Jeni juga spontan melepaskan Zola, tapi tidak ada niat untuk menjauh. Sebaliknya, dia bertanya, “Pak Boris, aku masih sakit. Aku peluk sebentar istrimu, kamu nggak akan keberatan, kan?”“Aku rasa aku akan keberatan,” jawab Boris dengan terus terang.Jeni mengangkat alisnya, lalu memiringkan kepalanya dan bersandar di bahu Zola. “Pak Boris, aku sudah bantu kamu yakinkan Sianta Group untuk kerja sama denganmu. Habis manis sepah dibuang.”“Hmm, kerja sama ya kerja sama. Suatu saat kalau kamu butuh bantuan dalam pekerjaan, katakan saja padaku.”Boris memberitahu Jeni kalau Jeni tidak bisa memeluk istrinya hanya karena soal kerja sama. Zola yang menjadi objek pembicaraan hanya menundukkan kepala tanpa mengucapkan sepatah kata pun.Jeni justru sengaja berkata, “Lihat, La. Pak Boris galak banget sama aku!”“Hmm, dia juga galak sama aku. Jadi jangan buat dia marah, oke?” kata Zola.“Cemen.”Zola tertawa acuh tak acuh. Boris pun memotong percakapan mereka dengan bertanya, “Kabari aku kapan Pak
“Dia ada di Kota Jantera. Saya sudah atur orang untuk awasi dia terus.”“Kenapa nggak langsung bawa ke sini?” tanya Boris sambil mengerutkan kening. Wajahnya menjadi muram.“Pak Boris, kami menemukan hubungan Gilang yang lain selama penyelidikan,” jawab Jesse.“Hubungan apa?” tanya Boris.“Gilang mungkin ada hubungannya dengan Bu Zola. Istri Gilang yang selama ini merawat nenek Bu Zola. Bibi yang sekarang jaga nenek Bu Zola. Alasan Gilang datang ke Kota Binru juga karena untuk menemui istrinya.”Begitu Jesse selesai bicara, ekspresi Boris menjadi sangat muram. Dia mengerutkan kening tanpa mengucapkan sepatah kata pun.Jesse mengambil risiko dan lanjut berkata, “Pak Boris, jika masalah ini benar-benar ada hubungan dengan Gilang, apakah Bu Zola juga tahu?”Boris tidak menjawab. Dia hanya menatap Jesse dengan dingin, sebagai ungkapan rasa tidak senangnya. Boris mengibaskan tangannya sebagai isyarat menyuruh Jesse pergi. Kemudian, dia duduk sendirian di kantor dan menyalakan sebatang rokok
“Nggak kenal.” Nenek menggelengkan kepalanya tanpa ragu-ragu.Boris langsung menjelaskan, “Bukan masalah apa-apa. Aku hanya pernah dengar Zola sebut nama itu saat lagi telepon. Aku khawatir dia ada masalah tapi nggak mau beritahu aku. Makanya aku coba tanya sama Nenek. Nenek juga tahu, kan. Kalau aku paksa dia, dia akan marah padaku lagi. Jangan beritahu dia kalau aku datang tanya soal ini sama Nenek, ya. Kalau nggak, dia ngambek lagi sama aku.”Boris mengatakannya dengan sungguh-sungguh. Tentu saja, nenek Zola sama sekali tidak meragukannya. Sebaliknya, dia malah berkata, “Dia nggak punya banyak teman di Kota Jantera. Teman mainnya hanya itu-itu saja. Nggak ada tuh temannya yang bernama Gilang. Kalau kamu khawatirkan dia, gimana kalau aku coba tanya ke dia saat dia datang ke sini nanti?”“Nggak usah tanya, Nek. Aku suruh orang selidiki. Nenek anggap saja nggak tahu apa-apa.”“Ya sudah,” jawab sang nenek.Pada akhirnya, Boris tidak mendapatkan informasi apa pun dari nenek Zola. Ekspres
Hubungan mereka tampak hanya sekedar hubungan rekan kerja dan kerja sama, sesederhana itu. Tentu saja, Mahendra tidak tahu apa yang dipikirkan Zola. Dia menatap Zola, seperti ingin mengatakan sesuatu tapi merasa ragu. Setelah ragu sejenak, dia pun berkata, “Zola, ada yang ingin aku bicarakan denganmu.”Zola merasa terkejut. “Ada apa?”“Kamu mungkin nggak senang kalau aku katakan hal ini. Tapi aku nggak ingin sembunyikan dari kamu. Jadi setelah berpikir berulang kali, aku rasa lebih baik aku beritahu kamu.”Raut wajah Mahendra menjadi serius. Zola spontan mengerutkan kening. “Katakan saja,” ujar Zola.“Bibi yang merawat nenekmu itu kamu cari dari Kota Jantera, kan?”Zola mengangguk. “Kenapa kamu tiba-tiba tanya hal ini?”“Suami bibi itu bernama Gilang. Akhir-akhir ini, orangnya Boris sedang ikuti dan selidiki dia.”“Orangnya Boris selidiki dia? Kenapa kamu bisa tahu?” tanya Zola yang kini benar-benar terkejut.Mahendra justru berkata dengan sangat tenang, “Si Gilang ini teman lama sopir
Boris tidak segera membalas. Zola terus merasa gelisah. Semakin dia memikirkannya, semakin dia tidak bisa tenang. Akhirnya dia merapikan dokumennya dan pergi.Saat Zola meninggalkan kantor, dia harus melewati kantor Mahendra baru bisa meninggalkan perusahaan. Jadi Mahendra yang duduk di kursinya bisa melihat dengan jelas Zola keluar. Setengah menit kemudian, Mahendra memanggil sekretarisnya dan bertanya, “Bu Zola pergi?”“Iya, Pak. Bu Zola bilang dia ada urusan.”“Oh, ya sudah.”Mahendra mengibaskan tangan dan menyuruh sekretarisnya keluar. Kemudian, dia menutup pintu kantornya.Ponsel di tangan Mahendra masih tersambung dalam panggilan. Dia berkata dengan tenang, “Tunggu Boris taruh seluruh perhatiannya untuk jelaskan kepada Zola, proyek juga dapat dimulai.”“Kamu benar-benar sudah atur dengan baik? Yakin Boris nggak akan curiga sama kita?” Perempuan yang berada di ujung telepon lainnya bertanya dengan gusar.“Tentu saja. Sekarang kamu coba sering-sering hubungi dia. Sering-sering ung
Zola memang tidak menyukai Tyara, tapi itu hanya reaksi setelah Tyara memprovokasinya lebih dulu. Namun sebelum Zola menikah dengan Boris, dia sama sekali tidak memiliki dendam dengan Tyara. Lantas, untuk apa Zola melakukan hal itu pada Tyara?Namun, apa yang Boris lakukan membuat Zola merasa sangat marah. Boris boleh saja pilih kasih, lebih sayang pada Tyara. Boris juga boleh saja salah paham padanya. Namun, Boris tidak boleh salah paham pada nenek Zola karena Tyara.Boris memasang wajah muram dan berkata, “Masalah nggak seperti yang kamu bayangkan. Ada beberapa hal yang nggak bisa aku jelaskan padamu sekarang. Menurut hasil penyelidikanku, orang yang menyebabkan kecelakan setahun yang lalu memang suami bibi yang merawat Nenek. Namanya Gilang.”“Gimana kamu bisa yakin kalau Gilang pelakunya?”“Tyara yang bilang. Dia korbannya, jadi aku harus selidiki sampai jelas.”Zola tertawa sinis. “Jadi kamu percaya padanya, mengira semua yang dia katakan benar. Saat kamu tahu kalau istri Gilang a
Boris tidak ragu-ragu lagi. Dia menyuruh Jesse mengemudikan mobil. Kemudian, dia membawa Zola pergi ke lokasi konstruksi.Lokasi konstruksi telah dikerumuni orang. Banyak orang berkumpul di depan pintu gerbang. Karena ada media yang melakukan siaran langsung di lokasi kejadian, jadi Boris dan Zola memasuki lokasi melalui pintu belakang garasi.Setelah terjadi hal seperti ini, para pekerja sangat ketakutan. Polisi sudah mencari dan menyelamatkan orang-orang yang terluka. Jumlah orang yang terluka masih belum dapat dipastikan. Suasana sangat menegangkan. Zola melihat ke tempat yang penuh reruntuhan dan bergumam, “Kenapa bisa terjadi bangunan runtuh?”Jesse memanggil Wanto, Zola pun bertanya padanya, “Kenapa tiba-tiba terjadi bangunan runtuh? Akhir-akhir ini nggak turun hujan. Semua fasilitas dalam kondisi normal. Nggak mungkin terjadi bangunan runtuh.”“Aku juga berpikir seperti itu. Tapi barusan aku periksa batang baja di lantai yang runtuh dan menemukan kalau batang baja yang dipakai b
Boris berbicara sebentar dengan polisi. Saat muncul kejadian seperti ini, polisi menyarankan Boris mengajukan kasus untuk diselidiki. Hanya dengan cara itu pula, Morrison Group baru bisa terhindar dari masalah.Itu juga yang dipikirkan Boris. Dia berjalan menjauh dari polisi dan menelepon Tedy. “Yandi sekarang lagi di mana? Suruh dia kembali ke Kota Binru hari ini juga untuk bantu aku tangani kejadian bangunan runtuh di perusahaanku,” kata Boris ketika Tedy mengangkat telepon.Insiden bangunan runtuh telah menimbulkan kegemparan besar di dunia maya. Tedy juga mengetahui hal itu. “Ada keributan besar di internet. Kalian nggak ada rencana mau atasi itu?”“Sekarang semua orang sudah tahu. Sekalipun semua artikel bisa dihapus, memangnya bisa hapus ingatan semua orang? Cara itu nggak hanya nggak akan berhasil, justru akan buat orang lain merasa kami bersalah dan ketakutan.”Karena berita sudah tersebar luas, maka semuanya harus ditangani secara terbuka. Tedy pun tidak banyak tanya lagi. Dia