Yuna menengadahkan kepala dan menatapnya.Tatapannya dingin, namun matanya berkaca-kaca."Kalau aku bilang iya, apa Pak Wano mau memaksaku operasi dan menggugurkan kandunganku?"Tatapan Wano menjadi lebih dalam, dia memperhatikan wajah tirus Yuna untuk waktu yang lama.Setelah terdiam cukup lama, dia akhirnya berkata, "Kenapa kamu nggak memberitahuku tentang hal sepenting ini?"Yuna mencibir, "Semakin cepat aku memberitahumu, semakin cepat kamu ingin menggugurkan bayinya, 'kan?""Yuna, tolong dengarkan aku baik-baik!" Wano memegang dagunya dengan kuat.Yuna menatap Wano dengan mata berkaca-kaca, "Pak Wano, kamu akan menikah dan punya anak dengan wanita lain. Bahkan kalau aku hamil, apa kamu masih akan peduli?"Wano menatap wajah Yuna yang keras kepala, diam-diam merasa kesal.Tanpa peduli bagaimana Yuna berontak, dia menggenggam pergelangan tangannya dan menyeretnya ke ruang Departemen Obstetri dan Ginekologi.Dia berusaha melepaskan diri, tapi suara Wano sulit diabaikan oleh telingany
Yuna, hanya karena kamu marah saat aku nggak memperhatikanmu, kamu malah menggugurkan anakku? Bagaimana bisa aku nggak tahu kalau kamu begitu kejam?Yuna menatapnya dengan mata penuh amarah, "Aku sudah bilang kalau aku nggak melakukannya! Yang membuat anak itu mati bukan aku, tapi kamu!""Di kertas ini resmi sudah jelas tertulis dan kamu masih mau mengelak?""Apa kamu akan percaya jika aku bilang ada yang mengubah catatan medis? Apa kamu akan percaya?"Tiba-tiba saja Wano tersenyum sinis, "Rumah sakit ini milik Keluarga Lasegaf. Begitu catatan medis dimasukkan ke dalam sistem, itu akan langsung terkunci. Bahkan, aku pun nggak bisa mengubahnya.""Kamu harus membuat skenario dulu kalau mau berbohong!"Dia melepaskan genggaman tangannya, menatap leher Yuna yang penuh dengan bekas kemerahan dengan sakit hati.Yuna menatap Wano dengan wajah pucat.Sosok di depannya adalah pria yang dia cintai selama tujuh tahun, juga pria yang telah dia rawat selama tiga tahun.Tidak peduli kapan pun itu, d
Setelah berkata demikian, dia segera meraih pergelangan tangan Qirana.Qirana seketika merasakan sakit yang menyayat hati dan menjalar ke sekujur tubuhnya."Yuna, tanganku belum sembuh. Kalau kamu berani menyentuhku, kupastikan kamu akan menyesal!"Yuna mencemooh dengan dingin, "Qirana, apakah kamu sadar kalau orang yang nggak punya apa-apa nggak akan pernah takut dengan orang yang memiliki segalanya? Kamu telah memfitnah dan mencelakaiku berkali-kali. Kalau aku nggak membalasmu, lalu bagaimana kamu akan melunasi utangmu ini?""Bukannya kamu jelas-jelas bersalah karena menuduhku melukai tanganmu sehingga kamu nggak bisa ikut lomba piano?""Oke, aku akan memenuhi keinginanmu itu dan membuatmu tahu apa yang dimaksud dengan terluka!"Setelah mengucapkannya, Yuna menambah kekuatannya untuk menekan lebih keras sehingga terdengar suara patahan.Segera setelah itu, terdengar teriakan nyaring Qirana."Argh, Yuna, tanganku! Kamu malah mematahkan tanganku! Apa kamu tahu betapa berharganya tangan
Qirana menangis tersedu-sedu.Dia mengangkat tangannya yang terluka ke hadapan Wano.Qirana bergegas ke rumah sakit untuk berobat dan buru-buru kembali hanya untuk menemui Yuna.Akan tetapi, dia tidak menyangka akan melihat adegan ini.Apa Wano masih saja berbaik hati padanya meskipun sudah mengetahui tentang keguguran Yuna? Apakah usahanya untuk memisahkan mereka berdua kembali gagal?Qirana menangis dan ingin bersandar pada Wano.Namun, sebelum dia bisa mendekat, Wano mendekap Yuna dan menariknya mundur.Dia menatap Qirana dengan dingin, tanpa emosi apa pun dalam suaranya."Dia bersamaku terus. Kapan dia menyakitimu?"Qirana semakin terkejut ketika mendengarnya.Dia menatap Wano tak percaya dengan mata berkaca-kaca, "Yuna baru saja melukaiku saat kami di kamar mandi. Apa yang kukatakan ini benar, kalau nggak percaya, coba periksa rekaman CCTV-nya."Wano berkata kepada pelayan di sebelahnya, "Pergi dan bawakan rekaman CCTV-nya untukku."Sepuluh menit kemudian, manajer bar datang secar
Wano menatap dengan muram, nada bicaranya juga tak ramah sama sekali."Saat diberi kesempatan, kamu menolaknya. Sekarang, kamu menyesalinya dan malah mengincar nenekku?"Yuna tidak mengerti apa yang sebenarnya terjadi.Dia memalingkan wajahnya ke arah wanita tua di sebelahnya dengan ekspresi tidak percaya, lalu bertanya, "Maksudnya, dia adalah cucu Nenek?"Wanita tua itu tersenyum seraya mengangguk, "Ya, apakah kalian saling kenal? Kalau begitu, bagus sekali. Dengan begini hubungan kalian akan lebih lancar dan nyaman."Yuna mencibir, "Maaf, Nek. Karena keluargamu sudah datang menjemputmu, selain itu aku juga masih ada urusan, jadi aku akan pergi dulu."Begitu Yuna berdiri, Wano meraih pergelangan tangannya."Kamu sudah menabrak nenekku dan mau pergi begitu saja?"Yuna tersenyum dingin, "Pak Wano, kamu lupa, ya? Di mobilku ada rekaman. Kamu bisa mengecek rekamannya sendiri!"Dia langsung berbalik pergi tanpa menoleh kembali.Setelah berjalan beberapa langkah, Yuna mendengar suara dingin
Zakri segera menjawab, "Bu Yuna ada di kantor Anda sekarang. Dia sudah berada di sini selama setengah jam."Wano merasakan seolah-olah ada sesuatu yang berat menimpa dadanya dengan keras.Dengan suara yang agak berat, dia berkata, "Tunda saja jadwal selanjutnya."Setelah mengatakannya, dia berjalan dengan langkah panjang, bergegas menuju ruang kantornya.Ketika pintu kantornya terbuka, yang muncul di hadapannya bayangan yang tengah berdiri di dekat jendela.Gadis itu mengenakan pakaian yang relatif sederhana, kaos hitam dan rok kasual berwarna hijau tua.Rambutnya dia sanggul dengan longgar.Terpampang jelas leher jenjangnya yang seputih salju.Kedua paha ramping itu pun tampak putih berkilau.Wano hanya melihatnya sekilas, tetapi tubuhnya seolah-olah tengah terbakar.Dia berusaha menekan gejolak di dalam hatinya.Dia berjalan ke arah Yuna dengan santai.Suaranya terdengar dalam dan memikat."Apa kamu sudah paham?"Yuna berbalik perlahan dan menatap Wano dengan tenang.Wajah cantik itu
Yuna tiba di kantor polisi dan mendapati Zanny duduk di ruang interogasi, tangannya terikat dengan borgol.Dia menatap petugas polisi di depannya dengan tenang sambil terus memberikan pembelaan untuk dirinya sendiri tanpa menunjukkan tanda-tanda ketakutan.Yuna bergegas mendekat, kemudian dengan sopan bertanya, "Selamat pagi, aku adalah temannya. Apa yang sebenarnya terjadi?"Tanpa menunggu jawaban dari petugas, Zanny buru-buru berkata, "Setelah kamu menghilang kemarin, Xena pergi menemui ayah Wano untuk membantumu, jadi sekarang hanya aku yang tersisa.""Menurutku, kamu pasti pergi mencari pria bajingan ini. Lalu, karena merasa masih kesal, kamu pasti juga mampir untuk minum ke bar.""Saat itu, kebetulan aku melihat Qirana di sana juga. Dia kelihatan asyik membicarakan Paman Yudha. Kamu nggak melihat wajahnya yang penuh kemenangan, sih!""Aku langsung memakinya tanpa sadar, tapi itu hanya beberapa kata saja. Tiba-tiba saja pagi ini mereka membawaku ke sini dengan alasan ada yang merus
Hati Yuna seperti diremas oleh sebuah tangan besar, begitu menyesakkan.Yuna membeku, tubuhnya gemetar tidak terkendali.Merasa ada yang janggal, Zanny menepuk lengan Yuna dan memanggilnya, "Yuna, Yuna!"Setelah namanya di panggil beberapa kali, Yuna akhirnya memberikan respon.Wajah Yuna yang hanya sebesar telapak tangan itu terlihat pucat.Perlahan Yuna menolehkan kepalanya, menatap dengan tatapan marah ke wanita itu.Sudut bibirnya berkedut, dengan suara serak Yuna berkata, "Kamu nggak pantas!"Setelah selesai bicara, Yuna menarik tangan Zanny menuju mobilnya.Yuna duduk di kursi kemudi, kedua kakinya masih gemetar.Zanny menyentuh sambil berkata dengan pelan, "Biar aku aja yang menyetir."Tanpa membantah Yuna keluar dari kursi kemudi, kemudian duduk di kursi penumpang.Yuna menyandarkan kepalanya di kursi penumpang, mencoba menutup matanya, tanpa disadari air matanya turun begitu saja dari sudut matanya.Kenangan buruk tujuh tahun yang lalu berkecamuk di hatinya seperti hewan buas
Yuna segera mundur setelah Wano menyentuhnya.Dia menatapnya dengan ekspresi datar, lalu berkata, "Pak Wano, kita ini sudah bercerai, tolong jaga sikapmu. Saat ini aku sudah mempunyai pacar."Setelah mendengar perkataan Yuna, Wano merasa lega.Dia langsung tertawa dan berkata, "Beri aku waktu 20 menit."Selesai berbicara, dia berbalik badan dan pergi.Dari perkataan Yuna, Wano tahu bahwa wanita itu sedang memberi peringatan padanya agar tidak terlalu menampakkan kemesraan di tempat umum.Jika tidak, semuanya akan terungkap dan rencana mereka akan sia-sia.Tidak disangka ternyata Yuna mengakui Jeri sebagai pacarnya. Itu artinya Yuna sudah memaafkannya.Setelah memahami maksud dari perkataan Yuna, Wano pun pergi dan berjalan masuk ke mobilnya, kemudian menekan pedal gasnya dengan bersemangat.Dia pun kembali ke kompleks apartemen elit miliknya yang berlokasi di tengah kota.Apartemen di daerah itu dibangun dengan tinggi, luas masing-masing apartemen yang disewakan bisa mencapai 400 meter
Ternyata itu karena Yuaris sudah mengetahuinya sejak awal.Anak itu bahkan terus merahasiakannya.Dia hanya seorang anak kecil yang baru berusia dua tahun.Tapi dia harus menanggung beban seberat ini.Memikirkan hal itu, hati Yuna terasa semakin sakit.Dia memeluk kepala Yuaris dan menciumi wajahnya berkali-kali.Suaranya tersendat karena menangis. Dia berkata, "Sayang, Ibu yang seharusnya meminta maaf padamu. Ibu sudah lalai dan membiarkan ayahmu menipu Ibu selama dua tahun. Selama itu Ibu nggak memenuhi tanggung jawab sebagai seorang ibu. Ibu benar-benar sangat sedih."Yuaris juga menangis saat melihat Yuna menangis.Tangan kecil Yuaris menepuk kepala Yuna dengan pelan dan berkata, "Ibu, jangan menangis. Aku juga jadi ingin menangis kalau melihat Ibu sedih."Saat melihat anak dan ibu itu berpelukan dengan sedih, Maggie akhirnya tidak bisa menahan perasaannya lagi.Dia berjalan mendekati Yuna dan menepuk-nepuk punggungnya, lalu berkata, "Yuna, luka Yuaris belum pulih. Setelah efek biu
Air mata yang asin dan bercampur rasa darah memenuhi mulut Yuna.Dia tidak bisa melupakan rasa sakit di hatinya saat dirinya kehilangan bayinya dua tahun lalu. Dia tidak akan pernah bisa melupakan rasa kecewa saat melihat mayat bayinya.Hampir setiap malam dia memimpikan hal yang sama selama dua tahun.Dia bermimpi anak yang sudah meninggal itu memanggilnya dengan sebutan ibu.Keesokan pagi setiap terbangun dari tidur, bantalnya selalu basah.Rasa rindu yang terus terulang setiap hari dan rasa sakitnya yang semakin bertambah itu menyebabkan depresinya kambuh.Ternyata semuanya palsu.Selama ini ternyata bayi yang dikira sudah tiada itu selalu berada di sampingnya.Yuna tidak hanya tidak memberinya ASI secara eksklusif, tapi juga merasa gagal memenuhi tanggung jawabnya sebagai seorang ibu.Dia dengan bodohnya juga mengira bahwa Yuaris menyukainya hanya karena keakraban mereka.Ternyata itu adalah ikatan batin antara ibu dan anak.Betapa bodohnya Yuna yang selama ini tidak menyadari ikat
Terlebih lagi, pada saat itu, dia juga melihat bahwa jenazah bayinya memang sekecil itu.Yuna terus merasa ada yang tidak beres selama dua tahun terakhir.Mengapa saat pemeriksaan kehamilan dokter mengatakan bahwa ukuran tubuh bayi Yuna normal?Mengapa bayinya ternyata berukuran kecil ketika lahir?Ternyata, bayi yang dia lihat saat itu bukanlah anaknya.Namun, dia adalah anak dengan penyakit jantung yang ada dalam perut Maggie.Selain itu, Wano sengaja membuat bayinya diasuh oleh Maggie.Untuk menghindari perhatian orang-orang jahat.Jadi, Yuaris adalah bayinya.Itu sebabnya golongan darahnya sama dengan Yuaris, yaitu Rh-negatif.Yuna tak bisa menahan air matanya lagi saat menyadari semua ini.Melihat ekspresi panik dan kebingungan Maggie, membuat air mata Yuna tak bisa berhenti mengalir.Dia menahan semua rasa sakit dan kepiluan dalam hatinya.Dia melihat Maggie dan Xena seraya berkata, "Kak Maggie, Kak Xena, terima kasih."Dengan kalimat sederhana itu, mereka semua langsung memahami
Mendengar ucapannya, raut wajah Maggie seketika berubah. Dia pun buru-buru menarik lengan Yuna seraya berkata, "Kamu nggak boleh melakukannya."Saking cemasnya, perkataannya terdengar melengking.Yuna memandangnya dengan kebingungan, "Kenapa nggak boleh? Kita ini saudara dan Yuaris itu anakmu. Aku bisa saja mendonorkan darah dalam situasi medis yang darurat begini."Mendengar perkataan Yuna, sang dokter pun berkata, "Kalau memang begitu, ini bisa jadi tindakan darurat. Dengan begitu, anak itu nggak perlu menunggu terlalu lama dan ini bisa meringankan rasa sakitnya.""Itu juga nggak boleh. Pokoknya kalau aku bilang nggak bisa, berarti nggak bisa. Dia anakku, aku nggak mau ada kesalahan terjadi padanya. Bagaimana kalau tubuhnya menolak? Yuaris masih sangat kecil."Yuna merasa bingung dan tak mengerti dengan keanehan pemikiran Maggie.Maggie biasanya bukan orang yang seperti ini.Dia juga begitu menyayangi Yuaris.Bahkan, dokter pun menyatakan kalau hal itu diperbolehkan, lantas mengapa d
Yuaris mengangguk berkali-kali.Melihat bayangan mereka yang pergi, membuat mata besarnya terus bergerak.Bagaimana caranya agar sang tante tidak mengetahui kebenarannya?Dokter Sari bersiap untuk memeriksa Yacob.Tiba-tiba saja dia bertanya, "Pengacara Yuna, apa kamu yakin ini anaknya? Bukan yang di luar sana?"Yuna sedikit kebingungan, "Kenapa? Ada yang salah?""Anak ini nggak punya bekas luka sedikit pun, jadi dia nggak pernah menjalani operasi."Hati Yuna agak berdesir ketika mendengarkan kata-kata itu, "Mungkinkah kakakku takut anak itu punya bekas luka, jadi dia melakukan operasi penghilang bekas luka?"Sari memeriksa tubuh Yacob dengan alatnya dan berkata, "Aku bisa memastikan kalau anak ini nggak punya penyakit jantung dan belum pernah melakukan operasi apa pun. Mereka berdua kembar, jangan-jangan kamu salah orang.""Nggak mungkin, mereka berdua bukan kembar identik, jadi sudah berbeda sejak kecil. Mana mungkin aku nggak mengenali mereka.""Kalau begitu, ini aneh. Anak itu sebe
Pada saat ini, ponsel Zanny berdering.Dia melihat layar ponselnya dan menerima telepon dari Yuna."Yuna.""Zanny, apa kamu sudah mendapatkan buktinya?""Sudah, aku akan segera mengirimkannya padamu.""Oke, serahkan semua urusan ini padaku."Mereka berdua mengobrol sebentar sebelum Yuna mengakhiri percakapan mereka.Yuna menatap dua bocah di depannya dan berkata, "Tante mau pergi kerja, kalian bermain saja dulu dengan pelayan dan Kakek. Sebentar lagi Nenek cantik akan tiba. Main yang tenang dan jangan lari-lari, mengerti?"Yuaris dan Yacob mengangguk berkali-kali, lalu berkata, "Kami mengerti, Tante bisa berangkat kerja dengan tenang."Yuna mengatakan sesuatu pada pelayan sebelum akhirnya pergi dengan mengendarai mobilnya.Hari ini dia akan pergi ke pengadilan untuk mengurus perceraian kliennya yang merupakan seorang dokter anak.Suami klien itu berselingkuh dan diam-diam memindahkan harta bersama yang sudah mereka kumpulkan.Demi mendapatkan hak asuh anak, mereka bertengkar dengan sen
Setelah mendengar perkataan Yuna, mata Zanny memancarkan rasa sakit yang tidak terlukiskan.Selama dua tahun, dia mampu menyembunyikan penderitaannya dengan baik.Dia pikir tidak ada orang yang bisa mengetahui pikirannya.Siapa sangka ternyata Yuna bisa menebaknya dengan tepat.Dia meremas jari Yuna dengan pelan dan menggelengkan kepalanya.Hanya dengan satu gerakan, Yuna bisa mengetahui apa yang ingin dikatakan Zanny.Dia segera mengangguk dan berkata, "Jangan khawatir, aku tahu apa yang harus kulakukan."Pada saat ini, Yanuar tiba-tiba mendorong pintu dan masuk.Saat melihat Zanny yang sudah siuman, dia segera berjalan ke samping kasur.Dia menatap Zanny dengan emosi yang tidak bisa digambarkan.Dia dengan suara serak bertanya, "Zanny, bagaimana keadaanmu?"Mata Zanny yang semula berlinang air mata itu langsung terlihat dingin saat melihat Yanuar.Dia menundukkan pandangannya dan melengkungkan sedikit bibirnya.Zanny memang sedang tersenyum, tapi Yanuar merasa bahwa mantan kekasihnya
Saat bisa melihat kembali ekspresi marah Yuna, Wano tersenyum bahagia.Tangannya yang besar membelai telinga Yuna, dia dengan suara rendah berkata, "Ayo umpat aku sekali lagi!""Dasar bajingan tengik!"Yuna mengumpat Wano sekali lagi tanpa ragu.Dia tidak hanya ingin mengumpatnya, tapi juga ingin menggigitnya sekeras mungkin.Jika bukan karena Wano menggoda Yuna seperti siluman rubah, wanita itu tidak harus menunjukkan ekspresi memalukannya di depan Wano.Saat dirinya bisa kembali mendengarkan umpatan yang sudah tidak asing baginya, Wano tertawa dan memeluk wanita itu dengan erat.Wano berbaring di pundak Yuna, ada emosi tak tertahankan yang terdengar dari suaranya.Ada perasaan bersemangat sekaligus kesedihan yang didominasi oleh rasa sakit hati."Akhirnya Yunaku kembali."Yuna yang suka memukul, mengumpat dan memarahinya akhirnya kembali seperti sedia kala.Tangan besar Wano membelai kepala Yuna dengan lembut, dia sekali lagi berkata dengan suara lembut. "Untuk seterusnya, kamu seper