Tangan Wano memegang gelas anggur dengan semakin erat.Tepat saat itu juga, hatinya serasa ditusuk.Pada hari itu, ketika Qirana melakukan percobaan bunuh diri, Yuna juga meneleponnya berkali-kali karena mengalami nyeri menstruasi. Awalnya, dia masih menjawab panggilan itu, tetapi kemudian, dia langsung menutup teleponnya karena marah.Dia tidak ingin putus hanya karena hal ini.Wano menundukkan kepalanya. Dia mendengarkan cacian Yudi dan Yanuar terhadap seorang suami yang berperilaku buruk itu dengan saksama. Dia bahkan tak menyadari bahwa ujung rokoknya kini menyulut punggung tangannya sendiri.Dia terus gelisah sepanjang malam.Biasanya, ketika dia tidak pulang seperti ini, Yuna akan segera meneleponnya untuk menanyakan keadaannya.Namun, sekarang sudah larut malam, tetapi dia bahkan belum menerima satu pesan pun.Tiba-tiba, dia merasa ada sesuatu yang tidak beres.Dia segera memadamkan puntung rokoknya dan pergi sambil menggenggam ponselnya.Baru saja keluar dari pintu bar, dia mel
Ciuman Wano selalu kuat dan mendominasi, tidak memberi kesempatan pada Yuna untuk melepaskan diri.Dia menekan Yuna ke meja, memegang dagunya dengan satu tangan dan menggenggam erat pinggangnya dengan tangan lainnya.Sentuhan lembut dan manis itu membangkitkan setiap saraf di tubuhnya.Binatang buas yang terpendam di dalam tubuhnya terus menghantam sangkarnya, menuntut pembebasan diri.Selama dia dan Yuna bersama, segalanya akan terasa sangat harmonis.Sebesar apa pun keinginannya, Yuna akan selalu menurutinya.Terkadang Yuna sampai pingsan saking lelahnya, tetapi dia tak pernah mengeluh sedikit pun.Namun, saat ini Yuna yang berada di bawahnya begitu menolak dan terus berjuang mati-matian.Air mata yang hangat mengalir dari sudut matanya.Wano pun menghentikannya.Jari rampingnya dengan lembut menyeka air mata dari sudut mata Yuna.Suaranya serak sarat ketidakpuasan."Yuna, permainan diantara kita hanya berakhir saat aku menyetujuinya! Apa kamu mengerti?"Yuna menatapnya dengan air ma
Yuna dengan sigap mengelak ke samping. Walaupun begitu, sebagian kopi panas tetap mengenai punggung kakinya.Dia merasakan sakit yang menyengat sehingga menarik napas dalam-dalam.Dia baru saja ingin berdebat Qirana. Namun, saat mendongak, dia melihat Qirana terhuyung ke belakang dan menabrak lemari kaca.Langsung saja, dia mengulurkan tangan dan menariknya.Akan tetapi, Qirana berhasil melepaskan diri."Praang."Lengan Qirana menghantam kaca hingga pecah.Darah segar mengalir dari lengannya dan menetes ke lantai.Saat itu, suara dingin Wano menggema dari belakang."Yuna, apa yang kamu lakukan!"Sosok Wano yang tinggi dan tegap itu dengan cepat menghampiri Qirana.Sorot matanya yang dalam semakin suram."Kamu nggak apa-apa?"Derai air mata mengaliri wajah pucat Qirana, bibirnya gemetar hebat."Kak Wano, ini semua salahku. Aku nggak sengaja menumpahkan kopi ke Sekretaris Yuna. Dia salah paham sampai mengira aku memang sengaja melakukannya, jadi dia mendorongku.""Kamu nggak boleh menyal
Wano terdiam.Dia kemudian menatap Yuna dengan dingin."Kalau memang nggak takut mati, kamu bisa mencobanya."Wajah anggun Yuna menampilkan senyuman sinis, "Kenapa kamu pikir aku nggak pernah mencobanya? Bagaimana jika aku memang baru saja kehilangan 2000CC darah? Apa kamu masih mau memintaku mendonorkan darah untuknya?""Yuna, jangan membuat keributan tanpa alasan. Volume darah maksimum selama menstruasi hanya sekitar 60CC. Carilah alasan yang lebih masuk akal!"Yuna tersenyum pahit.Meskipun Yuna menjelaskannya dengan gamblang, Wano tetap takkan percaya.Bahkan, jika memang Wano peduli padanya, dia pasti akan bertanya lebih lanjut.Meskipun Wano hanya sedikit mengenalnya, seharusnya dia tahu bahwa Yuna bukanlah orang yang tak menghiraukan keselamatan orang lain.Ini adalah perbedaan antara mencintai dan tidak mencintai.Satu luka kecil yang didapat Qirana saja sudah cukup membuatnya begitu panik.Padahal, tanpa dia sadari, Yuna telah melalui operasi kuret yang membahayakan.Saat Yuna
Yuna membuka matanya dan mendapati sosok yang dia kenal.Dia merasa seperti mendapatkan harapan baru.Dia menggenggam erat kemeja pria itu, dengan lirih berkata, "Kak, tolong bawa aku pergi dari sini."Dia tidak ingin Wano melihatnya dalam keadaan yang begitu berantakan.Dia tidak ingin dikasihani olehnya.Dia tidak menginginkan apa-apa lagi, hanya ingin segera pergi dari sini.Xena Yuliadi menatapnya dengan sedikit khawatir, "Bagaimana kamu bisa pulang dengan kondisi begini? Aku mengantarmu ke dokter.""Nggak usah, kak! Aku hanya lemas karena barusan donor darah. Tolong antarkan aku pulang saja."Tatapan lembut Xena memancarkan rasa khawatir yang mendalam.Dia membungkuk dan menggendong Yuna.Dia berbisik dengan lembut, "Jangan takut, aku akan membawamu pergi dari sini."Saat Wano mengejarnya keluar, dia melihat seorang pria menggendong Yuna masuk ke dalam mobil.Pria itu menatapnya dengan penuh rasa iba dan khawatir yang mendalam.Wano sangat marah sampai mengepalkan tangannya erat-
Suara Qirana terdengar sangat keras hingga Yuna mendengarnya dengan jelas.Dia juga mendengar kata-kata Wano yang begitu menyayat hati.Yuna merasa tujuh tahun cintanya yang mendalam telah sia-sia.Dia menatap Wano dengan dingin, "Aku hanya meminta Listi untuk menyalin rekamannya, nggak menyuruhnya menghapus."Wano memandangnya datar, "Saksi dan bukti sudah ada, kamu masih beralasan?"Yuna tersenyum getir.Mengapa dia harus memberikan penjelasan padanya?Apakah dia masih berharap Wano akan percaya padanya?Wano selalu berdiri di pihak Qirana tanpa syarat, dalam setiap masalah yang melibatkan Qirana.Yuna sedikit menggigit bibirnya, berusaha sekuat tenaga untuk menjaga emosinya tetap stabil."Karena begitu, mari kita melakukan penyelidikan secara resmi. Aku nggak akan mengakui hal-hal yang nggak kulakukan. Walaupun harus mengorbankan seluruh Keluarga Qalif, aku juga akan membersihkan nama baikku."Yuna biasanya selalu bersikap lembut dan anggun. Dia juga sosok berperilaku baik dan patuh
"Apa maksud Nenek? Apa nenek yang sengaja merencanakan pertemuanku dengan Wano saat itu?"Nuria bergumam dengan acuh tak acuh."Jika nggak, apa kamu pikir kejadian waktu itu memang aksi heroik dari Wano? Seharusnya kamu pikir pakai otakmu. Bagaimana bisa Wano yang memiliki status seperti itu bisa muncul di gang terpencil?""Jika bukan karena aku dan kakakmu yang menyiapkan jebakan untuk menipunya, dari mana datangnya kehidupan nyamanmu selama tiga tahun ini.""Namun, kamu malah dengan lancangnya ingin mendapat status resmi sebagai Nyonya Lasegaf.""Kamu bahkan nggak pantas memimpikannya. Dengan status ibumu yang memalukan, nggak mungkin ada keluarga terhormat di seluruh Kota Burma yang mau menjadikanmu menantu.""Kamu harus kembali ke sisi Wano, nggak peduli apa pun yang terjadi. Kalau nggak, aku akan membongkar semua kedok ibumu."Nuria berbicara sambil mengatupkan giginya.Seolah-olah dirinya tak memiliki ikatan darah dengan Yuna sama sekali.Darah dari dahi Yuna mengalir ke pipi dan
Yuna langsung menjawabnya tanpa pikir panjang, "Aku bisa memberikan semuanya, kecuali hal ini."Wano mencubit dagunya sambil terkekeh, "Tapi aku hanya menginginkan hal ini.""Wano, meskipun kamu menganggapku mendekatimu dengan tujuan tertentu, tapi selama tiga tahun ini aku telah merawatmu dengan baik. Aku nggak berutang apa pun kepadamu, jadi kamu nggak punya alasan untuk menghalangi kepergianku."Wano melihat mata tegar Yuna dan bibir mungil yang terus mengoceh itu.Lekuk tubuh Yuna juga tak luput dari pandangannya.Semua itu membuat jakunnya tak bisa diam.Dia memeluk Yuna ke dalam pangkuannya, lalu menyandarkan dagunya ke pundak Yuna sambil berkata dengan serak, "Kalau begitu, jelaskan bagaimana caramu merawatku selama ini?"Suara magnetisnya yang dalam membuat kulit kepala Yuna tergelitik. Tangan besarnya kini mulai meraba-raba ke dalam pakaian Yuna.Yuna ingin melepaskan diri, tetapi Wano mendekapnya semakin erat.Dalam keputusasaan, dia menundukkan kepalanya dan menggigit bahu W
Yuna segera mundur setelah Wano menyentuhnya.Dia menatapnya dengan ekspresi datar, lalu berkata, "Pak Wano, kita ini sudah bercerai, tolong jaga sikapmu. Saat ini aku sudah mempunyai pacar."Setelah mendengar perkataan Yuna, Wano merasa lega.Dia langsung tertawa dan berkata, "Beri aku waktu 20 menit."Selesai berbicara, dia berbalik badan dan pergi.Dari perkataan Yuna, Wano tahu bahwa wanita itu sedang memberi peringatan padanya agar tidak terlalu menampakkan kemesraan di tempat umum.Jika tidak, semuanya akan terungkap dan rencana mereka akan sia-sia.Tidak disangka ternyata Yuna mengakui Jeri sebagai pacarnya. Itu artinya Yuna sudah memaafkannya.Setelah memahami maksud dari perkataan Yuna, Wano pun pergi dan berjalan masuk ke mobilnya, kemudian menekan pedal gasnya dengan bersemangat.Dia pun kembali ke kompleks apartemen elit miliknya yang berlokasi di tengah kota.Apartemen di daerah itu dibangun dengan tinggi, luas masing-masing apartemen yang disewakan bisa mencapai 400 meter
Ternyata itu karena Yuaris sudah mengetahuinya sejak awal.Anak itu bahkan terus merahasiakannya.Dia hanya seorang anak kecil yang baru berusia dua tahun.Tapi dia harus menanggung beban seberat ini.Memikirkan hal itu, hati Yuna terasa semakin sakit.Dia memeluk kepala Yuaris dan menciumi wajahnya berkali-kali.Suaranya tersendat karena menangis. Dia berkata, "Sayang, Ibu yang seharusnya meminta maaf padamu. Ibu sudah lalai dan membiarkan ayahmu menipu Ibu selama dua tahun. Selama itu Ibu nggak memenuhi tanggung jawab sebagai seorang ibu. Ibu benar-benar sangat sedih."Yuaris juga menangis saat melihat Yuna menangis.Tangan kecil Yuaris menepuk kepala Yuna dengan pelan dan berkata, "Ibu, jangan menangis. Aku juga jadi ingin menangis kalau melihat Ibu sedih."Saat melihat anak dan ibu itu berpelukan dengan sedih, Maggie akhirnya tidak bisa menahan perasaannya lagi.Dia berjalan mendekati Yuna dan menepuk-nepuk punggungnya, lalu berkata, "Yuna, luka Yuaris belum pulih. Setelah efek biu
Air mata yang asin dan bercampur rasa darah memenuhi mulut Yuna.Dia tidak bisa melupakan rasa sakit di hatinya saat dirinya kehilangan bayinya dua tahun lalu. Dia tidak akan pernah bisa melupakan rasa kecewa saat melihat mayat bayinya.Hampir setiap malam dia memimpikan hal yang sama selama dua tahun.Dia bermimpi anak yang sudah meninggal itu memanggilnya dengan sebutan ibu.Keesokan pagi setiap terbangun dari tidur, bantalnya selalu basah.Rasa rindu yang terus terulang setiap hari dan rasa sakitnya yang semakin bertambah itu menyebabkan depresinya kambuh.Ternyata semuanya palsu.Selama ini ternyata bayi yang dikira sudah tiada itu selalu berada di sampingnya.Yuna tidak hanya tidak memberinya ASI secara eksklusif, tapi juga merasa gagal memenuhi tanggung jawabnya sebagai seorang ibu.Dia dengan bodohnya juga mengira bahwa Yuaris menyukainya hanya karena keakraban mereka.Ternyata itu adalah ikatan batin antara ibu dan anak.Betapa bodohnya Yuna yang selama ini tidak menyadari ikat
Terlebih lagi, pada saat itu, dia juga melihat bahwa jenazah bayinya memang sekecil itu.Yuna terus merasa ada yang tidak beres selama dua tahun terakhir.Mengapa saat pemeriksaan kehamilan dokter mengatakan bahwa ukuran tubuh bayi Yuna normal?Mengapa bayinya ternyata berukuran kecil ketika lahir?Ternyata, bayi yang dia lihat saat itu bukanlah anaknya.Namun, dia adalah anak dengan penyakit jantung yang ada dalam perut Maggie.Selain itu, Wano sengaja membuat bayinya diasuh oleh Maggie.Untuk menghindari perhatian orang-orang jahat.Jadi, Yuaris adalah bayinya.Itu sebabnya golongan darahnya sama dengan Yuaris, yaitu Rh-negatif.Yuna tak bisa menahan air matanya lagi saat menyadari semua ini.Melihat ekspresi panik dan kebingungan Maggie, membuat air mata Yuna tak bisa berhenti mengalir.Dia menahan semua rasa sakit dan kepiluan dalam hatinya.Dia melihat Maggie dan Xena seraya berkata, "Kak Maggie, Kak Xena, terima kasih."Dengan kalimat sederhana itu, mereka semua langsung memahami
Mendengar ucapannya, raut wajah Maggie seketika berubah. Dia pun buru-buru menarik lengan Yuna seraya berkata, "Kamu nggak boleh melakukannya."Saking cemasnya, perkataannya terdengar melengking.Yuna memandangnya dengan kebingungan, "Kenapa nggak boleh? Kita ini saudara dan Yuaris itu anakmu. Aku bisa saja mendonorkan darah dalam situasi medis yang darurat begini."Mendengar perkataan Yuna, sang dokter pun berkata, "Kalau memang begitu, ini bisa jadi tindakan darurat. Dengan begitu, anak itu nggak perlu menunggu terlalu lama dan ini bisa meringankan rasa sakitnya.""Itu juga nggak boleh. Pokoknya kalau aku bilang nggak bisa, berarti nggak bisa. Dia anakku, aku nggak mau ada kesalahan terjadi padanya. Bagaimana kalau tubuhnya menolak? Yuaris masih sangat kecil."Yuna merasa bingung dan tak mengerti dengan keanehan pemikiran Maggie.Maggie biasanya bukan orang yang seperti ini.Dia juga begitu menyayangi Yuaris.Bahkan, dokter pun menyatakan kalau hal itu diperbolehkan, lantas mengapa d
Yuaris mengangguk berkali-kali.Melihat bayangan mereka yang pergi, membuat mata besarnya terus bergerak.Bagaimana caranya agar sang tante tidak mengetahui kebenarannya?Dokter Sari bersiap untuk memeriksa Yacob.Tiba-tiba saja dia bertanya, "Pengacara Yuna, apa kamu yakin ini anaknya? Bukan yang di luar sana?"Yuna sedikit kebingungan, "Kenapa? Ada yang salah?""Anak ini nggak punya bekas luka sedikit pun, jadi dia nggak pernah menjalani operasi."Hati Yuna agak berdesir ketika mendengarkan kata-kata itu, "Mungkinkah kakakku takut anak itu punya bekas luka, jadi dia melakukan operasi penghilang bekas luka?"Sari memeriksa tubuh Yacob dengan alatnya dan berkata, "Aku bisa memastikan kalau anak ini nggak punya penyakit jantung dan belum pernah melakukan operasi apa pun. Mereka berdua kembar, jangan-jangan kamu salah orang.""Nggak mungkin, mereka berdua bukan kembar identik, jadi sudah berbeda sejak kecil. Mana mungkin aku nggak mengenali mereka.""Kalau begitu, ini aneh. Anak itu sebe
Pada saat ini, ponsel Zanny berdering.Dia melihat layar ponselnya dan menerima telepon dari Yuna."Yuna.""Zanny, apa kamu sudah mendapatkan buktinya?""Sudah, aku akan segera mengirimkannya padamu.""Oke, serahkan semua urusan ini padaku."Mereka berdua mengobrol sebentar sebelum Yuna mengakhiri percakapan mereka.Yuna menatap dua bocah di depannya dan berkata, "Tante mau pergi kerja, kalian bermain saja dulu dengan pelayan dan Kakek. Sebentar lagi Nenek cantik akan tiba. Main yang tenang dan jangan lari-lari, mengerti?"Yuaris dan Yacob mengangguk berkali-kali, lalu berkata, "Kami mengerti, Tante bisa berangkat kerja dengan tenang."Yuna mengatakan sesuatu pada pelayan sebelum akhirnya pergi dengan mengendarai mobilnya.Hari ini dia akan pergi ke pengadilan untuk mengurus perceraian kliennya yang merupakan seorang dokter anak.Suami klien itu berselingkuh dan diam-diam memindahkan harta bersama yang sudah mereka kumpulkan.Demi mendapatkan hak asuh anak, mereka bertengkar dengan sen
Setelah mendengar perkataan Yuna, mata Zanny memancarkan rasa sakit yang tidak terlukiskan.Selama dua tahun, dia mampu menyembunyikan penderitaannya dengan baik.Dia pikir tidak ada orang yang bisa mengetahui pikirannya.Siapa sangka ternyata Yuna bisa menebaknya dengan tepat.Dia meremas jari Yuna dengan pelan dan menggelengkan kepalanya.Hanya dengan satu gerakan, Yuna bisa mengetahui apa yang ingin dikatakan Zanny.Dia segera mengangguk dan berkata, "Jangan khawatir, aku tahu apa yang harus kulakukan."Pada saat ini, Yanuar tiba-tiba mendorong pintu dan masuk.Saat melihat Zanny yang sudah siuman, dia segera berjalan ke samping kasur.Dia menatap Zanny dengan emosi yang tidak bisa digambarkan.Dia dengan suara serak bertanya, "Zanny, bagaimana keadaanmu?"Mata Zanny yang semula berlinang air mata itu langsung terlihat dingin saat melihat Yanuar.Dia menundukkan pandangannya dan melengkungkan sedikit bibirnya.Zanny memang sedang tersenyum, tapi Yanuar merasa bahwa mantan kekasihnya
Saat bisa melihat kembali ekspresi marah Yuna, Wano tersenyum bahagia.Tangannya yang besar membelai telinga Yuna, dia dengan suara rendah berkata, "Ayo umpat aku sekali lagi!""Dasar bajingan tengik!"Yuna mengumpat Wano sekali lagi tanpa ragu.Dia tidak hanya ingin mengumpatnya, tapi juga ingin menggigitnya sekeras mungkin.Jika bukan karena Wano menggoda Yuna seperti siluman rubah, wanita itu tidak harus menunjukkan ekspresi memalukannya di depan Wano.Saat dirinya bisa kembali mendengarkan umpatan yang sudah tidak asing baginya, Wano tertawa dan memeluk wanita itu dengan erat.Wano berbaring di pundak Yuna, ada emosi tak tertahankan yang terdengar dari suaranya.Ada perasaan bersemangat sekaligus kesedihan yang didominasi oleh rasa sakit hati."Akhirnya Yunaku kembali."Yuna yang suka memukul, mengumpat dan memarahinya akhirnya kembali seperti sedia kala.Tangan besar Wano membelai kepala Yuna dengan lembut, dia sekali lagi berkata dengan suara lembut. "Untuk seterusnya, kamu seper