Seperti anak kecil saja aku ini di mata Arsen. Dia menggendongku keluar dari kamar kami, dan membawaku naik ke dek atas. Di atas kursi malas itu dia baringkan aku, sebelum akhirnya ikut berbaring di sebelahku. Kami berbagi tempat dengan tidur dengan posisi miring, menikmati angin yang mempermainkan rambut kami.
"Kau tidak lelah sering menggendongku? Aku sudah tidak ramping lagi, Arsen. Perutku semakin besar dan tubuhku juga menggendut," kataku, mengingat isi pikiranku saat kami di dalam kamar.
"Tidak. Aku senang bisa menggendongmu seperti itu. Hei, Nara, apa yang sudah kau lakukan sampai aku selalu ingin membuatmu bahagia, hum?"
Jika kuingat betapa dia menakutkan di masa lalu, rasanya ini seperti aku sedang berada di sisi laki-laki lain. Bukan Arsen yang selalu ingin kuhind
Kembali kami duduk di meja makan itu setelah Arsen setuju dengan ajakan Jacky. Alkohol yang tadinya adalah hadiah, kini dibuka oleh pelayan dapur dan menuangkan isinya ke dalam tiga gelas sloki. Ya, hanya mereka bertiga yang meminumnya, sedangkan aku memilih meminta pelayan membuatkan segelas air lemon. Selain karena aku sedang hamil, sejujurnya aku sendiri juga tidak bisa minum. Tapi bagus lah, setidaknya ada aku yang masih waras di sini, jika mereka minum terlalu banyak. Aku bisa mengawasi Arsen untuk tidak melakukan hal yang tidak ingin terjadi."Bagaimana pertemuan kalian, Arsen? Aku dengar, istrimu dulu bekerja di bagian kebersihan. Tak kusangka kau adalah lelaki yang tidak memandang status, tidak seperti laki-laki kebanyakan, yang lebih mengutamakan pernikahan bisnis. Ya ... seperti kami contohnya," kata Jacky, di sela acara minum mereka yang berlangsung.
Tubuh semakin lemas dan aku merasa tatapanku pun perlahan menggelap. Dengan bergantung pada ujung meja, kubawa diri turun menuju lantai sebelum aku benar-benar kehabisan kesadaran lalu terlalu seperti Arsen. Perut besar ini memaksa aku tetap sadar, menjaga bayiku agar tidak terbentur ke lantai. Setelah berusaha sangat sulit, aku pun ikut terbaring di sebelah tubuh suamiku, menggerakkan tangan sangat pelan untuk menyentuh ujung jarinya. Belum aku bisa menggapai tangan Arsen, semuanya pun menjadi gelap sehingga aku tak bisa melihat dan mendengar apa pun. Kesadaran itu menghilang setelahnya dan entah berapa lama. Yang kutahu, ketika aku mulai tersadar lagi, aku sudah tidak berada di ruang makan. Suara Arsen memanggilku, memaksa kepala ini bergerak sangat pelan untuk mencari keberadaannya di sisi kiri.Tuhan ... apa yang tengah aku lihat ini? Arsen duduk di atas sofa dengan keadaan setengah telanjang, sedangkan Nara berdiri di depannya. Gadis itu tengah membuka satu per satu paka
Seperti kata Nara sebelumnya, nafsu Jacky memang sangat gila. Baru sebentar saja dia bersigantung di dada istrinya itu, Jacky tampaknya sudah sangat berhasrat sehingga dia menarik Nara dengan sangat keras. Mangangkat Nara dari atas pangkuan Arsen. Dia mendudukkan Nara di pangkuannya dan mereka saling memagut bibir penuh nafsu. Arsen-ku yang menyedihkan tampak seperti tak rela wanita itu diambil darinya, tapi beruntung dia tidak menyerobot. Arsen sepertinya juga berusaha melawan pengaruh obat di dalam dirinya, tapi terlalu sulit sehingga dia hanya diam menjadi penonton. Sedikit lega aku saat melihat bagian bawah Arsen ternyata masih tertutup sempurna dengan boxer. Dia tidak melakukannya dengan Nara.Entah karena efek obat yang dipaksa kuminum, tubuhku mulai terasa ringan sekarang. Gerak yang tadinya sangat sulit kulakukan, kini bisa dengan gampang aku membuat diri duduk di atas ranjang. Aku segera berjalan menuju suamiku, memeluknya, sehingga Arsen sangat terkejut."Nar
Kutatap mata Arsen yang semakin mengelabu. Dia meraih pinggangku untuk naik ke atas tubuhnya. Rasa di dalam diriku semakin memaksa saat dua tangannya menelusup masuk ke balik baju yang aku kenakan."Arsen ..." lirihku. "Ja-jangan."Siapa sih yang akan menolak melayani suami seperti dia? Tentu saja aku sangat ingin, apalagi dengan kondisi kami yang sama-sama menginginkan, sekarang. Aku hanya tak punya keberanian untuk menanggalkan pakaian ini di depan laki-laki lain, yang sedang bercinta sambil menonton kami. Aku tak bisa membayangkan bisa saja Arsen menjadi illfeel padaku, ketika dia mengingat Jakcy pernah melihat tubuh telanjangku. Ini sungguh sangat menyiksa sampai kurasa terkadang ingin menyerah, menuruti maunya Arsen."Hei, perempun bodoh! Kau ini terlahir idiot, ya? Arsen bisa mat
"Jack, siapa yang mengganggu kita? Bisa kau lihat ke luar sana?" Nara berkata geram, matanya menatap pintu di sebelah kanan kami.Brak!Brak!Bunyi dobrakan pintu itu terdengar semakin sering dan keras. Daun pintunya pun terlihat mulai bergerak setiap kali mendapat hantaman dari luar sana. Harapan mulai menyapaku, beranggapan mungkin para pelayan kapal sudah tahu akan kejadian ini. Mereka akan menolong kami, mereka akan melepaskan kami dari cengkraman dua iblis ini."Siapa di luar? Apa kalian tidak mendengar perintahku? Diam di sana atau aku membunuh kalian semua!" teriak Jacky, bangkit dari atas tubuhku dan berjalan cepat menuju pintu. Tapi dobrakan di luar sana tidak juga berhenti, sehingga dia semakin geram saja.
Keadaan Arsen semakin membaik setelah dua hari dirawat di rumah sakit. Efek obat sialan yang diminumnya sudah menghilang sepenuhnya, tentu setelah aku membantunya dengan ehm ... kuyakin kalian paham maksudku. Ya, begitu lah. Kami melakukannya berulang kali di ranjang rumah sakit, dan aku selalu merasa malu setiap kali bertemu dokter juga perawat rumah sakit ini, membayangkan apa yang ada di pikiran mereka tentang kami selama di dalam sana.Seperti saat ini contohnya, kala kami berdua berada di ruangan sang dokter mendengarkan penjelasannya, aku lebih banyak menunduk atau berpura melihat ke arah lain."Maksud dokter, obat yang terminum istriku bisa saja berakibat buruk pada janin kami?" Arsen memperjelas perkataan dokter, dan bisa kurasakan aura kemarahannya di nada suara itu. Apalagi tinju yang meremas di atas meja, entah apa yang tengah dia pikirkan sekarang."Benar, seperti itu maksud saya. Meski Ibu Nara terlihat baik-baik saja saat ini, mungkin karena dia me
Mobil yang membawa kami terus melaju menuju kantor polisi terdekat. Kata Papa Sudrajat, dia menyerahkan Nara dan Jacky pada kepolisian sambil menunggu mengirimkan mereka pada pengadilan negaranya. Papa Sudrajat terlimat tak bisa tenang duduk di tempatnya, seakan takut bahwa Arsen sudah melakukan hal yang mengerikan itu. Tentu saja aku juga berpikiran yang sama.Begitu supir menghentikan mobil ini, kami bertiga bergegas memasuki kantor polisi itu dan papanya Arsen langsung disambut dua orang petugas."Di mana dua pelaku itu? Aku ingin bertemu mereka.""Bukannya putra Anda sudah menjemput mereka, Tuan? Tuan Arsen berkata dia yang akan mengurus segalanya dengan kedutaan. Mereka sudah pergi sejak setengah jam yang lalu," sahut salah satu petugas, yang lantas membuat kami semua terdiam.Mama Riana menutup mulut dengan kedua tangannya, sementara isakan kecil terdengar dari balik bungkaman itu. Kami saling menatap sejenak, dengan pikiran yang dipenuhi oleh adega
"Kau lemah, Arsen. Kau terlalu lemah hanya untuk perempuan. Ayolah, apa yang spesial dari mereka? Kau bisa mengganti istri berkali-kali, kenapa harus peduli padanya?"Jacky mempererat lengannyan mencekik leherku, sehingga napas kurasakan sesak. Kulambaikan tangan pada Arsen untuk meminta pertolongannya."Ar-s-heeen ..." lirihku. "To-longh."Terlalu sulit kata itu aku keluarkan, sebab bukan hanya sesak saja yang aku rasakan di sini. Perut juga semakin sakit, melilit di bawah sana. Dadaku menyempit oleh oksigen yang semakin tak sedikit."Le-pas! Lepaskan!" kataku, berusaha melepaskan diri dari rangkulan lengan Jacky.Arsen sudah berhasil menuruni setiap dek, sampai kini dia berdiri beberapa meter di depan kami. Jacky memaksa aku mundur ke belakang, menjaga jarak dari suamiku."Kau ingin dia mati?" kata Jacky. "Kalau kau masih menginginkannya, sebaiknya mari bernego, Bung.""Apa yang kau inginkan?" Arsen berkata dari balik gigi-giginya.