"Ekhemm! Pagi!"Bertepatan dengan Arka yang bertanya, Kara tiba-tiba saja kedatangan seorang tamu. Pria itu tak lain dan tak bukan adalah Jack. Dia tersenyum ke arah ibu dan anak yang ada di hadapannya, tetapi sayang malah membuat Arka menghela napasnya.Sepertinya anak kecil tersebut merasa kecewa, karena pertanyaannya tiba-tiba terpotong begitu saja. Hingga membuat perhatian bundanya tak lagi tertuju pada dirinya, karena sudah teralihkan."Hai, Jack! Apa kabar? Pagi-pagi sekali kau ke sini," sapa Kara dengan seutas senyum tipisnya.Meski sebenarnya merasa sedikit risih dengan Jack yang terus menghampirinya, akan tetapi tetap saja Kara selalu tak bisa bersikap tidak ramah pada mantan kakak tingkatnya itu. Ia tentu tak sampai hati, apalagi jika mengingat sikap Jack yang selalu baik padanya."Kebetulan tadi aku lewat dekat sini, karena ingin mencari sarapan pagi. Rasanya sudah lama sekali aku tidak berburu jajanan tradisional," ucap Jack s
"Bagaimana kalau kita menikah secepatnya?""Ap–apa?" Kedua netra Kara langsung membulat tak percaya, dengan mulut yang cukup terbuka lebar. Tidak seperti kebanyakan wanita lain yang mungkin akan sangat senang ketika pasangannya mengajak menikah, Kara justru terlihat lebih syok berkat ajakan Barra yang sangat tiba-tiba itu.Tanpa aba-aba, tanpa cincin. Kara benar-benar merasa seperti merasa mimpi! Rasanya tidak mungkin sekali pria romantis seperti Barra, tiba-tiba mengajaknya menikah dengan persiapan seadanya yang seperti ini."Iya, Sayang. Bagaimana kalau kita menikah secepatnya, agar tidak ada lagi yang bisa menggangu dan mengatur kita?" jawab Barra menjelaskan seraya memetakan wajah cantik wanita yang masih berada di dalam dekapannya.Kara terlihat terdiam sesaat, sambil mencoba menormalkan degup jantungnya. Satu tangannya menggenggam erat kain kemeja sang kekasih, sementara satu tangannya yang lain berada tepat di atas dada
"Ikuti mereka terus!"Seseorang dengan wajah yang tertutup sebagian itu memberikan perintah, hingga sedetik kemudian membuat kendaraan roda empat yang tengah dinaikinya mulai beranjak pelan mengikuti kendaraan serupa di depannya.Dari kejauhan, kedua netranya nampak sangat tajam sekali mengawasi depan. Ia terlihat sesekali menggeram kecil, dengan salah satu tangan yang terkepal erat. Sampai kesabaran yang ada di dalam dirinya benar-benar habis, ketika melihat kebersamaan tiga orang berbeda usia yang nampak sangat nyaman berjalan di tengah publik seperti keluarga kecil yang amat bahagia."Hmm, nampaknya mereka semua benar-benar ingin menentangku ya?" geramnya pelan seraya terus mengamati situasi sekitar dari balik kacamata hitam besarnya.Diam-diam dua tangannya semakin terkepal erat. Ia merasa sangat diremehkan dan tidak dianggap, hingga akhirnya tak tahan dan langsung memutuskan beberapa orang yang ada di sekitarnya untuk menggantikan tugasnya memata-matai.Sementara tak jauh dari te
"Kenapa diam saja, Kara? Terkejut dengan kehadiranku yang amat tiba-tiba ini?"Avaline tersenyum, menatap raut wajah tegang Kara. Meski ruangan tempat beradanya ini sangat sempit, akan tetapi setidaknya cukup membuat hatinya senang karena berhasil memberikan syok terapi pada wanita yang telah cukup lama menghabiskan waktu bersama anak lelaki tercintanya seharian ini."Rupanya kau adalah tipe wanita yang tidak bisa mendengar dengan baik ya? Kau sadar tengah berhadapan dengan siapa, Kara Isabelle?" lanjut Avaline dengan tatapannya yang kian menajam dan menakutkan.Sementara Kara, wanita yang masih memiliki anak kecil itu langsung menunduk seraya meremas kuat jari-jemarinya sendiri. Sebenarnya ia ingin meremas pakaian yang dikenakannya, akan tetapi sedetik kemudian dirinya langsung tersadar bahwa itu belum menjadi miliknya dan terlalu mahal untuk dirusak.Tidak pernah Kara sangka sebelumnya, bisa dipergoki oleh Avaline secara langsung seperti ini. Ia
"Hey, ini kenapa?"Deghh!Degup jantung Kara seketika kembali berpacu cepat, ketika Barra menyadari sebuah tanda merah di pipinya. Ini yang dikhawatirkannya sedari tadi. Meski sudah berusaha semaksimal mungkin menutupi bekas tamparan di pipinya dengan beberapa helai rambut, Barra pasti akan menyadarinya juga."Kara? Kenapa diam saja? Jelaskan padaku, kenapa pipimu bisa merah seperti ini? Ini seperti—""Ini ... Ini hanya karena nyamuk, Barra," potong Kara cepat seraya langsung menyusul anak lelakinya yang sudah lebih dulu masuk mobil.Saat ini, Kara memang tak berani banyak berinteraksi dengan kekasihnya. Ia terlalu takut pria itu menyadari beberapa kejanggalan yang ada di tubuhnya, sehingga lebih memilih menghindar untuk sementara waktu.Selepas dari pertemuannya dengan Avaline, Kara memang lebih banyak diam. Di benaknya detik ini hanya terbayang dengan kata-kata ancaman wanita itu, yang mana Avaline mengancam dirinya a
"Eh, siapa wanita itu? Kenapa dia bisa satu mobil dengan putra tunggal Keluarga Piterson? Apa dia kekasihnya?""Astaga, kekasihnya? Aku rasa tidak mungkin seorang Barra menjalin hubungan dengan wanita biasa seperti dia!""Iya! Lihat saja gerak-geriknya, sudah terlihat jelas tidak sebanding dengan kita bukan?"Beberapa ucapan tersebut mulai sayup-sayup terdengar di kedua telinga Kara. Meski sesekali kepalanya menunduk sambil menatap ujung dress cantik yang dikenakannya, akan tetapi gerak matanya tetap dapat menangkap berbagai tatapan aneh dari orang-orang yang ada di sekitar.Sungguh, nampaknya kehadirannya malam ini bersama Barra adalah sebuah kesalahan yang sangat fatal!Mulanya Kara memang sudah berusaha menolak sebisa mungkin ajakan Barra untuk pergi bersamanya ke acara ulang tahun perusahaan Doo Luxe Piterson ini, akan tetapi sayang pria itu terlalu sulit untuk ditolak kemauannya.Meski Kara sudah menjelaskan berbagai kekhawatirannya, tetapi tetap saja CEO muda tersebut berhasil m
"Ap—apa?"Kara seketika tak dapat menyembunyikan raut wajah gugupnya. Belum selesai ia mengkhawatirkan Arka yang sedang bersama Avaline, kini Barra malah mengajaknya bertemu langsung dengan Jack.Sungguh, sepertinya Kara benar-benar sangat menyesali keputusannya untuk datang ke acara pesta ini. Bukannya menikmati momen, kini jantungnya malah terus berpacu cepat seperti tengah berada di dalam wahana ekstrim."Iya, kita ke sana. Sudah lama sekali aku tidak bertemu dengannya," jawab Barra seraya menatap sedikit heran ke arah wajah Kara yang tiba-tiba terlihat sedikit pucat.Satu jarinya bergerak menghapus satu bulir keringat yang ada di dahi sang kekasih. Entah apa yang tengah dirasakan oleh Kara saat ini, Barra tidak tahu. Akan tetapi belum sempat ia bertanya lebih jauh, tiba-tiba saja sudah ada seseorang yang menepuk bahunya dari belakang."Hey, Brother!"Jack menyapa lebih dulu dengan seutas senyumnya. Mata birunya nampak berbinar menatap sang sahabat kecil, hingga setelahnya ia langs
"Jadi, dia orangnya?"Barra bertanya sambil sesekali melirik ke arah Arka yang tengah sangat bersemangat memperhatikan cokelat fountain, kebetulan saat ini anak kecil itu tengah mengantre demi melumuri beberapa potong buah yang ada di tangannya."Maaf, Barra. Aku sama sekali tidak bermaksud menutupi hal ini padamu."Lagi-lagi rasa bersalah membuat bundanya Arka itu merasa tak percaya diri berada di hadapan Barra. Walau sedari tadi kekasihnya tersebut terlihat tenang dan diam saja, akan tetapi tetap ia merasakan sebuah hal yang cukup berbeda darinya.Cemburu?Ya, mungkin hal itu yang tengah dirasakan oleh Barra. Walau tak mengutarakannya langsung, tetapi tetap saja Kara bisa merasakannya. Sedari tadi pria itu memang hanya diam saja padanya, sambil terus memperhatikan Arka dari kejauhan.Tak ada basa-basi hangat, dan tak ada juga sentuhan-sentuhan romantis yang biasa diberikannya. Semua entah kenapa menghilang begitu saja dengan ce