Keesokan paginya, Zola kembali ke rumah orang tuanya. Zola sudah tahu alasan mengapa keluarganya tidak ingin dia bercerai dengan Boris. Jadi saat dia berdiri di depan rumah orang tuanya, Zola menarik napas dalam. Setelah itu, dia baru melangkahkan kakinya menuju rumah itu.Zola berpapasan dengan Selena di taman vila. Keduanya saling bersitatap, tidak ada yang mau mengacuhkan satu sama lain. Zola pun terus berjalan masuk. Saat melewati Selena, Selena tiba-tiba bertanya, “Kamu benar-benar mau cerai dengannya?”“Iya.”“Kenapa? Awalnya kamu bilang dia yang mau cerai. Tapi bukannya demi Morrison Group, dia nggak mau cerai? Sekarang kenapa kakeknya yang suruh kalian bercerai? Itu niatmu, kan?” tanya Selena bertubi-tubi sambil mengerutkan kening dan menatap Zola.“Nggak ada alasan apa pun. Cepat atau lambat kami akan bercerai. Daripada berlama-lama, lebih cepat lebih baik.” Suara Zola begitu lembut, sama sekali tidak ada pergolakan emosi.Selena berkata lagi, “Papa dan Mama nggak senang kamu
Beberapa kali Zola ingin mengambil inisiatif untuk bicara dengan Boris. Namun, setiap kali kata-kata yang ingin dia ucapkan sudah sampai di ujung bibirnya, kata-kata itu malah tertahan. Karena sudah menjadi seperti ini, maka dia harus melanjutkannya sampai akhir.Malam hari, Zola duduk di sofa di kamar tidurnya sambil melamun. Setelah kembali ke Kota Binru, dia tetap berhubungan dengan neneknya. Karena terpaut jarak, mereka tidak bisa bertemu kapan saja. Baik itu karena neneknya atau anak dalam kandungannya, saat ini Zola merasa semakin ingin pergi.Dua hari yang dijanjikan belum tiba, tapi Lydia sudah tidak sabar lagi. Hari kedua setelah Zola pulang ke rumah orang tuanya, Selena menelpon Zola.“Mama ingin cegah kamu dan Kak Boris cerai. Dia berencana pakai namamu untuk kasih Tyara pelajaran. Masalah ini terjadi karena kamu. Kalau kamu nggak bersikeras bercerai, Mama nggak akan lakukan hal seperti itu. Aku harap kamu bisa tangani Tyara dengan baik. Jangan sampai buat keluarga Leonarto
Manajer Tyara mengutarakan pendapatnya, berharap Tyara dapat berpikir matang dulu sebelum mengambil tindakan. Mungkin kata-kata manajer itu berpengaruh, Tyara pun tidak bicara lagi. Dia hanya mengatupkan bibirnya. Wajahnya terlihat tidak senang.Kata-kata yang tertulis dalam secarik kertas itu sangat sederhana tapi jelas. Hanya ada satu kalimat. “Ada masalah dengan asisten baru. Percaya atau nggak terserah kamu. Jangan menyesal kalau terjadi sesuatu.”Karena tidak ada bukti nyata yang menunjukkan kalau Zola adalah dalang dibalik hal ini, Tyara hanya bisa menyembunyikan kecurigaannya pada Zola dan berpura-pura tidak terjadi apa-apa.Setelah menangani masalah asisten baru Tyara, Zola juga mengirimkan pesan kepada ibunya. Dia berkata pada sang ibu, “Mama pakai namaku lakukan hal itu, itu nggak hanya hancurkan namaku. Seluruh keluarga Leonarto juga akan terseret.”Lydia tidak membalas pesan itu, tapi Zola yakin kalau Lydia telah membacanya. Itu bukan masalah bagi Zola.Sekarang semua telah
“Tentu saja dia bakal cari. Yandi yang paling jago kalau soal ini. Perempuan yang dari luar kelihatannya dingin begitu justru perempuan yang paling bersemangat. Perempuan seperti itu suka dengan pria baik seperti Yandi.”Suara di belakang Zola berangsur-angsur menghilang. Sampai mereka berdua tiba di tempat parkir dan masuk ke dalam mobil, Caca baru berkata, “Bu Zola nggak apa-apa? Mereka benar-benar keterlaluan. Mentang-mentang punya uang, mereka kira mereka orang paling hebat?”“Aku nggak apa-apa. Nggak usah dipedulikan, Ca. Kamu pasti kaget banget, ya?”Zola tertawa pelan. Nada bicara juga terkesan acuh tak acuh. Seolah-olah kejadian barusan tidak pernah terjadi.Caca menggelengkan kepala. Kemudian, Zola baru mengeluarkan kartu nama di dalam sakunya, lalu membuangnya ke luar jendela mobil. Dia menyipitkan matanya, tapi ekspresinya tetap tenang. Dia hanya menganggap orang-orang itu sedang omong kosong.Zola melupakan masalah itu. Proyek Bellan International berjalan dengan lancar. Di
Zola berusaha menjaga jarak dari Boris. Dia pun segera berkata, “Lepaskan aku dulu.”“Kalau aku nggak mau?”Boris tidak hanya tidak melepaskan tangannya. Dia malah menundukkan kepala dan perlahan mendekati Zola. Kemudian, dia memeluk Zola dari belakang dan meletakkan dagunya di bahu Zola. Detik ini, posisi mereka begitu dekat dan ambigu.Zola merasa sangat tidak nyaman. Dia ingin melepaskan diri, tapi Boris berkata, “Zola, kamu malu, ya?”“Nggak .... Kamu menjauh dariku dulu. Kalau kamu begini aku susah mau ngomong.”“Aku nggak ganggu kamu ngomong. Apakah kamu gugup karena aku terlalu dekat?”Napas hangat pria itu menyembur ke telinga Zola, membuat Zola kewalahan. Ada apa dengan Boris? Rasanya pria itu menjadi lebih lengket padanya.Mendapati Zola yang diam saja, Boris berkata lagi, “Zola, akhir-akhir ini kamu dingin banget padaku. Kamu juga nggak pernah telepon aku lebih dulu. Kamu ingin pakai cara ini untuk paksa aku setuju cerai denganmu? Zola, kamu benar-benar kejam.”Raut wajah Bo
Zola merasa bingung dengan perubahan Boris. Dia bahkan bertanya dalam hati, “Bukankah Boris mencintai Tyara? Mengapa dia ucapkan kata-kata dan lakukan hal seperti itu lagi?”Namun, Boris tidak mengatakannya. Zola pun tidak akan bertanya lebih dulu. Bagaimanapun juga, jawabannya yang akan Zola dapatkan nanti belum tentu sesuai dengan keinginannya. Hanya saja, perubahan Boris membuat Zola merasa bingung. Sebenarnya apa yang pria itu pikirkan?Sebelum Zola bisa memahami pikiran Boris, dia malah mendapatkan masalah. Lucia memberitahu Zola melalui telepon, “Zola, ada yang sebar gosip kalau kehidupan pribadimu sangat kacau. Untuk pertahankan posisimu di keluarga Leonarto, kamu pacaran dengan banyak pria. Dia juga bilang ....”“Bilang apa?”“Kata-katanya nggak enak didengar. Kamu sudah singgung siapa?”Lucia tak kuasa mengatakannya secara langsung kepada Zola. Dia sungguh tidak bisa mengucapkan kata-kata itu. Makanya dia mengirimkan screenshot yang diambilnya ke Zola. Berita gosip itu bukan b
Segera, penyelidikan Mahendra membuahkan hasil. Dia menyerahkan barang-barang yang dia temukan kepada Zola, lalu bertanya, “Zola, apa yang akan kamu lakukan dengan ini? Aku akan bantu kamu.”“Nggak perlu. Kamu sibuk urusanmu saja. Aku juga siap-siap mau pergi ke lokasi.”“Bagaimana dengan masalah ini?” tanya Mahendra sambil mengerutkan kening dan tampak cemas.“Aku nggak punya waktu untuk urus. Untuk saat ini biarkan saja dulu.”Zola tampak acuh acuh. Lebih tepatnya, dia seperti berpura-pura tidak tahu apa-apa, membiarkan orang itu melakukan apa pun yang dia inginkan.Zola berangkat ke lokasi konstruksi. Sekali ke sana dia pasti akan sibuk seharian. Akhir-akhir ini, dia menghabiskan sebagian besar waktunya di lokasi konstruksi. Setiap hari dia jalan ke sana-sini untuk mengamati dan memodifikasi sketsa desain. Meskipun capek, Zola anggap sebagai latihan fisik. Agar anaknya juga menjadi kuat. Setiap kali memikirkan anaknya, itu akan membuat suasana hatinya menjadi lebih baik.Siang hari,
Saat Zola tiba di kamar hotel, Tyara menuangkan segelas air untuknya, lalu mempersilakannya untuk duduk. “Zola, maaf buat kamu repot-repot datang ke sini.”Zola hanya menatap Tyara dengan tenang, “Ada apa katakan saja.”“Aku rasa bukan pilihan baik bagi kita untuk terus saling melawan seperti ini. Kalau kamu nggak mencintai Boris, berhenti ganggu dia, oke?” kata Tyara.“Aku dan Boris adalah suami istri. Jadi aku nggak mengerti maksud kamu apa bilang aku ganggu dia. Terlebih lagi dia yang nggak mau cerai. Memangnya kamu nggak tahu?”“Omong kosong!” Tyara tersulut emosi. “Jelas-jelas kamu yang terus ganggu dia. Kenapa kamu nggak mau pergi? Demi uang? Kamu mau berapa? Aku kasih kamu berapa pun yang kamu mau.”Zola mengerutkan bibir dan berkata, “Sepertinya kamu bukan mau ajak aku makan, tapi mau pakai ajakan makan ini untuk suap aku?”“Zola, lebih baik tahu diri sedikit. Kalau nggak, kamu akan jadi orang yang nggak tahu malu.” Tyara akhirnya menunjukkan wajah aslinya.“Tyara, jadi kamu bu