Clarissa meringis kesakitan. Dia merasa kesal dengan Justine Lee. Namun, dia harus tetap bersabar dan tidak terlalu mengejar lelaki itu agar tidak membuatnya curiga.“Heh ….! Bisa tidak kamu menghargai seorang wanita,” bentak Clarissa.Justine Lee menghentikan langkahnya. Dia menoleh ke arah wanita yang asing baginya. Dia melepas kacamatanya, lalu memasukan kedua tangannya ke dalam saku celana. Mungkin bagi wanita lain, Justine terlihat sangat keren dan tampan, tetapi bagi Carissa, dia adalah lelaki menjijikan yang pantas untuk dibunuh.Clarissa melangkah mendekati Justine dengan tatapan kebencian. “Apakah setiap lelaki kaya seperti Anda tidak bisa menghargai seorang wanita?”Justine Lee masih membatu. Dia mengamati sosok gadis tersebut dengan tatapan menduri. Hal itu semakin membuat Clarissa berdecak kesal. “Apa selain tidak punya hati, orang kaya seperti Anda juga tidak bisa berbicara? Sehingga, tidak bisa menjawab apa yang aku katakan.”“Sudah bicaranya?” tanya Justine Lee, berjal
“Wanita tadi yang kamu maksud?” tanya Alexander memastikan. “Dia adalah salah satu anak buahku yang mengurusi beberapa gadis yang bekerja di tempat ini.”Telinga Clarissa terasa panas mendengar ucapan Alexander. Dia merasa tidak nyaman saat mengetahui bahwa sang paman telah menjual beberapa wanita untuk menjadi pemuas para pria yang sering mengunjungi Clubnya. “Apa yang kamu pikirkan, Clarissa. Oh … maaf maksud aku, Rissa.”“Jika boleh jujur, aku tidak begitu suka dengan Club ini. Mungkin karena aku adalah seorang wanita, jadi aku tidak suka kamu menjual beberapa wanita itu, Paman.”Alexander melukiskan senyum kelembutan di depan sang keponakan. “Mereka tidak pernah aku paksa, Rissa. Merekalah yang datang kepadaku untuk meminta sebuah pekerjaan … sudahlah, kita kembali ke rencana awal.”“Aku punya rencana baru, Paman. Aku ingin rencana ini senatural mungkin hingga tidak ada yang curiga.”Dahi Alexander berkerut mendengar ucapan Clarissa. “ Apa yang kamu maksud?” Mata Alexander terbuk
“Tanyakan saja apa yang ingin kamu tanyakan. Paman akan jawab selagi paman bisa?”“Apakah benar Paman tidak menyalahkanku tentang kematian tuan Park Xiao? Jujur aku merasa sangat bersalah, Paman. Jika saja ….”Alexander menutup mulut Clara dengan jari telunjuknya. “Sudah berapa kali pamanmu ini bilang? Jangan salahkan dirimu sendiri. KIta boleh sedih kehilangan orang yang sangat kita cinta, tetapi jangan berlarut dalam kesedihan. Sekarang yang terpenting kamu pulang dan istirahat.”“Kamu harus bisa kuat walau pun tanpa paman, karena paman tidak tahu sampai kapan paman bisa terus ada disisimu, Clarissa,” lanjut Alexander.“Paman tidak boleh pergi! Aku tidak ingin paman pergi. Semuanya sudah pergi meninggalkanku, kali ini tidak akan ada lagi yang pergi, Paman.”Clarissa memeluk Alexander Lee. Dia tidak mau kehilangan Alexander, cukup sudah dia kehilangan semua orang yang telah melindungi dia.Alexander menepuk punggung Clarissa berkali-kali agar Clarissa bisa menjadi gadis yang kuat.T
Melihat raut wajah Zero, bibir Clarissa tersenyum menyeringai. Dia maju beberapa langkah dengat tatapan ingin membunuh.“Apa kamu takut berhadapan dengan wanita lemah seperti diriku, Zero. Asal kau tahu, aku sangat menghormati tuan Alexander Lee, jika tidak, mungkin kamu sudah mati dari tadi,” ucap Clarissa tepat di depan mata Zero.***“Selamat pagi, Tuan Nelson.” Alexander berjabat tangan dengan seorang lelaki dengan usia sekitar lima puluh tahun yang tubuhnya sangat berisi. Lelaki itu tersenyum ketika Alexander Lee menjabat tangannya.“Pagi, Tuan. Aku sengaja datang pagi karena aku ingin bertemu dengan gadis yang kau janjikan kepadaku. Setelah melihat fotonya, aku tidak bisa tidur. Dia sungguh sangat cantik. Apakah dia sudah datang?”Alexander tersenyum getir mendengar hal itu. Dia berusaha mengatur napasnya agar dia bisa menahan emosi mendengar lelaki hidung belang itu memuji keponakannya. Dia ingin sekali menggagalkan semua rencana dia dengan Clarissa tentang hal ini, walaupun
Wajah Nelson terlihat sangat pucat ketika kaca mobilnya diketuk oleh salah satu pria yang memakai tudung hitam tersebut.Clarissa melirik ke arah Nelson. Dia ingin tertawa melihat wajah Nelson yang begitu jelas, jika orang tersebut ketakutan. Namun, dia mencoba menahannya."Buka pintunya? Atau kalau tidak, kaca pintu mobilmu akan aku pecahkan!"Clarissa yang sudah tidak sabar mulai turun dari mobil tanpa mendengar perkataan Nelson."Rissa apa yang akan kamu lakukan?!" teriak Nelson mengkhawatirkan Clarissa.Clarissa tidak peduli, dia melangkah mendekati ke enam orang tersebut.Tangannya mulai menarik salah satu di antara mereka dan menghajar mereka satu per satu. Hal itu membuat Nelson melongo. Lelaki itu turun dari mobil dengan bertepuk tangan. "Kamu luar biasa sekali, Rissa. Kamu bisa mengalahkan mereka dengan sekali pukulan. Kenapa kamu tidak menjadi bodyguardku saja daripada harus bekerja di tempat Alexander Lee?""Apakah tawaran Tuan itu benar? Atau Anda hanya memujiku saja?" "
Hati Clarissa merasa teriris mendengar pertanyaan David Lee. Pertanyaan itu membuat dia mengingat Bram. Dia tidak suka David Lee bertanya tentang itu, dia mencoba menghela napas agar lebih bisa mengontrol dirinya di depan David Lee karena sorot mata David Lee tidak lepas darinya."Pamanku yang selama ini melatihku, Tuan. Akan tetapi, dia sudah meninggal dunia.""Aku turut bersedih mendengar hal itu, Nona," jawab David Lee bersimpati.Clarissa hanya tersenyum. Dia lebih memilih diam dan tidak banyak bicara.Setelah makanan datang, semua orang yang ada di meja tersebut mulai menikmati makanan mereka. Tidak ada yang bersuara ketika mereka menikmati hidangan makanan mereka, tetapi mata David Lee yang sering kali menatapnya membuat Clarissa mulai tidak nyaman dengan hal itu. Apa David Lee mulai mencurigainya? Bukankah tidak ada satupun orang yang mengenali wajahnya?Clarissa menyudahi makan siangnya dan mengambil segelas air putih yang sudah tersedia di samping piringnya. "Permisi, Tuan.
"Kak David?!"David Lee menurunkan kakinya, dia berdiri dan menyambut kedatangan Alexander Lee dengan merentangkan tangan. Namun, Alexander Lee sama sekali tidak mendekat. Dengan wajah marah dia berkata, "Untuk apa kakak datang ke mari?"David Lee menurunkan tangannya. Dia terlihat kecewa melihat sikap Alexander Lee. "Kenapa kamu seperti tidak suka melihatku, Alexander? Apa kamu mulai membenciku?""Apakah menurutmu, aku akan berbaik hati dengan penjahat seperti kamu, Kak?! Kalau orang diluar sana mereka jahat dengan orang lain, sedangkan kamu? Apa yang kamu lakukan, Kak? Kau menghancurkan saudaramu sendiri. Apakah kamu sudah gila?!""Cukup!" bentak David Lee kepada Alexander Lee. "Aku menyayangimu, Alexander Lee. Pernahkah aku melukaimu? Tidak, 'kan?" David Lee berjalan mendekati Alexander Lee. "Seharusnya kamu bisa berpikir, kenapa hanya Antonio Lee yang aku hancurkan? Kenapa aku tidak pernah menghancurkan kamu? Padahal aku tahu semua yang kamu lakukan."Alexander Lee menganga mend
Hari ini Alexander memutuskan untuk pergi kesuatu tempat dan bertemu dengan seseorang di sebuah tempat yang tidak ada satupun orang yang tahu di mana tempat itu berada.Gedung itu adalah tempat peninggalan sang ayah yang telah diberikan kepada Alexander Lee.Alexander menatapgedung itu dengan air mata yang kembali menetes. Dia mengingat sang ayah yang sangat menyayanginya. Sebagai seorang anak, dia merasa gagal untuk membuat keluarganya kembali utuh, bahkan dia tidak bisa melindungisang kakak karena sifatnya yang pecundang dan takut mati untuk membela saudaranya sendiri, membuat dia harus kehilangan Kakak pertamanya untuk waktu yang lumayan lama.Alexander masuk ke dalam gedung itu, matanya melihat ke sana kemari di setiap sudut gedung tersebut. Tidak ada yang berubah, hanya saja karena tidak terawat, menciptakan banyak sarang laba-laba yang menghiasi langit-langit gedung itu. Ketika dia membuka pintu, di sana terlihat seorang lelaki yang menggunakan jaket hitam, dan topi hitam. “Apa