Napas Selena nyaris putus kala Samuel mencium bibirnya dengan begitu liar. Otak Selena seakan tak bekerja kala Samuel tak henti-henti mencium bibirnya. Lagi. Setelah sekian lama Selena kembali merasakan bibir hangat ini. Bibir yang begitu dia rindukan. Dan bibir ini juga yang membuat syarafnya seakan lumpuh. Namun tiba-tiba Selena menyadari aroma alkohol dari bibir Samuel begitu menyeruak ke indra penciumannya. Detik itu juga Selena menggigit bibir Samuel sekeras mungkin. Hingga membuat pagutan yang diciptakan oleh Samuel terlepas. Plakkkk Sebuah tamparan keras melayang di pipi Samuel. Emosi Selena memuncak kala Samuel dengan kurang ajar berani menciumnya. “Apa kau sudah gila, Maxton!” seru Selena meninggikan suaranya. Emosi Samuel pun terpancing kala Selena berani menamparnya. Sepasang iris mata cokelat Samuel menatap dingin Selena. Perlahan senyuman sinis di wajah Samuel mulai terlukis. Pria itu menangkup kedua rahang Selena dengan sedikit kasar. “Bukankah ini yang dulu kau
“Fuck!” Samuel mengumpat kasar. Pria itu menyambar wine di hadapannya, dan menegaknya kasar. Kini Samuel tengah berada di ruang kerja yang ada di apartemen pribadinya. Sepulang mengantar Selena, dia segera kembali ke apartemennya. Pikiran Samuel benar-benar kacau. Samuel tak menyangka kalau dirinya sampai tak bisa mengendalikan diri seperti tadi. Amarah Selena. Luapan emosi wanita itu. Serta kata-kata Selena selalu melayang-layang dipikiran Samuel. Dan hal ini yang membuat Samuel tak henti-hentinya mengumpat. Samuel seperti merasakan relung hatinya tertampar oleh kata-kata Selena. Sebuah kata yang seperti megisyaratkan betapa berengseknya dirinya. Berengsek? Samuel memang tahu kalau dirinya bukan pria yang baik. Banyak wanita yang hanya dijadikan sebagai penghangat ranjangnya. Akan tetapi kali ini berbeda. Ketika Samuel kembali bertemu dengan Selena, dia seperti merasakan ada magnet yang menariknya agar tak jauh dari sang pemilik mata biru itu. Samuel kembali menegak kasar wine di
“Dean, terima kasih sudah mengantarku. Maaf merepotkanmu.” Selena berucap pada Dean kala mobil yang dilajukan oleh Dean mulai memasuki gedung apartemen di mana penthouse-nya berada. Ya, Selena memang tidak jadi meminta Dean mengantarnya ke kantornya. Setelah bertemu dengan Samuel dan Iris tadi membuat Selena memilih beristirahat di rumah. Saat ini yang Selena butuhkan adalah ketenangan diri. “Tidak usah berterima kasih, Selena. Ini memang tanggung jawabku mengantarkanmu pulang.” Dean menjawab dengan senyuman ramah di wajahnya. “Lain kali kau mau kan makan siang bersama denganku lagi?” Selena pun tersenyum. “Asalkan waktunya memang tepat, pasti aku mau, Dean. Yasudah, aku turun dulu, ya, Dean. Sampai jumpa.” “Sampai jumpa, Selena.” Dean membalas ucapan Selena. Pria itu menatap Selena yang sudah turun dari mobilnya. Tampak pancaran mata Dean menatap Selena penuh kekaguman. Dean tak berkedip sedikit pun. Hingga ketika Selena sudah memasuki lobby apartemen, Dean mulai melajukan mobiln
Selena menelan salivanya susah payah kala mendapatkan tatapan dingin dari sang ayah. Wanita itu masih menunduk dan tak berani melihat ayahnya. Kini Selena tengah duduk di ruang keluarga tepat di hadapan kedua orang tuanya. Selena masih diam dan tak tahu harus memulai percakapan apa dengan ayahnya. Jelas saja kecanggungan terjadi karena sudah lama Selena tidak berbicara dengan ayahnya. “Dad, bagaimana kabarmu?” Akhirnya Selena berusaha untuk memulai percakapan ringan. Pun Selena mulai memberanikan diri menatap sang ayah. “Aku rasa tanpa harus menjawab, kau sudah tahu bagaimana kabarku,” ucap William dingin dengan raut wajah tanpa ekspresi. Selena terdiam sejenak. Dia sudah menduga ayahnya pasti akan menjawab seperti ini. Terlihat dari nada bicara ayahnya, masih sangat marah padanya. Meski telah lima tahun, tetapi kenyataannya amarah sang ayah tak kunjung menyurut. “Maafkan aku, Daddy. Aku sungguh minta maaf. Maaf karena telah membuatmu malu. Maaf karena tidak bisa menjadi anak yang
“Nona Selena, apa Anda sakit? Kalau memang Anda sedang kurang sehat, biar saya saja yang menggantikan pekerjaan Anda, Nona.” Suara Jenia—asisten Selena berujar mencemaskan keadaan Selena. Pasalnya sejak tadi pagi Selena seperti kurang sehat. Itu yang membuat Jenia menawarkan diri dan meminta bosnya untuk beristirahat. “Tidak … aku baik-baik saja. Aku hanya sedikit lelah,” jawab Selena pelan. Pertemuan kemarin dengan kedua orang tuanya memang membuat Selena memikirkan banyak hal. Mungkin itu yang membuatnya menjadi kurang sehat. Hanya saja Selena tidak bisa bersantai-santai. Banyak pekerjaan menunggu dirinya. Jenia menganggukan kepalanya. “Nona Selena, saya ingin melaporkan tentang uang yang Anda minta untuk dikirimkan ke rekening Maxton & Maxton Company.” “Kau sudah mentransfer mereka kan?” tanya Selena memastikan. Beberapa hari lalu tepat kejadian di mana Samuel merobek cek tunai pemberiannya, Selena langsung meminta Jenia mentransfer uang sejumlah dua puluh ribu pound sterling k
Pelupuk mata Selena bergerak bersamaan dengan bulu mata lentiknya. Perlahan Selena mulai membuka mata. Dan tepat dikala Selena sudah membuka kedua matanya, dia mengerjap beberapa kali. Mata wanita itu menyipit kala merasa dirinya berada di sebuah kamar asing. Tapi … tunggu, tiba-tiba raut wajah Selena berubah kala aroma parfume maskulin tercium di indra penciumannya. Aroma yang tak asing. Sejenak, Selena berusaha mengingat-ingat kenapa dirinya berada di sini. Terakhir dirinya tengah bersama dengan Samuel berdebat dengan pria itu. Namun, Selena mengingat dengan jelas kala itu perdebatannya dengan Samuel tidaklah lama. Dirinya merasa lelah berdebat pria itu dan memutuskan untuk pulang. Tiba-tiba mata Selena melebar mengingat dirinya sempat pusing hebat. Bahkan dia pun merasa tubuhnya tak bisa lagi berdiri.“Astaga, aku di mana ini?” guman Selena resah dan dilanda kepanikan hebat. “Kau sudah bangun?” Suara bariton melangkah memasuki kamar di mana Selena berada. Refleks, Selena mengali
“Samuel!” Iris berseru memanggil nama Samuel dengan nada cukup keras. Wanita itu melangkahkan kakinya memasuki kamar Samuel. Sebelumnya dia sudah diberitahu pelayan kalau tunangannya itu ada di kamarnya. Saat Iris tiba di kamar Samuel, tatapan wanita itu teralih pada Samuel yang tengah duduk di sofa tengah merokok. Tampak tatapan Iris menatap sebal Samuel. Terlebih ingatan Iris mengingat apa yang dikatakan oleh Selena. “Samuel!” seru Iris kala Samuel mengabaikannya. Samuel mengalihkan pandangannya, menatap dingin Iris yang mendekat padanya. Sepasang manik mata cokelat Samuel menunjukan kejengahan melihat Iris datang. “Kembalilah ke New York, Iris. Nanti aku akan segera menyusulmu setelah pekerjaanku di sini selesai,” ucapnya dingin dengan raut wajah tanpa ekspresi. Samuel sengaja meminta Iris kembali ke New York. Pasalnya dia lelah dengan sang tunangan yang selalu mengganggunya. Sedangkan pikirannya belakangan ini tengah kacau. “Kenapa kau membawa Selena ke apartemenmu? Kau menyu
Suara tepuk tangan riuh terdengar dari para orang tua siswa dan siswi kala sang kepala sekolah memberikan kata sambutan untuk acara yang diselanggarakan ini. Acara perayaan ulang tahun sekolah ini terletak di lantai paling atas sekolah tepat di ruang outdoor. Tujuan mengadakan acara ini di ruang outdoor guna membuat para siswa dan siswi saling dekat. Tak hanya membangun kedekatan para siswa tapi juga membangun kedekatan para orang tua siswa dan siswi. Rangkaian acaranya salah satunya meminta para orang tua siswa untuk turut berpartisipasi dalam kegiatan sosial. Sebagai contoh sumbangan untuk anak-anak di luar sana yang kurang mampu. Selama pengumpulan dana, banyak orang tua siswa yang menyumbang untuk anak-anak di luar sana yang kurang mampu. Tentu Selena pun turut berpartisipasi memberikan sumbangan. Bukan hanya Selena saja tapi Samuel juga turut memberikan sumbangan. Meski sepanjang acara Samuel terlihat seolah acuh dan tak peduli tetapi kenyataannya Samuel adalah penyumbang denga
Hujan turun begitu deras membasahi bumi. Langit yang seharusnya cerah itu telah tertutupi oleh awan gelap. Kilat petir membelah langit. Gelegarnya tak seberapa besar. Hanya saja kilat petir itu cukup membuat Selena yang tadi duduk di balkon langsung masuk ke dalam kamar. Cuaca di luar sangat dingin. Kondisi Selena masih belum sepenuhnya pulih. Itu yang membuat Selena tak bisa keluar rumah. Bahkan hingga detik ini pun Selena belum bisa mengunjungi Oliver—putranya. Alasannya karena Samuel ingin Selena menemui Oliver kala hatinya sudah benar-benar tenang. Sungguh, Selena sangat merindukan putra kecilnya. “Nona Selena?” Sang pelayan melangkah masuk ke dalam kamar seraya membawakan mushroom soup yang sebelumnya telah Selena pesan. “Ini soup Anda, Nona.” Pelayan itu menyajikan soup yang dia bawa ke atas meja. “Terima kasih,” jawab Selena hangat. “Hm, apa Samuel masih menelepon?” tanyanya. Sekitar lima belas menit lalu, Samuel mendapatkan telepon dari karyawannya. Namun, sampai sekarang Sa
“Bagaimana keadaan Miracle? Tidak terjadi sesuatu yang serius padanya, Kan?” Samuel bertanya pada Vian yang berdiri di hadapannya. Pagi ini, Samuel masih berada di apartemen pribadinya dengan Selena. Hanya saja kini Samuel berada di ruang kerjanya karena Vian datang menemuinya. “Tuan, Anda tidak perlu cemas. Baru saja saya mendapatkan kabar kalau Nyonya Miracle baik-baik saja. Nyonya Miracle sudah berhasil melewati masa kritisnya, Tuan,” jawab Vian melaporkan. Sebelum datang menghadap Samuel, Vian sudah lebih dulu mencari tahu tentang keadaan Miracle. Karena dia yakin pasti Tuannya akan menanyakan kabar tentang kondisi Miracle. Samuel mengambil whisky yang ada di hadapannya. Pria itu menyesap whisky itu perlahan sambil berkata, “Good, setidaknya Selena tak lagi mencemaskan keadaan Miracle. Lalu bagaimana Iris dan Maida? Hari ini aku belum melihat berita di media. Apa berita pagi ini sudah keluar tentang kedua wanita itu?” “Sudah, Tuan. Baru saja tadi pagi berita tentang Nona Iris
Koridor rumah sakit begitu sepi tak ada tamu luar. Hanya saja penjagaan begitu ketat. Masuk ke dalam lantai di mana Miracle dirawat; hanya boleh berkunjung adalah pihak keluarga. Di luar itu Mateo tak mengizinkan siapa pun datang. Tentu yang Mateo lakukan guna menjaga keselamatan Miracle. Pun William dan Sean sudah menyetujui apa yang telah Mateo putuskan. Ya, kini Mateo bersama dengan William, Sean, Dominic tengah berada di depan ruang rawat Miracle. Saat ini dokter telah melakukan tindakan. Pasalnya Miracle memiliki luka dalam di bagian kepala belakang. Hal itu yang membuat keempat pria itu cemas akan keadaan Miracle. “Kenapa dokter lama sekali? Apa dia tidak bisa mengurus satu pasien saja?” seru Sean yang sejak tadi sudah menunggu tapi dokter belum juga keluar dari ruang rawat. “Bukan hanya kau yang panik, Sean. Aku bahkan jauh lebih panik. Di dalam itu istriku!” jawab Mateo dengan geraman kesal. Sudah sejak Miracle masuk ke ruang rawat, pria itu mati-matian menahan rasa cemas d
Suara gelegar petir cukup keras membuat Selena yang tertidur lelap langsung membuka matanya. Tampak Selena mengerjapkan matanya beberapa kali sekaligus menyeka matanya menggunakan punggung tangannya. Hingga ketika mata Selena terbuka, tatapan Selena teralih ke samping—namun sayangnya Selena harus menelan kekecewaan melihat di sampingnya kosong tanpa adanya Samuel di sisinya. “Samuel di mana?” gumam Selena pelan. Detik selanjutnya, Selena mengendarkan pandangannya ke setiap sudut ruangan kamar—akan tetapi Selena tak menemukan keberadaan Samuel. Bahkan suara gemericik kamar mandi pun tak terdengar. Semua menandakan Samuel tak ada di kamar. Padahal tadi Selena tertidur lelap dalam dekapan Samuel. Sejenak, Selena menarik napas dalam-dalam dan mengembuskan perlahan. Lantas, Selena mengalihkan pandangannya menatap jam dinding—waktu menunjukan pukul tiga pagi. Rasanya tak mungkin jika Samuel pergi di pagi buta seperti ini. Ditambah di luar pun hujan besar. Selena menyibak selimut dan tu
Samuel memejamkan mata singkat seraya mengembuskan napas kasar. Emosi dalam dirinya begitu terbendung kala baru saja bertemu dengan Iris dan Maida. Tak pernah Samuel sangka dua wanita itu sampai berani menjebak Selena dengan cara yang sangat kejam. Samuel bersumpah akan membuat Iris dan Maida membusuk di penjara atas apa yang telah mereka lakukan. Hal yang membuat emosi Samuel memuncak adalah saat Iris dan Maida berdalih sebagai korban fitnah dan tak tahu apa pun yang terjadi. Padahal jelas semua bukti sudah di depan mata. Dalam masalah ini, Samuel mengakui peran keluarga Selena besar campur tangan membantu dirinya mempermudah penyelidikan dan pengumpulan barang bukti. Bahkan Samuel sendiri tak menyangka kalau bukti bisa didapatkan dengan waktu yang sangat cepat. “Shit!” Samuel mengumpat seraya memukul setir mobil. Emosinya tak bisa padam. Pasalnya apa yang dilakukan Iris dan Maida sudah keterlaluan. Detik selanjutnya, dengan raut wajah yang emosi, Samuel mengambil ponsel miliknya d
Samuel menginjak pedal gas guna melajukan mobilnya di atas kecepatan rata-rata. Sorot mata Samuel menajam menatap hamparan jalan yang luas. Pria itu mencengkram kuat setir mobilnya seraya mengumpat kasar. Ya, emosi Samuel kali ini tak lagi bisa teratasi. Dalam pikiran Samuel hanya ingin segera bertemu dengan Iris dan Maida. Tak pernah dia sangka Iris sampai berniat sekejam itu pada Selena. Jika sebelumnya Samuel mengampuni Iris, kali ini dia bersumpah tak akan pernah mengampuni Iris lagi. Tidak. Tidak akan pernah. Samuel akan pastikan membuat Iris dan Maida membusuk di penjara. Mobil yang dilajukan oleh Samuel mulai memasuki alamat kantor polisi di mana Iris dan Maida ditahan. Hingga ketika mobil Samuel sudah terparkir—pria itu segera turun dari mobil dan melangkah masuk ke dalam kantor polisi itu. Di ujung sana, sudah terlihat banyak wartawan yang berkerumun. Itu menandakan berita Iris ditahan sudah tersebar. Hari ini Samuel sibuk mengurus Selena. Pria itu tak memiliki waktu untuk m
“A-apa yang dikatakan Tuan Dominic Geovan benar, Tuan. Dalang di balik penjebakan Nona Selena adalah Nona Iris Halburt, mantan tunangan Anda.” Tubuh Samuel bergeming mendengar apa yang diucapkan oleh Vian. Tampak sepasang iris mata Samuel begitu tajam dan menusuk. Tatapan yang persis seperti laser pembunuh. Giginya menggelemeletuk, menunjukan kobaran amarah tertahan. Samuel mengetatkan rahangnya. Tangannya pun terkepal begitu kuat. Dalam hati segala umpatan kasar Samuel loloskan. Hal yang membuat emosi Samuel nyaris meledak adalah dalang di balik semua ini adalah Iris—mantan tunangannya yang sudah lama tak lagi dia dengar beritanya. Sejenak, Samuel memejamkan matanya mengatasi emosi yang melanda dan nyaris meledak. Ini bukan waktunya untuk Samuel murka. Paling tidak dia harus tahu dengan lengkap motif penjebakan Iris pada Selena. “Informasi apa yang kau ketahui, Vian?” tanya Samuel dingin dengan nada yang mendesak tak sabar agar Vian menjawabnya. “Tuan Samuel, Nona Iris dibantu ol
Samuel menatap Selena yang tertidur begitu pulas. Sekitar sepuluh menit lalu, Samuel meminta dokter untuk menyuntikan obat penenang pada Selena agar wanita itu tidur nyaman. Beruntung, Selena pun sejak tadi menuruti semua perkataannya. Lebih tepatnya tubuh Selena begitu lemah sampai membuat wanita itu tak banyak bicara.Saat ini Samuel membawa Selena ke apartemen pribadinya. Dia tak mungkin membawa Selena ke mansion keluarga Geovan. Pasalnya Samuel tak ingin membuat kedua orang tua Selena cemas. Pun di sana ada Oliver. Itu kenapa Samuel lebih memilih membawa Selena ke apartemen pribadinya. Sejenak, Samuel mengembuskan napas panjang. Dalam benaknya terus saja memikirkan bagaimana kalau dirinya sampai datang terlambat. Shit! Samuel mengumpat dalam hati, ingatannya tergali saat Almero hendak menyentuh Selena. Jika mengingat itu semua membuat emosi Samuel terasa begitu terbakar. Harusnya dia membunuh Almero dengan cara yang lebih kejam! Sungguh, membayangkan itu semua membuat Samuel bena
Brakkkk Suara dobrakan pintu yang begitu keras suskes membuat pintu itu terpental. Refleks, Almero mengalihkan pandangannya kala pintu berhasil terdobrak. Seketika mata Almero terkejut melihat dia sosok pria yang datang menatapnya dengan tatapan penuh amarah. “Berengsek!” Samuel menerjang Almero dengan emosi yang nyaris meledak. Tanpa belas kasihan, Samuel menarik kerah baju Almero, menghajarnya tanpa ampun. BUGH BUGH BUGH BUGH “Mati kau, Sialan!” Samuel menendang perut Almero hingga membuat Almero tersungkur di lantai. Namun, kala Samuel ingin kembali menyerang Almero tiba-tiba anak buah Almero berhamburan datang. Tampak Samuel dan Mateo melangkah mundur. Mateo sejak tadi ingin menolong Miracle tapi dia tak bisa melakukanya sekarang. Kondisinya dikepung seperti ini membuat Mateo harus melumpuhkan anak buah Almero lebih dulu. Napas Mateo memburu. Sorot matanya menajam dan memendung amarah. Darah Miracle memenuhi lantai membuat emosi Mateo tersulit. Fuck! Mateo mengumpat dalam