Namun, begitu beritanya keluar, berita tersebut langsung menimbulkan kegemparan besar. Baik mereka yang telah membeli properti Morrison Group atau hanya tukang komentar di dunia maya, mereka semua menuntut Morrison Group untuk memberikan ganti rugi. Bahkan ada beberapa yang sengaja membuat kepanikan dan asumsi lain.“Aku pemilik properti yang dibeli dari Morrison Group. Ada retakan di balkonku. Jangan-jangan juga karena penggunaan batang baja yang nggak memenuhi syarat?”“Morrison Group harus beri penjelasan!”“Morrison Group sama saja dengan melakukan penipuan. Ini terlalu nggak adil bagi kami semua. Semoga departemen terkait bisa bantu tegakkan keadilan untuk kami.”“.…”“Selidiki Morrison Group!”Berbagai komentar muncul di kolom komentar. Langit di luar sudah gelap. Namun, Boris masih duduk di kantornya sambil menghisap rokok. Wajah tampannya sedingin es.Sejak kembali ke perusahaan pada sore hari, Boris belum meninggalkan kantornya. Dia tetap diam. Jesse membawakan makan malam unt
Boris melengkungkan bibirnya dan tersenyum, matanya juga seakan ikut tersenyum. “Kamu mengkhawatirkan aku?” tanyanya dengan suara pelan.Zola mengerutkan kening dan menatap Boris dengan serius. Namun, Boris malah memeluk pinggang Zola. Meskipun pria itu mengerutkan alisnya sedikit, bibirnya tetap melengkung, membentuk seulas senyum di sana.“Aku nggak yakin. Aku nggak bisa kendalikan opini publik. Terutama di saat seperti ini Morrison Group memang dalam kondisi pasif. Hanya dengan mengeluarkan bukti nyata kalau itu nggak ada hubungannya dengan Morrison Group baru bisa menutup mulut mereka.”Wajah Zola tampak muram. “Kamu nggak sembunyikan apa pun dariku, kan?”“Menurutmu apa yang bisa aku sembunyikan darimu?”“Aku nggak tahu. Kalau aku tahu, aku nggak akan tanya sama kamu,” tukas Zola.Raut wajah Zola datar. Kedua matanya terus menatap Boris tanpa berkedip. Boris membalas tatapannya sambil tersenyum tipis, “Aku benar-benar nggak sembunyikan apa pun dari kamu. Kejadian ini terlalu menda
Jika ada masalah, maka ini akan menjadi kerugian besar bagi Morrison Group. Zola memasang raut wajah dingin. Semakin dia memikirkan hal ini, wajahnya terlihat semakin serius.Saat ini, Mahendra mengetuk pintu kantor Zola, lalu bertanya, “La, lagi sempat, nggak?”Zola spontan melihat ke arah Jeni. Jeni hanya memutar bola matanya dan berkata tanpa suara, “Permen karet datang. Aku keluar dulu.”Zola tersenyum tak berdaya, lalu dia baru menjawab Mahendra, “Sempat.”Mahendra membuka pintu dan masuk. Jeni langsung keluar dan melewati pria itu begitu saja seolah-olah Jeni tidak melihatnya.Jeni dan Mahendra sudah lama saling kenal, tapi Jeni tidak pernah bersikap baik pada pria itu. Jeni bahkan pernah langsung berkata kepada Zola dengan terus terang, “Kalau kamu jadian dengannya, kelak kalian mau kencan atau makan bersama nggak perlu ajak aku. Aku nggak mau bertemu dengannya.”Waktu itu Zola tertawa dan bercanda, “Kalau kami menikah, kamu juga nggak mau hadir?”“Kalau kamu ingin aku hadir di
Apakah sungguh karena Zola hamil sehingga Mahendra takut dia terluka? Jika benar seperti itu, Zola justru semakin tidak bisa menyetujuinya. Bagaimanapun juga, Zola tidak mungkin akan bersama Mahendra. Zola tidak akan memanfaatkan kebaikan Mahendra agar dirinya terlepas dari masalah. Itu sangat melanggar prinsip Zola. Zola tidak akan mau. Namun, Zola mana tahu kalau sebenarnya Mahendra mungkin saja punya tujuan lain.Mahendra tidak berhasil membujuk Zola. Ada sedikit kekecewaan di mata Mahendra, tapi dia memasang raut wajah khawatir dan tak berdaya. Setelah meninggalkan kantor Zola, wajah Mahendra sedingin es. Sorot matanya juga menjadi tajam.Mahendra memandang Jeni yang sedang mendiskusikan desain dengan Caca dan yang lainnya. Kemudian, dia berjalan mendekat dan mengetuk pintu kaca ruang rapat.“Maaf ganggu sebentar. Jeni, aku ingin bicara denganmu sebentar,” kata Mahendra.Jeni bersikap acuh tak acuh. “Apa yang perlu kita bicarakan?”“Ada hubungannya dengan Zola. Gimana kalau kita b
Orang itu tertegun, lalu berkata lagi, “Arsitek juga penanggung jawab proyek ini. Apa mungkin ada masalah dengan arsiteknya?”Begitu orang itu selesai berkata, semua orang yang ada di ruang rapat juga mulai bicara satu sama lain. Mereka semua mengatakan kalau hal itu bukanlah tidak mungkin terjadi.Pada saat yang sama, mereka juga mengetahui kalau arsitek dalam proyek itu adalah Zola, sedangkan Zola adalah istri Boris.Seseorang berkata dengan hati-hati, “Pak Boris, saya punya saran yang belum matang. Seseorang harus bertanggung jawab atas masalah ini, orang yang nggak ada hubungannya dengan Morrison Group. Saya rasa arsitek adalah pilihan yang bagus. Tentu saja, kami semua tahu kalau arsitek proyek ini adalah istri Pak Boris. Dia tidak mungkin melakukan hal seperti itu. Mungkin hanya salah paham. Tapi sekarang kita harus kasih jawaban ke publik secepatnya. Kalau nggak, kita nggak bisa menjelaskannya.”“Kalau belum matang, nggak perlu repot-repot katakan saranmu itu.” Boris menatapnya
Boris mengerutkan kening. “Suruh kita pergi? Apakah mereka menemukan sesuatu?”“Pak Jodi yang telepon. Dia bilang dia memeriksa kamera CCTV di lokasi konstruksi. Setelah diperiksa, ada dua kali dalam rekaman CCTV layar menjadi hitam. Keduanya terbagi yaitu saat kecelakaan terjadi kemarin dan saat penyerahan bahan sebulan yang lalu.” Jesse menyampaikan semuanya kepada Boris.Jodi juga sangat terkejut ketika mengatakan hal tersebut. Dari hasil pemeriksaan saat ini, ini jelas bukan murni kecelakaan.Boris menatap Jesse. “Jadi ada orang yang sengaja merusak kamera CCTV? Apa itu berarti kalau kejadian ini bukan kecelakaan, tapi karena ulah seseorang?”“Spekulasi saat ini memang begitu, Pak,” jawab Jesse.Boris menyipitkan mata dan tidak berkata apa-apa. Namun, ekspresinya menjadi lebih dingin daripada barusan. Dia terdiam selama beberapa detik, lalu berkata, “Apakah keluarga korban ada bahas soal uang santunan?”“Nggak, saya juga sudah coba tanya. Mereka menolak untuk berdamai dan nggak mau
“Pak Boris, ada orang yang terluka melapor polisi. Selain rekaman kamera CCTV yang diambil polisi, masih ada beberapa kamera CCTV yang tersembunyi di lokasi konstruksi.”“Kamera tersembunyi?”“Betul. Saya baru saja hubungi Pak Wanto. Pak Wanto bilang, Pak Boris yang suruh dia untuk pasang kamera setelah kejadian Bu Zola dibawa pergi Juan. Untuk berjaga-jaga agar kamera nggak dirusak orang, dia pasang beberapa kamera tersembunyi. Tapi ....”Semakin jauh Jesse bicara, semakin gelap sorot mata Boris. Karena dilaporkan oleh orang yang terluka, polisi bergegas pergi ke lokasi konstruksi dan membawa Wanto pergi ke kantor polisi untuk bekerja sama dalam penyelidikan.Saat diinterogasi polisi, Wanto menjawab dengan jujur. Dia mengakui kalau dia memang yang bertanggung jawab menyuruh orang untuk memasang kamera. Selain itu, dia juga mengganti beberapa orang untuk memasangnya. Termasuk kamera tersembunyi. Bahkan dia sendiri tidak dapat mengingat semua titik yang dipasangi kamera.Dengan kata lai
Namun, Boris tidak goyah sama sekali. Dia justru berkata, “Yakin. Sudah, tempat ini nggak leluasa untuk bicara lama-lama. Setelah kamu selesai kasih pernyataan, polisi akan langsung lepaskan kamu. Setelah kembali, kamu harus tetap perhatikan semua karyawan dengan baik. Kalau ada yang mencurigakan, langsung beritahu aku.”“Baik, Pak. Saya mengerti,” jawab Wanto sambil menganggukkan kepala.Boris berdiri dan keluar dari ruangan. Jodi dan Jesse sedang menunggu di luar. Begitu melihat Boris keluar, Jodi segera bertanya, “Gimana, Pak Boris?”“Dia hanya ingin konfirmasi sesuatu denganku. Sudah dikonfirmasi. Pak Jodi masuk dan lanjutkan saja pekerjaan Pak Jodi. Kalau ada hal lain yang butuh kerja sama dengan kami, katakan saja pada kami,” kata Boris dengan sikap formal.Jodi hanya menganggukkan kepala tanda mengerti. Kemudian, dia membawa rekan kerjanya masuk ke ruangan untuk menginterogasi Wanto lagi.Boris dan Jesse keluar dari kantor polisi. Setelah duduk di dalam mobil, Jesse baru bertany