“Well, jadi benar berita di media kalau kau dan Selena sudah memiliki anak?” Arzan bertanya pada Samuel seraya menyesap wine di tangannya. Tatapan mata Arzan tak lepas menatap Samuel yang duduk di hadapannya sambil meminum whisky. Ya, obrolan Arzan dan Samuel adalah tentang gossip di media. Sebagai pengacara ternama yang dulunya menjalin hubungan dengan artis papan atas tentu saja berita tentang Samuel sangat hangat diperbincangkan. Terlebih masuknya Selena yang diungkit sebagai orang ketiga dalam hubungan Samuel dan Iris membuat berita skandal yang menghebohkan publik. “Berita itu benar. Aku dan Selena memiliki seorang putra berusia 4 tahun bernama Oliver.” Samuel menjawab pertanyaan Arzan dengan nada yang santai namun tersirat tegas. Pria itu menyandakan punggungnya di kursi sambil menggerak-gerakan gelas slokinya. “Aku kenal Selena sudah cukup lama. Selena itu saudara kembarnya Miracle Geovan, istri Mateo De Luca. Aku kenal Selena karena dulu aku sering membantu Mateo dalam mas
“Tuan Maxton, kandungan istri Anda lemah. Beruntung Anda segera membawa istri Anda ke rumah sakit. Jika Anda terlambat sedikit saja, saya khawatir istri Anda keguguran.” Tubuh Samuel menegang kala mendengar apa yang diucapkan oleh sang dokter. Pancaran mata Samuel menunjukan jelas Keterkejutan. Otak Samuel seolah tak mampu merangkai kata. Hening. Samuel masih hening diam seribu bahasa. Lidah Samuel kelu. Semua perkataan sang dokter terngiang dalam benaknya. “K-kandungan? A-apa maksudmu” Samuel bertanya memastikan. Nadanya tersirat terkejut namun tak dipungkiri terselinap kebahagiaan. “Maaf, Tuan. Apa Anda tidak tahu kalau istri Anda sedang hamil?” tanya sang dokter sedikit bingung kala melihat respon Samuel yang sangat terkejut. Samuel menggelengkan kepalanya. “I-istriku hamil?” tanyanya lagi memastikan. Terlihat Samuel begitu berharap kalau apa yang dikatakan oleh sang dokter ini nyata. Sang dokter tersenyum samar. “Benar, Tuan. Istri Anda mengandung lima minggu. Usia kandun
“Selena apa kau ingin makan sesuatu?” Samuel membelai pipi Selena, menatap hangat dan lembut pada sang istri. Waktu menunjukan pukul lima sore. Siang tadi, Selena tak banyak makan. Setiap kali makan, pasti Selena mual. Padahal sebelumnya nafsu makan Selena stabil. Tak seperti sekarang ini. Dan hal itu yang membuat Samuel setiap jam menawarkan Selena ingin makan apa. Meski Selena menolak tapi Samuel akan terus memaksa. Samuel selalu mengingat perkataan sang dokter yang mengatakan kandungan Selena lemah. “Aku tidak lapar, Samuel. Tadi kan aku sudah makan, Sayang.” Selena berucap dengan nada pelan sambil menyandarkan kepalanya di bahu Samuel. Hamil muda memang membuat Samuel semakin overprotective. Awalnya Selena merasa senang karena Samuel memperhatikannya dan buah cinta mereka. Akan tetapi, ini terlalu berlebihan dan membuat Selena sakit kepala. “Selena, tadi kau hanya makan sedikit. Kau sedang hamil. Aku tidak mau sampai terjadi sesuatu padamu dan anak kita, Sayang.” Samuel mengus
“Selena, maaf tadi aku dan Arzan pulang dulu sebentar. Aku dan Arzan tidak ingin mengganggumu dan Samuel yang sedang berbahagia.” Ghasna melangkah masuk ke dalam ruang rawat Selena bersama dengan Arzan—sambil memegang buah anggur dan jeruk yang dia bawa khusus untuk Selena. Selena tersenyum hangat. “Terima kasih sudah membantu. Maaf aku menyusahkanmu dan Arzan.” “Kami sama sekali tidak merasa direpotkan, Selena. Selamat atas kehamilanmu. Aku dan Arzan turut bahagia atas kabar kehamilanmu.” Ghasna meletakan buah-buahan yang dia bawa ke atas meja. “Benar, Selena. Kau sama sekali tidak merepotkan. Kami senang kau dan Samuel akan segera memiliki anak kedua. Selamat, Selena,” sambung Arzan dengan senyuman ramah di wajahnya. Selena kembali tersenyum. “Terima kasih, Ghasna, Arzan.” “Oh, ya, Selena. Di mana Samuel?” tanya Arzan kala menyadari tak ada Samuel di ruang rawat Selena. “Samuel tadi bilang ke ruang dokter. Tapi aku tidak tahu kenapa belum kembali. Mungkin saja dia mendap
Sudah empat hari Selena berada di rumah sakit. Bulan madu Samuel dan Selena pun terisi dengan moment kebersamaan mereka di rumah sakit. Selama di rumah sakit, Samuel dan Selena pun melakukan banyak hal. Mulai dari saling mengobrol lebih dekat hingga menonton film mengisi waktu kosong mereka. Hingga detik ini, tak ada satu pun keluarga yang tahu tentang kehamilan Selena. Bukan Samuel tidak ingin memberitahu tapi Samuel mencari waktu yang paling tepat. Pun Selena memiliki pendapat yang sama. Selena masih belum ingin memberitahukan tentang kehamilannya pada seluruh keluarganya. Empat hari berada di rumah sakit, Selena tak merasa kesepian sedikit pun. Selain Samuel selalu meluangkan waktu untuk menemaninya; Arzan dan Ghasna juga kerap datang mengunjungi Selena. Sebenarnya, Selena sudah sejak dua hari lalu merengek meminta keluar dari rumah sakit namun sayangnya Samuel tak mengizinkan. Alasannya tentu saja Samuel tidak ingin terjadi sesuatu pada Selena dan anak yang ada di kandungan Selen
Mata Selena mengerjap beberapa kali. Wanita itu menggeliat sebentar. Lantas ketika mata Selena sudah terbuka—dia mengendarkan pandangannya melihat ke sekitar—menatap kamar hotel yang dia tempati selama tinggal di Dubai. Sesaat, tatapan Selena menoleh ke samping melihat ranjang Samuel sudah kosong. “Samuel di mana?” Selena menyeka matanya, menatap jam dinding—waktu menunjukan pukul satu malam. Selena mengingat sebelum dirinya tidur, dia meminta Samuel untuk memeluknya. Pun Selena mengatakan kalau Samuel boleh melanjutkan pekerjaan kalau dirinya sudah tertidur pulas. Tapi kenapa malah sekarang Samuel tidak ada? Kalau pun Samuel mengerjakan pekerjaan pasti selalu duduk di sampingnya atau di sofa. Selena menghela napas dalam. Mungkin saja Samuel di balkon. Itu yang muncul dalam benak Selena. Detik selanjutnya, Selena menyibak selimut, turun dari ranjang dan hendak menuju balkon kamar. Namun tiba-tiba … Ceklek! Pintu kamar terbuka. Refleks, Selena mengalihkan pandangannya ke arah pint
Samuel kehilangan kata melihat Selena, yang begitu lahap menikmati makanan tradisional Indonesia yang telah disajikan oleh chef khusus Indonesia. Well, Samuel nyaris sakit kepala kala salah satu staff di hotel sedikit kesulitan mencari chef asal Indonesia hanya dalam waktu satu hari. Samuel tak peduli berapa banyak uang yang dihabiskan hanya untuk mencari satu chef Indonesia saja. Terpenting keinginan Selena wajib terpenuhi. Pasalnya jika tidak maka istrinya itu merajuk seperti anak kecil yang tak dibelikan mainan. Sungguh, Samuel tak mengira ibu hamil akan sama seperti anak kecil. Bahkan Joice masih jauh lebih baik. Setidaknya Joice masih bisa dibujuk daripada Selena. Kalau sudah berurusan dengan keinginan Selena maka itu adalah hal yang wajib dan tak bisa ditolak atau ditunda. Sebenarnya Samuel sudah mendengar kalau ada beberapa restoran Indonesia di Dubai. Namun, hal yang menjadi persoalan adalah Selena tidak mau keluar kamar hotel. Selena ingin menikmati waktu bersantainya di hot
“Samuel di mana? Kenapa lama sekali?” Selena mengembuskan napas kesal kala Samuel tak juga datang. Padahal terakhir Samuel mengatakan tidak akan lama tapi terbukti suaminya itu lama sekali tak kunjung kembali ke kamar. Ya, setelah tadi Selena mengakhiri panggilan video dengan putranya, Selena memilih untuk menonton film. Akan tetapi, hingga sampai film yang ditonton oleh Selena sudah selesai, Samuel tak kunjung muncul. Itu yang membuatnya menjadi jengkel. Selena mendecakan lidahnya kesal sambil mendengkus pelan. Padahal Selena memiliki niat mengajak Samuel berkeliling-keliling hotel sebentar. Tapi semua terpaksa tertunda karena suaminya tidak juga datang. Demi menghilangkan bosan, Selena mengambil ponselnya dan melihat-lihat sosial medianya yang baru-baru ini terposting foto-foto pernikahannya dengan Samuel. Perlahan senyuman di wajah Selena terlukis melihat moment-moment pernikahannya dengan Samuel. Di foto itu memang Samuel dan Selena menunjukan raut wajah yang begitu bahagia.
Beberapa bulan kemudian … Zurich, Swiss. Langit begitu biru dan indah membaur dengan perkebunan buah anggur yang ada di Swiss. Cuaca pagi di musim semi sangatlah indah. Angin yang berembus ke kulit begitu menyejukan. Tampak tatapan Selena sedari tadi menatap Oliver yang tengah bersama dengan Javier memetik buah anggur di perkebunan. Meski ada empat pengawal yang menemani Oliver dan Javier tetap saja Selena tak bisa melepaskan tatapannya dari kedua anak laki-lakinya itu. “Sayang, Oliver bisa menjaga Javier dengan baik. Kau tenang saja.” Samuel membelai pipi Selena dengan lembut. Selena menghela napas dalam. Tatapan Selena mulai teralih ke dua bayi perempuan kembarnya yang tertidur lelap di stroller. Senyuman di wajah Selena pun terlukis hangat melihat Stacy dan Sierra tertidur pulas. Sekarang usia Stacy dan Sierra sudah 7 bulan. Tubuh kedua bayi perempuannya sangat gemuk dan sehat. Stacy yang lahir lebih dulu memiliki rambut berwarna cokelat tebal dan mata biru. Sedangkan Sierra—s
Miller International School, London. “Aw.” Seorang gadis kecil cantik terjatuh akibat bermain lari-larian dengan teman-temannya. Tampak lutut gadis kecil itu terluka dan mengeluarkan darah. Dengan pelan, gadis kecil itu berusaha untuk bangun tapi tubuhnya malah tak seimbang dan nyaris jatuh. Tepat dikala tubuh gadis kecil itu nyaris terjatuh, sosok bocah laki-laki yang memiliki postur tubuh tinggi menangkap gadis kecil itu. “Terima kasih,” ucap gadis kecil itu melangkah menjauh dari laki-laki yang membantunya. Namun, tiba-tiba manik mata gadis kecil itu melebar terkejut kala menatap sosok laki-laki yang telah membantunya itu. “Oliver? Kau di sini?” Mata Nicole mengerjap beberapa kali menatap Oliver. Oliver menarik tangan Nicole, mendudukan tubuh Nicole di kursi, lalu bocah laki-laki itu mengambil kotak obat yang letaknya berada di ruang kesehatan. Beruntung ruang kesehatan tidak terlalu jauh dari posisi di mana Oliver dan Nicole berada. Saat kotak obat sudah ada di tangan Oliver,
“Bye, Sayang. Jaga diri kalian. Jangan membuat Grandpa William dan Grandma Marsha kerepotan. Ingat kalian harus patuh pada Grandpa dan Grandma.” Selena berseru pada Oliver dan Javier yang masuk ke dalam mobil. Terlihat Oliver dan Javier kompak mengangguk patuh merespon ucapan ibu mereka. Ya, hari ini Oliver dan Javier harus pergi ke rumah William dan Marsha. Menjelang Selena melahirkan, William dan Marsha memang berada di London. Sedangkan kakak dan adik Selena lain akan tiba di London dalam waktu beberapa hari lagi. Mengingat kakak dan adik Selena tak tinggal di negara yang sama, membuat Selena tak terlalu sering bertemu dengan kakak dan adiknya. Meski demikian, komunikasi selalu terjalin dengan sangat erat. “Bye, Papa, Mama.” Oliver dan Javier melambaikan tangan mereka kompak pada Selena dan Samuel. Pun Selena dan Samuel membalas lambaian tangan anak-anak mereka. Dan ketika mobil yang membawa Oliver dan Javier sudah pergi, Selena segera masuk ke dalam rumah tanpa mengatakan pada S
“Oh, My God! Raven, Rosalie, kenapa kalian merusak make up Mommy? Astaga! Ini make up kesayangan Mommy, Sayang.” Juliet rasanya ingin menjerit melihat semua perlengkapan make up miliknya hancur berantakan. Mulai dari koleksi lipstick, eyeshadow, foundation, dan masih banyak lainnya. Semua sudah berantakan di lantai kamar. Baru beberapa detik Juliet ke kamar mandi karena mengambil ponselnya yang tertinggal di wastafel, tapi dalam hitungan detik juga kamar sudah seperti kapal pecah. Memang kedua anaknya itu sudah sangat aktif. Sore ini, Juliet sengaja tak meminta pengasuh untuk masuk ke dalam kamarnya, pasalnya Juliet ingin mengajak kedua anaknya itu bermain sambil menunggu sang suami pulang dari kantor. Tapi alih-alih niatnya terealisasi malah kekacauan sudah lebih dulu tiba menghampiri dirinya. Sungguh, Juliet bisa-bisanya lupa kalau kedua anaknya sangatlah aktif. Alhasil koleksi make up miliknya hancur lebur. Bedak saja sudah berceceran di lantai. Terutama lipstick yang tak lagi ber
“Mommy, aku pulang.” Joice melangkah masuk ke dalam rumah dengan raut wajah yang muram. Gadis kecil cantik itu nampak lesu seperti tengah memikirkan hal yang mengusik pikirannya. Joice meletakan tas sekolah ke sofa, dan duduk di sofa itu. Jika biasanya Joice selalu riang gembira, kali ini gadis kecil itu tak seceria biasanya. “Sayang? Kau kenapa?” Brianna yang baru saja selesai menyiram tanaman, dikejutkan dengan putri kecilnya yang pulang dari sekolah dalam keadaan wajah yang muram. Padahal setiap hari, Joice selalu pulang sekolah dalam keadaan wajah yang riang gembira. “Tidak apa-apa, Mom. Aku hanya lelah saja,” jawab Joice pelan. Brianna menghela napas dalam. Brianna yakin pasti ada yang tidak beres dengan putri kecinya itu. “Katakan pada Mommy ada apa, Nak?” tanyanya seraya duduk di samping Joice. “Mommy aku ingin bertanya padamu.” “Kau ingin tanya apa, Sayang?” “Hm, apa aku ini tidak cantik, Mom?” Joice menyandarkan kepalanya di lengan Brianna. Bibir Joice mengerut, menunj
Tiga tahun berlalu … Miller International School, London. “Oliver Maxton! Pulang sekarang! Tidak ada main basket!” Selena berkacak pinggang mengomel pada putra sulungnya yang berusia 8 tahun. Tampak mata Selena menatap dingin dan tegas putranya itu. Aura kemarahan begitu terlihat jelas di paras cantik wanita itu. Dengan keadaan perut yang membuncit, Selena mengomeli putranya di tengah jalan. Ya, saat ini Selena tengah mengandung untuk ketiga kalinya. Ulah Samuel membuat Selena hamil lagi. Hanya saja kali ini berbeda. Kehamilan ketiga ini, Selena hamil bayi kembar. Sungguh, Selena berjanji setelah ini dia akan steril tak ingin lagi memiliki anak. Tubuhnya baru saja langsing tapi sudah harus bengkak lagi. Padahal niat Selena adalah memiliki dua anak. Tapi ternyata malah kecolongan. “Ck! Ma, guru sudah menghukumku time out. Mama kenapa menghukumku juga? Nanti aku akan menghubungi Grandpa William. Aku akan meminta Grandpa William memecat guru yang sudah berani menghukumku,” tukas Oli
Beberapa bulan kemudian … Fistral Beach, Newquay, UK. Deburan ombak menyapu kaki telanjang Juliet. Angin berembus menerpa kulit Juliet membuatnya Juliet memejamkan matanya sebentar, menikmati keindahan musim panas. Tampak Rava begitu setia mengikuti langkah kaki Juliet. Sesekali Juliet menatap banyak anak muda yang siap-siap untuk berselancar. Fistral Beach memang salah satu pantai di Inggris yang menjadi tempat favorite untuk berselancar. Kandungan Juliet kini telah memasuki minggu ke dua puluh tiga. Perut Juliet sudah membuncit. Tubuhnya pun mulai mengalami kenaikan berat badan, namun tak terlalu parah. Pasalnya selama hamil, Juliet tak terlalu nafsu makan. Meski sudah dipaksa oleh Rava, tapi tetap saja Juliet menolak. Trimester pertama, Juliet mengalami mual hebat sampai tak bisa makan apa pun. Rava sampai harus meminta dokter mengontrol Juliet setiap hari karena Juliet tak bisa makan. Dan beruntung sekarang kondisi Juliet sudah jauh lebih baik. Ngomong-ngomong, anak yang ad
Seoul, South Korea. Angin berembus di kota Seoul begitu menyejukan. Musim semi adalah salah satu musim terbaik di Seoul. Bunga Sakura banyak tumbuh dengan indah. Salah satu kota di Benua Asia yang menyajikan keindahan dan budaya setempat yang kental. Kota ini adalah kota yang dipilih oleh Dean dan Brianna menikmati bulan madu indah mereka. Selama di Seoul, Dean dan Brianna selalu mengabadikan moment-moment indah mereka. Moment di mana tak akan pernah mereka lupakan. Dua insan itu akhirnya telah menjadi satu setelah banyaknya rintangan. Meski tak mudah, tapi Dean dan Brianna membuktikan mereka mampu bersatu. “Sayang, ayo bangun. Kenapa jam segini kau belum bangun juga?” Brianna menggoyangkan bahu Dean, meminta suaminya itu untuk bangun. Waktu menunjukan pukul 10 pagi. Brianna ingin segera jalan-jalan menikmati indahnya kota Seoul. Meski lelah karena selalu olahraga malam, tapi Brianna tak mau menyia-nyiakan moment bulan madunya dengan sang suami tercinta. Dean menggeliat mendengar
Sebuah hotel mewah di London telah dipadati oleh wartawan yang lebih dulu hadir. Dekorasi ballroom hotel itu tampak memukau. Hiasan mawar dipadukan bunga lily dan batu Swarovski begitu indah menawan. Red carpet yang terpasang di lantai seakan memberikan sentuhan mewah. Ballroom hotel megah ini telah disulap layaknya tempat di mana pangeran dan putri akan menikah. Nuansa tema kental kerajaan melekat di ballroom hotel megah itu. Ya, hari ini adalah hari yang telah dinanti-nantikan oleh Dean dan Brianna. Hari di mana mereka akan segera melangsungkan pernikahan. Setelah banyaknya rintangan yang mereka hadapi akhirnya Dean dan Brianna dapat melewati badai masalah yang hadir. Takdir memang memiliki caranya sendiri menunjukan siapa belahan jiwa kita yang sebenarnya. Harusnya Dean menikah dengan Juliet, tapi ternyata takdir Dean adalah Brianna. Sedangkan Juliet menikah dengan Rava. Pun dulu Samuel tak menyetujui hubungan Dean dan Brianna. Samuel adalah satu-satunya orang yang menentang hubu