisa sembuh atau tidak?Mobil yang kami naiki tiba-tiba berhenti di depan rumahku. Aku heran kenapa Mas Bimo ke sini. Aku pun turun bersama Mas Bimo lalu masuk ke dalam rumah. Papah dan Mamahku menyambut Mas Bimo dengan hangat. Aku kembali menangis melihat mereka. Mereka pasti sangat sedih melihatku kini sudah gila.“Apapun yang terjadi, aku akan tetap cinta sama Indah, Mah, Pah,” ucap Mas Bimo pada mereka.Mamah dan Papah menangis mendengarnya.&ldqu
Tak lama kemudian, tubuhku keluar bersama tiga perawat itu dari dalam ruangan itu. Dia tampak diam dengan tatap kosong. Dia juga tidak bisa melihat kehadiranku. Lalu tubuhku dibawa kembali oleh mereka ke ruangan tempat tubuhku tadi. Ketika kami sudah sampai di sana, kulihat Mas Bimo datang membawa makanan, mendekati tubuhku yang tersenyum-senyum sendiri.“Itu siapa?” tanya arwah perempuan itu padaku.“Itu suamiku,” jawabku.Arwah perempuan itu tampak heran.“Suamimu tampan!” pujinya.Mas Bimo duduk di dekat tubuhku.“Sayang, ini aku bawain kamu makanan. Kamu makan ya?” pinta Mas Bimo pada tubuhku.Aku menangis haru melihat itu. Rupanya Mas Bimo masih sayang padaku meski tubuhku sekarang sudah sudah gila.Tubuhku melihat ke arah Mas Bimo dengan marah.
Bus yang aku naiki tiba di sebuah halte dekat apartemenku. Aku turun dari sana. Tak ada satupun manusia yang bisa melihatku. Aku pun memasuki lobby apartemen dan berdiri di depan lift, menunggu mereka yang naik ke lantai yang sama dengan apartemenku. Saat ada dua sepasang kekasih memencet lantai yang sama dengan apartemenku, aku buru-buru masuk ke dalam. Dua sepasang kekasih itu saling melihat.“Kok aku merinding ya, yang?” tanya perempuan itu pada lelakinya.“Aku juga sama, kayaknya emang angker apartemen ini,” jawabnya.Aku diam saja. Aku tak peduli obrolan mereka. Saat pintu lift itu terbuka. Aku ikut keluar dan segera menembus pintu apartemenku. Aku mencari-cari Mas Bimo di dalam sana. Di dua kamar yang aku masuki aku tak menemukan Mas Bimo. Tiba-tiba aku mendengar kucuran air di dalam kamar mandi. Aku masuk ke dalam sana. Aku menangis saat mendapati Mas Bimo sedang telanjang menyandar di dind
Aku mengangguk. Ya, aku tak tahu sudah berapa lama aku di sana. Setipa kali pintu sering terbuka dan dua lelaki seram datang menyuruh kami kerja paksa untuk membangun istana mereka. Entah sudah berapa bulan lamanya hingga tubuhku sangat kurus dan rambutku terlihat acak-acakan. Tapi suatu hari, keajaiban datang. Kudengar di luar sana seperti terjadi peperangan. Lelaki itu berdiri dengan senang.“Mereka sudah datang!” ucapnya.Aku pun berdiri. Kami menempelkan telinga ke arah pintu gua yang tertutup. Sekarang terdengar jelas suara pedang yang beradu dan suara teriakan kesakitan. Tak lama kemudian, pintu gua terbuka. Benar saja, makhluk berjubah putih yang bercahaya terang itu masuk ke dalam gua dan menyuruh kami keluar dari sana. Aku dan lelaki itu pun keluar. Di depan gua, kulihat banyak sekali makhluk-makhluk yang menyeramkan terkapar di atas tanah dengan bersimbah darah. Burung-burung besar dan bersayap itu berdatangan. Mereka m
Aku pun terpaksa bersimpuh di hadapannya.“Tolong aku! Aku janji akan membantumu asal kembalikan aku ke tubuhku!” pintaku lagi.Makhluk seram itu tidak menggubrisku. Dia melihat ke dua lelaki seram yang berdiri di belakangku.“Kurung dia sekarang juga!” pintanya pada mereka.Akupun di tarik oleh dua lelaki yang menyeramkan itu.“Tolong! Aku janji akan menuruti kemauanmu! Aku janji tak akan berniat lagi untuk mengeluarkan ilmuku! Jangan kurung aku!” isakku.Makhluk menyeramkan dan memiliki dua tanduk itu tak menggubris permohanku. Dua lelaki itu terus saja menyeretku, lalu aku dimasukkan ke dalam gua yang sempit dan berpintu.“Keluarkan aku! Aku mau kembali ke tubuhku! Jangan kurung aku!” teriakku sambil terisak. Aku pun teruduk menyandar di dinding gua. Aku tak menyangka kalau akhirnya nasib
Kami pun tiba di rumah sakit. Mas bimo menggotong bibi Sarinah. Beberapa perawat langsung mengurus bibi Sarinah dan membawanya ke ruang ICU. Aku dan Mas Bimo duduk menunggu di depan ruang ICU. Mas Bimo menoleh padaku lalu memegangi tanganku.“Sabar, ya. Mas yakin bibi nggak akan kenapa-napa,” ucap Mas Bimo menenangkanku.Aku mengangguk. Mas Bimo memelukku.“Kamu tenang, aku yakin pasti ada jalannya untuk mengeluarkan ilmu di dalam tubuhmu,” ucap Mas Bimo.“Iya, Mas,” jawabku mencoba untuk tenang.Tak lama kemudian, dokter keluar dari ruang ICU. Aku dan Mas Bimo langsung menghampiri dokter itu.“Gimana keadaan bibi Sarinah, dok?” tanyaku sedikit khawatir.Dokter itu tersenyum padaku.“Dia sudah sadar, sekarang kalian sudah boleh kalau mau menjenguknya,” jawab
“Nggak apa-apa, biar aku aja,” ucapku lalu berjalan ke arah dapur. Bibi Sarinah mengikutiku.Saat aku sudah memasukkan makanan itu ke dalam kulkas, aku menoleh pada bibi Sarinah yang berdiri di dekatku.“Bi,” panggilku.Bibi Sarinah menatapku dengan heran.“Kenapa?” tanyanya.“Aku minta maaf,” ucapku.Bibi Sarinah semakin heran.“Minta maaf kenapa?”“Ternyata ucapan bibi bener,”“Ucapan yang mana?”Aku menangis. Bibi Sarinah semakin penasaran padaku.“Ada apa, Non. Cerita ke bibi,” pintanya.“Kakek yang aku temuin itu ternyata iblis,” ucapku.Bibi Sarinah tercengang mendengarnya.“A
“Kenapa?” tanyanya.Tiba-tiba kudengar suara arwah pengantin perempuan itu.“Jangan khawatir! Aku tak akan melihat kalian bermesraan. Itu malah akan membuatku sial jika melihatnya,” ucap arwah pengantin perempuan itu. Entah sekarang dia berada di mana. Aku lega mendengarnya. Akhirnya kutarik tangan Mas Bimo ke dalam kamar.Sesampainya kami di dalam kamar. Mas Bimo hendak menciumku. Aku menghindar.“Nanti aja, Mas,” ucapku.Mas Bimo heran, “Kenapa?”“Aku harus menemui kakek lagi. Aku harus mengakhiri semua ini,” ucapku.“Yaudah,” ucap Mas Bimo sedikit kecewa.Akhirnya aku duduk di atas kasur. Seperti biasa aku meminta Mas Bimo menjagaku. Akupun memejamkan mata. Akhirnya aku kembali berada di pinggir sungai itu. Sekarang aku lega sudah melihat kakek